Pasal 1 butir 1 “Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan
lembaga Polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Pasal 2
“Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat”. Menurut penjelasan dari Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 1
butir 1 dan Pasal 2 tersebut dapat dilihat dengan jelas bahwa Polri dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum mempunyai fungsi menegakkan
hukum dibidang yudisial, tugas preventif maupun represif. Sehingga dengan dimilikinya kewenangan diskresi dibidang yudisial yang tertuang dalam Pasal 18
ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa “Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri”, maka akan menjadi masalah apabila dengan adanya diskresi
ini justru malah merangsang atau memudahkan penyalahgunaan kekuasaan oleh Polisi.
5. Pengertian Kekerasan Terhadap Aparat Kepolisian
Mahkamah Agung MA dalam putusannya tanggal 22-12-1953 menyatakan bahwa pegawai negeri ialah “adanya suatu pengangkatan oleh pemerintah, untuk
melaksanakan jabatan umum yang merupakan sebgaian tugas peerintahan sendiri
atau dari alat perlengkapannya”.
Pengertian pegawai negeri sebagaimana yang dimaksudkan oleh Pasal 356 adalah pengertian pegawai negeri menurut yurisprudensi tersebut diatas, yang
diperluas menurut Pasal 92 KUHP, dan tidak menurut perluasan arti oleh UU No. 31 Tahun 1999. Perluasan arti mengenai pegawai negeri menurut UU No. 31
Tahun 1999 ini hanyalah berlaku bagi penerapan ketentuan-ketentuan dalam UU tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi saja, dan tidak terhadap ketentuan
hukum pidana selainnya. Ketentuan hukum pidana perihal penganiayaaan Bab XX Buku II KUHP dan Kekerasan bukan termasuk tindak pidana korupsi.
Dengan demikian dapat anggota Polri merupakan pegawai negeri yang dimaksud tersebut.
28
a. Perbuatan: melawan;
Macam penganiayaan terhadap pegawai negeri yang ketika menjalan tugasnya ini ada persamaan dan perbedaan dengan kejahatan melawan pejabat
yang diatur dalam Pasal 212, yang rumusannya adalah: “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan pejabat
yang sedang mejalakna tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau permintaan pejabat itu memebrikan bantuan padanya,
dipidana karena melwan pejabat, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500.”
Bila rumusan itu dirinci unsur-unsurnya, maka terdiri dari:
b. Cara:
1 dengan kekerasan; 2 dengan ancaman kekersan;
28
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh Nyawa, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2007, hal. 42
c. Objeknya:
1 pejabatpegawai negeri; 2 orang yang arena berkewwajiban UU membantu pejabat
itu; 3orang yang karena permintaan pejabat itu membantu
padanya; d.
Yang sedang menjalankan tugasnya yang sah.
Melawan adalah suatu perbuatan yang sifatnya menantang, memaksa dan menekan pada seorang Aparat Kepolisian yang bertentangan dengan kemauaan
dan kehendak orang itu. Perbuatan ini bersifat abstrak, yang wujudnya akan lebih nyata bila dihubungkan dengan cara melakukannya, yakni dengan kekerasan dan
ancaman kekerasan. Kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut baik dilakukan oleh individu
atau dilakukan dua orang bersama-sama atau lebih terhadap seorang Aparat Kepolisian tetapi tidak perlu orang tersebut mengetahui tentang Aparat kepolisian
tersebut sedang bekerja dalam melakukan pekerjaan jabatannya yang sah.
G. Metode Penulisan