hidup pada daerah subtropik dengan jenis Fucus spp dan Enteromorpha spp dan respon fisiologis makroalga akibat cemaran logam berat Cu berbeda-beda
sensitifitasnya antara jenis yang satu dengan jenis lainnya tergantung daerah atau habitat dari masing-masing organisme tersebut. Melihat kondisi tersebut
perlu dilakukan studi fitotoksikologi pertumbuhan, klorofil-a, dan struktur talus pada Gracilis edulis yang hidup pada daerah tropis akibat cemaran logam berat
Cu.
1.2 Kerangka Pemikiran
Tembaga masuk ke laut melalui buangan limbah industri dan endapan partikel atmosfer yang tercemar oleh asap pabrik mengandung tembaga.
Menurut Mukhtasor 2007 industri galangan kapal dan pengecatan antifouling pada kapal merupakan pencemar Cu terbesar di Great Britain dan California
Selatan pada tahun 1978. Data tentang status pencemaran logam tembaga untuk setiap wilayah perairan Indonesia belum tersedia, namun penelitian
mengenai status pencemaran tembaga telah banyak dilakukan dan diperkirakan sudah berindikasi pencemaran.
Gracilaria spp umumnya hidup sebagai fitobentos, melekat pada substrat
padat seperti kayu, batu, karang mati dan sebagainya. Tersebar luas di daerah pesisir litoral dan sub litoral, sampai kedalaman tertentu, yang masih dapat
dicapai oleh oleh penetrasi cahaya matahari. Di Indonesia terdapat lebih kurang 15 jenis Gracilaria yang menyebar di seluruh kepulauan Sjafrie, 1990 salah satu
diantaranya adalah Pulau Lancang dan Pulau Pari Kepulauan Seribu Kadi, 1993. Perkembangan terakhir mengindikasikan bahwa populasi makroalga
khususnya Gracilaria semakin menurun. Penurunan ini diduga disebabkan oleh terjadinya penurunan kualitas perairan akibat pencemaran logam berat di
Kepulauan Seribu mengingat perairan ini berhubungan langsung dengan Teluk Jakarta yaitu teluk yang paling tercemar di Asia akibat limbah industri dan rumah
tangga Lestari dan Edward, 2004. Evaluasi kondisi lingkungan perairan Kepulauan Seribu bagian utara,
tengah, dan selatan tahun 2004 menunjukkan bahwa konsentrasi Cu telah melebihi ambang batas toleransi bagi makroalga yaitu berkisar antara 0,076-
0,209 mgl Sachoemar, 2008. Konsentrasi ini diperkirakan akan terus meningkat dengan semakin meningkatnya kegiatan industri saat ini. Program
monitoring di lapangan merupakan salah satu upaya penelitian yang dapat
digunakan untuk memahami efek toksikan pada lingkungan sampai tingkat populasi.
Tembaga tergolong logam berat essensial dan merupakan mikronutrien bagi organisme fotosintetik. Walaupun demikian bila konsentrasinya meningkat
Cu akan bersifat racun seperti mengganggu proses pertumbuhan dan beberapa proses fisiologi lainnya. Beberapa penelitian uji toksisitas Cu telah dilakukan
pada spesies indikator, seperti konsentrasi Cu terlarut yang mencapai 0,01 ppm akan mengakibatkan kematian bagi fitoplankton; bangsa crustacea akan
mengalami kematian dalam tenggang waktu 96 jam, bila konsentrasi Cu berkisar antara 0,17-1,00 ppm; dalam tenggang waktu yang sama, bangsa moluska akan
mengalami kematian bila Cu dalam kisaran 0,16-0,5 ppm, dan bila Cu dalam kisaran 2,5-3,0 ppm akan dapat membunuh ikan Palar, 2008.
Kasus di atas menunjukkan bahwa tembaga dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan secara biologis. Lingkungan yang sehat ditandai dengan
kondisi biologis yang seimbang dan kehidupan biota yang beranekaragam. Oleh sebab itu, guna mengurangi dan mengendalikan terjadinya pencemaran air yang
disebabkan oleh tembaga perlu suatu penelitian untuk memahami tingkat toksisitas tembaga terhadap organisme yang hidup di dalam perairan.
Pengetahuan tentang efek senyawa-senyawa kimia penyebab pencemaran air pada organisme perairan sangat penting untuk mengetahui keberadaan senyawa
tersebut dalam air dan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam menentukan pengawasan bagi keamanan dan kesehatan lingkungan.
Tingkat toksisitas tembaga serta pengaruhnya terhadap organisme perairan dapat ditentukan dengan cara uji hayati Hindarti, 1997. Hindarti 1997
menyatakan uji hayati adalah pengujian menggunakan organisme dalam waktu tertentu untuk mengevaluasi bahan kimia, limbah, faktor lingkungan, beserta
kombinasinya yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu. Uji ini bertujuan mengevaluasi pencemaran perairan, karena uji secara kimiawi dan fisika belum
mencukupi untuk menilai kondisi suatu perairan yang tercemar. Metode dalam uji hayati terbagi menjadi dua cara yaitu bersifat letal dan subletal Connell, 2005.
Pertimbangan Gracilaria edulis sebagai biota uji didasarkan pada tingkat sensitifitas biota terhadap bahan pencemar, siklus hidupnya relatif panjang,
bernilai penting secara ekologis dan ekonomis, mudah diambil, tidak cepat rusak dan mempunyai toleransi terhadap perubahan lingkungan seperti cahaya, suhu,
dan salinitas sehingga memungkinkan dipelihara atau dikultivasi dalam
laboratorium untuk keperluan penelitian, dan resisten terhadap parasit dan penyakit Costanzo et al., 2000; Eklund dan Kautsky, 2003; Melville dan
Pulkownik, 2006. Penelitian ini menunjukkan efek subletal Cu terhadap indikator fisiologis
pada makrolaga Gracilaria edulis dan tingkat respon fisiologisnya. Informasi ini dapat dimanfaatkan sebagai alat tool atau acuan dalam melihat perairan yang
relatif tercemar dan relatif tidak tercemar logam berat tembaga. Pengembangan uji toksisitas pada makroalga akan sangat berguna karena efek yang ditimbulkan
akan memberikan dampak awal pada rantai makanan dan akan memberikan dampak sekunder pada tingkatan trofik yang lebih tinggi. Selanjutnya, jika
tembaga menunjukkan efek negatif terhadap pertumbuhan beserta struktur distribusinya maka secara tidak langsung akan memberikan dampak negatif
pada ekosistem pesisir dan laut. Efek subletal atau respon fisiologis yang akan diamati meliputi
pertumbuhan, konsentrasi klorofil-a, dan morfologi beserta anatomi makroalga merah Gambar 1. Respon di atas merupakan indikator sensitif dan akurat
dalam uji toksisitas logam berat tembaga. Beberapa penelitian menunjukkan pertumbuhan merupakan respon fisiologis yang paling sensitif diantara respon
fisiologis dan biokimiawi lainnya Li et al., 2010 diikuti konsentrasi klorofil-a. Apabila pada waktu tertentu dan akumulasi Cu pada talus makroalga sudah
melewati ambang batas akan terjadi pemutihan pada sebagian atau keseluruhan talus. Hal ini terjadi pada konsentrasi Cu 100 μgL
-1
selama 96 jam, Lessonia nigrescens
mengalami pemutihan pada ujung talusnya diakibatkan rusaknya klorofil-a Contreras et al., 2009.
Tembaga adalah salah satu senyawa kimia yang paling sering digunakan untuk uji efek toksisitas pada makroalga sejak tahun 1959-2000 Eklund dan
Kautsky, 2003 dan berdasarkan laporan tersebut makroalga yang sering diuji adalah kelompok makroalga coklat dan hijau dengan jenis Enteromorpha spp
dan Fucus spp yang hidup di daerah sub tropis Eklund dan Kautsky, 2003. Penelitian terdahulu melaporkan spesies yang sama namun hidup dan tumbuh
pada daerah dengan parameter lingkungan yang berbeda dapat memberikan respon yang berbeda pula terhadap toksikan logam berat Hall et al., 1979.
Informasi mengenai respon fisiologis akibat cemaran logam berat tembaga pada Gracilaria edulis
yang hidup di daerah tropis jarang diketahui Mamboya et al., 2007, oleh sebab itu, penelitian ini penting dilakukan.
Keterangan: : Proses
: Ruang lingkup Penelitian Gambar 1 Skema kerangka pemikiran
Perubahan Fisiologis Struktur Talus Makroalga Gracilaria edulis
Pesisir Sungai
Antropogenik Natural Alami
Sumber Logam Tembaga di Pesisir
Pencemaran Logam Tembaga
Fitotoksikologi Penerapan konsentrasi tembaga
antara perairan yang relatif tercemar dengan perairan yang
relatif tidak tercemar pada skala laboratorium
Pertumbuhan Laut
Klorofil-a
Kesimpulan Struktur talus
1.3 Perumusan Masalah