Growth, Concentration Chlorophyll a, and Structure of Macroalgae Gracilaria edulis in the Culture Media Containing Copper
PERTUMBUHAN, KONSENTRASI KLOROFIL-A, DAN STRUKTUR
MAKROALGA
Gracilaria edulis
PADA MEDIA MENGANDUNG Cu
EMMY SYAFITRI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
(2)
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pertumbuhan,
Konsentrasi Klorofil-a, dan Struktur Makroalga
Gracilaria edulis
pada
Media Mengandung Cu adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Bogor, April 2012
Emmy Syafitri
NRP C551090021
(3)
ABSTRACT
EMMY SYAFITRI. Growth, Concentration Chlorophyll-a, and Structure of
Macroalgae
Gracilaria edulis
in the Culture Media Containing Copper.
Under supervision of TRI PRARTONO and MUJIZAT KAWAROE.
The physiological responses (specific growth rate, concentration of
chlorophyll-a, morphological and anatomical structure of the vegetative
cells) of the marine macroalga
Gracilaria edulis
at the different
concentrations of copper (0.01 as control, 0.04, 0.06 and 0,5 ppm)
delivered continuously for 28 days under controlled laboratory conditions
were investigated. Result showed that the degree of copper toxicity
depends on both factor the concentration and exposure time. Copper
concentration and day of exposure decreased significantly the specific
growth rate (SGR) of the
Gracilaria edulis
but only 0,5 ppm Cu decreased
the chlorophyll-a content when compared to control. Of the various
physiological end points measured, growth proved to be the most sensitive
response than chlorophyll-a with reductions in specific growth rate (SGR).
The reason for this could be related to a greater sensitivity of the enzymes
involved in growth than those related to chlorophyll-a or a greater energy
needs to maintain cellular integrity and metabolic processes under
sub-lethal Cu stress
.
In all cases, the main effect on vegetative cells were
structure changes in cortex and subcortex cells, compared to control,
macroalgae exposed to copper showed depigmentation and blending in
the lateral branches, heavy staining of the cell wall and severe damage of
cell membrane, while the mucilage and the cell walls was densely fibrillar,
thick and heavily stained, the cortex cell was clearly vacuolated, the
presence of endophytic on the cell wall and endophytic spores in the
mucilage. The presence vacuoles should be related to a metal
immobilization mechanism, minimizing the Cu toxicity for cells. The
epiphytic bacteria can act as a biofilter diminishing the availability of Cu for
macroalgae accumulation.
Keywords : growth, chlorophyll-a, ultrastructure, copper, macroalga,
Gracilaria edulis
.
(4)
RINGKASAN
EMMY SYAFITRI. Pertumbuhan, Konsentrasi Klorofil-a, dan Struktur
Makroalga
Gracilaria edulis
pada Media Mengandung Cu. Dibimbing oleh
TRI PRARTONO dan MUJIZAT KAWAROE.
Tembaga sebagai salah satu logam berat essensial yang berfungsi
sebagai mikronutrien dalam proses metabolisme organisme fotosintetik
perairan khususnya makroalga (membantu transport elektron dalam
proses fotosintesis), namun akan bersifat toksik bila konsentrasi tembaga
meningkat dalam sel organisme. Makroalga berperanan penting dalam
keseimbangan ekosistem akuatik, karena berada pada tingkat pertama
dalam rantai makanan yang memproduksi bahan organik dan oksigen
melalui proses fotosintesis. Penelitian dilaksanakan dengan tujuan
menunjukkan respon pertumbuhan, konsentrasi klorofil-a, dan struktur
talus
Gracilaria edulis
berdasarkan tingkat konsentrasi Cu.
Gracilaria
edulis
diperoleh dari tambak budidaya rumput laut Dusun 4
Desa Selotong Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Sumatera
Utara. Bibit diambil dengan cara memotong bagian ujung vegetatif
kira-kira 10-20 cm. Setelah tiba di laboratorium makroalga segera dimasukkan
ke dalam akuarium untuk proses aklimatisasi selama 14 hari. Media
menggunakan metode dasar (
bottom method
) yang telah dimodifikasi
sesuai keadaaan akuarium. Tiap akuarium dipelihara sebanyak 3 rumpun
makroalga, dan setiap rumpun beratnya 10 gram. Media uji menggunakan
air laut murni sebanyak 10 liter dengan kandungan nitrat 0,55 ppm dan
fosfat 0,07 ppm serta 0,01 ppm Cu. Pergantian air media uji dilakukan 2
kali seminggu (semistatik) untuk mempertahankan nutrien bagi makroalga
dan konsentrasi Cu (sebagai perlakuan toksisitas) tetap stabil hingga akhir
penelitian. Percobaan penelitian menggunakan rancangan acak kelompok
(RAK) dimana konsentrasi Cu (0,01 ppm, 0,04 ppm, 0,06 ppm, 0,5 ppm)
sebagai perlakuan sedangkan waktu pengamatan termasuk dalam
kelompok. Pengamatan percobaan terdiri dari: (1) parameter kualitas air;
(2) parameter respon fisiologis yang terdiri dari: bobot segar dan laju
pertumbuhan spesifik, klorofil-a dan struktur talus. Data-data yang
diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis
varians (ANOVA). Apabila pengaruh perlakuan dan kelompok berbeda
nyata dengan selang kepercayaan 95 % (P<0,05), maka diadakan uji
lanjut Duncan.
Hasil analisa ragam dan uji lanjut Duncan terhadap parameter
respon fisiologis menunjukkan menunjukkan konsentrasi Cu secara
signifikan mempengaruhi bobot segar dan laju pertumbuhan spesifik
G.
edulis
dipengaruhi tetapi tidak pada konsentrasi klorofil-a (P>0,05) dan
waktu paparan mempengaruhi ketiga respon fisiologis tersebut (P<0,01).
Pada hari ke-28 dengan konsentrasi 0,5 ppm menunjukkan laju
pertumbuhan terendah mencapai -3,6% per 28 hari dengan bobot segar
rata-rata 3,8 gr dan pada hari ke-28 konsentrasi klorofil-a mencapai nilai
terendah bila dibandingkan hari-hari sebelumnya. Struktur talus tampak
berbeda antara kontrol dan ketiga konsentrasi Cu lainnya selama 28 hari
(5)
paparan. Secara morfologi tampak terhambatnya pertumbuhan talus-talus
muda pada media 0,04-0,06 ppm Cu hingga terjadi pemutihan pada
ujung-ujung talus disertai rapuhnya struktur talus pada media 0,5 ppm Cu,
diduga munculnya lapisan alga filament yang melekat pada dinding sel
hingga terbentuknya spora endofit diantara ruang sel kortek dan sel sub
kortek. Dinding sel dan lapisan mucilage yang menebal diduga dipenuhi
noda-noda hitam hingga masuk ke dalam sitoplasma sel kortek
merupakan akibat dari proses penyerapan dan kemampuan akumulasi
makroalga terhadap logam berat Cu hingga terbentuknya vakuola dalam
sitoplasma sebagai mekanisme pertahanan
G. edulis
dalam zat toksik Cu.
Fenomena ini mengindikasikan bahwa respon pertumbuhan merupakan
respon fisiologis yang paling sensitif dibandingkan konsentrasi klorofil-a.
Hal ini diduga terganggunya kerja sistem enzim dan berkurangnya
pasokan energi yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan serta
kerusakan oksidatif pada lapisan lemak, protein dan asam nukleat.
Kata kunci: pertumbuhan, klorofil-a, struktur talus, tembaga, makroalga,
G.
edulis
(6)
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang – Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
(7)
PERTUMBUHAN, KONSENTRASI KLOROFIL-A, DAN STRUKTUR
MAKROALGA
Gracilaria edulis
PADA MEDIA MENGANDUNG Cu
EMMY SYAFITRI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
(8)
(9)
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis
: Pertumbuhan, Konsentrasi Klorofil-a, dan Struktur
Makroalga
Gracilaria edulis
pada Media Mengandung
Cu.
Nama
: Emmy Syafitri
NRP
: C551090021
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, MSi
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program studi Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
(10)
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pertumbuhan,
Konsentrasi Klorofil-a, dan Struktur Makroalga
Gracilaria edulis
Pada
Media Mengandung Cu”. Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi
kita semua dan kemajuan ilmu pengetahuan dibidang ilmu kelautan.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini, terutama kepada Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr.Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si selaku pembimbing anggota yang telah penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan dan arahan hingga penyusunan tesis ini selesai. Selanjutnya, ungkapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Etty Riani, MS selaku penguji luar komisi yang juga telah memberikan masukan untuk menyempurnakan tesis ini. Di samping itu, ungkapan terima kasih tak terhingga kupersembahkan kepada papa, mama, serta suami dan putraku tercinta Kurniawan Sinaga dan Hanif Izzan Sinaga atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Terima kasih juga di ucapkan kepada seluruh teman-teman di Program studi IKL dan pegawai sekretariat Program studi IKL, atas segala
bantuannya.
Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini.
Bogor, April 2012
(11)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 27 Agustus 1981 dari ayah
Drs. Syafrinal, Apt, MSi dan ibu Emiar Wahid. Penulis merupakan putri
pertama dari dua bersaudara.
Pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan
Sekolah Menengah Umum ditempuh penulis di Kotamadya Medan. Pada
tahun 1999 penulis diterima pada Program Studi Ilmu dan Teknologi
Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan meraih
gelar sarjana pada tahun 2003. Selanjutnya pada tahun 2009 penulis
mendapatkan kesempatan melanjutkan studi Program Magister Sains dan
diterima sebagai mahasiswa Mayor Ilmu Kelautan Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana
Direktorat Pendidikan Tinggi (BPPS-DIKTI). Saat ini penulis bekerja
sebagai dosen Kopertis Wilayah I Sumatera Utara-Nanggroe Aceh
Darussalam diperbantukan (dpk) pada Fakultas Perikanan Universitas
Dharmawangsa.
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ...v
1. PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Kerangka Pemikiran ... 2
1.3 Perumusan Masalah ... 6
1.4 Tujuan Penelitian ... 6
1.5 Manfaat Penelitian ... 6
1.6 Hipotesis Penelitian ... 6
2.
TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Pencemaran Logam Berat Tembaga ... 7
2.2 Peran Tembaga Bagi Makroalga ... 7
2.3 Toksisitas Tembaga bagi Makroalga ... 8
2.3.1 Pertumbuhan ... 9
2.3.2 Klorofil-a ... 10
2.3.3 Struktur Talus ... 12
2.4 Mekanisme Toksisitas dan Detoksifikasi Tembaga pada Makroalga .... 15
2.5 Penggunaan Makroalga sebagai Biota Uji Toksisitas ... 18
3.
METODE PENELITIAN ... 21
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 21
3.2 Alat dan Bahan... 21
3.3 Persiapan Penelitian ... 22
3.3.1 Penentuan Konsentrasi Toksikan Cu ... 22
3.3.2 Penyediaan Makroalga ... 22
3.3.3 Aklimatisasi Makroalga ... 23
3.3.4 Pembuatan Larutan Stok ... 23
(13)
3.4 Perlakuan Penelitian ... 24
3.4.1 Rancangan Percobaan ... 24
3.4.2Pengamatan Percobaan ... 25
3.4.2.1 Parameter Kualitas Media ... 25
3.4.2.2 Parameter Respon Fisiologis ... 25
3.4.2.2.1 Laju Pertumbuhan ... 25
3.4.2.2.2 Klorofil-a ... 25
3.4.2.2.3 Struktur Talus ... 26
3.5 Analisa Data ... 27
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
4.1 Hasil ... 29
4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik ... 29
4.1.2 Klorofil-a ... 33
4.1.3 Struktur Talus... 35
4.1.4 Parameter Kualitas Media ... 41
4.2 Pembahasan ... 43
5.
SIMPULAN dan SARAN ... 51
5.1.Kesimpulan ... 51
5.2.Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 53
(14)
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Alat dan bahan untuk pemeliharaan Gracilaria edulis. ... 21 2. Alat dan bahan untuk pengukuran laju pertumbuhan,
konsentrasi klorofil-a, dan pengamatan struktur talus. ... 22 3. Konsentrasi Cu sebagai konsentrasi toksikan terhadap makroalga. ... 22 4. Kualitas air rata-rata (± STD, n=6) selama 28 hari pengamatan
(15)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Skema kerangka pemikiran. ... 5 2. Penampang melintang (4) dan potongan membujur (5)
Gracilaria edulis. ... 12 3. Transmisi elektron mikrograph sel Enteromorpha flexuosa... ... 13
4. Respon morfologi Hypnea musciformis setelah terpapar Cd
selama 7 hari (skala 1 cm)... ... 14 5. Pemutihan pada L. nigrescens setelah terpapar Cu
selama 96 jam (skala 2 cm).... ... 14 6. Penampang melintang talus H. Musciformis setelah
terpapar Cd selama 7 hari.... ... 15
7. Skema akuarium terkontrol pada pemeliharaan Gracilaria edulis. ... 24
8. Pengacakan dan bagan percobaan RAK. ... 24 9. Bobot segar rata-rata (gr) (± SE, n=6) Gracilaria edulis selama
28 hari pengamatan.. ... 29 10. Laju pertumbuhan spesifik rata-rata (% per minggu)
(± SE, n=6) Glacilaria edulis selama 28 hari pengamatan. ... 31 11. Konsentrasi klorofil-a rata-rata (mg/l) (± SE, n=6)
Gracilaria edulis selama 28 hari pengamatan. ... 34 12. Respon morfologi talus Gracilaria edulis setelah 28
hari pengamatan. ... 36 13. Struktur talus G. edulis pada hari ke-14 (perbesaran 400x). ... 38 14. Struktur talus G. edulis pada hari ke-28 (perbesaran 400x). ... 40
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Pembuatan larutan stok Cu. ... 59 2. Bobot segar rata-rata, laju pertumbuhan spesifik rata-rata,
dan konsentrasi klorofil rata-rata G. edulis selama 28 hari
pengamatan. ... 60 3. Analisa ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan bobot segar
G. edulis. ... 61 4. Analisa ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan
laju pertumbuhan spesifik G. edulis... 62 5. Analisa ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan konsentrasi
klorofil-a G. edulis.. ... 63 6. Kualitas air media rata-rata selama 28 hari pengamatan.. ... 64 7. Beberapa alat yang digunakan dalam analisis bobot segar,
(17)
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena buangan limbah yang dihasilkan. Salah satu limbah berbahaya dan beracun bagi organisme adalah logam berat tembaga. Limbah tersebut berpotensi menurunkan fungsi dan daya guna air termasuk mengganggu kehidupan organisme akuatik. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan fungsi fisiologis, pertumbuhan, reproduksi, bahkan mengakibatkan kematian.
Tembaga merupakan salah satu logam berat yang paling sering digunakan
dalam sektor industri dan menghasilkan limbah sebanyak 35x103 hingga 90x103
ton per tahun di permukaan perairan seluruh dunia (Perales-Vela et al., 2007). Fenomena tersebut secara signifikan terjadi pada daerah pesisir yang
merupakan tempat bermuaranya limbah perkotaan, run off dari kegiatan industri,
pertambangan, dan pertanian. Limbah ini akan terus meningkat dari waktu ke waktu seiring berkembangnya perkotaan dan kegiatan industri.
Tembaga digolongkan ke dalam logam berat essensial dan berfungsi sebagai mikronutrien dalam proses pertumbuhan makroalga, membantu kerja
enzim (kofaktor enzim), pembawa (carrier) elektron dalam proses fotosintesis
dan respirasi (Perales-Vela et al., 2007). Makroalga adalah komponen essensial
sebagai produsen pada ekosistem akuatik yang memproduksi oksigen dan substansi organik melalui proses fotosintesis yang sangat dibutuhkan bagi organisme lainnya antara lain ikan dan invertebrata (Eklund dan Kautsky, 2003).
Pertumbuhan makroalga seperti Gracilaria edulis sangat dipengaruhi oleh
kualitas lingkungan perairan. Tingginya konsentrasi logam berat di perairan dapat bersifat toksik dan pada akhirnya mampu menghambat pertumbuhan makrolaga tersebut. Penelitian fitotoksikologi logam berat tembaga pada
makroalga khususnya Gracilaria edulis di Indonesia masih sangat sedikit. Sejauh
ini mikroalga dan tumbuhan tingkat tinggi masih mendominasi dalam uji toksisitas logam berat dan hanya 82 artikel yang ditemukan dari tahun 1959-2000 yang membahas mengenai respon toksisitas logam berat pada makroalga (Eklund dan Kautsky, 2003; Melville dan Pulkownik, 2006). Berdasarkan laporan tersebut makroalga yang sering diuji adalah kelompok makroalga coklat dan hijau yang
(18)
hidup pada daerah subtropik dengan jenis Fucus spp dan Enteromorpha spp dan respon fisiologis makroalga akibat cemaran logam berat Cu berbeda-beda sensitifitasnya antara jenis yang satu dengan jenis lainnya tergantung daerah atau habitat dari masing-masing organisme tersebut. Melihat kondisi tersebut perlu dilakukan studi fitotoksikologi (pertumbuhan, klorofil-a, dan struktur talus)
pada Gracilis edulis yang hidup pada daerah tropis akibat cemaran logam berat
Cu.
1.2 Kerangka Pemikiran
Tembaga masuk ke laut melalui buangan limbah industri dan endapan partikel atmosfer yang tercemar oleh asap pabrik mengandung tembaga.
Menurut Mukhtasor (2007) industri galangan kapal dan pengecatan antifouling
pada kapal merupakan pencemar Cu terbesar di Great Britain dan California Selatan pada tahun 1978. Data tentang status pencemaran logam tembaga untuk setiap wilayah perairan Indonesia belum tersedia, namun penelitian mengenai status pencemaran tembaga telah banyak dilakukan dan diperkirakan sudah berindikasi pencemaran.
Gracilaria spp umumnya hidup sebagai fitobentos, melekat pada substrat padat seperti kayu, batu, karang mati dan sebagainya. Tersebar luas di daerah pesisir (litoral dan sub litoral), sampai kedalaman tertentu, yang masih dapat dicapai oleh oleh penetrasi cahaya matahari. Di Indonesia terdapat lebih kurang
15 jenis Gracilaria yang menyebar di seluruh kepulauan (Sjafrie, 1990) salah satu
diantaranya adalah Pulau Lancang dan Pulau Pari Kepulauan Seribu (Kadi, 1993). Perkembangan terakhir mengindikasikan bahwa populasi makroalga
khususnya Gracilaria semakin menurun. Penurunan ini diduga disebabkan oleh
terjadinya penurunan kualitas perairan akibat pencemaran logam berat di Kepulauan Seribu mengingat perairan ini berhubungan langsung dengan Teluk Jakarta yaitu teluk yang paling tercemar di Asia akibat limbah industri dan rumah tangga (Lestari dan Edward, 2004).
Evaluasi kondisi lingkungan perairan Kepulauan Seribu bagian utara, tengah, dan selatan tahun 2004 menunjukkan bahwa konsentrasi Cu telah melebihi ambang batas toleransi bagi makroalga yaitu berkisar antara 0,076-0,209 mg/l (Sachoemar, 2008). Konsentrasi ini diperkirakan akan terus meningkat dengan semakin meningkatnya kegiatan industri saat ini. Program monitoring di lapangan merupakan salah satu upaya penelitian yang dapat
(19)
digunakan untuk memahami efek toksikan pada lingkungan sampai tingkat populasi.
Tembaga tergolong logam berat essensial dan merupakan mikronutrien bagi organisme fotosintetik. Walaupun demikian bila konsentrasinya meningkat Cu akan bersifat racun seperti mengganggu proses pertumbuhan dan beberapa proses fisiologi lainnya. Beberapa penelitian uji toksisitas Cu telah dilakukan pada spesies indikator, seperti konsentrasi Cu terlarut yang mencapai 0,01 ppm akan mengakibatkan kematian bagi fitoplankton; bangsa crustacea akan mengalami kematian dalam tenggang waktu 96 jam, bila konsentrasi Cu berkisar antara 0,17-1,00 ppm; dalam tenggang waktu yang sama, bangsa moluska akan mengalami kematian bila Cu dalam kisaran 0,16-0,5 ppm, dan bila Cu dalam kisaran 2,5-3,0 ppm akan dapat membunuh ikan (Palar, 2008).
Kasus di atas menunjukkan bahwa tembaga dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan secara biologis. Lingkungan yang sehat ditandai dengan kondisi biologis yang seimbang dan kehidupan biota yang beranekaragam. Oleh sebab itu, guna mengurangi dan mengendalikan terjadinya pencemaran air yang disebabkan oleh tembaga perlu suatu penelitian untuk memahami tingkat toksisitas tembaga terhadap organisme yang hidup di dalam perairan. Pengetahuan tentang efek senyawa-senyawa kimia penyebab pencemaran air pada organisme perairan sangat penting untuk mengetahui keberadaan senyawa tersebut dalam air dan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam menentukan pengawasan bagi keamanan dan kesehatan lingkungan.
Tingkat toksisitas tembaga serta pengaruhnya terhadap organisme perairan dapat ditentukan dengan cara uji hayati (Hindarti, 1997). Hindarti (1997) menyatakan uji hayati adalah pengujian menggunakan organisme dalam waktu tertentu untuk mengevaluasi bahan kimia, limbah, faktor lingkungan, beserta kombinasinya yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu. Uji ini bertujuan mengevaluasi pencemaran perairan, karena uji secara kimiawi dan fisika belum mencukupi untuk menilai kondisi suatu perairan yang tercemar. Metode dalam uji hayati terbagi menjadi dua cara yaitu bersifat letal dan subletal (Connell, 2005).
Pertimbangan Gracilaria edulis sebagai biota uji didasarkan pada tingkat
sensitifitas biota terhadap bahan pencemar, siklus hidupnya relatif panjang, bernilai penting secara ekologis dan ekonomis, mudah diambil, tidak cepat rusak dan mempunyai toleransi terhadap perubahan lingkungan seperti cahaya, suhu, dan salinitas sehingga memungkinkan dipelihara atau dikultivasi dalam
(20)
laboratorium untuk keperluan penelitian, dan resisten terhadap parasit dan
penyakit (Costanzo et al., 2000; Eklund dan Kautsky, 2003; Melville dan
Pulkownik, 2006).
Penelitian ini menunjukkan efek subletal Cu terhadap indikator fisiologis pada makrolaga Gracilaria edulis dan tingkat respon fisiologisnya. Informasi ini
dapat dimanfaatkan sebagai alat (tool) atau acuan dalam melihat perairan yang
relatif tercemar dan relatif tidak tercemar logam berat tembaga. Pengembangan uji toksisitas pada makroalga akan sangat berguna karena efek yang ditimbulkan akan memberikan dampak awal pada rantai makanan dan akan memberikan dampak sekunder pada tingkatan trofik yang lebih tinggi. Selanjutnya, jika tembaga menunjukkan efek negatif terhadap pertumbuhan beserta struktur distribusinya maka secara tidak langsung akan memberikan dampak negatif pada ekosistem pesisir dan laut.
Efek subletal atau respon fisiologis yang akan diamati meliputi pertumbuhan, konsentrasi klorofil-a, dan morfologi beserta anatomi makroalga merah (Gambar 1). Respon di atas merupakan indikator sensitif dan akurat dalam uji toksisitas logam berat tembaga. Beberapa penelitian menunjukkan pertumbuhan merupakan respon fisiologis yang paling sensitif diantara respon fisiologis dan biokimiawi lainnya (Li et al., 2010) diikuti konsentrasi klorofil-a. Apabila pada waktu tertentu dan akumulasi Cu pada talus makroalga sudah melewati ambang batas akan terjadi pemutihan pada sebagian atau keseluruhan talus. Hal ini terjadi pada konsentrasi Cu 100 μgL-1
selama 96 jam, Lessonia
nigrescens mengalami pemutihan pada ujung talusnya diakibatkan rusaknya klorofil-a (Contreras et al., 2009).
Tembaga adalah salah satu senyawa kimia yang paling sering digunakan untuk uji efek toksisitas pada makroalga sejak tahun 1959-2000 (Eklund dan Kautsky, 2003) dan berdasarkan laporan tersebut makroalga yang sering diuji
adalah kelompok makroalga coklat dan hijau dengan jenis Enteromorpha spp
dan Fucus spp yang hidup di daerah sub tropis (Eklund dan Kautsky, 2003). Penelitian terdahulu melaporkan spesies yang sama namun hidup dan tumbuh pada daerah dengan parameter lingkungan yang berbeda dapat memberikan
respon yang berbeda pula terhadap toksikan logam berat (Hall et al., 1979).
Informasi mengenai respon fisiologis akibat cemaran logam berat tembaga pada
Gracilaria edulis yang hidup di daerah tropis jarang diketahui (Mamboya et al., 2007), oleh sebab itu, penelitian ini penting dilakukan.
(21)
Keterangan:
: Proses
: Ruang lingkup Penelitian
Gambar 1 Skema kerangka pemikiran
Perubahan Fisiologis & Struktur Talus
Makroalga (Gracilaria edulis)
Pesisir Sungai Antropogenik Natural (Alami)
Sumber Logam Tembaga di Pesisir
Pencemaran Logam Tembaga
Fitotoksikologi Penerapan konsentrasi tembaga
antara perairan yang relatif tercemar dengan perairan yang relatif tidak tercemar pada skala laboratorium
Pertumbuhan Laut
Klorofil-a
(22)
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan kerangka pemikiran di atas, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah tembaga mempunyai pengaruh toksik terhadap pertumbuhan, klorofil-a danstruktur talus Gracilaria edulis ?
2. Apakah tingkat konsentrasi Cu berpengaruh terhadap sifat fitotoksisitasnya ?
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan menunjukkan respon
pertumbuhan, konsentrasi klorofil-a, dan struktur talus Gracilaria edulis
berdasarkan tingkat konsentrasi Cu.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai dasar kelengkapan informasi tentang toksisitas cemaran tembaga pada biota air
khususnya organisme fotosintetik, Gracilaria edulis berdasarkan respon fisiologis
untuk kemudian dapat dijadikan dasar dalam melihat tingkat indikator kesehatan ekosistem pesisir dan laut dan dapat memberikan informasi kepada
pembudidaya Gracilraria spp dalam mempertimbangkan lokasi budidaya
sehingga usaha budidaya Gracilaria spp dapat berhasil dengan baik.
1.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah tingkat konsentrasi Cu pada kisaran 0,01-0,5 ppm selama 28 hari paparan dapat menurunkan pertumbuhan dan konsentrasi klorofil-a serta merusak struktur talus Gracilaria edulis.
(23)
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Logam Berat Tembaga
Lingkungan perairan dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan perairan sehingga tidak sama lagi dengan bentuk asalnya, sebagai akibat masuknya suatu zat ke dalam tatanan lingkungan tersebut. Salah satu zat yang dapat mencemari lingkungan perairan adalah logam berat dan apabila terlarut dalam konsentrasi tinggi, dapat berdampak buruk pada satu atau lebih jenis organisme yang tadinya hidup normal dalam tatanan lingkungan tersebut.
Tembaga (Cu) masuk ke dalam tatanan lingkungan perairan melalui jalur alamiah dan non alamiah. Pada jalur alamiah, logam tembaga mengalami siklus perputaran yang stabil, namun kandungan alamiah logam akan berubah-ubah akibat jalur non alamiah. Jalur non alamiah berupa aktifitas manusia seperti buangan limbah kegiatan industri, pertambangan Cu, maupun industri galangan kapal beserta outfall dan pengecatan anti fouling pada kapal adalah jalur yang mempercepat terjadinya peningkatan kelarutan Cu dalam perairan (Mukhtasor, 2007).
Kadar ambien total (Cu+2) yang terlarut dalam perairan laut lepas berkisar
antara 1-10 nM dan akan meningkat kadarnya mencapai 10-100 nM pada daerah pesisir dan muara sungai (Brown dan Newman, 2003). Penelitian mengenai status pencemaran tembaga di Indonesia telah banyak dilakukan dan diperkirakan sudah berindikasi pencemaran. Evaluasi kondisi lingkungan perairan Kepulauan Seribu bagian utara, tengah, dan selatan tahun 2004 menunjukkan bahwa konsentrasi Cu telah melebihi ambang batas toleransi bagi makroalga yaitu berkisar antara 0,076-0,209 mg/l (Sachoemar, 2008).
2.2 Peran Tembaga Bagi Makroalga
Tembaga merupakan mineral essensial mikro yaitu mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam tubuh dengan konsentrasi sangat kecil. Walaupun dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit, bila kelebihan dapat mengganggu kesehatan atau mengakibatkan keracunan (Yruela, 2005). Tembaga sebagai logam transisi, aktif dalam kegiatan redoks pada berbagai proses fisiologi tumbuhan karena dibutuhkan untuk sistem enzim oksidatif. Tembaga berperan sebagai elemen penting dalam mengatur
(24)
protein, berpartisipasi dalam transportasi elektron pada proses fotosintesis, membantu proses respirasi pada mitokondria, merespons stress oksidatif pada tubuh, membantu proses metabolisme dinding sel, dan membantu kerja hormon (Yruela, 2005).
Tembaga dalam bentuk ion berperan sebagai kofaktor sistem enzim seperti superoksida dismutase (SOD), katalase, askorbat peroksida (APX), sitokrom c oksidase, amino oksidase, laccase, plastosianin, dan polifenol oksidase serta bagian dari antioksidan enzim seperti askorbat, glutathione, flavonoid, tokopherol, dan karotenoid (Collen et al., 2003; Yruela, 2005). Oleh karena itu, tembaga sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan khususnya makroalga.
2.3 Toksisitas Tembaga bagi Makroalga
Menurut Soemirat (2005) toksisitas adalah kemampuan racun (molekul) untuk menimbulkan kerusakan apabila masuk ke dalam tubuh dan lokasi organ yang rentan terhadapnya. Bentuk aksi penyerangan dari suatu toksikan ditentukan oleh bentuk toksisitas yang dimiliki toksikan. Persenyawaan kimia dari logam tembaga dapat merusak proses fisiologis makroalga seperti menghalangi
kerja enzim. Kemampuan siklus redoks Cu antara Cu+2 dan Cu+ dapat
memproduksi ROS dalam jumlah besar sehingga merusak DNA, lemak, protein, dan biomolekul lainnya (Yruela, 2005).
Literatur telah melaporkan berbagai interaksi logam berat terhadap biomolekul dalam tingkat sellular, diantaranya adalah : (1) berikatan pada gugus sulfida protein sehingga menghambat sistem kerja enzim dan fungsi protein; (2) menggantikan posisi ion-ion logam essensial yang terdapat dalam molekul terkait seperti logam Mg; (3) menghalangi proses transportasi antar sel; dan (4) kerusakan oksidatif pada tubuh (Yruela, 2005). Tingkatan toksisitas Cu sangat sulit untuk diprediksi tergantung pada kondisi habitat dan jenis masing-masing dari organisme tersebut. Karena bersifat essensial dan toksik konsentrasi Cu dibutuhkan dalam jumlah yang kecil seperti, makroalga dapat mentoleransi <10 μg L-1
Cu dalam selnya (Lobban dan Harrison, 1997).
Beberapa toksisitas yang disebabkan Cu bila konsentrasi dalam sel melebihi kemampuan toleransi makroalga seperti, menghambat proses pertumbuhan, menghambat proses biosintesis klorofil-a, dan merusak elastisitas struktur talus makroalga.
(25)
2.3.1 Pertumbuhan
Pola pertumbuhan makroalga Gracilaria membentuk kurva sigmoidal
(pertumbuhannya meningkat dari nilai lambat, cepat dan akhirnya mendekati nilai tetap (konstan) yang bergantung hanya pada waktu, sehingga model
pertumbuhan biomassa Gracilaria merupakan model pertumbuhan logistik
dengan carrying capacity konstan (Kartono et al., 2008). Model pertumbuhan
logistik ini menunjukkan pertumbuhan maksimum ketika biomassa Gracilaria
sama dengan carrying capacity, dan pada saat itu pertumbuhan tidak lagi terjadi.
Kematian pada makroalga disebabkan antara lain menipisnya nutrien, kekurangan oksigen, media lingkungan yang terlalu panas, pH media yang selalu
berubah-ubah, atau kontaminasi yang berasal dari media kultivasi
(Coutteau,1996).
Pertumbuhan adalah proses perubahan ukuran meliputi panjang, berat atau volume pada periode waktu tertentu. Pertumbuhan yang optimal dikarenakan proses metabolisme berjalan dengan baik. Proses metabolisme akan berjalan dengan baik bila didukung oleh kondisi lingkungan yang optimal termasuk konsentrasi mikronutrien yang cukup bagi kelangsungan proses pertumbuhan makroalga. Enzim memegang peranan yang sangat penting dalam mempercepat dan memperlancar proses metabolisme. Enzim-enzim tertentu yang terdapat pada makroalga merah memiliki gugus fungsi sulfhidril (-SH) sebagai pusat aktifnya (Lobban dan Harrison, 1997). Enzim yang memiliki gugus sulfhidril merupakan kelompok enzim yang mudah terhalang daya kerjanya disebabkan gugus sulfhidril yang dikandungnya dengan mudah dapat berikatan dengan ion-ion logam berat yang masuk ke dalam tubuh (Palar, 2008). Akibat dari ikatan yang terbentuk, daya kerja yang dimiliki enzim menjadi sangat berkurang atau sama sekali tidak dapat bekerja. Keadaan ini secara keseluruhan akan merusak sistem metabolisme tubuh. Selain mempengaruhi kerja enzim, tembaga juga mempengaruhi pasokan energi untuk proses pertumbuhan.
Pertumbuhan yang optimal, secara fisiologis hanya dapat terjadi apabila terdapat kelebihan energi, setelah energi melalui pakan yang dikonsumsi dikurangi dengan kebutuhan energi untuk berbagai aktivitas. Adanya perubahan kondisi lingkungan terutama kelarutan logam berat yang tinggi akan berpengaruh pada besaran energi yang dikonsumsi dapat lebih besar atau lebih kecil daripada energi yang dibelanjakan terutama untuk keperluan pertumbuhan.
(26)
dalam tubuh organisme) akan menginduksi produksi ROS (reactive oxygen species) seperti superoxide radicals (O2•¯ ), hydrogen peroxide (H2O2), singlet
molecular oxygen (1O2 (1Δg)), dan hydroxyl radicals (OH). Komponen ROS tersebut akan menginduksi kerusakan oksidatif pada lapisan lemak, protein, dan asam nukleat disertai menganggu fungsi kerja sel.
ROS dalam konsentrasi kecil merupakan hal yang normal pada organisme fotosintetik, namun dalam kondisi stress produksi ROS akan meningkat sehingga akan menjadi permasalahan dalam tubuh. Strategi untuk mencegah kerusakan yang disebabkan oleh ROS, makroalga memproduksi enzim dan antioksidan
enzim seperti SOD (superoxide dismutase), katalase, APX (ascorbate
peroxidase), glutathione, malondialdehyde (MDA), flavonoids, tocopherols, dan
karotenoids (Bouzon et al., 2011; Manimaran et al., 2011). Pengaktifan enzim
dan antioksidan ini membutuhkan energi yang besar sehingga energi yang ada digunakan untuk memproduksi antioksidan tersebut agar kerusakan sel tidak terjadi dan sisa energi yang ada tidak dapat mencukupi dalam kegiatan proses pertumbuhan.
Beberapa penelitian toksisitas Cu yang menunjukkan hubungan antara proses pertumbuhan dengan enzim antioksidan dan cadangan energi yang ada
pada makroalga. Penelitian yang dilakukan oleh Collen et al. (2003) konsentrasi
0,2 ppm Cu+2 selama 4 hari paparan menunjukkan penurunan laju pertumbuhan
Gracilaria tenuistipitata sebesar 60% per hari disertai peningkatan produksi enzim dan antioksidan enzim berupa SOD, APX, katalase, MDA, dan karotenoid.
Hal yang sama dilakukan oleh Huang et al pada tahun 2010, selama 14 hari
paparan dengan jenis yang sama laju pertumbuhan mengalami penurunan 60% per hari pada konsentrasi 200 μg L-1
Cu disertai cadangan total energi untuk pertumbuhan yang semakin menurun akibat toksisitas Cu. Penelitian lain yang dilakukan Han et al. (2008) selama 3 hari paparan konsentrasi 100 μg L-1 Cu
telah menurunkan 41% laju pertumbuhan Ulva armoricana per hari disertai
peningkatan antioksidan pada konsentrasi tersebut, namun pada konsentrasi 250 μg L-1
Cu terjadi laju pertumbuhan negatif (-1,4% per hari) disertai kecenderungan menurunnya produksi antioksidan.
2.3.2 Klorofil-a
Komponen molekular penting pada organisme fotosintetik khususnya makroalga adalah klorofil. Makroalga merah hanya memiliki dua klorofil yaitu
(27)
klorofil-a dan d (Meeks, 1974). Klorofil-a dalam bentuk kimia mengandung satu inti porfirin dengan satu atom magnesium terikat kelat ditengah dan satu rantai samping hidrokarbon panjang (fitil) tergabung melalui gugus asam karboksilat (Meeks, 1974). Faktor-faktor yang langsung mempengaruhi konsentrasi klorofil-a adalah nutrien, intensitas cahaya, suhu, dan umur sel (Meeks, 1974). Oleh sebab itu keberadaan Cu dalam sel makroalga tidak secara langsung berdampak negatif terhadap konsentrasi klorofil-a.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan Cu tidak berdampak
langsung terhadap konsentrasi klorofil-a seperti, Cu 0 μgL-1–500 μgL-1 tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah konsentrasi klorofil-a
Gracilaria longissima selama 7 hari (Brown dan Newman, 2003), selama 4 jam
dengan konsentrasi Cu 0,2 ppm Cu+2 klorofil-a Gracilaria tenuistipitata tidak
mengalami perubahan dibandingkan kontrol (Collen et al., 2003), Xia et al.
(2004) juga membuktikan bahwa pada perlakuan Cu 0 μM–10 μM selama 96 jam
tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah klorofil-a Gracilaria
lemaneiformis, hal serupa terjadi pada mikroalga Pavlova viridis yakni tidak
terjadi perubahan konsentrasi klorofil-a akibat terpapar 0,05–0,5 mgl- Cu+2
selama 16 hari (Li et al., 2006), dan diatom laut Odontella mobiliensis tidak mengalami perubahan konsentrasi klorofil-a dibandingkan kontrol pada selang
konsentrasi Cu 52-213 μg L-1 selama 72 jam (Manimaran et al., 2011).
Beberapa toksisitas Cu terhadap klorofil-a apabila konsentrasinya sudah sangat tinggi diantaranya adalah, menghambat pembentukan pigmen fotosintetik dan memperlambat penggabungan klorofil ke tilakoid (membran fotosintetik
kloroplas) (Manimaran et al., 2011), mengakibatkan pembesaran kompleks
antena (light-harvesting antenna) dalam fotosistem (Bertrand dan Poirier, 2005)
sehingga mengakibatkan fotoinhibisi, berkurangnya konsentrasi klorofil dengan mengganti posisi logam Fe sebagai biosintesis klorofil-a (Patsikka et al., 2002),
menghambat beberapa enzim dalam sintesa klorofil yaitu δ-aminolevulinic acid
dan protochlorophyllide (Perales-Vela et al., 2007; Manimaran et al., 2011),
ALA-dehydratase (enzim yang membantu membentuk struktur porphyrin klorofil-a) (Fernandes dan Henriques, 1991), dan merangsang produksi ROS yaitu peroxidation yang merusak sintesa pigmen dan membran lemak (Fernandes dan Henriques, 1991; Perales-Vela et al., 2007; Li et al., 2010), rusaknya struktur molekul klorofil dikarenakan posisi atom Mg yang berada di tengah cincin molekul tergantikan oleh logam Cu dan peran klorofil sebagai perangkat
(28)
penangkap cahaya akan terhambat dan akhirnya proses fotosintesis akan
terganggu (Kupper et al., 1996; Bertrand dan Poirier, 2005).
Dampak yang terlihat pada klorofil-a akibat toksisitas Cu adalah terjadinya
chorosis yaitu pemutihan sebagian talus makroalga. Chorosis adalah tanda dimana tumbuhan mengalami stres akibat kondisi lingkungan yang tidak kondusif
sehingga dapat dijadikan indikator terhadap kondisi lingkungan tersebut
(Bertrand dan Poirier, 2005; Ayeni et al., 2010).
2.3.3 Struktur Talus
Struktur anatomi talus Gracilaria edulis dengan menggunakan mikroskop
cahaya, tampak tersusun oleh 3 bentuk sel. Susunan sel dari luar ke dalam yaitu:
epidermis, kortek (cortical), sub kortek (sub cortical), dan tengah (medula)
(Yamamoto, 1978). Terlihat bahwa susunan sel dari tepi berbentuk kecil (epidermis dan kortek), mulai membesar pada lapisan sel sub kortek dan semakin ke dalam bentuk selnya semakin besar, poligonal sampai agak bulat disebut sel medula (Gambar 2).
.
Gambar 2 Penampang melintang (4) dan potongan membujur (5) Gracilaria
edulis; (a) Lapisan sel kortek, (b) lapisan sel sub kortek, (c) lapisan sel medula (Yamamoto, 1978).
Tidak banyak penelitian yang membahas toksisitas logam berat khususnya tembaga terhadap struktur sel makroalga bila di dilihat menggunakan mikroskop cahaya, namun beberapa penelitian telah membahas permasalahan tersebut.
Tahun 1972 penelitian sitologi yang dilakukan Nuzzi dalam Massalski et al.
(1981) menggunakan mikroskop cahaya pada diatom laut Phaeodactylum
tricormutum, terjadi perubahan-perubahan struktur sel akibat terpapar logam berat merkuri seperti bentuk sel yang berubah menjadi lebih lonjong dan
a
c
c
b
(29)
terbentuknya banyak vakuola. Pada kondisi yang sama terjadi
ketidakseimbangan pertumbuhan sel-sel Chlorella sp yaitu berubah menjadi sel
raksasa Hal serupa terjadi pada konsentrasi 50 µg/L Cu, vakuola besar dan
beberapa vakuola kecil yang berada pada sitoplasma Enteromorpha flexuosa
(makroalga hijau) dipenuhi oleh logam Cu dan terakumulasi di dalamnya
(Gambar 3) (Andrade et al., 2004). Menurut Andrade et al. (2004) pembentukan
vakuola merupakan salah satu proses atau mekanisme dalam meminimalisasi daya toksik Cu terhadap sel. Salah satu peran vakuola dalam sel adalah sebagai tempat pembuangan produk samping metabolisme yang akan membahayakan
sel itu sendiri jika produk samping ini terakumulasi dalam sitosol (Campbell et al.,
2002).
Gambar 3 Transmisi elektron mikrograph sel Enteromorpha flexuosa. (1) sel
Enteromorpha flexuosa pada media kontrol, tidak terjadi akumulasi
Cu di dalam vakuola (tanda panah). (2) sel Enteromorpha flexuosa
pada media 50 µg/L Cu, terjadi akumulasi Cu di dalam vakuola
besar dan vakuola kecil (tanda panah) (Andrade et al., 2004).
Penelitian yang dilakukan Bouzon et al. (2011) pada Hypnea musciformis
(makroalga merah) bahwa kisaran 50-100 μM Cd selama 7 hari paparan,
percabangan talus (dichotomy) mulai terhambat pertumbuhannya dan tampak
hanya talus utama yang masih utuh (Gambar 4). Pemutihan talus terjadi ketika H.
musciformis terpapar 200-300 μM Cd (Gambar 4). Hal serupa terjadi pada
Lessonia nigrescens (makroalga coklat) yang terpapar 100 μg L-1 Cu selama 96
jam, ujung talus makroalga mengalami pemutihan (Contreras et al., 2009)
(Gambar 5).
(30)
Gambar 4 Respon morfologi Hypnea musciformis setelah terpapar Cd selama 7 hari (skala 1 cm). (A) kontol, (B) 50 μM Cd, (C) 100 μM Cd, (D) 200 μM Cd, (E) 300 μM Cd. Tanda panah menunjukkan degradasi warna pada percabangan talus pada media kontrol hingga terjadi pemutihan
pada media 200-300 μM Cd (Bouzon et al., 2011).
Gambar 5 Pemutihan pada L. nigrescens setelah terpapar Cu selama 96 jam
(skala 2 cm). Tanda panah dua (sebelah kiri) menunjukkan L.
nigrescens pada media kontrol dan tanda panah satu (sebelah
kanan) menunjukkan L. nigrescens pada media 100 μg L-1 (Contreras
et al., 2009).
Perubahan lain yang tampak pada Hypnea musciformis setelah terpapar 50
μM Cd secara anatomi tampak kehadiran bakteri endofit pada lapisan epidermis hingga lapisan sel kortek hingga spora endofit pada lapisan mucilage (ruang antar sel kortek). Pada konsentrasi 100 μM Cd, lapisan mucilage H. musciformis
mulai tertutupi oleh noda-noda hitam disertai penebalan pada dinding sel kortek dan sub kortek, memasuki konsentrasi 200 μM Cd, dinding sel kortek mulai terjadi kerusakan, volume sel sub kortek terlihat mengecil (keriput) disertai ruang antar sel sub kortek yang menebal dan dipenuhi noda-noda hitam. Jumlah bakteri endofit yang semakin meningkat dan pada konsentrasi 300 μM Cd, terdapat penggumpalan noda-noda hitam di dalam sitoplasma sel kortek menandakan Cd sudah masuk ke dalam sel dan terakumulasi pada cairan sitoplasma sel (Gambar 6).
(31)
Gambar 6 Penampang melintang talus H. Musciformis setelah terpapar Cd selama 7 hari. (A, B, C) sel H. Musciformis pada media kontrol. Tanda panah menunjukkan kehadiran alga endofit diantara sel kortikal (CC) dan spora endofit pada lapisan mucilage. (D) sel H. Musciformis pada media 50 μM Cd. Tanda panah menunjukkan alga endofit. (E) sel H. Musciformis pada media 100 μM Cd menunjukkan penipisan lapisan mucilage dan penebalan dinding sel. (F) sel H. Musciformis pada media 200 μM Cd, dinding sel rusak dan semakin menipisnya lapisan mucilage disertai meningkatnya jumlah spora endofit. (G, H) sel H. Musciformis pada media 300 μM Cd, tanda panah menunjukkan keberadaan logam Cd terjadi akumulasi pada daerah tersebut. (Bouzon et al., 2011).
Munculnya noda-noda hitam pada dinding sel dikarenakan interaksi yang terjadi antara ion logam berat dengan senyawa-senyawa organik yang ada di dinding sel. Alga merah akan meningkatkan produksi senyawa-senyawa organik
berupa polisakarida sulfonat (agar adalah senyawa organik pada jenis Gracilaria)
ketika logam berat memasuki sel dan mengikatnya serta mengakumulasinya pada dinding sel (Diannelidis dan Delivopoulos, 1997).
2.4 Mekanisme Toksisitas dan Detoksifikasi Tembaga pada Makroalga Toksisitas terjadi ketika tahapan detoksifikasi sudah tidak mampu lagi mentoleransi keberadaan logam berat dalam talus. Beberapa mekanisme atau tahapan yang terjadi pada talus makroalga ketika media kultivasi terlarut logam berat Cu. Menurut Soemirat (2005) tahapan tersebut secara berurutan terdiri
(32)
atas: (1) paparan/adsorbsi; (2) Absorpsi; (3) distribusi; (4) metabolisme; (5) detoksifikasi (akumulasi/ekskresi); (6) interaksi; (7) efek toksik.
Proses adsorbsi adalah kemampuan zat menempel pada suatu permukaan. Senyawa organik polisakarida berupa zat agar-agar disekresikan
Gracilaria untuk mengadsorbsi Cu dari media (Bouzon et al., 2011). Logam berat atau nutrien dapat melakukan penetrasi ke dalam sel makroalga melalui seluruh permukaan talusnya dalam bentuk kation, anion, atau senyawa organik (Bertrand dan Poirier, 2005). Proses selanjutnya adalah absorbsi Cu ke dalam talus makroalga yang terdiri dari tiga mekanisme yaitu transpor pasif (difusi), difusi terfasilitasi, dan transport aktif (Lobban dan Harrison, 1997). Difusi adalah mekanisme transpor zat mengikuti aliran cairan dari media dengan konsentrasi tinggi ke media berkonsentrasi rendah. Mekanisme difusi dapat dilakukan dengan dua cara, pertama dengan cara pertukaran ion (ion pada dinding sel digantikan oleh ion-ion logam berat). Lapisan membran makroalga terdiri atas lipid bilayer pada permukaannya yang mengandung lapisan pengikat ion-ion yang akan diserap.
Membran sel tidak saja mengatur masuknya logam-logam ke dalam sel, tetapi juga mengontrol mekanisme pembentukan ligan protein dalam sel (Darmono, 1995) karena membran sel bersifat sukar dilalui (impermeabel ) oleh ion-ion logam berat seperti Cu. Untuk dapat melintasi membran sel, ion logam berat mengalami mekanisme difusi terfasilitasi dengan bantuan suatu enzim di dalam membran sel yang disebut permease (Soemirat, 2005). Permease berfungsi sebagai katalis sehingga dapat menggangu pasokan nutrien pada sel. Proses kedua adalah pembentukan senyawa kompleks antara ion-ion logam berat dengan gugus fungsional seperti karbonil, amino, thiol, hidroksi, fosfat, dan hidroksi-karboksil secara bolak balik dan cepat (Lobban dan Harrison, 1997). Membran sel juga mampu memompa ion logam berat berlawanan dengan gradien konsentrasi (mekanisme transpor aktif) dengan menggunakan energi yang didapat dai pemecahan ATP menjadi ADP oleh hidrolisa enzim permease. Bila konsentrasi zat kecil, zat akan tetap berada di dalam sel (Soemirat, 2005).
Absorpsi racun ke dalam organel makroalga akan berlanjut dengan proses distribusi zat ke seluruh organel. Distribusi ini sangat ditentukan oleh afinitas zat terhadap organel dan spesifisitasnya. Telah dijelaskan di atas, tembaga berperan penting dalam proses metabolisme, kovaktor sistem kerja enzim, dan berikatan dengan protein pada membran kloroplas (tilakoid) membentuk plastosianin.
(33)
Sehingga selama fase pertumbuhan, Cu akan terdistribusi ke seluruh organel makroalga untuk melaksanakan perannya. Namun apabila konsentrasi Cu sudah melebihi batas toleransi pertumbuhan makroalga, Cu akan terdistribusi kedinding sel, vakuola, dan apoplast (lapisan ruang antar sel/lapisan mucilage) (Bertrand dan Poirier, 2005).
Tembaga yang telah terdistribusi akan mengalami proses metabolisme. Metabolisme adalah transformasi zat akibat proses seluler. Pada umumnya transformasi terjadi agar zat menjadi lebih polar sehingga lebih mudah diekskresikan atau diakumulasikan (Soemirat, 2005). Transformasi atau metabolisme terdiri atas dua fase yaitu fase I (reaksi penguraian sehingga zat menjadi lebih reaktif terdiri dari reaksi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis) dan fase II (reaksi konyugasi agar mudah diekskresikan) dan reaksi tersebut terjadi di beberapa organel yaitu retikulum endoplasma, mitokondria, dan sitoplasma (Soemirat, 2005).
Masa pertumbuhan dengan konsentrasi Cu yang kecil akan dimanfaatkan seluruhnya dalam proses metabolisme untuk menunjang proses pertumbuhan makroalga. Namun apabila fase pertumbuhan selesai dan makroalga tetap terpapar Cu dalam waktu yang lama maka proses konyugasi akan terjadi hingga akumulasi, proses ini dinamakan detoksifikasi. Akumulasi merupakan penumpukan zat dalam talus makroalga. Bila terjadi akumulasi, maka jumlah yang diabsorpsi akan lebih besar daripada jumlah yang diekskresikan. Zat yang terakumulasi adalah zat yang relatif tidak berubah karena metabolisme dan
disimpan dalam jaringan yang memiliki senyawa pengikat (chelating agent).
Logam berat terakumulasi dalam talus makroalga melalui mekanisme spesifik yaitu proses absorpsi, transpor aktif atau difusi terfasilitasi, dan proses pemangsaan (Neff, 2002). Konsentrasi logam berat dalam talus makroalga
merupakan fungsi dari kesetimbangan antara tingkat pengambilan (rate of
uptake) dengan tingkat pengeluaran (rate of excretion). Perbedaan dari kedua sistem tersebut menjelaskan bahwa telah terjadi proses akumulasi logam berat dan penyebarannya dalam talus makroalga (Neff, 2002).
Akumulasi terjadi karena logam berat dalam talus makroalga cenderung membentuk senyawa komplek dengan zat-zat organik yang terdapat dalam talus makroalga, sehingga logam berat terfiksasi dan tidak diekskresikan oleh makroalga yang bersangkutan (Lobban dan Harrison, 1997). Beberapa senyawa organik yang berfungsi sebagai pengikat logam berat seperti protein,
(34)
polisakarida, dan lemak yang terdapat di dalam makroalga relatif tinggi (Lobban dan Harrison, 1997). Akumulasi dalam komponen sellular makroalga terjadi pada
dinding sel, phosphate-rich granules, lapisan lemak, vakuola, dan physodes,
senyawa organik spesifik pengikat logam seperti metalloprotein dan
phytochelatin (Andrade et al., 2004).
Beberapa proses detoksifikasi makroalga untuk mencapai kembali homeostatis adalah mengakumulasi Cu pada dinding sel, mengekskresikan dan menyimpan Cu dalam vakuola, dan mengikat Cu dengan enzim phytochelatin (PCs) yang disintesa dari glutathione (Bertrand dan Poirier, 2005; Yruela, 2005). Tahapan interaksi akan terjadi apabila kemampuan akumulasi dan detoksifikasi melebihi daya toleransi makroalga sehingga Cu akan bersifat toksik bagi organel dimulai dengan kemampuan antioksidan enzim yang sudah tidak mampu menetralisir kerusakan oksidatif pada organel, merusak struktur enzim sehingga menganggu proses metabolisme, mempengaruhi permeabilitas plasmalemma,
menyebabkan hilangnya ion K+ dari sel dan merubah ukuran volume sel,
menghalangi proses fotosintesis dengan melepaskan penggabungan elektron
transport ke NADP+, kerusakan permanen pada lamella kloroplas hingga
rusaknya struktur klorofil-a, dan kematian organisme (Lobban dan Harrison, 1997). Keseluruhan mekanisme toksisitas dipengaruhi oleh perubahan dalam faktor fisika kimiawi misalnya, pH, suhu, kadar garam dan ciri-ciri fisiologi dan perilaku dari organisme tersebut (Connel, 2005).
2.5 Penggunaan Makroalga sebagai Biota Uji Toksisitas
Penelitian toksikologi pada dasarnya bertujuan untuk mengevaluasi konsentrasi bahan kimia dan lamanya pemaparan yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu (Hindarti, 1997). Uji toksisitas bertujuan untuk mengevaluasi pencemaran perairan karena uji secara kimiawi dan fisika belum mencukupi untuk menilai pengaruh bahan pencemar terhadap biota perairan. Karena pengaruh-pengaruh tersebut tidak selalu berbahaya, maka prinsip dari uji toksisitas adalah untuk mengidentifikasi bahan kimia yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi biota perairan seperti mortalitas dalam waktu pendek atau panjang, respon akut, respon letal atau subletal, kerusakan sistem reproduksi, dll.
Penggunan makroalga sebagai biota uji toksisitas logam berat pertama kali dilakukan pada tahun 1959. Boney dan Corner tahun 1960 mempelajari jenis
(35)
alga merah berfilamen, Steele dan Thursby pada tahun 1970 mempublikasikan
biota uji dari alga merah yaitu C. parvula dan alga coklat dari kelompok Laminaria
dan Fucus, dan tahun 1980, Fletcher mempelajari alga hijau yaitu jenis
Enteromorpha. Dalam kurun waktu 40 tahun (1959-2000) telah tercatat 82 artikel yang membahas mengenai uji toksisitas pada makroalga dengan total jenis yang tercatat adalah 26 jenis berasal dari kelompok makroalga merah, 28 jenis dari kelompok makroalga coklat, dan 11 jenis dari kelompok makroalga hijau dan tembaga adalah komponen dari logam berat yang paling sering digunakan (41%) dalam uji toksisitas (Eklund dan Kautsky, 2003).
Pertimbangan utama dalam pemilihan biota dalam uji toksisitas adalah biota yang dipilih harus sensitif terhadap bahan yang akan digunakan dalam uji toksisitas, berada dalam tingkatan trofik, kelimpahannya tinggi dalam suatu perairan, dan tersedia sepanjang tahun, hidup pada zona intertidal (daerah yang selalu dipengaruhi oleh pencemaran, bernilai ekonomis dan ekologis, kemudahahan pemeliharan (ukuran yang tepat) dalam skala laboratorium, resisten terhadap perubahan lingkungan, parasit, dan penyakit (Hindarti, 1997). Satu spesies tertentu nampaknya tidak mungkin memenuhi semua kriteria tersebut, namun kriteria tersebut dapat digunakan sebagai pedoman yang sangat bermanfaat dalam menentukan pilihan biota yang akan digunakan dalam pengujian. Makroalga adalah kelompok alga multiseluler yang dapat digunakan sebagai biota uji dalam pengujian toksisitas berbagai bahan pencemar baik di perairan estuarin maupun laut. Hal ini disebabkan makroalga memenuhi hampir keseluruhan persyaratan sebagai biota uji yang telah disebutkan di atas (Eklund
(36)
3. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di beberapa laboratorium, yaitu Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Kimia Dasar LIDA Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan DKP Propinsi Sumatera Utara dan berlangsung dari bulan Maret hingga Mei tahun 2011.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kategori. Alat dan bahan yang digunakan untuk pemeliharaan makroalga
Gracilaria edulis.disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Alat dan bahan untuk pemeliharaan Gracilaria edulis.
Alat
Bahan Jenis Spesifikasi
Akuarium Bahan kaca uk. 40x20x20 cm3 Air laut alami filterisasi Air Pump Merk BS-410 Gracilaria edulis
Thermometer DO meter pH meter Refraktometer Colorimeter
Model gelas RST-03 (0-400 C) Merk Lutron DO-5509
Merk Hanna Merk S-Mill-E
Merk Hach model DR/890
Pecahan karang Aquades
Reagent 8039 Cadmium Reduction Reagent 8048 PhosVer 3 (Ascorbic Acid) Method
Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran laju pertumbuhan, konsentrasi klorofil-a, kualitas air, dan pengamatan histologi struktur talus disajikan pada Tabel 2.
(37)
Tabel 2. Alat dan bahan untuk pengukuran laju pertumbuhan, konsentrasi klorofil-a, dan pengamatan struktur talus.
Alat
Bahan
Jenis Spesifikasi
Spektrofotometer Timbangan digital Labu ukur 100 ml Gelas beker Pipet ukur
Atomic Absorption Spectrometer Mortar Hot plate
Model Milton Roy Spectronic 20D Model WkrCB 3K0,5N
Brand 100 ml Pyrex 50 ml Pyrex 25 ml
Merk Shimadzu model AA-6300
Larutan HNO3
Aseton 80% Alkohol 70%
Tembaga bubuk (CuSO4.5H2O)
3.3 Persiapan Penelitian
3.3.1 Penentuan Konsentrasi Toksikan Cu
Studi literatur dan lapangan dilaksanakan untuk menentukan konsentrasi Cu terlarut dalam perairan laut alami. Berdasarkan studi literatur dan latar belakang di atas ditetapkan konsentrasi Cu yang akan diuji toksisitasnya pada makroalga adalah Cu yang terlarut di Perairan Kepulauan Seribu (Perairan Pulau Lancang dan Perairan Pulau Pari) dan hasil pengamatan lapangan, konsentrasi Cu terlarut di perairan tersebut berkisar antara 0.01-0,4 ppm Cu sehingga dipilih
4 konsentrasi Cu sebagai perlakuan toksisitas logam berat terhadap Gracilaria
edulis (Tabel 3).
Tabel 3 Konsentrasi Cu sebagai konsentrasi toksikan terhadap makroalga
Toksikan Konsentrasi Cu (ppm) Keterangan Tembaga
(Cu)
0+0,01 Kontrol (air laut alami tanpa penambahan Cu) 0,01+0,03 Perlakuan 1 (air laut alami + Cu)
0,01+0,05 Perlakuan 2 (air laut alami + Cu) 0,01+0,49 Perlakuan 3 (air laut alami + Cu)
3.3.2 Penyediaan Makroalga
Bibit Gracilaria edulis diperoleh dari tambak budidaya rumput laut Dusun 4
Desa Selotong Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Pemilihan lokasi relatif bebas dari kawasan industri sehingga diharapkan bibit
Gracilaria edulis diambil dari tanaman induk budidaya yang sehat dan segar dengan ciri morfologi berupa talus berwarna coklat kehijauan. Bibit diambil
(38)
dengan cara memotong bagian ujung vegetatif kira kira 10-20 cm. Bagian ujung tanaman dipilih karena bagian ini terdiri dari sel dan jaringan muda yang akan memberikan pertumbuhan yang optimal (Indriyani dan Suminarsih, 2004).
3.3.3 Aklimatisasi Makroalga
Makroalga dicuci dibawah air mengalir untuk menghilangkan epifit yang menempel pada talus setelah tiba di laboratorium. Setelah bersih, makroalga segera dimasukkan ke dalam akuarium untuk proses aklimatisasi dengan tujuan dapat beradaptasi dan hidup pada lingkungan media uji. Tiap hari dilakukan penimbangan bobot basah makroalga, sampai hari ke-14 bobot makroalga stabil atau tidak mengalami penurunan, kemudian dilakukan penimbangan bibit untuk sampel uji toksisitas.
Bibit terendam seluruhnya dalam media, dengan menggunakan metode
dasar (bottom method) yang telah dimodifikasi sesuai keadaaan akuarium
(Alamsjah et al., 2009). Tiap akuarium dipelihara sebanyak 3 rumpun makroalga,
dan setiap rumpun beratnya 10 gram.
3.3.4 Pembuatan Larutan Stok
Larutan induk (stock solution) Cu dibuat dari Tembaga (II) sulfat
pentahidrat (CuSO4.5H2O) (Merck), formula pembuatan larutan induk adalah
sebagai berikut: BM A
BM B x C………(1)
Keterangan :
Bm A = berat molekul senyawa CuSO4.5H2O
Bm B = berat molekul Cu
C = konsentrasi larutan induk yang diinginkan
3.3.5 Penyediaan Media Uji
Media uji menggunakan air laut murni sebanyak 10 liter dalam akuarium
kaca berukuran 40x20x20 cm3 dengan kandungan nitrat 0,55 ppm dan fosfat
0,07 ppm serta 0,01 ppm Cu. Nutrien dan konsentrasi Cu dalam media sudah
memenuhi dan tidak bersifat toksik pada kehidupan makroalga (Huang et al.,
(39)
sistem aerasi. Oksigen disalurkan dari aerator, lalu dimasukkan ke dalam akuarium dengan menggunakan selang air yang diberi batu pemberat. Pengaerasian dilakukan untuk membuat pergerakan air dalam akuarium
(Mamboya et al., 2007). Pergantian air media uji dilakukan 2 kali seminggu
(semistatik) untuk mempertahankan nutrien bagi makroalga dan konsentrasi Cu (sebagai perlakuan toksisitas) tetap stabil hingga akhir penelitian.
Gambar 7 Skema akuarium terkontrol pada pemeliharaan Gracilaria edulis.
3.4 Perlakuan Penelitian 3.4.1 Rancangan Percobaan
Percobaan penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) terdiri atas satu faktor perlakuan kuantitatif tetap yaitu konsentrasi Cu yang dibedakan menjadi 4 taraf yaitu 0,01 ppm sebagai kontrol, 0,04 ppm sebagai perlakuan pertama, 0,06 sebagai perlakuan kedua, dan 0,5 sebagai perlakuan ketiga sedangkan waktu pengamatan termasuk dalam kelompok atau blok (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). Bagan percobaan dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 8).
P3 P1 P4 P2
P1 P4 P2 P3
P3 P1 P4 P2
Gambar 8 Pengacakan dan bagan percobaan RAK
P1 P3 P4 P2
P2 P3 P4 P1
Blok 2 (Hari ke-7)
Blok 3 (Hari ke-14) Blok 4 (Hari ke-21)
Blok 5 (Hari ke-28) Blok 1 (Hari ke-0)
(40)
3.4.2 Pengamatan Percobaan 3.4.2.1 Parameter Kualitas Media
Kualitas air media disesuaikan dengan keadaan lingkungan tropis tempat
G. edulis hidup. Parameter kualitas air diusahakan tetap dan konstan antara kontrol dan akuarium dengan logam berat Cu di dalamnya selama masa kultivasi
dengan salinitas berada dalam kisaran 30–31, suhu dengan kisaran 27–28 oC,
pH dengan kisaran 7–8, dan DO berada dalam kisaran 5–6 mg/l. Oleh karena itu, parameter kualitas air pada seluruh akuarium termasuk kontrol tidak memiliki
respon toksik atau strees pada Gracilaria edulis. Pengamatan dilakukan 1 kali
dalam seminggu.
3.4.2.2 Parameter Respon Fisiologi 3.4.2.2.1 Laju Pertumbuhan
Pengamatan pertumbuhan diukur dalam beberapa tahap yaitu, (1)
menimbang bobot segar (basah) Gracilaria edulis menggunakan timbangan
digital dengan kepekaan 0,5 gram. Sebelum ditimbang, Gracilaria edulis
dikeringkan menggunakan kertas tisu agar tetesan air tidak mempengaruhi
penimbangan; (2) menghitung laju pertumbuhan spesifik (specific growth rate)
menurut Lobban dan Harrison (1997). Kedua tahapan dilakukan pada hari ke-0, ke-7, ke-14, ke-21, dan ke-28.
SGR = ………...(1)
Keterangan :
SGR = laju pertumbuhan spesifik (SGR)
Nt = berat basah/biomassa pada waktu ke-t (gram)
No = berat basah/biomassa awal (gram)
t = waktu
3.4.2.2.2 Klorofil-a
Konsentrasi klorofil-a diukur menggunakan spektrofotometrik dan nilai yang
terbaca dikalkulasi menurut Arnon (1949) dalam Meeks (1974). Gracilaria edulis
dipotong dengan pisau dan ditimbang seberat 1 gram talus segar. Talus kemudian dilumatkan dengan mortal dan ditambahkan aseton 80%. Setelah
(41)
kurang lebih selama 5 menit dan talus Gracilaria edulis menjadi partikel yang
sangat kecil, larutan tersebut disaring dengan kertas saring 0,22 μm dan
ditambahkan aseton sedikit demi sedikit, hingga ampas benar-benar berwarna coklat muda. Filtrat tersebut kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml, dan ditambahkan aseton hingga volume ekstrak tepat 50 ml. Ekstrak ini siap diukur dengan bantuan spektrofotometer.
Ekstrak tersebut dibaca pada panjang gelombang 663 nm dan 645 nm.
Angka digital yang ditunjukkan adalah angka skala absorban (OD/D = optical
density). Pengukuran dilakukan pada hari ke-7, ke-14, ke-21, dan ke-28.
Chl-a (mg L-1) = 12,7 x D663nm – 2,69 x D645 ………...……….. (2)
Keterangan :
Chl-a = konsentrasi klorofil-a dalam ekstrak (mg L-1)
D663nm = absorbansi pada spektrofotometri yang diperiksa pada panjang gelombang 663 nm
D645nm = absorbansi pada spektrofotometri yang diperiksa pada panjang gelombang 645 nm
3.4.2.2.3 Struktur Talus
Struktur talus diamati dalam 2 cara yaitu, pengamatan struktur talus secara eksternal dan pengamatan struktur talus secara internal (dilakukan pembedahan). cara pertama dilakukan secara visual dan dicatat perubahan yang tampak pada masing-masing perlakuan dan pengambilan data dilakukan pada akhir pengamatan (hari ke-28). Cara kedua membuat preparat segar atau semipermanen dengan cara mengiris talus setipis mungkin dan diamati di bawah mikroskop pada hari ke-14 dan ke-28. Tujuan dari pembuatan preparat segar atau semipermanen adalah meminimalkan kerusakan dari struktur talus sehingga kerusakan jaringan hanya dikarenakan terpaparnya logam berat Cu.
Preparat dilakukan di bawah mikroskop cahaya merk Boeco dengan micro
digital camera eyepiece (MDCE) dengan nomor produk 5A pada perbesaran100 dan 400 kali. Sel-sel talus diukur dengan mikrometer yang terpasang pada lensa okuler
(42)
3.5 Analisa Data
Analisis terhadap laju pertumbuhan dan klorofil-a makroalga dilakukan secara deskriptif dan melalui uji ragam (ANOVA). Persamaan umum model rancangan tersebut adalah sebagai berikut :
Yij = μ + τi + βj + εij ………(1) Keterangan:
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i kelompok ke-j
μ = nilai tengah populasi
τi = pengaruh perlakuan τ taraf ke-i βj = pengaruh kelompok β taraf ke-j
εij = galat percobaan pada perlakuan ke-i kelompok ke-j
Hipotesis yang digunakan adalah : 1. Hipotesis perlakuan
H0 : pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata
H1 : minimal ada 1 perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda nyata
2. Hipotesis kelompok/blok
H0 : pengaruh kelompok tidak berbeda nyata
H1 : minimal ada 1 kelompok/blok yang memberikan pengaruh berbeda nyata
Apabila pengaruh perlakuan dan kelompok berbeda nyata dengan selang kepercayaan 95 % (P<0,05), maka dilakukan uji lanjut Duncan (Mattjik dan Sumertajaya, 2006).
(43)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Hasil
4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik
Laju pertumbuhan adalah persentase perbandingan antara bobot akhir dan bobot awal per waktu sehingga laju pertumbuhan dipengaruhi oleh bobot awal dan bobot akhir suatu organisme. Pengaruh Cu selama 28 hari pengamatan
terhadap bobot segar rata-rata Gracilaria edulis disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Bobot segar rata-rata (gr) (± SE, n=6) Gracilaria edulis selama 28 hari
pengamatan. K=0,01 ppm Cu, P1=0,04 ppm Cu, P2=0,06 ppm Cu, P3=0,5 ppm Cu.
Gambar 9 menunjukkan variabilitas bobot segar rata-rata G. edulis selama
28 hari pengamatan. Pada media kontrol, bobot segar rata-rata mengalami penambahan pada hari ke-7 (12,2 gr) hingga hari ke-14 (12,5 gr). Memasuki hari ke-21 bobot segar rata-rata mengalami penurunan (12,3 gr) hingga mencapai 12 gr pada hari ke-28. Pada media 0,04 ppm Cu, penambahan bobot segar rata-rata juga terjadi pada hari 7 (11,8 gr), namun memasuki hari 14 hingga hari ke-28 bobot segar rata-rata mengalami penurunan secara berurutan yaitu 11,3 gr, 11,2 gr, dan 11 gr. Pada media 0,06 ppm, terdapat kemiripan grafik bobot segar rata-rata dengan media 0,04 ppm yaitu terjadi penambahan bobot pada hari ke-7 (11,6 gr) dan mengalami penurunan memasuki hari ke-14 (11,2 gr) hingga hari
0 2 4 6 8 10 12 14
0 5 10 15 20 25 30
B
o
b
o
t
S
e
g
a
r
(g
r)
Hari
(44)
ke-28 (10,2 gr). Pada media 0,5 ppm, bobot segar rata-rata relatif konstan memasuki hari ke-7 hingga hari ke-14. Memasuki hari ke-21 bobot segar rata-rata mengalami penurunan drastis mencapai 6,5 gr hingga 3,8 gr pada hari ke-28.
Secara umum dapat dikatakan bahwa tingkatan konsentrasi Cu
mempengaruhi bobot segar G. edulis dimana semakin tinggi konsentrasi Cu
semakin menurunkan bobot segar G. edulis dan lamanya G. edulis terpapar Cu
juga menunjukkan adanya indikasi penurunan terhadap bobot segar G. edulis.
Hal ini terbukti pada analisa ragam (ANOVA) bahwa bobot segar G. edulis
sangat dipengaruhi oleh tingkat konsentrasi Cu pada media kultivasi (F(3,112) =
33,25; P<0,01) dan lamanya waktu paparan (F(4,112) = 9,66; P<0,01). Berdasarkan
hasil analisa ragam (Anova) di atas maka perlu pembuktian lebih lanjut konsentrasi Cu dan waktu paparan yang lebih menunjukkan tingkat toksik pada bobot segar G. edulis.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa bobot segar rata-rata terkecil terdapat pada media 0,5 ppm (8,2) dan berbeda nyata dengan ketiga konsentrasi Cu lainnya. Namun secara statistik konsentrasi 0,04 ppm (11,1) dan 0,06 ppm
(10,7) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot segar G. edulis.
Hal yang sama terdapat pada media 0,04 ppm dan kontrol (11,8), bahwa kedua konsentrasi tersebut tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot
segar G. edulis, namun antara media kontrol dengan 0,06 ppm menunjukkan
pengaruh yang nyata terhadap bobot segar G. edulis. Sedangkan untuk waktu
paparan, hari ke-28 menunjukkan bobot segar rata-rata terkecil (9,2), namun secara statistik tidak berbeda nyata pada hari ke-21 (10,1) dan berpengaruh nyata pada hari ke-7 dan hari ke-14 namun hari ke-7 dan hari ke-14 tidak
menunjukkan pengaruh nyata terhadap bobot segar G. edulis.
Penjelasan dan hasil uji lanjut statistik di atas dapat dikatakan bahwa pada
kisaran 0,01-0,06 ppm Cu, bobot segar rata-rata G. edulis mengalami
peningkatan dan penurunan, namun tidak menunjukkan dampak yang berarti. Penurunan bobot rata-rata terjadi pada hari ke-14, namun pada hari ke-21
hingga hari ke-28 bobot segar G. edulis cenderung tetap. Pada media 0,5 ppm
Cu, tidak terjadi peningkatan bobot segar pada hari ke-7 tetapi cenderung tetap dan pada hari ke-21 bobot segar rata-rata mengalami penurunan yang drastis hingga akhir pengamatan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pada kisaran 0,01-0,06 ppm selama dua minggu paparan, Cu bersifat essensial terhadap
(45)
pertumbuhan G. edulis namun memasuki hari ke-21-28 Cu sudah bersifat toksik.
Walaupun demikian, G. edulis masih mampu mentoleransi toksisitas Cu selama
dua minggu sebelum pengamatan berakhir. Kemampuan regulasi juga terjadi pada media 0,5 ppm, namun hanya bertahan selama dua minggu pertama (hari ke-7 hingga hari ke-14). Pada waktu paparan selanjutnya, Cu sudah bersifat
toksik bagi pertumbuhan G. edulis.
Penurunan bobot segar rata-rata mempengaruhi laju pertumbuhan G.
edulis per harinya. Pengaruh Cu terhadap laju pertumbuhan spesifik G. edulis
selama 28 hari pengamatan dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Laju pertumbuhan spesifik rata-rata (% per minggu) (± SE, n=6)
Glacilaria edulis selama 28 hari pengamatan. K=0,01 ppm Cu, P1=0,04 ppm Cu, P2=0,06 ppm Cu, P3= 0,50 ppm Cu.
Tembaga memberikan dampak positif dan negatif terhadap laju pertumbuhan G.
edulis selama 28 hari pengamatan. Pada media kontrol, laju pertumbuhan menunjukkan nilai positif selama pengamatan yang artinya selama 28 hari
pengamatan G. edulis mengalami laju pertumbuhan tertinggi pada minggu
pertama (2,8% per 7 hari) dan mulai menurun pada minggu-minggu berikutnya dengan laju pertumbuhan terendah terdapat pada minggu keempat (0,7% per 28
hari). Hal yang sama terjadi pada media 0,04 ppm Cu, G. edulis mengalami laju
pertumbuhan positif selama pengamatan dan tertinggi terdapat pada minggu pertama (2,4% per 7 hari). Memasuki minggu-minggu selanjutnya laju pertumbuhan mulai mengalami penurunan hingga mencapai (0,3% per 28 hari)
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
0 5 10 15 20 25 30
S G R ( % p e r m in g g u ) Hari
(46)
pada minggu keempat. Pada media 0,06 ppm Cu, terdapat kemiripan dengan dua media perlakuan sebelumnya dimana laju pertumbuhan tertinggi terdapat di minggu pertama (2,1% per 7 hari) dan laju pertumbuhan terendah pada minggu keempat (0,04% per 28 hari). Bila dibandingkan terhadap kontrol, pada media 0,5 ppm Cu menunjukkan penurunan pertumbuhan yang sangat drastis terjadi pada minggu ketiga hingga keempat dengan laju pertumbuhan menurun tajam mencapai -2,3% per 21 hari hingga -3,6% per 28 hari.
Secara umum hal yang sama dapat dikatakan bahwa semakin tinggi
konsentrasi Cu akan semakin menurunkan laju pertumbuhan spesifik rata-rata G.
edulis dan lamanya waktu paparan semakin menambah daya toksisitas Cu
terhadap laju pertumbuhan G. edulis. Hasil analisis ragam (ANOVA) tingkat
konsentrasi Cu (F(3,112) = 33,55; P<0,01) dan lamanya waktu paparan (F(4,112) =
27,41; P<0,01) berpengaruh sangat nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik G.
edulis. Berdasarkan hasil analisa ragam (Anova) di atas maka perlu pembuktian lebih lanjut terhadap konsentrasi Cu dan waktu paparan yang lebih menunjukkan
tingkat toksik bagi laju pertumbuhan spesifik G. edulis.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan pada media 0,5 ppm Cu menunjukkan laju pertumbuhan terkecil (-1,06) dan secara statistik berbeda nyata dengan media kontrol, 0,04 ppm Cu, dan 0,06 ppm Cu, sedangkan laju pertumbuhan
rata-rata G. edulis antara media kontrol (1,21) dengan media 0,04 ppm Cu (0,81)
secara statistik tidak berbeda nyata, namun antara media 0,06 ppm Cu berbeda nyata terhadap media kontrol. Waktu paparan menunjukkan pada minggu
keempat G. edulis mengalami laju pertumbuhan terkecil (-2,13), namun tidak
berbeda nyata pada minggu ketiga dan berbeda nyata pada minggu pertama (1,93) dan kedua (0,81).
Penelitian mengenai efek Cu terhadap laju pertumbuhan makroalga telah banyak dilaporkan beberapa diantaranya mengalami laju pertumbuhan negatif.
Brown dan Newman (2003) menyatakan 500 μg L-1 Cu (0,5 ppm Cu) selama 7
hari pengamatan telah menurunkan laju pertumbuhan Glacilariopsis longissima
hingga mencapai -0,47% per hari. Hal sama dilaporkan oleh Mamboya et al.
(2007) bahwa konsentrasi 500 μg L-1
Cu telah memberikan laju pertumbuhan
negatif pada Padina gymnospora pada hari ke-4 (-5,4% per hari), ke-7 (-9,11%
per hari), ke-14 (-17,7% per hari), dan ke-21 (-30,7% per hari). Han et al. (2008)
melaporkan hal yang sama terjadi pada kedua jenis makroalga hijau selama 3
(1)
Lampiran 2 Bobot segar rata-rata, laju pertumbuhan spesifik rata-rata, dan konsentrasi klorofil rata-rata G. edulis selama 28 hari pengamatan.
Bobot Segar Rata-rata (gr) Waktu
Pengamatan
Konsentrasi Cu (ppm) Kontrol
(0,01 ppm) 0,04 ppm 0,06 ppm 0,5 ppm
0 10 ± 0 10 ± 0 10 ± 0 10 ± 0
7 12,12 ± 0,105 11,83 ± 0,307 11,58 ± 0,375 10,42 ± 0,554
14 12,5 ± 0,130 11,25 ± 0,359 11,17 ± 0,380 10,17 ± 0,527
21 12,33 ± 0,211 11,17 ± 0,247 10,33 ± 0,543 6,5 ± 0,847
28 12 ± 0,129 11 ± 0,258 10,17 ± 0,477 3,75 ± 0,403
Laju Pertumbuhan Spesifik Rata-rata (% per hari) Waktu
Pengamatan
Konsentrasi Cu (ppm) Kontrol
(0,01 ppm) 0,04 ppm 0,06 ppm 0,5 ppm
0 0 ± 0 0 ± 0 0 ± 0 0 ± 0
7 2,80 ± 0,122 2,38 ± 0,370 2,06 ± 0,468 0,49 ± 0,716 14 1,59 ± 0,074 0,82 ± 0,230 0,77 ± 0,241 0,07 ± 0,354
21 0, 1 ± 0,08 0,52 ± 0,105 0,12 ± 0,257 -2,26 ± 0,652
28 0,65 ± 0,038 0,34 ± 0,085 0,04 ± 0,173 -3,62 ± 0,426
Konsentrasi Klorofil-a Rata-rata (mg/l) Waktu
Pengamatan
Konsentrasi Cu (ppm) Kontrol
(0,01 ppm) 0,04 ppm 0,06 ppm 0,5 ppm
7 0,806 ± 0,125 0,831 ± 0,136 0,788 ± 0,069 0,759 ± 0,071 14 0,720 ± 0,082 0,716 ± 0,120 0,705 ± 0,057 0,651 ± 0,055 21 0,661 ± 0,028 0,628 ± 0,038 0,605 ± 0,020 0,454 ± 0,133 28 0,558 ± 0,165 0,532 ± 0,108 0,501 ± 0,075 0,414 ± 0,136
(2)
Lampiran 3 Analisa ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan bobot segar G. edulis.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: HASIL
Source
Type III Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Corrected Model 309,304(a) 7 44,186 19,767 ,000
Intercept 13020,833 1 13020,833 5824,887 ,000
Waktu Pengamatan (Blok) 86,354 4 21,589 9,658 ,000
Konsentrasi Cu 222,950 3 74,317 33,246 ,000
Error 250,362 112 2,235
Total 13580,500 120
Corrected Total 559,667 119
a R Squared = ,553 (Adjusted R Squared = ,525)
HASIL
Duncan
WAKTU PENGAMATAN N Subset
1 2
HARI KE-28 24 9,229
HARI KE-0 24 10,000
HARI KE-21 24 10,083
HARI KE-14 24 11,271
HARI KE-7 24 11,500
Sig. ,063 ,596
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2,235.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24,000. b Alpha = ,05.
HASIL
Duncan
KONSENTRASI Cu N Subset
1 2 3
0.5 PPM 30 8,167
0,06 PPM 30 10,650
0,04 PPM 30 11,050 11,050
0,01 PPM 30 11,800
Sig. 1,000 ,302 ,055
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2,235.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
(3)
Lampiran 4 Analisa ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan laju pertumbuhan spesifik G. edulis.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: HASIL
Source
Type III Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Corrected Model 503,536(a) 7 71,934 14,704 ,000
Intercept 32,383 1 32,383 6,619 ,011
Waktu Pengamatan (Blok) 273,788 4 68,447 13,992 ,000
Konsentrasi Cu 229,748 3 76,583 15,655 ,000
Error 547,906 112 4,892
Total 1083,824 120
Corrected Total 1051,441 119
a R Squared = ,479 (Adjusted R Squared = ,446)
HASIL
Duncan
WAKTU PENGAMATAN N Subset
1 2 3
HARI KE-28 24 -2,12713
HARI KE-21 24 -2,09817
HARI KE-14 24 -,30521
HARI KE-0 24 ,00000
HARI KE-7 24 1,93312
Sig. ,964 ,634 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 4,892.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24,000. b Alpha = ,05.
HASIL
Duncan
KONSENTRASI Cu N Subset
1 2 3
0.5 PPM 30 -1,06462
0,06 PPM 30 ,59803
0,04 PPM 30 ,81174 ,81174
0,01 PPM 30 1,20726
Sig. 1,000 ,384 ,108
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 4,892.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
(4)
Lampiran 5 Analisa ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan konsentrasi klorofil-a G. edulis.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: HASIL
Source
Type III Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Corrected Model 1,396(a) 6 ,233 4,417 ,001
Intercept 40,012 1 40,012 759,622 ,000
Waktu Pengamatan (Blok) 1,194 3 ,398 7,555 ,000
Konsentrasi Cu ,202 3 ,067 1,279 ,287
Error 4,688 89 ,053
Total 46,096 96
Corrected Total 6,084 95
a R Squared = ,229 (Adjusted R Squared = ,178)
HASIL
Duncan
WAKTU PENGAMATAN N Subset
1 2 3
HARI KE-28 24 ,50108
HARI KE-21 24 ,58713 ,58713
HARI KE-14 24 ,69788 ,69788
HARI KE-7 24 ,79629
Sig. ,197 ,098 ,141
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,053.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24,000. b Alpha = ,05.
(5)
Lampiran 6 Kualitas air media rata-rata selama 28 hari pengamatan
Waktu Pengamatan
Suhu pH Nitrat
Kontrol
(0,01 ppm) 0,04 ppm 0,06 ppm 0,5 ppm
Kontrol
(0,01 ppm) 0,04 ppm 0,06 ppm 0,5 ppm
Kontrol
(0,01 ppm) 0,04 ppm 0,06 ppm 0,5 ppm
0 28,0 28,0 28,0 28,0 8,2 8,2 8,1 8,1 3,4 37,3 43,7 30,8
7 28,0 28,0 28,3 28,4 8,1 8,0 8,0 8,2 4,2 31,9 41,4 21,8
14 28,4 28,3 28,2 28,0 8,0 8,1 8,2 8,1 3,6 34,4 31,8 33,8
21 28,0 28,0 28,0 28,0 8,2 8,1 8,2 8,0 3,4 33,5 34,2 29,5
28 28,0 28,0 28,0 28,0 8,1 8,2 8,1 8,2 2,6 39,0 34,5 37,3
Waktu Pengamatan
Salinitas DO Fosfat
Kontrol
(0,01 ppm) 0,04 ppm 0,06 ppm 0,5 ppm
Kontrol
(0,01 ppm) 0,04 ppm 0,06 ppm 0,5 ppm
Kontrol
(0,01 ppm) 0,04 ppm 0,06 ppm 0,5 ppm
0 30,7 30,5 30,3 30,0 5,7 5,7 5,4 5,5 1,58 0,22 0,32 0,66
7 30,7 30,5 30,3 30,0 5,6 5,5 5,6 5,8 0,55 0,28 0,46 0,24
14 30,7 30,5 30,3 30,0 5,8 5,9 5,9 5,7 0,34 0,36 0,32 0,69
21 30,7 30,5 30,3 30,0 5,9 5,9 5,7 5,3 0,31 0,31 0,35 0,80
(6)
Lampiran 7 Beberapa alat yang digunakan dalam analisis bobot segar, klorofil-a, dan struktur talus G. edulis
Timbangan digital Spektrofotometer