Ketebalan Analisis Mikrostruktur Karakteristik Pengujian Material

2.7 Karakteristik Pengujian Material

2.7.1 Ketebalan

Michael Faraday menemukan hubungan antara produk suatu endapan dari ion logam dengan jumlah arus untuk mengendapkannya. Hubungan ini dapat diungkapkan dalam Hukum Faraday sebagai berikut: 1. Jumlah bahan yang terdekomposisi saat berlangsung elektrolisa berbanding lurus dengan kuat arus dan waktu pengaliran dalam larutan elektrolit. 2. Jumlah arus yang sama akan membebaskan jumlah ekivalen yang sama dari berbagai unsur. Pernyataan ini dapat dirumuskan: W = 96500 . . gram t I e 2.1 Dengan: W : Massa endapan pelapis gram I: Arus ampere t : Waktu detik e: berat ekivalen kimianya massa atom dibagi dengan valensinya Dari rumus tersebut, volume endapan diperoleh dengan perhitungan: densitas gram endapan massa volume = = ρ W cm 3 2.2 Densitas ρ adalah kerapatan logam pelapis grcm 3 , W adalah massa endapan gram. Dengan mengukur langsung permukaan benda kerja, maka ketebalan dapat ditentukan: 1 Ketebalan lapisan yang terbentuk dapat pula dicari dengan cara mate-matis, yakni dengan formula sebagai berikut: Menurut Lowenheim 13 , T = 2.3 Dengan : T = Tebal lapisan yang terbentuk cm W = m 2 -m 1 = Massa lapisan yang terbentuk gr ρ = Massa jenis pelapis grcm 3 A = Luas permukaan setelah dilapisi cm 2

2.7.2 Korosi

Korosi didefenisikan dengan cara-cara yang berbeda, tetapi penafsirannya biasanya adalah serangan perusakan terhadap bahan logam melalui reaksi kimia atau elektrokimia dengan lingkungannya. Korosi pada bahan logam dapat digolongkan pada tiga bagian, yakni: 1. Korosi basah, yang mana lingkungan korosif adalah air dengan jenis terlarut. Cairannya adalah larutan elektrolit dan jenis prosesnya adalah secara elektrokimia. 2. Korosi dalam cairan lain seperti paduan garam dan logam cair. 3. Korosi kering, yang mana lingkungan korosif adalah udara kering. Korosi kering juga sering disebut dengan korosi kimiawi dan contoh yang paling dikenal adalah korosi pada temperatur tinggi. 2

2.7.2.1 Korosi dalam Lingkungan Berair

Skematik korosi logam dalam larutan berair yang mengandung oksigen dapat dilihat dalam gambar 2.6. Proses korosi terdiri dari sebuah reaksi anodik dan reaksi katodik. Dalam reaksi anodik oksidasi logam menjadi terlarut dan berpindah ke persamaan sebagai M 2+ . Reaksi katodik pada contoh adalah reaksi reduksi oksigen. Oksidasi adalah penambahan elektron dari suatu atom atau sekelompok atom, menghasilkan peningkatan valensi dan reduksi adalah penambahan elektron ke suatu atom atau sekelompok atom yang menghasilkan penurunan valensi. Gambar 2.6 Korosi basah dari sebuah logam M pada sebuah larutan elektrolit yang mengandung oksigen 2 Elektron dibebaskan oleh reaksi anodik ke daerah katodik yang memerlukan elektron dalam reaksinya. Kondisi yang diperlukan oleh suau proses korosi adalah larutan elektrolit yang bereaksi dengan logam. Rangkaian listrik tertutup oleh konduksi ion melalui larutan elektrolit. Sesuai dengan kondisi kelarutan, maka disebut korosi basah dan mekanismenya secara elektrokimia. 2 Korosi logam dalam lingkungan berair hampir selalu merupakan proses elektrokimia. Hal ini terjadi ketika dua atau lebih reaksi elektrokimia berlangsung pada permukaan logam. akibatnya, beberapa elemen logam atau paduan logam berubah dari logam menjadi non-logam. Hasil korosi dapat berupa larutan atau padatan. Jika pada suhu ruang, lingkungan yang dipakai untuk mengkorosi logam adalah Hydrochloric asam HCl maka akan terbentuk gelembung-gelembung hidrogen. Lingkungan ini adalah lingkungan korosi yang kuat, larutan asam HCl adalah sebagai oksidator dan laju korosi logam meningkat sangat cepat. Pada umumnya, reaksi yang terjadi pada permukaan logam besi karena lingkungan asam dapat dilihat pada reaksi berikut ini. Fe → Fe 2+ + 2e - 2HCl → H 2+ + 2Cl - 2H + + 2e - → H 2 ↑ Fe + 2HCl → Fe 2+ + H 2 ↑ + 2Cl -

2.7.2.2 Perhitungan Laju Korosi

Untuk menghitung laju korosi dari logam atau paduannya dengan mengacu pada ASTM G-31, yaitu berdasarkan metode perendaman Immersion. Perhitungan laju korosi dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: Laju Korosi = 2.4 Dengan : K = Konstanta pada persamaan korosi berdasarkan satuan Tabel 2.1 Konstanta pada penelitian menggunakan satuan mmy bernilai 8,76 x 10 4 T = Waktu perendaman jam A = Luas permukaan cm 2 W = massa yang hilang gr D = Densitas grcm 3 Tabel 2.1 Konstanta Laju Korosi Satuan Laju Korosi Konstanta Laju Korosi mils per year mpy 3,45 x 10 6 inches per year ipy 3,45 x 10 3 inches per month ipm 2,87 x 10 2 millimeters per year mmy 8,76 x 10 4 micrometers per year µmy 8,76 x 10 7 picometers per second pms 2,78 x 10 6 grams per square meter per hour gm 2 .h 1,00 x 10 4 x D milligrams per square decimeter per day mdd 2,40 x 10 6 x D micrograms per square meter per second µgm 2 .s 2,78 x 10 6 x D Untuk menangani masalah media kimia yang menyerang secara menyeluruh, logam diklasifikasikan dalam tiga kelompok berdasarkan laju korosi dan aplikasi yang diharapkan. Pengelompokannya adalah sebagai berikut: 1. Laju korosi 0,15 mmy 0,005 ipy, logam dalam kategori mempunyai ketahanan korosi baik cocok digunakan secara luas untuk bagian-bagian kritis, seperti contoh gagang pompa, komponen mesin, pegas, sudu turbin, dan dudukan katup. 2. Laju korosi 0,15 sampai 1,5 mmy 0,005 sampai 0,05 ipy, logam dalam kelompok ini baik digunakan jika laju korosi yang tinggi dapat ditoleransi, seperti contoh untuk tanki, pipa, bagian katup, dan kepala baut. 3. Laju korosi 1,5 mmy 0,05 ipy, tidak dapat digunakan. 11

2.7.3 Pengujian Kekerasan Vickers

Pada umumnya kekerasan menyatakan ketahanan terhadap deformasi dan untuk logam dengan sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap deformasi plastik atau deformasi permanen. Uji kekerasan Vickers menggunakan penumbuk piramida intan yang dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besarnya sudut antara permukaan-permukaan piramid yang saling berhadapan adalah 136°. Sudut ini dipilih karena nilai tersebut mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antara diameter lekukan dan diameter bola penumbuk. Karena bentuk penumbuknya pyramid seperti terlihat pada gambar 2.7, maka pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramida intan. Angka kekerasan piramida intan DPH, atau angka kekerasan Vickers VHN atau VPH, didefenisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan. Gambar 2.7 Uji Kekerasan Vickers Pada prakteknya, luas permukaan dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diagonal jejak. VHN dapat ditentukan dari persamaan berikut : VHN = 2 2 sin 2 d P θ = 2 854 , 1 d P 2.5 Dengan : VHN = Angka kekerasan Vickers MPa P = Beban yang diterapkan 200 kgf D = Panjang diagonal rata-rata mm Ө = Sudut antara permukaan intan yang berlawanan 136 Uji kekerasan Vickers banyak dilakukan pada pekerjaan penelitian, karena metode tersebut memberikan hasil berupa skala kekerasan yang kontinu untuk suatu beban tertentu dan digunakan pada logam yang sangat lunak VHN=5 hingga logam yang sangat keras VHN 1500. 7

2.7.3.1 Keuntungan dan Kerugian Kekerasan Vickers

Keuntungan pengukuran kekerasan menurut Vickers adalah : 1. Dengan benda-penekan yang sama kekerasan dapat ditentukan tidak hanya untuk bahan lunak akan tetapi juga untuk bahan keras. 2. Dengan bekas-tekanan yang kecil bahan percobaan merusak lebih sedikit. 3. Pengukuran kekerasan adalah teliti. 4. Kekerasan benda kerja yang amat tipis atau lapisan permukaan yang tipis dapat diukur dengan memilih gaya kecil. Kerugian pengukuran kekerasan menurut Vickers adalah : 1. Dengan bekas-tekanan yang kecil kekerasan rata-rata bahan yang tidak homogen tidak dapat ditentukan misalnya; besi tuang. 2. Penentuan kekerasan membutuhkan banyak waktu, oleh karena penekanan piramida dan pengukuran diagonal bekas tekanan adalah dua pelaksanaan yang terpisah.

2.7.4 Analisis Mikrostruktur

Untuk menentukan karakter dari struktural suatu material, diperlukan pendekatan yang umum diambil, yakni meneliti material dengan berkas radiasi atau partikel dengan energi tinggi. Scanning Electron Microscope SEM dikembangkan untuk mempelajari secara langsung struktur permukaan, mikrostruktur, dan morfologi bahan. Alat SEM yang digunakan pada penelitian ini dilengkapi dengan EDS Energy Dispersive Spectroscopy. EDS dihasilkan dari Sinar-X karakteristik, yaitu dengan menembakkan sinar-X pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya. Maka setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka akan muncul puncak – puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang terkandung. Scanning Electron Microscope SEM merupakan sejenis mikroskop yang menggunakan elektron sebagai pengganti cahaya untuk melihat benda dengan resolusi tinggi. Analisa SEM bermanfaat untuk mengetahui mikrostruktur termasuk porositas dan bentuk retakan benda padat. Berkas sinar elektron dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut electron gun. Cara kerja SEM adalah gelombang elektron yang dipancarkan electron gun terkondensasi dilensa kondensor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa objekstif. Scanning coil yang diberi energi menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar elektron yang mengenai cuplikan menghasilkan elektron sekunder dan kemudian dikumpulkan oleh detektor sekunder atau detektor backscatter. Gambar yang dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai intensitas dipermukaan Cathoda Ray Tube CRT sebagai topografi gambar. Pada sistem ini berkas elektron dikonsentrasikan pada specimen, bayangannya diperbesar dengan lensa objektif dan diproyeksikan pada layar. Cuplikan yang akan dianalisis dalam kolom SEM perlu dipersiapkan dahulu, walaupun telah ada jenis SEM yang tidak memerlukan pelapisan coating cuplikan. Terdapat tiga tahap persiapan cuplikan, antaralain: 1. Plat dipotong dengan menggunakan gergaji intan. Seluruh kandungan air, larutan dan semua benda yang dapat menguap apabila divakum, dibersihkan. 2. Cuplikan dikeringkan pada suhu 60°C minimal selama 1 jam. 3. Cuplikan non logam harus dilapisi dengan emas tipis atau logam lainnya, seperti Pt. Cuplikan logam dapat langsung dimasukkan dalam ruang cuplikan. Sistem penyinaran dan lensa pada SEM sama dengan mikroskop cahaya biasa. Pada pengamatan yang menggunakan SEM lapisan cuplikan harus bersifat konduktif agar dapat memantulkan berkas elektron dan mengalirkannya ke ground. Bila lapisan cuplikan tidak bersifat konduktif maka perlu dilapisi dengan emas atau Pt. Pada pembentukan lapisan konduktif, specimen yang akan dilapisi diletakkan pada tempat sampel disekeliling anoda. Ruang dalam tabung kaca dibuat memliki suhu rendah dengan memasang tutup kaca rapat dan gas yang ada didalam tabung dipompa keluar. Antara katoda dan anoda dipasang tegangan 1,2 kV sehingga terjadi ionisasi udara yang bertekanan rendah. Elektron bergerak menuju anoda dan ion positif dengan energi yang tinggi bergerak menumbuk katoda emas. Hal ini menyebabkan partikel emas menghambur dan mengendap dipermukaan spesimen. 6

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Peralatan dan Bahan – Bahan

3.1.1 Peralatan

1. Rectifier Buatan P2F LIPI Berfungsi sebagai pengubah arus listrik dari arus AC ke DC dan dilengkapi dengan pengontrol tegangan volt dan arus 0-5A yang mengalir dalam katoda dan anoda. 2. Wadah Berfungsi untuk tempat larutan elektrolit, larutan pencuci dan air pembilas. 3. Kertas Pasir emery paper grid 150, 400, 600, 800, dan 1200 Berfungsi untuk membersihkan dan memperhalus permukaan baja. 4. Gelas Ukur Berfungsi sebagai pengukur larutan elektrolit , aquades dan nanopure water 5. Electronic balance merek Sartorius tipe Cp 225 D buatan jerman Berfungsi untuk menimbang massa bahan sebelum dan sesudah dilapisi. 6. Stopwatch Berfungsi untuk menghitung lamanya waktu pelapisan dengan arus yang di variasikan. 7. Hair Dryer Berfungsi untuk mengeringkan sampel setelah pencucian. m 8. Doctor-lab Berfungsi sebagai alat pengasah logam agar permukaannya terlihat halus. 9. Ultrasonic cleaner Untuk membersihkan sampel dari kotoran dan lemak.