Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan suatu bangsa diukur dari seberapa maju pendidikan yang telah dicapai. Konteks tersebut sama halnya dengan mesin pendidikan yang digelar di sekolah, apakah telah melakukan pencerahan terhadap anak-anak didik ataukah tidak. Yang jelas, sepanjang sejarah pendidikan dilakukan, belum ada kemajuan yang luar biasa yang dapat disumbangkan di negeri kita. Sehingga, sangat wajar jika pendidikan belum mampu menjadi tulang punggung bagi perubahan perubahan anak-anak didik. Apa yang salah dalam persoalan tersebut? Jawabannya berujung pada ketidak seriusan pembelajaran yang digelar dalam kelas, aktifitas belajar mengajar yang masih mengandalkan pendekatan tekstual merupakan persoalan yang mendesak praktisi pendidikan untuk melakukan penanganan serius Muh. Yamin, 2009: 5. Kegiatan belajar mengajar yang masih kaku dan belum mampu bangun membangun kondisi belajar yang kondusif merupakan masalah yang menghambat keberhasilan pendidikan kita. Proses belajar mengajar yang berpusat pada guru membawa kondisi pendidikan yang stagnan. Dengan kondisi demikian, mengharapkan proses pembelajaran yang mendidik dan mampu membuka nalar berfikir anak-anak didik hanya menjadi isapan jempol belaka. Fenomena ketidak seriusan dalam proses pembelajaran, aktifitas belajar mengajar yang mengandalkan tekstual, kegiatan belajar mengajar yang masih kaku, proses belajar mengajar yang berpusat pada guru dan belum mampu membangun kondisi belajar yang lebih efektif sehingga yang terjadi hanyalah transf er ilmu “transfer of knowlegde”. Akan tetapi esensi dari tujuan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa diabaikan, dan tidak adanya internalisasi atau upaya penanaman ilmu pengetahuan. Jika pengintenalisasian dilakukan maka siswa tamatan sekolah menengah atas SMA sederajat siap terjun dalam masyarakat, ini terbukti dikalangan pesantren tamatan madrasah aliyah MA atau K ulliyatul Mu’allimin Al-Islamiyah KMI siap terjun kemasyarakat. Akibat ketidak adaan internalisasi atau penanaman ilmu pengetahuan siswa jadi gampang dipengaruhi, jangankan siswa yang kondisinya masih labil, mahasiswa yang biasa dibilang secara keilmuan dan psikis matang saja sangat mudah direkrut oleh kelompok estrim terorisme, NII dan organisasi sesat lainnya. Siapakah yang patut disalahkan, banyak kasus pelaku kejahatan terorganisir dilakukan oleh mahasiswa bahkan pelajar, dan bidikan atau target mereka juga mahasiswa dan pelajar, baca kasus terorisme klaten dan NII. Pendidikan merupakan bagian vital dalam kehidupan manusia, pendidikan terutama Islam dengan berbagai coraknya yang berorientasi memberikan bekal kepada manusia peserta didik untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, semestinya pendidikan Islam selalu diperbaharui konsep dan aktualisasinya dalam rangka merespon perkembangan zaman yang selalu dinamis dan temporal, agar peserta didik dalam pendidikan Islam tidak hanya berorientasi pada kebahagiaan hidup setelah mati eskatologis tetapi kebahagiaan hidup di dunia juga bisa diraih. Secara sede rhana, istilah “pendidikan Islam” dapat dipahami dalam beberapa pengertian, yaitu: a. Pendidikan menurut Islam atau pendidikan Islami, yakni pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu Al- Qur’an dan al-hadits. b. Pendidikan keIslaman atau pendidikan agama Islam, yakni upaya mendidikan agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life pandangan dan sikap hidup seseorang. c. Pendidikan dalam Islam, dalam arti proses dan praktik penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat Islam. Walaupun istilah pendidikan Islam tersebut dapat dipahami secara berbeda. Namun pada hakikatnya merupakan satu kesatuan dan mewujudkan secara operasional dalam satu sistem yang utuh Muhaimin, 2001: 29-30. Allah Swt mengutus para Nabi dan Rasul dengan membawa misi yang sama yaitu mengEsakan Allah Swt mentauhidkan Allah Swt, untuk beribadah kepadaNya. Karena itulah tujuan diciptakanya manusia dari Nabi Adam As sampai Nabi yang terakhir adalah membawa agama tauhid yaitu Islam, dan disempurnakan oleh Rasul yang terakhir selain membawa misi ketauhidan sebagaimana firman Allah Q.S Az-Zariyat, 51: 56,        “Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanyalah untuk beribadah kepadaku“ Departemen Agama RI, 1980: 862. Tapi juga membawa misi moralitas Akhlakul Karimah, sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak”. Beliau mendidik bangsa Arab Jahiliyah yang tidak punya adab menjadi manusia-manusia luhur yang berbudi pekerti yang baik serta mendidik umat manusia dengan pendidikan moral dengan mencontoh beliau. Begitu pula yang dicita-citakan oleh pendiri Muhammadiyah K.H Ahmad Dahlan telah meletakkan landasan dasar pendidikan yang harus dikembangkan, yaitu pendidikan akhlak, individu, dan sosial, sebagai berikut: 1. Pendidikan akhlak adalah menanamkan sejak dini nilai-nilai keagamaan yang terpuji kedalam peserta didik yang terefleksikan dalam perilaku, sikap dan pemikiran dalam kehidupan sehari-hari. 2. Pendidikan individual adalah pendidikan akal, yakni memberikan ransangan untuk berkembangnya potensi daya berpikirnya anak didk secara maksimal. 3. Adapun pendidikan sosial adalah menanamkan kepekaan sosial kepada peserta peserta didik terhadap persoalan-persoalan sosial yang menimpa sesama manusia tanpa membedakan suku, ras dan agama LPID, 2008: 1. Jika hal ini dihubungkan dengan kecerdasan yang harus dikembangkan dalam diri peserta didik, maka tiga kecerdasan itulah yang harus diperhatikan, adapun tiga kecerdasan itu yaitu Intellectual Quotent QI, Spiritual Quotient SQ, dan Emational Quotient EQ. Ketiganya bukan wilayah yang terpisah, melainkan satu kesatuan integral. Oleh karena itu untuk mencapai hasil pendidikan secara maksimal, terutama dalam menginternalisasikan nilai-nilai PAI pendidikan agama Islam kedalam jiwa peserta didik demi tercapainya tujuan pendidikan yaitu memanusiakan manusia LPID, 2008: 2. pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan manusia atau peserta didik melalui kegiatan pembinaan dan pelayanan serta pengajaran atau pembelajaran dan latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang Sidi Gazalba, 1975: 33. Untuk bisa memanusiakan manusia atau untuk bisa menghargai dan menghormati orang lain diperlukan penanaman atau internalisasi nilai-nilai, terutama nilai akhlakul karimah etika karena menginternlisasikan nilai-nilai akhlak sangat berpengaruh dalam peningkatan Intellectual Quotent QI, Spiritual Quotient SQ, dan Emational Quotient EQ siswa. Untuk menginternalisasikan nilai-nilai PAI memerlukan media, dan media yang penulis gunakan dalam menginternalisasikan nilai-nilai PAI adalah melalui metode pembiasaan pada siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 8 Surakarta. Hal ini disebabkan, masyarakat modern telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih untuk mengatasi berbagai masalah kehidupannya, namun pada sisi lain ilmu pengetahuan dan teknologi canggih tersebut tidak mampu menumbuhkan moralitas akhlak yang mulia. Dunia modern saat ini, termasuk di Indonesia ditandai oleh gejala kemerosotan akhlak yang benar-benar berada para taraf yang mengkhawatirkan. Kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong menolong dan kasih sayang sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling merugikan. Di sana-sini banyak terjadi adu domba dan fitnah, menjilat, mengambil hak orang lain sesuka hati dan perbuatan- perbuatan biadab lainnya. Gejala kemerosotan akhlak tersebut, dewasa ini bukan saja menimpa kalangan dewasa, melainkan juga telah menimpa kalangan pelajar tunas-tunas muda, orang tua, ahli didik dan mereka yang berkecimpung dalam bidang agama dan sosial banyak mengeluhkan terhadap perilaku sebagian pelajar yang berperilaku nakal, keras kepala, mabuk- mabukan, tawuran, pesta obat-obatan terlarang, bergaya hidup seperti hipies di Eropa dan Amerika dan sebagainya. Internalisasi nilai-nilai PAI melalui metode pembiasaan telah dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 8 surakarta yang menggunakan sistem full day school. Berdasarkan pengamatan peneliti, peran guru Agama Islam dalam membina peserta didik sangat intens dan baik dalam pembinaan akhlak siswa SMP Muhammadiyah 8 menjadi SMP unggulan di Surakarta, khususnya dalam membina mental para siswa. Hal ini bisa dilihat dari perilaku dan sopan santun siswa dalam kehidupan mereka sehari-hari serta minimnya pelanggaran yang dilakukan siswa sekolah mereka, bisa dihitung dengan jari paling banyak 8-10 siswa yang melanggar, pelangarannya seperti telat masuk dan telat melaksanakan shalat dhuha. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan yang menunjang terinternalisasinya nilai-nilai PAI di SMP Muhammadiyah 8 surakarta menerapkan metode pembiasaan, seperti diwajibkannya siswa membaca Al-Quran sebelum pelajaran dimulai, melaksanakan shalat dhuha. Inilah kegiatan-kegiatan yang diterapkan oleh SMP Muhammadiyah 8 surakarta untuk menumbuhkan mental dan akhlak siswa agar mereka tidak terjerumus dengan perilaku-perilaku yang menyimpang dari Al- Qur’an dan sunnah serta mereka berakhlak baik sesuai yang diharapkan oleh wali murid. Pelaksanaan metode pembiasaan seperti yang tujuannya digambarkan di atas dari sisi keberhasilan maupun kegagalan diterapkannya metode ini, sangat didukung oleh faktor-faktor yang mendukung dan menghambat. Adapun faktor-faktor pendukungnya adalah ketersediaannya sarana dan prasarana, misalnya seperti Informasi dan Teknologi IT. Adapun yang dapat menjadi penghambat terdiri dari faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor internal misalnya, menyangkut personal peserta didik dan faktor eksternal misalnya lingkungan peserta didik. Maka SMP Muhammadiyah 8 Surakarta menerapkan internalisasi nilai- nilai PAI untuk menunjang keberhasilan pembelajaran sesuai dengan landasan yang diletakkan oleh K.H Ahmad Dahlan untuk menjadi insan yang berakhlak mulia dan mempunyai kepekaan terhadap kehidupan sosial dan mampu bersaing dengan kemajuan zaman. Sehingga siswa mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan nilai-nilai yang ditanamkan di sekolah. Maka penulis tertarik untuk meneliti INTERNALISASI NILAI-NILAI PAI MELALUI METODE PEMBIASAAN PADA SISWA SMP MUHAMMADIYAH 8 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 20112012.

B. Rumusan Masalah