14
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP,
LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN
Secara umum, bagian ini terdiri atas empat bagian. Bagian pertama merupakan kajian pustaka, yang di dalamnya mengulas beberapa hasil pemikiran
ilmiah yang pernah ditulis dan penelitian yang sudah dilakukan mengenai terjemahan dan penerjemahan khususnya yang berkaitan dengan bahasa simbol
dan fenomena terjemahan yang berada pada dua kubu ekstrem, yaitu penerjemahan harfiah dan penerjemahan bebas. Bagian kedua menguraikan
konsep dasar yang meliputi pengertian tentang simbol verbal religi, pemahaman tentang tegangan dalam dunia terjemahan, dalam hal perbandingan antara
terjemahan harfiah dan terjemahan bebas, dan Kitab Wahyu sebagai kitab simbol. Bagian ketiga memuat landasan teori yang digunakan sebagai pijakan dalam
menganalisis data penelitian. Bagian keempat memuat model penelitian yang menjadi kerangka awal dalam mendisain penelitian ini.
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti penerjemahan simbol-simbol verbal yang terdapat di dalam Kitab Wahyu dari bahasa Inggris Yunani ke bahasa
Indonesia dalam dua versi terjemahan yang berbeda, yaitu terjemahan harfiah dan terjemahan bebas. Oleh karena itu, dalam bagian ini dipandang perlu untuk
meninjau beberapa penelitian yang membahas penerjemahan simbol dan juga penelitian yang mengarah pada studi perbandingan antara terjemahan harfiah dan
terjemahan bebas. Kajian pustaka yang diuraikan dalam bagian ini terdiri atas dua bagian, yakni bagian pertama berkaitan dengan penelitian yang mengkaji
14
15
terjemahan, baik secara umum maupun yang menukik pada penerjemahan bahasa simbol, sedangkan bagian kedua berkaitan dengan hasil penelitian yang
mengetengahkan fenomena terjemahan Alkitab yang berada pada dua kubu yang bertentangan yaitu terjemahan harfiah dan terjemahan bebas.
Beberapa pustaka hasil penelitian dan kajian kritis artikel yang memberi sumbangan pemikiran berharga dalam pengkajian karya terjemahan, baik secara
umum maupun yang menukik pada penerjemahan bahasa simbol, dapat diuraikan seperti berikut.
Ordudari 2008 mengkaji penerjemahan simbol verbal dari bahasa Persia ke bahasa Inggris. Penelitian yang dilakukannya bertujuan untuk menyoroti fakta
bahwa ada beberapa prosedur untuk menerjemahkan simbol secara efektif dari bahasa Persia ke dalam bahasa Inggris. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
prosedur terjemahan forenisasi yang sering ditemukan dalam terjemahan harfiah tidak terlalu fungsional dan berguna dalam mengungkapkan semua konsep yang
mendasari simbol yang diterjemahkan. Meskipun ada jalan keluar yang bisa ditempuh untuk mengatasi hal ini, yaitu mengefektifkan penggunaan catatan kaki
untuk menjembatani sistem simbol BSu dan BSa yang berbeda bahkan bertentangan, tetap saja prosedur ini dipandang tidak efektif karena cenderung
mengakibatkan translation loss. Di samping itu, penggunaan catatan kaki yang terlalu berlebihan akan
membuat pembaca merasa kurang nyaman. Di sisi lain, prosedur yang dipandang lebih tepat adalah domestikasi yang ditempuh melalui prosedur deskriptif, yaitu
dengan menambahkan pewatas biasanya adjektiva dan penggantian, yaitu entitas BSu dengan entitas BSa yang memiliki gambaran sejenis. Anggapan ini
16
didasarkan pada pemikiran bahwa dengan menggunakan prosedur domestikasi produk terjemahan tidak akan melanggar kesetiaan terhadap BSu dan pembaca
BSa dapat memahami simbol secepat pembaca BSu. Di samping itu, pembaca BSa dapat memperluas pengetahuan budaya yang dimilikinya.
Penelitian yang dilakukan oleh Ordudari 2008 dapat dijadikan sebagai pijakan penting dalam penelitian ini karena mengungkap tentang prosedur yang
tepat dalam menerjemahkan sistem simbol dalam dua bahasa. Kekurangan dari penelitian tersebut terletak pada kesederhanaannya yang hanya menggunakan
pisau bedah berupa prosedur domestikasi dengan teknik deskriptif, replacement dan changing the symbol to sense dan foreignisasi dengan teknik terjemahan
harfiah, catatan kaki dan penghilangan omission. Di sisi lain, penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan
hasil yang lebih akurat dan spesifik karena menerapkan studi perbandingan dua versi produk terjemahan, yaitu yang harfiah dan yang bebas. Dalam hal ini, tim
penerjemah dari masing-masing produk sudah menentukan metode penerjemahan yang mereka pakai dari sejak awal apakah harfiah atau bebas sehingga di samping
dapat mengetengahkan hasil akhir berupa tingkat kesepadanan produk terjemahan kedua versi untuk dapat diperbandingkan, juga dapat diketahui ketepatan
penggunaan prosedur dalam proses penerjemahan. Di samping itu, dalam penelitian ini melibatkan responden dari kalangan pembaca Alkitab, dan selain
payung teori terjemahan, juga dimanfaatkan teori semiotik untuk membedah makna di balik simbol-simbol verbal religi yang diteliti.
Dastjerdi dan Shoorche 2011 melakukan penelitian pada pilihan kata dan bahasa simbolis dari dua karya terjemahan Persia, novel The Scarlet Letter.
17
Tujuan penelitian mereka adalah untuk meninjau bagaimana simbol-sombol dibahas dalam dua bahasa yang berbeda, yaitu Inggris dan Persia, atau untuk
meneliti penerjemahan elemen-elemen stilistika dalam karya sastra. Oleh karena itu, mereka memilih objek kajian sebuah karya sastra The Scarlet Letter dan dua
terjemahan bahasa Persia yang berbeda yang berfokus pada simbol dan pilihan kata. Penelitian tersebut juga melibatkan 24 orang mahasiswa program master
studi terjemahan untuk menjawab pertanyaan yang disuguhkan oleh peneliti melalui kuesioner. Latar belakang di balik pemilihan responden ialah karena
responden dianggap memiliki pengetahuan tentang teori-teori terjemahan serta kemampuan untuk mengevaluasi terjemahan berdasarkan kriteria yang disajikan
kepada mereka sehingga bisa memberikan tinjauan kritis terhadap karya terjemahan.
Temuan dari studi tersebut menunjukkan bahwa tidak hanya simbol- simbol universal yang dapat diterjemahkan, tetapi juga simbol yang sarat dengan
muatan budaya dapat diterjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain dengan pergeseran makna yang tidak berarti. Hasil penelitian mereka juga menyarankan
bahwa guna memberikan pemahaman yang lebih baik bagi pembaca bahasa BSa diharapkan penerjemah mencantumkan catatan kaki khususnya bagi simbol-
simbol yang sarat dengan muatan budaya. Menyimak gambaran penelitian yang dilakukan oleh Dastjerdi dan
Shoorche 2011, studi yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih akurat dan spesifik karena di samping menerapkan studi perbandingan
dan melibatkan responden, juga mengetengahkan teori semiotik untuk melihat secara mendalam makna yang ada di balik simbol-simbol verbal religi yang
18
diteliti. Di samping itu, penelitian ini tidak hanya sebatas menyelidiki strategi yang dipakai oleh penerjemah dalam menerjemahkan bahasa simbolis, tetapi jauh
lebih mendalam, yaitu mengamati ketepatan penerapan strategi penerjemahan yang dipakai atau bahkan ditentukan sejak awal oleh penerjemah atau tim
penerjemah. Bahkan, lebih luas lagi, hasil penelitian ini dapat dipakai untuk memberikan sumbangan pemikiran terhadap fenomena global terjemahan Alkitab
yang berada pada dua kubu ekstrem, yaitu terjemahan harfiah dan terjemahan bebas dengan meneliti produk terjemahan yang diterjemahkan dengan
menggunakan metode yang berbeda serta dihasilkan tidak hanya oleh satu orang penerjemah, tetapi oleh sebuah tim dari Lembaga Biblika yang dipercaya, yaitu
Lembaga Alkitab Indonesia. Di lain sisi, penelitian yang dilakukan oleh Zare-Behtash dan Firoozkoohi
2009, yang secara diakronis menyoroti dikotomi strategi penerjemahan dalam hal ini domestikasi dan forenisasi, menguraikan hasil temuannya yang
menyatakan bahwa meskipun kedua strategi sudah dipergunakan selama enam dasawarsa terakhir, domestikasi telah menjadi strategi penerjemahan budaya yang
dipergunakan paling luas dari tahun 1950-an sampai dengan tahun 2000-an. Penelitian mereka, yang berjudul A Diachronic Study of Domestication and
Foreignization Strategies of Culture-Specific Items: in English-Persian Translations of Six of Hemingway‟s Works bertujuan untuk mengeksplorasi
strategi penerjemahan budaya yang dominan dipakai untuk menerjemahkan kata bermakna budaya pada enam buah novel karya Ernest Hemingway dari bahasa
sumbernya yaitu bahasa Inggris ke dalam bahasa Persia selama enam dasawarsa terakhir. Data dikumpulkan dengan memilih secara acak 10 halaman dari enam
19
karya Hemingway dari tahun 1950 sampai dengan tahun 1978 untuk dibandingkan dengan terjemahannya yang ditulis dari tahun 1952 sampai dengan tahun 2004.
Selanjutnya, korpus data disusun dengan menemukan istilah-istilah yang memiliki makna budaya dan disusun berdasarkan taksonomi yang sudah dipersiapkan untuk
kemudian dikontraskan antara BSu dan BSa dalam hal prosedur penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah untuk mengetahui strategi yang lebih dominan
dipakai dalam kurun waktu tersebut. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zare-Behtash dan
Firoozkoohi pada tahun 2009, Schmidt 2013 juga melakukan studi diakronik terhadap penerapan dua kubu strategi penerjemahan, yaitu domestikasi dan
forenisasi, dari bahasa Inggris ke bahasa Kroasia terhadap tiga karya terjemahan dari novel Oscar Wilde, yaitu The Picture of Dorian Gray yang diterjemahkan
pada tahun 1920, 1953, dan 1987. Berbeda dengan hasil yang diperoleh Zare- Behtash dan Firoozkoohi, studi diakronik yang dilakukan oleh Schmidt justru
menemukan fakta yang berlawanan, yaitu strategi penerjemahan yang diterapkan dalam kurun waktu termaksud justru didominasi oleh forenisasi dengan rasio
perbandingan 1:4 pada tahun 1920, 1:2 pada tahun 1953, dan 1:3,5 pada tahun 1987.
Meskipun rasio perbandingan menunjukkan kecenderungan peralihan dari strategi forenisasi ke arah domestikasi, penerjemah masih secara dominan
memilih strategi forenisasi dibandingkan dengan domestikasi. Terkait dengan fakta ini, Schmidt 2013 menyatakan bahwa strategi penerjemahan secara umum
mewakili kecenderungn sosial dan budaya dalam masyarakat kontemporer. Lebih jauh dikatakan pula bahwa premis umum tersebut mengarah pada simpulan bahwa
20
masyarakat Kroasia cukup terbuka atau setidaknya toleran terhadap unsur-unsur kebudayaan asing, dalam hal ini, Inggris. Jika hal ini dikaitkan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Zare-Behtash dan Firoozkoohi 2009 dapat disimpulkan pula bahwa masyarakat Persia bahkan lebih terbuka terhadap penerimaan unsur-
unsur budaya asing merujuk pada fakta penelitian yang menunjukkan sejak awal kecenderungan strategi penerjemahan yang dipakai sudah mengarah pada
domestikasi. Kedua penelitian yang didasarkan pada studi diakronik di atas dapat
memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap penelitian ini terutama dalam hal menyusun taksonomi data ataupun taksonomi untuk alat menganalisis
prosedur ataupun strategi yang dipergunakan oleh penerjemah, hanya saja memiliki perbedaan yang cukup signifikan dalam hal tujuan yang ingin dicapai.
Penelitian yang dilakukan, baik oleh Zare-Behtash dan Firoozkoohi maupun Schmidt, bertujuan untuk mengetahui strategi yang dominan dipakai oleh
penerjemah dalam kurun waktu tertentu yang nantinya bermuara pada kecenderungan tren sosial dan budaya masyarakat dari bahasa target dalam hal ini
Persia dan Kroasia. Di lain sisi, penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan strategi penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah
mengingat dalam penerjemahan teks Alkitab ideologi penerjemahan sudah ditetapkan dari sejak awal, apakah menerapkan ideologi domestikasi, ataukah
sebaliknya, secara utuh menerapkan ideologi forenisasi. Hal ini diharapkan akan bermuara pada satu temuan untuk menjawab fenomena global penerjemahan
Alkitab yang mempertentangkan kubu terjemahan harfiah dan terjemaham bebas.
21
Brata 2010, dalam disertasinya tentang terjemahan sistem sapaan budaya religi dalam Injil Lukas, menyelidiki bagaimana sistem sapaan budaya religi
dalam bahasa Inggris diterjemahkan ke dalam dua versi terjemahan bahasa Bali. Dalam hal ini, kedua versi terjemahan diparalelkan untuk dapat melengkapi satu
sama lain dan tidak dipertentangkan. Teori yang dipergunakannya adalah teori appraisal untuk menentukan distribusi golongan dan stratifikasi status sosial
pelibat untuk menentukan teknik penerjemahan. Selain itu, diterapkan pula teori padanan formal dan dinamis yang dicetuskan oleh de Ward dan Nida 1986 serta
diagram V metode penerjemahan dari Newmark 1988 untuk menunjukkan orientasi penerjemahan yang berkaitan erat dengan ideologi penerjemahan itu
sendiri. Penelitian seperti tersebut di atas mengungkapkan bahwa terdapat 12
teknik penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan sistem sapaan bahasa Inggris ke dalam bahasa Bali dan 99,02 berorientasi pada bahasa target.
Hal ini berarti bahwa ideologi domestikasi yang dominan diterapkan oleh penerjemah untuk menjadi lebih dekat pada pembaca bahasa target sehingga nilai
budaya bahasa target tercermin dalam terjemahan. Dominasi teknik penerjemahan yang berorientasi pada bahasa target juga menunjukkan bahwa ada perbedaan
budaya yang besar antara teks bahasa sumber dan teks bahasa sasaran khususnya dalam hal sistem sapaan.
Temuan lain yang erat kaitannya dengan studi ini menunjukkan bahwa dampak dari pemanfaatan prosedur yang dipilih di antara 12 prosedur
penerjemahan dalam penerjemahan sistem sapaan budaya religi yang terdapat pada Injil Lukas dapat dikatakan memberikan kontribusi yang sangat positif pada
22
kualitas terjemahan, sehingga produk terjemahan menjadi sangat akurat, budaya dapat diterima, dan dimengerti oleh pembaca sasaran. Menurut Brata 2010, hal
ini terjadi karena teknikprosedur terjemahan yang dipakai selalu sebanding dengan metode yang diterapkan yang komunikatif dan ideologi penerjemahan
yang cenderung didomestikasi. Berbeda dengan penelitian Brata 2010 yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan strategi penerjemahan yang
digunakan untuk menerjemahkan sistem sapaan dalam Injil Lukas, penelitian yang dilakukan ini memiliki tujuan yang lebih spesifik karena tidak sekedar untuk
mendeskripsikan jenis strategi yang dimanfaatkan oleh penerjemah tetapi lebih dalam lagi, yaitu untuk meneliti ketepatan pemanfaatan strategi penerjemahan
yang secara umum telah ditentukan jenis strategi yang dipakai sebelum proses penerjemahan dilakukan.
Berikut adalah pustaka hasil penelitian dan kajian kritis artikel yang memberi sumbangan pemikiran berharga terkait dengan fenomena terjemahan
Alkitab yang berada pada dua kubu yang bertentangan yaitu terjemahan harfiah dan terjemahan bebas. Currie 2008 dalam artikelnya, Membandingkan Versi
Terjemahan Alkitab, membandingkan beberapa versi terjemahan Alkitab yang mencakup sebagian besar versi Alkitab utama yang digunakan saat ini dengan
menggunakan kriteria bahwa tidak ada perubahan telah dibuat, dalam arti bahwa tidak ada yang ditambahkan, dan bahwa tidak ada doktrin disisipkan ke dalamnya.
Currie 2008 kemudian memberikan skor untuk masing-masing versi dan analisis membawanya pada suatu simpulan bahwa versi terbaik yang menggunakan
prinsip kesetaraan dinamis minimal telah kehilangan 10 tingkat akurasi,
23
sedangkan versi rata-rata kesetaraan dinamis tampaknya kehilangan sekitar 70 - 80 tingkat akurasi.
Berdasarkan penelitian itu, Currie 2008 menyarankan para pembaca Alkitab, jika mengalami kesulitan dalam memahami versi terjemahan Alkitab
yang menggunakan prinsip kesetaraan formal, supaya mencoba versi kesetaraan formal yang lain sebelum beralih ke versi kesepadanan dinamis. Jika tidak dapat
menemukan terjemahan kesetaraan formal yang dimengerti, ia menyarankan untuk membeli satu versi kesetaraan dinamis namun hanya sebagai bahan
perbandingan. Riset yang dilakukan oleh Currie 2008 relevan dengan penelitian ini karena mengetengahkan fakta tentang ekstremitas dua kubu terjemahan dalam
dunia penerjemahan Injil sebagai akibat dari penerapan dua metode penerjemahan yang bertentangan satu sama lain, yaitu kesepadanan formal dan kesepadanan
dinamis. Hasil kajian yang dikemukakan oleh Currie 2008 memberikan kontribusi
yang cukup signifikan terhadap penelitian ini karena mengetengahkan fenomena global terjemahan Injil yang berada pada dua kubu yang sering kali
dipertentangkan, yaitu antara terjemahan harfiah dan terjemahan bebas. Di samping itu, hasil studi yang diungkap oleh Currie 2008 juga mewakili pendapat
sebagian besar kalangan bahwa terjemahan harfiah memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan terjemahan bebas. Hal ini dapat dijadikan
sebagai salah satu bahan pertimbangan ataupun masukan dalam studi yang dilakukan ini.
Roach 2011, dalam sebuah artikel tentang versi terjemahan Alkitab, memaparkan hasil penelitian yang dilakukan oleh LifeWay Research terhadap
24
sebanyak 2.000 orang pembaca Alkitab di Amerika yang berpartisipasi dalam studi melalui panel secara online. Riset dilakukan pada bulan Agustus tahun 2011
sehingga data dipandang masih relevan. Untuk memenuhi syarat sebagai informan, peserta harus membaca Alkitab dalam bulan tertentu, baik secara
pribadi maupun sebagai bagian dari kegiatan keluarga. Hasil risetnya menunjukkan sebanyak 61 peserta survei menyatakan
bahwa mereka memilih terjemahan harfiah dibandingkan dengan terjemahan bebas. Sebaliknya, hanya 20 dari total peserta memilih terjemahan bebas dan
sisanya sebanyak 14 menyatakan keduanya baik, dan 5 tidak yakin terhadap pilihan mereka. Lebih jauh mengenai hasil riset tersebut, Roach 2011
memaparkan bahwa dari keseluruhan peserta sebanyak 75 memilih versi terjemahan yang mengedepankan totalitas dalam hal akurasi, dan sebaliknya,
hanya 35 yang memilih produk terjemahan yang menempatkan keterbacaan sebagai prioritas utama. Hasil penelitian yang dilakukan oleh LifeWay Research
cukup relevan dengan studi yang dilakukan ini mengenai dikotomi antara dua kubu ekstrem terjemahan Alkitab, yaitu yang harfiah dan yang bebas. Data dari
LifeWay Research menyatakan bahwa secara lugas fenomena global penerjemahan Alkitab khususnya di Amerika dapat dijadikan acuan untuk
penelitian lebih lanjut.
2.2 Konsep