Penerjemahan Simbol-Simbol Verbal Religi pada Kitab Wahyu.

(1)

DISERTASI

PENERJEMAHAN SIMBOL-SIMBOL VERBAL RELIGI

PADA KITAB WAHYU

NI MADE DIANA ERFIANI NIM 1290171009

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI LINGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

ii

PENERJEMAHAN SIMBOL-SIMBOL

VERBAL RELIGI PADA KITAB WAHYU

Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor Pada Program Doktor, Program Studi Linguistik,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

NI MADE DIANA ERFIANI NIM 1290171009

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI LINGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

(4)

iv

Disertasi ini telah dinilai pada Ujian Tertutup Tanggal 8 April 2016

Panitia Penguji Disertasi

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No: 1401/UN.14.4/HK/2016

Ketua : Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum.

Anggota :

1. Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A. (Promotor) 2. Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A. (Kopromotor I)

3. Dr. Ida Ayu Made Puspani, M.Hum. (Kopromotor II) 4. Prof. Drs. I Made Suastra, Ph.D.

5. Prof. Dr. N.L. Sutjiati Beratha, M.A. 6. Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A.,Ph.D. 7. Prof. Dr. Ni Nyoman Padma Dewi, M.A.


(5)

v

Pernyataan Bebas Plagiat

Nama : Ni Made Diana Erfiani

NIM : 1290171009

Program Studi : Program Doktor, Program Studi Linguistik

Judul Disertasi : Penerjemahan Simbol-Simbol Verbal Religi pada Kitab Wahyu

dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah/disertasi ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, Maret 2016 Yang Membuat Pernyataan,


(6)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur ke hadapan Allah Tri Tunggal – Bapa, Putra, dan Roh Kudus karena atas berkat dan anugerah-Nya saja

disertasi ini yang berjudul “Penerjemahan Simbol-Simbol Verbal Religi pada Kitab Wahyu” dapat terselesaikan dengan baik. Atas kasih dan rahmat-Nya pula penulis telah memperoleh dukungan dari berbagai pihak yang membimbing penulis selama proses perkuliahan sampai perancangan dan penulisan disertasi ini. Untuk itu perkenankan penulis pada kesempatan yang baik ini menyampaikan penghargaan, dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat:

Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, MA., selaku promotor yang dengan terus-menerus meyakinkan penulis bahwa kesulitan akan terlewati melalui kerja keras. Beliau juga telah membimbing dan mengarahkan penulis unuk memahami teks dengan teori yang relevan bagi penulis yang berkutat pada tataran linguistik terjemahan. Berbagai ide cemerlang yang beliau paparkan memperkaya pengetahuan dan menguatkan konsep belajar sepanjang hayat. Ungkapan terima kasih yang sama penulis juga haturkan kepada Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A. dan Dr. Ida Ayu Made Puspani, M.Hum. selaku Kopromotor, yang selalu penulis sibukkan dengan kegundahan, perubahan persepsi, penataan gagasan, masalah penulisan dan hal-hal lainnya. Banyak masukan dan ide cemerlang yang penulis terima dalam proses bimbingan, sekaligus menyadarkan kekeliruah persepsi penulis selama ini. Penulis mengakui bahwa kesabaran dan ketutusan beliau membimbing patut dijadikan teladan.

Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD., selaku Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K)., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Asisten Direktur 1 Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A dan Asisten Direktur 2 Prof. Made Sudiana Mahendra, Ph.D., Program Pascasarjana Universitas udayana, atas bantuan dan informasi yang diberikan, dan kepada seluruh staf Program Pascasarjana Universitas Udayana. Penulis juga menghaturkan terima kasih kepada Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A., beserta Ibu Dr. Made Sri Satyawati, M.Hum., selaku Ketua dan Sekretaris Program Doktor Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana, dan Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A. selaku Pembimbing Akademik penulis, yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan, baik secara formal maupun informal.

Rasa terima kasih yang tulus patut juga penulis ungkapkan untuk Prof. Drs. I Made Suastra, Ph.D., Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, MA., Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum., Prof. Drs. Ketut Artawa, MA.,Ph.D., dan Prof. Dr. Ni Nyoman Padma Dewi, M.A. sebagai penguji, yang dengan setia membaca dan mengkritisi penelitian ini sejak tahap proposal. Penulis menyadari masukan dan saran yang diberikan memberi kontribusi positif bagi kesempurnaan disertasi ini.

Penulis juga tidak patut melupakan jasa seluruh staf pengajar pada Program Doktor Linguistik Universitas Udayana: Prof. Dr. Aron Meko Mbete., Prof. Dr. I Gusti Made Sutjaya, M.A., Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A., Prof. Drs. Ketut Artawa, Ph.D., Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, MA., Prof. Drs. I Made Suastra, Ph.D., Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A., Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum., Prof Dr. I Ketut Riana, S.U., Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S., Prof. Dr. Nyoman Suparwa, M.Hum., Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S., Dr.


(7)

vii

A.A. Putu Putra, M.Hum., Prof. Dewa Komang Tantra, M.Sc.,Ph.D., Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum., dan Dr. I Nyoman Sedeng, M.Hum., yang telah banyak memberikan pembelajaran berharga baik secara formal maupun secara informal. Tuntunan yang tulus bahkan sudah mereka berikan sejak penulis memulai studi pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Demikian pula ungkapan terima kasih yang tulus penulis haturkan bagi seluruh staf administrasi, I Nyoman Sadra, S.S., Ida Bagus Suanda, I.G.A Putu Supadmini., Komang Tiani, SE., I Ketut Ebuh, S.Sos dan para pustakawan di Perpustakaan Linguistik atas bantuan mereka yang tulus untuk memudahkan penyelesaian studi penulis.

Dr.dr. Made Nyandra, Sp.KJ.,M.Repro.,FIAS., selaku Rektor Universitas Dhyana Pura, Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE.,MMA.,MA., Dr. I Wayan Ruspendi Junaedi, SE.,MA., selaku Wakil Rektor Universitas Dhyana Pura, Dr. Jaya Pramono, SE.,M.Par. selaku Dekan Fakultas Eknomia dan Humaniora, Dra. Adri Supriyati, selaku Ketua LPPM Universitas Dhyana Pura, serta rekan-rekan sekerja, Ni Nyoman Sri Surya Maenawati, Putu Chris Susanto, BA.,MBA.,M.Ed., Dr. Ni Nyoman Tri Sukarsih, M.Hum., Putu Chrisma Dewi, SS.,M.Hum., serta yang lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih yang tulus untuk kalian semua atas perhatian dan bantuan yang telah diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian baik studi maupun tugas akhir. Secara khusus, penulis juga menghaturkan terima kasih yang tulus kepada Pengurus Yayasan Dhyana Pura atas dukungan yang diberikan sehingga studi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Ucapan terima kasih yang tulus juga penulis haturkan untuk rekan-rekan dari Bread for the World – Protestant Development Service khususnya dari divisi beasiswa, Dr. Claudia Warning, Ms. Susanne Werner, Mr. Oliver Märtin, Ms. Nadine Ebinghaus, Ms. Ulrike Küstner, Ms. Fanny Kamptz, serta Ms. Carolin Rölle. Dukungan yang telah diberikan selama ini khususnya berupa bantuan beasiswa yang diberikan sejak tahun 2013 sampai dengan saat ini sangat membantu kelancaran studi penulis. Secara khusus, ucapan terima kasih yang tulus juga penulis haturkan untuk Pdt. Anwar Tjen, Ph.D, Rev. Lyle Predmore dan Professor Robert Cummings Neville atas bantuan yang diberikan berupa buku-buku yang berharga untuk membantu penulis dalam penyelesaikan tugas akhir.

Teman-teman seperjuangan karyasiswa program Doktor Linguistik khususnya angkatan tahun 2012 yang saat ini masih menyelesaikan studi, Ni Ketut Dewi Yulianti, S.S.,M.Hum., Dra. Ni Made Suwari Antari., M.Hum., Kadek Eva Krishna Adnyani, S.S.,M.Si., Iswanto, S.Th.,M.Hum., Drs. Gregorius Sudaryono, M.Hum., Robert Masreng, M.Hum., Dra. Yemi Septiyarti, M.Hum., dan Barth B Kainakaimu. Demikian pula untuk teman-teman yang sudah menamatkan studi, Dr. Ida Ayu Iran Adhiti, M.Si., Dr. A.A. Kade Sri Yudari, M.Si., Dr. Ni Nyoman Tri Sukarsih, M.Hum., dan Dr. Agus Darma Yoga Pratama, SS.,M.Hum.

Suami tercinta, R. Kandi Lucky dan kedua buah hati terkasih, Hanastasya Stephanie Lucky dan Queentine Gracia Lucky. Terima kasih yang tulus untuk kalian bertiga atas kesabaran, dukungan, bahkan pengorbanan yang tiada henti yang telah diberikan untuk mama selama mengikuti Program Doktor di Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ayahanda dan Ibunda terkasih, Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratha Ratna, SU dan Ni Luh Triminah yang tidak hanya menghadirkan tetapi juga telah membekali penulis dengan segala yang baik


(8)

viii

khususnya dalam memberi dukungan untuk dapat mengenyam pendidikan dari tingkat TK sampai dengan strata pendidikan tertinggi di tingkat universitas. Saudariku sekandung, Ni Luh Putu Swastyana Vidari, S.E dan Ni Nyoman Herlina Maha Pawitri, S.E atas dukungan dan semangat yang telah diberikan selama masa studi.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa disertasi ini merupakan karya maksimal yang sudah dilakukan yang tentu saja memerlukan pendalaman dan penyempurnaan lebih lanjut. Oleh karena itu, segala kekurangan dalam penelitian ini merupakan keterbatasan penulis semata. Kiranya disertasi ini bermanfaat bagi pembaca atau peneliti berikutnya. Semoga Tuhan Yang Mahakasih senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian disertasi ini.

Denpasar, Maret 2016


(9)

ix ABSTRAK

PENERJEMAHAN SIMBOL-SIMBOL VERBAL RELIGI PADA KITAB WAHYU: PERSPEKTIF HARFIAH DAN BEBAS

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerjemahan simbol-simbol verbal religi yang terdapat pada kitab Wahyu dari bahasa Inggris (dan Yunani) sebagai BSu ke dalam bahasa Indonesia sebagai BSa. Kajian tersebut dilakukan dengan mengacu pada fakta mengenai dikotomi penerjemahan Alkitab yang berada pada dua kubu yaitu harfiah dan bebas. Beberapa permasalahan yang dicarikan pemecahannya melalui analisis data adalah terkait dengan tipe dan makna simbol, serta proses transfer termasuk di dalamnya ideologi dan strategi, baik global berupa metode dan lokal berupa prosedur/strategi serta pengaruhnya pada tingkat kesepadanan TSu dan TSa.

Kajian dilakukan dengan memanfaatkan pendekatan kualitatif melalui studi fenomenologi. Pendekatan tersebut diaplikasikan melalui penerapan beberapa teori yaitu (1) teori yang dikemukakan oleh Peirce mengenai relasi tiga elemen tanda, (2) teori mengenai kategorisasi simbol, (3) teori mengenai tiga dimensi makna yang terdiri dari gramatikal, referensial, dan emotif, (4) teori penyederhanaan struktur melalui ilustrasi kernel, (5) teori pola relasi antar tanda baik secara sintagmatik maupun paradigmatik, dan (6) teori penerjemahan dalam hal ideologi, strategi, serta kesepadanan. Sumber data terdiri atas data primer berupa korpus pararel berbentuk teks asli simbol berbahasa Inggris (dan Yunani) sebagai bahasa sumber dan versi terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran. Korpus data diambil dari enam buah versi terjemahan Alkitab yaitu PBIK, JGLT, ILT, GNB-BIMK,TSI dan BISD. Sumber data sekunder berupa hasil kuesioner terhadap 10 responden mengenai aspek keterbacaan masing-masing versi terjemahan simbol.

Sesuai dengan jenis dan sumber data, metode yang diterapkan dalam hal pengumpulan data adalah metode pustaka dan lapangan dengan prioritas pada metode pustaka. Data yang terkumpul dianalisis menurut tiga alur kegiatan yang terjadi bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Proses analisis dimulai dengan melakukan reduksi data berupa enam versi terjemahan teks kitab Wahyu serta hasil kuesioner dengan menyeleksi, menyederhanakan, mengabstraksikan, serta menyajikan korpus data untuk selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teori semantik, semiotik, serta teori penerjemahan. Langkah selanjutnya adalah memformulasikan temuan-temuan sebagai hasil analisis data dan juga penarikan simpulan dan saran baik secara akademis maupun praktis.

Hasil analisis mengungkapkan bahwa simbol-simbol verbal religi yang terdapat pada Kitab Wahyu secara keseluruhan berjumlah 172 buah simbol, yang mana 39 diantaranya merupakan temuan dalam penelitian ini. Simbol-simbol tersebut dapat digolongkan ke dalam 12 tipe atau kategori yaitu (1) simbol yang berwujud objek, dapat dibedakan menjadi enam jenis berupa objek yang berhubungan dengan manusia, objek buatan manusia, objek berhubungan dengan mineral, objek sebagai benda langit, objek supernatural serta objek berwujud tanaman, (2) simbol dalam wujud makhluk, (3) simbol dalam wujud tindakan, (4) simbol dalam wujud angka, (5) simbol dalam wujud nama, (6) simbol dalam


(10)

x

wujud warna, (7) simbol dalam wujud arah, (8) simbol dalam wujud tempat, (9) simbol mengenai keadaan/kondisi, (10) simbol dalam wujud waktu, (11) simbol yang terkait dengan peristiwa, dan (12) simbol yang terkait dengan huruf. Empat kategori terakhir yaitu keadaan, waktu, peristiwa, dan huruf merupakan temuan dalam penelitian ini. Jika dihubungkan dengan teori semiotik yang dikembangkan Peirce sesuai dengan ilustrasi Eco (1976) mengenai tiga elemen tanda dalam hal ini representamen, objek, dan interpretan, penggolongan tersebut dilakukan menurut elemen tanda yang dikenal dengan representamen atau legisign.

Di satu sisi, analisis terhadap makna simbol khususnya gramatikal dan referensial membuktikan bahwa telah terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam proses penerjemahan simbol verbal religi dari bahasa Inggris (dan Yunani) ke dalam bahasa Indonesia. Fakta ini dapat dibuktikan dan juga direduksi melalui penerapan analisis pada kedua dimensi makna yang sudah diformulasi dalam bentuk model hubungan tiga elemen tanda dalam hal relasi makna gramatikal dan referensial yang saling mengkonfirmasi pada tataran komponen tambahan. Model analisis ini termasuk salah satu temuan teoretis penelitian ini. Analisis makna emotif, di lain sisi membuktikan kecenderungan penilaian positif pembaca terhadap versi terjemahan bebas yang menunjukkan tingginya tingkat keterbacaan versi tersebut khususnya untuk penerjemahan bahasa simbolis.

Hasil pembahasan yang menyangkut proses transfer TSu ke TSa pada tataran ideologi menghasilkan kebaruan metodologis berupa landasan berpikir bahwa keseluruhan proses analisis terhadap produk terjemahan Alkitab sebaiknya selalu mengacu pada ideologi yang telah ditetapkan. Pemikiran ini menghasilkan temuan berupa taksonomi prosedur/teknik penerjemahan yang dikategorisasi berdasarkan pada ideologi. Selanjutnya, pada tataran strategi serta pengaruhnya terhadap kesepadanan mengungkapkan tentang faktor-faktor yang berkontribusi terhadap ketidaksepadanan diantaranya ialah (1) ketidaktaatan penerjemah pada ideologi dalam menerapkan strategi penerjemahan, (2) BSu produk terjemahan Alkitab termasuk di dalamnya Kitab Wahyu yang tidak hanya mengacu pada bahasa Inggris tetapi juga bahasa Yunani sebagai bahasa asli dari kitab-kitab PB, dan (3) rendahnya tingkat pemahaman penerjemah terhadap makna simbol sehingga meskipun menerapkan prosedur/teknik yang sesuai dengan ideologi akan tetap menghasilkan makna yang tidak sepadan dengan BSu. Analisis terhadap strategi penerjemahan juga mengahasilkan temuan tentang pemanfaatan prosedur/teknik penerjemahan baru (di luar taksonomi), yaitu penerjemahan legisign sebagai objek tanda.


(11)

xi ABSTRACT

THE TRANSLATION OF RELIGIOUS VERBAL SYMBOLS IN THE BOOK OF REVELATION

This study aims at analyzing the translation of religious verbal symbols in the book of Revelation, of the English language (and Greek) as source language (SL), into Indonesian as target language (TL). The study is carried out with reference to the fact of the dichotomy of Bible translation, which is on two poles, namely literal and free. Two problems to be resolved through data analysis relating to the type and the meaning of symbols, and the transfer process, including ideology and strategy, both global in the form of method and locally in the form of procedures/strategies, as well as its influence on the level of equivalence between the source text (ST) and the target text (TT).

The study was conducted by utilizing qualitatif approach through phenomenological study. The approach was applied through the adoption of several theories, namely (1) the theory which is proposed by Peirce regarding the relation of three sign elements, (2) the theory about the categorization of symbols, (3) the theory of three-dimensional meanings that consists of grammatical, referential and emotive, (4) the theory of simplification structure by way of kernel illustration, (5) the theory of the relation between the pattern of the sign both syntagmatic and paradigmatic, and (6) the theory of translation in terms of ideology, strategy, as well as equivalency. The data sources consist of primary data in the form of parallel corpus which source text is symbol texts in English (and Greek) and the translated version in Indonesian. The corpus data was taken from six Bible translation versions consist of PBIK, JGLT, ILT, GNB-BIMK, TSI and BISD. Secondary data source, on the other hand is in the form of questionnaire to 10 respondents regarding aspect of readability of each translation version.

In accordance with the types and data sources, methods applied in terms of data collection were method of literature and field research with priority to literature method. Data were analyzed according to three concomitant flows of activity: data reduction, data presentation, and conclusion/verification. The analysis process began with data reduction taken from six versions of Revelation book as well as the result of the questionnaires. It was conducted by selecting, simplifying, abstracting, and finally presenting corpus of data for further analysis using semantic theory, semiotics theory, and the theory of translation. The next step was to formulate the findings as a result of data analysis and drew conclusions and suggestions both academically and practically.

Analysis reveals that the total number of religious verbal symbol contained in the book of Revelation as a whole amounted to 172 symbols. Of the total numbers, 39 symbols are claimed as findings in this study. Those symbols can be classified into 12 types or categories: (1) symbolic objects, can be divided into six types namely object associated with human, man-made object, mineral object, objects in the sky, supernatural object, and object associated with plants, (2) symbolic creatures, (3) symbolic action, (4) symbolic numbers, (5) symbolic names, (6) symbolic colours, (7) symbolic directions, (8) symbolic places, (9) symbolic state/condition, (10) symbolic time, (11) symbolic events, and (12)


(12)

xii

symbolic letter. The last four categories are the findings in this study. If connected with semiotic theory of Peirce about the three sign elements, which are representament, objects, and interpretant, the classification was done according to the sign element known as representament or legisign.

On the one hand, the analysis of the meaning of symbols, especially grammatical and referential proves that there have been deviations in the process of translating verbal religious symbols of English (and Greek) into Indonesian. This fact can be proved and also minimized through the analysis on the two-dimensional meanings namely grammatical and referential, which has been formulated in the form of relationship model of the three sign elements that mutually confirm at the level of additional components. This analysis model includes one theoretical findings of this study. Analysis of emotive meaning, on the other hand, proves the tendency of a positive assessment by the readers to the free translation versions, indicating a high level of readability of that version, especially in terms symbolic language translation.

The result of analysis regarding transfer of ST to TT at the level of ideology produces methodological novelty in the form of basic thinking that the whole process of Bible translation analysis should always refer to ideology. This thinking has also resulted in theoretical novelty in the form of taxonomic translation procedures which are categorized based on the two ideologies namely foreignization and domestication. Furthermore, analysis at the level of strategy and its influence on equivalence revealed some factors that contribute to unequivalences in translation of symbolic language namely (1) the disobedience of translators on ideology in implementing the strategy of translation, (2) the source language of the Bible transtional products, specifically the book of Revelation, which is not only refers to the English language but also the Greek as the native language of New Testament‟s books, and (3) low level of understanding of translators of the meaning of symbols that although implement procedures in accordance with the ideology will still produce meanings that are not equivalent with the ST. Analysis of translation strategies also result in finding on the use of new procedure (outside taxonomy) namely the translation of legisign as sign object.


(13)

xiii RINGKASAN

PENERJEMAHAN SIMBOL-SIMBOL VERBAL RELIGI PADA KITAB WAHYU

Simbol sebagai salah satu dari tiga jenis bahasa kiasan yang populer pada hampir semua jenis bahasa memiliki peran yang signifikan dalam kehidupan manusia. Salah satu alasan untuk hal itu ialah simbol merupakan alat yang kuat untuk memperluas pengetahuan, merangsang daya imajinasi dan memperdalam pengetahuan. Ricouer (1974) mencetuskan definisi yang cukup mendasar tentang simbol sebagai struktur makna, yang arti langsung, primer atau harfiahnya menunjukkan arti lain yang tidak langsung, sekunder, dan figuratif yang hanya dapat dipahami melalui makna harfiahnya. Secara khusus, Dillistone (2002) juga mengungkapkan fungsi khusus simbol dalam kehidupan kerohanian yaitu sebagai alat untuk menyatakan realitas kesucian atau kosmologis yang tidak dapat dinyatakan oleh manifestasi lain guna menciptakan solidaritas yang tetap antara manusia dengan Yang Kudus.

Pentingnya makna simbol menyebabkan jenis bahasa kiasan ini mendapat tempat khusus pada hampir seluruh bagian Kitab Suci umat Kristiani utamanya Kitab Wahyu yang dijuluki sebagai kitab simbol karena mengandung tidak kurang dari 130 buah simbol di keseluruhan bagiannya. Sehubungan dengan makna dan fungsi simbol, serta mengingat Alkitab merupakan salah satu produk terjemahan yang berakar dari bahasa Ibrani atau Yunani dan kemudian diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa termasuk Inggris dan Indonesia, menjadikan simbol sebagai objek kajian yang menarik untuk dibahas. Terlebih lagi jika menyimak fenomena penerjemahan Alkitab yang berada pada dua kubu yang sering disebut bertentangan yaitu harfiah dan bebas, menjadikan proses penerjemahan simbol menjadi objek kajian yang penting untuk diteliti.

Dua buah permasalahan yang diangkat sehubungan dengan penerjemahan simbol-simbol verbal religi pada Kitab Wahyu adalah terkait tipe, makna, serta proses penerjemahannya yang terdiri atas ideologi serta strategi penerjemahan dan juga pengaruhnya pada tingkat kesepadanan antara TSu dan TSa. Simbol darah yang berasal dari bahasa Yunani haima dan bahasa Inggris blood, misalnya, pada tataran ideologi domestikasi diterjemahkan sebagai kematian yang bertentangan dengan makna harfiahnya sebagai cairan penopang kehidupan. Demikian pula simbol the key of David yang secara domestikasi diterjemahkan menjadi kunci yang dimiliki Daud juga menimbulkan makna yang tidak sepadan dengan BSu yang pada dasarnya tidak memposisikan Daud sebagai pemilik tetapi orang yang kepadanya dipercayakan objek yang dimaksudkan. Fakta ini semakin menegaskan pentingnya pembahasan penerjemahan simbol menurut perspektif dua jenis kubu terjemahan yaitu harfiah dan bebas.

Mengacu pada latar belakang serta permasalahan di atas, penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengidentifikasi tipe, makna, serta proses penerjemahan simbol dan juga pengaruhnya terhadap kesepadanan TSu dan Tsa dalam perspektif dikotomi penerjemahan harfiah dan bebas. Secara umum penelitian ini dimaksudkan untuk „mendekatkan‟ kitab Wahyu pada pembaca sasaran mengingat kitab ini termasuk jenis teks apokaliptik yang sulit untuk


(14)

xiv

dipahami. Sehubungan dengan tujuan itu, secara teoretis penelitian ini bermanfaat dalam hal pengembangan model kajian terhadap penerjemahan simbol yang sarat dengan muatan religi dengan memanfaatkan kajian semiotik sebagai salah satu pendekatan dalam pemecahan masalah penerjemahan TSu ke TSa. Secara praktis penelitian ini memiliki beberapa manfaat yaitu membuka wawasan pembaca Alkitab tentang tipe serta makna simbol pada Kitab Wahyu yang ada di dalam kitab suci, serta proses penerjemahannya dalam berbagai versi Alkitab bahasa Indonesia.

Dari pengamatan yang sudah dilakukan terhadap pustaka yang ada mengenai penerjemahan simbol, tidak banyak ditemukan penelitian mengenai topik ini. Dua di antaranya yang dianggap sejalan adalah penelitian yang dilakukan oleh Ordudari (2008) yang menyoroti strategi penerjemahan simbol serta Dastjerdi dan Shoorche (2011) yang memfokuskan penelitiannya pada aspek keterjemahan (translatability) penerjemahan simbol khususnya dalam bahasa Inggris dan Persia. Pustaka lainnya terkait erat dengan dua kubu ideologi penerjemahan yaitu harfiah dan bebas dilakukan oleh Zare-Behtash dan Firoozkoohi (2009) dan Schmidt (2013) yang melakukan studi diakronis terkait strategi penerjemahan sehubungan dengan ideologi forenisasi dan domestikasi. Pustaka yang lebih bersifat umum mengenai ideologi penerjemahan Alkitab disarikan dari penelitian yang dilakukan oleh Currie (2008) mengenai perbandingan versi terjemahan Alkitab sehubungan dengan tingkat akurasi, dan penelitian yang dilakukan oleh Roach (2011) sehubungan dengan riset terhadap 2.000 orang pembaca Alkitab di Amerika terkait pilihan mereka terhadap produk terjemahan Alkitab yang beroritentasi pada kubu harfiah dan bebas.

Teori yang dipakai untuk membedah masalah sehubungan dengan tipe simbol adalah teori mengenai relasi tiga elemen tanda, yang dicetuskan oleh Peirce dan kemudian diformulasikan oleh Eco (1976), serta kategorisasi simbol yang dikemukakan oleh Conner (1992). Selain itu, teori mengenai kode yang dikemukakan oleh Chandler (2002) juga dimanfaatkan dalam memperdalam pemahaman mengenai tipe simbol. Makna simbol, ditelaah secara linguistik atau gramatikal dengan memanfaatkan teori yang dikemukakan oleh Nida dan Taber (1974) mengenai ilustrasi kernel, dan secara referensial dibedah dengan memanfaatkan teori semiotik melalui perangkat analisis aksis tanda yaitu sintagmatik dan paradigmatik. Dimensi makna yang ketiga yaitu emotif, dianalisis melalui pemanfaatan matriks berskala satu sampai sepuluh seperti yang dicetuskan oleh Osgood, Suci dan Tannenbaum dalam Nida dan Taber (1974). Masalah mengenai proses transfer TSu dan TSa serta yang menyangkut aspek kesepadanan dalam penerjemahan simbol diteliti dengan mengacu pada pandangan teoretis yang dikemukakan oleh Bassnett dan Lefevere (1992), Nord dalam Yan (2005) serta Venuti (1995) terkait ideologi, sedangkan strategi penerjemahan dianalisis sesuai dengan taksonomi yang diformulasikan dari teori mengenai prosedur penerjemahan yang dikemukakan oleh Newmark (1998) serta Molina dan Albir (2002) dengan memanfaatkan alur pikiran Vinay dan Dalbernet (1958). Selanjutnya, masalah kesepadanan ditinjau berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Nida (1964) mengenai prinsip-prinsip kesepadanan formal dan dinamis.

Secara umum, metode penelitian yang diterapkan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tradisi fenomenologi. Sehubungan dengan itu


(15)

xv

kegiatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah mengumpulkan, mendeskripsikan, dan membandingkan fakta dan sifat objek penelitian berupa enam buah versi terjemahan yang memuat simbol-simbol verbal religi. Jadi, tipe data penelitian ini berupa korpus pararel yang terdiri atas teks asli simbol (berbahasa Inggris dan juga Yunani sebagai bahasa sumber) dan versi terjemahannya (dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran). Jika digolongkan berdasarkan sumber data, yang termasuk dalam golongan primer adalah korpus data pararel yang diambil dari enam versi terjemahan Alkitab yang memuat simbol verbal religi terdiri atas PBIK, JGLT, ILT, GNB-BIMK,TSI dan BISD. Di sisi lain, sumber data sekunder berupa hasil kuesioner terhadap 10 responden mengenai aspek keterbacaan masing-masing versi terjemahan simbol. Metode yang diterapkan dalam pengumpulan data adalah metode pustaka dan lapangan dengan prioritas pada metode pustaka. Metode tersebut terjabar dalam beberapa teknik pengumpulan data yang terdiri atas teknik baca, kuesioner, dan triangulasi baik data maupun teori. Sehubungan dengan teknik, instrumen yang dipakai untuk mengumpulkan data adalah alat bantu tulis, kuesioner, serta peneliti sebagai instumen utama. Data yang terkumpul dianalisis menurut tiga alur kegiatan yang terjadi bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Keseluruhan data yang ada dipresentasikan menurut dua metode yaitu metode formal dan informal.

Gambaran umum objek penelitian berupa paparan sejarah singkat penerjemahan Alkitab di Indonesia dari tahun 1629 sampai tahun 2002, yang bermuara pada penjelasan mengenai fenomena dikotomi penerjemahan Alkitab yang terdiri atas dua kubu yaitu harfiah dan bebas. Fenomena ini juga memuat fakta-fakta mengenai pertentangan dua kubu tersebut baik secara global maupun yang terjadi pada aktivitas penerjemahan Alkitab di Indonesia. Fenomena tersebut kemudian dipersempit pada kasus penerjemahan kitab terakhir dari 66 kitab yang terangkum pada Alkitab yaitu kitab Wahyu yang dikenal dengan kitab simbol. Dalam hal ini, penerjemah menghadapi dilema mengenai cara menerjemahkan simbol-simbol yang terdapat pada kitab Wahyu apakah diterjemahkan secara harfiah atau dinamis. Pertanyaan ini cukup membingungkan mengingat versi terjemahan bebas dengan metode dinamis bertujuan untuk membuat pembaca mengerti mengenai makna simbol seperti halnya pembaca pada masa dan tempat Alkitab ditulis. Uraian gambaran umum ditutup dengan simpulan yang memberikan landasan terhadap proses analisis selanjutnya untuk tidak berfokus pada pencarian ideologi penerjemahan tetapi lebih pada ketaatan penerjemah terhadap ideologi yang telah ditetapkan sejak semula yaitu ideologi forenisasi untuk terjemahan harfiah dan domestikasi untuk terjemahan bebas.

Penelitian ini menghasilkan jawaban atas pertanyaan penelitian berupa tipe dan makna simbol serta proses penerjemahannya yang menyangkut ideologi, strategi serta pengaruhnya terhadap kesepadanan penerjemahan TSu ke TSa. Tidak hanya sebatas itu, tetapi juga menghasilkan temuan-temuan baik yang bersifat empiris, metodologis, maupun teoretis. Sehubungan dengan tipe, hasil analisis mengungkapkan bahwa simbol-simbol verbal religi yang terdapat pada Kitab Wahyu secara keseluruhan berjumlah 172 buah simbol. Dari total tersebut sejumlah 39 simbol merupakan temuan penelitian ini. Simbol-simbol dimaksud dapat digolongkan ke dalam 12 tipe atau kategori yaitu (1) simbol yang berwujud objek, dapat dibedakan menjadi lima jenis berupa objek yang berhubungan


(16)

xvi

dengan manusia, objek buatan manusia, objek sebagai benda langit, objek supernatural serta objek berwujud tanaman, (2) simbol dalam wujud makhluk, (3) simbol dalam wujud tindakan, (4) simbol dalam wujud angka, (5) simbol dalam wujud nama, (6) simbol dalam wujud warna, (7) simbol dalam wujud arah, (8) simbol dalam wujud tempat, (9) simbol mengenai keadaan/kondisi, (10) simbol dalam wujud waktu, (11) simbol yang terkait dengan peristiwa, dan (12) simbol yang berwujud huruf. Empat kategori terakhir yaitu keadaan, waktu, peristiwa, dan huruf merupakan temuan dalam penelitian ini. Jika dihubungkan dengan teori semiotik yang dicetuskan oleh Peirce sesuai dengan ilustrasi Eco (1976) mengenai tiga elemen tanda dalam hal ini representamen, objek, dan interpretan, penggolongan tersebut dilakukan menurut elemen tanda yang dikenal dengan representamen atau legisign.

Sehubungan dengan makna simbol yang ditinjau dari segi tiga dimensi makna yang dikemukakan oleh Nida dan Taber (1974) yaitu linguistik atau gramatikal, referensial, serta emotif, hasil analisis menunjukkan bahwa telah terjadi distorsi makna dalam proses pengalihan pesan bahasa simbolis dari TSu ke TSa yang diakibatkan oleh ketidakpahaman penerjemah terhadap makna simbol terutama pada versi terjemahan bebas. Contohnya adalah penerjemahan simbol blood atau haima menjadi kematian, the key of David menjadi kunci yang dimililiki Daud, purros menjadi merah, demikian pula kokkinos atau scarlet menjadi merah. Fakta ini terungkap melalui hasil analisis dengan menggunakan pisau bedah berupa teori penyederhanaan struktur frasa atau klausa menurut ekspresi kernel untuk mengungkapkan makna gramatikal, dan teori semiotik melalui analisis terhadap aksis tanda yaitu dalam hal pengamatan terhadap pola relasi antar tanda, baik sintagmatik maupun paradigmatik dalam hal mengungkap makna referensial. Hasil analisis makna yang saling mengkonfirmasi antara makna linguistik atau gramatikal dan referensial pada tataran komponen makna tambahan (supplementary component) telah menjadi bukti yang kuat terhadap terjadinya distorsi makna dalam proses penerjemahan simbol verbal religi pada kitab Wahyu.

Konfirmasi makna pada tataran linguistik atau gramatikal dan referensial dalam penelitian ini diformulasikan menjadi sebuah temuan yang bersifat teoretis seperti tampak pada gambar berikut ini:

Representamen Objek

Interpretan

(interpretasi yang dihasilkan melalui pola hubungan antar tanda (sintagmatik dan paradigmatik)

MAKNA GRAMATIKAL

Analisis makna gramatikal melalui „kernel”

MAKNA REFERENSIAL

Pola hubungan antar tanda mengungkapkan objek

tanda

Saling mengkonfirmasi pada KOMPONEN TAMBAHAN Analisis makna referensial melalui pola hubungan antar tanda


(17)

xvii

Hasil penelurusan terhadap makna emotif melalui pemanfaatan matriks berskala 1

– 10 , pada sisi yang berbeda, berkontribusi terhadap proses analisis kesepadanan terjemahan simbol khususnya untuk versi terjemahan bebas. Rekapitulasi hasil kuesioner terhadap 10 orang responden menunjukkan kecenderungan penilaian positif terhadap versi terjemahan bebas yang menunjukkan tingginya tingkat keterbacaan versi tersebut khususnya untuk penerjemahan bahasa simbolis.

Hasil pembahasan selanjutnya adalah menyangkut proses transfer simbol-simbol verbal religi baik pada tataran ideologi, strategi, termasuk metode maupun prosedur, atau teknik penerjemahan serta pengaruh keduanya terhadap kesepadanan TSu dan TSa. Sehubungan dengan ideologi, hasil penelitian ini semakin menguatkan fakta tentang eksistensi dikotomi terjemahan harfiah dan bebas dalam dunia penerjemahan Alkitab. Keenam sumber data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu PBIK, JGLT, ILT, GNB-BIMK, TSI, dan BISD masing-masing secara jelas ditentukan menganut salah satu dari dua ideologi yang ada yaitu forenisasi untuk terjemahan harfiah atau domestikasi untuk terjemahan bebas. Fakta ini berpengaruh terhadap keseluruhan proses analisis pengalihan bahasa simbolis dari TSu ke TSa termasuk di dalamnya penelusuran terhadap pemanfaatan strategi penerjemahan dan juga pengaruhnya terhadap kesepadanan produk terjemahan. Sehubungan dengan fakta tersebut penelitian ini memformulasi taksonomi prosedur/teknik penerjemahan Alkitab dengan mengacu pada ideologi dengan mengadopsi prosedur/teknik penerjemahan yang dipopulerkan oleh Newmark (1988) dan Molina Albir (2002) untuk kemudian direkomposisi menurut alur pikiran Vinay dan Dalbernet (1958/2000). Taksonomi prosedur/teknik penerjemahan ini juga dimasukkan sebagai salah satu kebaruan yang bersifat teoretis dalam penelitian ini.

Metode Penerjemahan Prosedur/Teknik Penerjemahan Langsung /Harfiah Prosedur/Teknik Penerjemahan Bebas/Oblique 1. Peminjaman 2. Kalke 3. Harfiah 1. Transposisi 2. Modulasi

3. Padanan lazim/baku 4. Amplifikasi 5. Reduksi

6. Amplifikasi linguistik 7. Kompresi linguistik 8. Generalisasi 9. Partikularisasi 10. Kompensasi 11. Kreasi diskursif 12. Deskripsi 13. Substitusi 14. Variasi 15. Adaptasi 16. Catatan

Hasil analisis ideologi seperti yang sudah terpapar di atas juga mengahasilkan kebaruan yang bersifat metodologis berupa landasan berpikir dalam analisis penerjemahan Alkitab. Proses kognitif ini tertuang baik pada metode dan teknik pengumpulan data maupun teknik analisis data yang


(18)

xviii

seluruhnya dilakukan dengan mengacu pada ideologi penerjemahan Alkitab yaitu forenisasi untuk versi terjemahan harfiah ataupun domesikasi untuk versi terjemahan bebas. Sehubungan dengan itu, yang menjadi pertanyaan penelitian yang paling mendasar adalah tidak lagi terletak pada „ideologi apa‟ yang diterapkan oleh penerjemah tetapi cenderung pada „taat atau tidaknya‟ penerjemah terhadap ideologi yang sudah ditetapkannya dari sejak semula. Jawaban terhadap pertanyaan ini, berkontribusi terhadap kesepadanan produk terjemahan secara khusus pada versi harfiah yang tidak memperkenankan adanya penyesuaian baik pada tataran struktur maupun leksikon.

Selanjutnya, analisis terhadap strategi penerjemahan serta pengaruhnya atas faktor kesepadanan baik formal maupun dinamis menghasilkan beberapa fakta dan konsep yang juga bermuara pada beberapa temuan baik empiris maupun teoretis. Hasil analisis menunjukkan temuan fakta mengenai ketidaktaatan penerjemah dalam menerapkan prosedur/teknik penerjemahan sesuai dengan ideologi. Tindakan ini berkontribusi terhadap ketidaksepadanan antara TSu dan TSa khususnya pada versi terjemahan harfiah. Namun, tidak demikian halnya dengan versi bebas, sebab pemanfaatan teknik harfiah tidak mempengaruhi faktor kesepadanan sepanjang makna simbol masih dipahami oleh pembaca sasaran melalui adanya pengungkapan objek tanda oleh penulis sendiri, ataupun keberadaan catatan kaki yang memberikan penjelasan terhadap makna simbol.

Selain ketidaktaatan terhdap ideologi, faktor lain yang berkontribusi terhadap ketidaksepadanan TSu dan TSa dalam hal penerapan strategi penerjemahan adalah ketidakjelasan TSu yang diacu oleh penerjemah, apakah dari bahasa Inggris atau langsung diterjemahkan dari bahasa Yunani. Penerjemahan kata root pada simbol the root of David menjadi tunas atau tunas Daud bermuara pada ketidaksepadanan antara TSu dan TSa. Namun, jika langsung mengacu dari bahasa Yunani rhiza yang memiliki makna ganda yaitu tunas dan akar maka akan dapat menghasilkan kesepadanan makna TSu dan TSa. Faktor lainnya yang berkontribusi terhadap ketidaksepadanan dalam penerjemahan simbol adalah rendahnya tingkat pemahaman penerjemah terhadap makna simbol baik pada tataran gramatikal maupun referensial. Akibatnya, meskipun penerjemah menerapkan teknik yang sesuai dengan ideologi yang dianut akan tetap menghasilkan makna yang tidak sepadan dengan BSu. Berikut adalah gambar yang menunjukkan kegagalan penerapan teknik generalisasi pada penerjemahan bebas simbol warna merah dalam hal ini purros menjadi merah atau kokkinos dalam bahasa Inggris scarlet menjadi merah. Dalam hal ini, kata merah pada TSa

tidak mampu merepresentasikan makna simbol yang mengacu pada „kesiapan dalam peperangan‟ untuk purros atau „kehidupan dalam dosa‟ untuk kokkinos.

Representamen/Legisign

purros/merah api

Objek kesiapan dalam peperangan Interpretan TSu Representamen/Legisign merah Objek ? Transfer Teknik generalsisasi TSa Interpretan


(19)

xix

Hasil analisis terhadap strategi penerjemahan simbol juga menghasilkan fakta tentang teknik penerjemahan di luar taksonomi yang disusun, yaitu penerjemahan representamen dalam hal ini legisign tidak sebagai legisign tetapi sebagai objek tanda. Berikut adalah gambaran mengenai fakta tersebut disertai dengan contoh yang juga dimasukkan pada temuan yang bersifat teoretis dalam penelitian ini.

TT

Keseluruhan prosedur/teknik penerjemahan yang terrangkum pada taksonomi berfungsi untuk mengalihbahasakan legisign tetap sebagai legisign hanya saja dengan penambahan atau pengurangan kata atau juga perubahan struktur frase atau klausa. Namun, tidak demikian halnya dengan teknik penerjemahan objek tanda yang mentransfer TSu sesuai dengan makna yang ada di balik simbol seperti halnya simbol the key of David, yang diterjemahkan sebagai „pemegang otoritas.

Beberapa saran yang bisa direkomendasikan melalui penelitian ini adalah penerapan atau penyempurnaan temuan khususnya yang bersifat teoretis dan metodologis yang dihasilkan dalam proses analisis, seperti: (1) analisis produk terjemahan berdasarkan yang mengacu pada ideologi, (2) penerapan taksonomi prosedur/teknik penerjemahan yang mengacu pada ideologi, (3) penerapan model hubungan makna gramatikal dan referensial yang dilandasi teori kernel dan teori semiotik, pengujian ataupun penerapan teknik penerjemahan legisign sebagai objek tanda khususnya pada versi terjemahan bebas. Saran lainnya secara akademis adalah perluasan jangkauan analisis terhadap versi terjemahan Alkitab bahasa daerah, yang untuk PB sudah mencapai 67 versi Alkitab bahasa daerah di seluruh wilayah nusantara. Saran praktis ditujukan kepada para pembaca Alkitab untuk menyadari dan mulai memperhatikan beberapa fakta mengenai penerjemahan Alkitab yaitu bahwa setiap produk terjemahan Alkitab menganut ideologi yang berbeda-beda dan sehubungan dengan itu memiliki fungsi yang berbeda serta tidak dapat dibandingkan tingkat akurasinya antara versi yang satu dengan lainnya.

Teknik penerjemahan sesuai taksonomi (legisign – legisign)

Contoh

the key of David kunci yang dimiliki Daud

the key of David kunci yang dimiliki Raja Daud

Teknik penerjemahan tidak sesuai taksonomi (legisign – objek tanda)

Contoh:

the key of David pemegang otoritas

Transfer melalui prosedur penerjemahan objek tanda

TSu TSa

Transfer melalui prosedur amplifikasi linguistik dan amplifikasi

TSu TSa

Transfer melalui prosedur amplifikasi linguistk


(20)

xx DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM --- i

PRASYARAT GELAR --- ii

LEMBAR PENGESAHAN --- iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI --- iv

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT --- v

UCAPAN TERIMA KASIH --- vi

ABSTRAK --- ix

ABSTRACT --- xi

RINGKASAN --- xiii

DAFTAR ISI --- xx

DAFTAR TABEL --- xxiii

DAFTAR GAMBAR --- xxvi

DAFTAR LAMPIRAN --- xxx

DAFTAR SINGKATAN --- xxxi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang --- 1

1.2 Rumusan Masalah --- 7

1.3 Tujuan Penelitian --- 8

1.3.1 Tujuan Umum --- 8

1.3.2 Tujuan Khusus --- 8

1.4. Manfaat Penelitian --- 9

1.4.1 Manfaat Teoretis --- 9

1.4.2 Manfaat Praktis --- 10

1.5. Ruang Lingkup Penelitian --- 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka --- 14

2.2 Konsep --- 24

2.2.1 Terjemahan Harfiah dan Bebas --- 25

2.2.2 Simbol-Simbol Verbal Religi --- 26

2.2.3 Kitab Wahyu --- 28

2.3 Landasan Teori --- 30

2.3.1 Teori Terjemahan --- 31

2.3.1.1 Kejelasan teoritis tentang terjemahan harfiah dan bebas --- 33

2.3.1.2 Kesepadanan dalam teori terjemahan --- 39

2.3.1.3 Prinsip-prinsip kesepadanan formal dan dinamis --- 42

2.3.1.4 Kriteria untuk menilai terjemahan --- 47

2.3.1.5 Ideologi dan strategi penerjemahan --- 48

2.3.2 Dimensi Makna --- 65

2.3.2.1 Makna linguistik --- 65

2.3.2.2 Makna referensial --- 68


(21)

xxi

2.3.3 Klasifikasi Simbol dalam Alkitab --- 74

2.3.4 Teori Semiotik --- 77

2.3.4.1 Perbedaan semiotik Saussurean dan Peircean --- 78

2.3.4.2 Ikon, indeks dan simbol --- 84

2.3.4.3 Mode simbolis --- 86

2.3.4.4 Hubungan sintagmatik dan paradigmatik --- 87

2.3.4.5 Perangkat analisis semiotik --- 91

2.3.4.6 Kode --- 97

2.3.4.7 Analisis semiotik dalam enerjemahan Alkitab --- 100

2.4. Model Penelitian --- 103

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Landasan Filosofis Penelitian --- 106

3.2 Jenis Penelitian --- 107

3.3 Tipe dan Sumber Data Penelitian --- 108

3.3.1 Tipe Data --- 109

3.3.2 Sumber Data --- 110

3.3.2.1 Sumber data primer --- 111

3.3.2.2 Sumber data sekunder --- 120

3.4 Metode, Teknik, dan Instrumen Pengumpulan Data --- 121

3.4.1 Metode Pengumpulan Data --- 121

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data --- 122

3.4.2.1 Teknik baca --- 123

3.4.2.2 Teknik kuesioner --- 124

3.4.2.3 Teknik triangulasi --- 125

3.4.3 Instrumen Pengumpulan Data --- 127

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data --- 128

3.6 Metode dan Teknik Presentasi Data --- 131

BAB IV KITAB WAHYU SEBAGAI BAGIAN DARI ALKITAB DALAM PERSPEKTIF DIKOTOMI TERJEMAHAN HARFIAH DAN BEBAS 4.1 Sejarah Singkat Penerjemahan Alkitab Indonesia --- 133

4.2 Fenomena Global Dikotomi Terjemahan Harfiah dan Bebas --- 142

4.3 Pertentangan Dua Kubu Terjemahan Alkitab --- 147

4.4 Gambaran Singkat Kitab Wahyu sebagai Kitab Simbol --- 150

4.5 Ringkasan --- 158

BAB V TIPE DAN MAKNA SIMBOL DALAM KITAB WAHYU DALAM PERSPEKTIF HARFIAH DAN BEBAS 5.1 Pengantar --- 161

5.2 Tipe dan Makna Simbol dalam Kitab Wahyu --- 165

5.2.1 Kategorisasi Simbol dalam Kitab Wahyu --- 169

5.2.2 Simbol dalam Wujud Benda --- 170

5.2.2.1 Simbol sebagai objek yang terhubung dengan manusia --- 171

5.2.2.2 Simbol sebagai objek buatan tangan manusia --- 186

5.2.2.3 Simbol sebagai benda langit --- 204

5.2.2.4 Simbol sebagai benda supernatural --- 214

5.2.2.5 Simbol sebagai objek yang terhubung dengan tanaman --- 234

5.2.3 Simbol sebagai Makhluk Ciptaan --- 247


(22)

xxii

5.2.5 Simbol dalam Wujud Angka --- 267 5.2.6 Simbol dalam Wujud Warna --- 280 5.2.7 Simbol dalam Wujud Tempat --- 296 5.3 Ringkasan --- 308 BAB VI IDEOLOGI DAN STRATEGI SERTA KESEPADANAN

DALAM PENERJEMAHAN SIMBOL

6.1 Pengantar --- 314 6.2 Ideologi Penerjemahan Simbol Kitab Wahyu --- 317 6.3 Metode, Prosedur, dan Kesepadanan Penerjemahan

Simbol dalam Kitab Wahyu --- 320 6.4 Ringkasan --- 362 BAB VII TEMUAN BARU DISERTASI

7.1 Temuan Empiris --- 367 7.2 Temuan Metodologis --- 376 7.3 Temuan Teoretis --- 378 BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN

8.1 Simpulan --- 384 8.2 Saran --- 389 DAFTAR PUSTAKA --- 392 LAMPIRAN --- 401


(23)

xxiii

DAFTAR TABEL

Halaman 2.1 Perbandingan Karakteristik Terjemahan Harfiah dan Bebas --- 38 2.2 Prinsp-prinsip Kesepadanan Formal dan Dinamis --- 44 2.3 Prosedur Penerjemahan Menurut Vinay dan Darbelnet --- 57 2.4 Klasifikasi Prosedur Penerjemahan Menurut Molina dan Albir --- 62 2.5 Taksonomi Prosedur/Teknik Penerjemahan Hasil Rekomposisi --- 63 2.6 Formulasi Perangkat Analisis Paradigmatik --- 94 2.7 Formulasi Perangkat Analisis Sintagmatik --- 97 3.1 Kategorisasi Sumber Data --- 112 4.1 Versi Alkitab yang Terbit dalam Bahasa Melayu/Indonesia

dari Tahun 1629 – 2002 --- 136 5.1 Rangkuman Trikotomi Tanda Menurut Peirce --- 168 5.2 Daftar Simbol yang Terhubung dengan Manusia --- 171 5.3 Variasi Penerjemahan Harfiah dan Bebas Simbol Darah --- 174 5.4 Tabulasi Terjemahan Harfiah dan Bebas Simbol Darah --- 175 5.5 Variasi Terjemahan Bebas Simbol Darah --- 176 5.6 Daftar Simbol Benda-benda Buatan Tangan Manusia --- 186 5.7 Variasi Terjemahan Harfiah dan Bebas Simbol

Pedang Bermata Dua --- 188 5.8 Tabulasi Terjemahan Harfiah dan Bebas Simbl

Pedang Bermata Dua --- 189 5.9 Variasi Terjemahan Bebas Simbol Pedang Bermata Dua --- 190 5.10 Variasi Terjemahan Harfiah dan Bebas Simbol Lampu/Obor/Pelita --- 198 5.11 Variasi Terjemahan Bebas Simbol Lampu/Obor/Pelita--- 198 5.12 Tabulasi Terjemahan Harfiah dan Bebas

Simbol Lampu/Obor/Pelita --- 199 5.13 Daftar Simbol Benda Langit --- 204 5.14 Variasi Terjemahan Harfiah dan Bebas Simbol Bintang Jatuh --- 206 5.15 Tabulasi Terjemahan Harfiah dan Bebas Simbol Bintang Jatuh --- 207 5.16 Variasi Terjemahan Bebas Simbol Bintang Jatuh --- 208 5.17 Daftar Simbol Benda Supernatural --- 214


(24)

xxiv 5.18 Variasi Terjemahan Harfiah dan Bebas

Simbol Mahkota Kehidupan --- 216 5.19 Tabulasi Terjemahan Harfiah dan Bebas

Simbol Mahkota Kehidupan --- 217 5.20 Variasi Terjemahan Bebas Simbol Mahkota Kehidupan --- 218 5.21 Variasi Terjemahan Harfiah dan Bebas Simbol Kunci Daud --- 225 5.22 Tabulasi Terjemahan Harfiah dan Bebas Simbol Kunci Daud --- 225 5.23 Variasi Terjemahan Bebas Simbol Kunci Daud --- 226 5.24 Dafar Simbol yang Terhubung dengan Tanaman --- 235 5.25 Variasi Terjemahan Harfiah dan Bebas Simbol Tunas Daud --- 236 5.26 Tabulasi Terjemahan Harfiah dan Bebas simbol Tunas Daud --- 237 5.27 Variasi Terjemahan Bebas Simbol Tunas Daud --- 237 5.28 Variasi Terjemahan Leksikon Akar/Tunas dalam Bahasa Yunani

dan Transliterasinya, Inggris serta Indonesia --- 238 5.29 Daftar Simbol Makhluk Ciptaan pada Kitab Wahyu --- 248 5.30 Variasi Terjemahan Harfiah dan Bebas Simbol Naga --- 250 5.31 Tabulasi Terjemahan Harfiah dan Bebas Simbol Naga --- 250 5.32 Variasi Terjemahan Bebas Simbol Naga --- 251 5.33 Daftar Simbol dalam Wujud Tindakan --- 258 5.34 Variasi Terjemahan Harfiah dan Bebas Simbol Pernikahan --- 259 5.35 Tabulasi Terjemahan Harfiah dan Bebas Simbol Pernikahan --- 260 5.36 Variasi Terjemahan Bebas Simbol Pernikahan --- 261 5.37 Contoh Simbol „Angka‟ Tersurat dan Tersirat --- 268 5.38 Daftar Simbol dalam Wujud Angka pada Kitab Wahyu --- 269 5.39 Variasi Terjemahan Harfiah dan Bebas Simbol Angka Tujuh --- 271 5.40 Tabulasi Terjemahan Harfiah dan Bebas Simbol Angka Tujuh --- 272 5.41 Variasi Terjemahan Bebas Simbol Angka Tujuh --- 273 5.42 Daftar Simbol dalam Wujud Warna pada Kitab Wahyu --- 281 5.43 Variasi Terjemahan Harfiah dan Bebas Simbol Warna

Merah Api dan Merah Padam --- 283 5.44 Tabulasi Terjemahan Harfiah dan Bebas Simbol

Warna Merah Api dan Merah Padam --- 284 5.45 Variasi Terjemahan Bebas Simbol


(25)

xxv

5.46 Daftar Simbol dalam Wujud Tempat pada Kitab Wahyu --- 297 5.47 Variasi Terjemahan Harfiah dan Bebas Simbol Yerusalem Baru--- 299 5.48 Tabulasi Terjemahan Harfiah dan Bebas Simbol Yerusalem Baru --- 300 5.49 Variasi Terjemahan Bebas Simbol Yerusalem Baru --- 301 5.50 Fakta Sejarah Allkitab tentang Perbedaan Antara Kata Yerusalem

dan Frasa Yerusalem Baru --- 302 5.51 Daftar Tipe Simbol pada Kitab Wahyu --- 309 6.1 Tabel Penggolongan Sumber Data Berdasarkan

Versinya Masing-masing --- 317 7.1 Taksonomi Prosedur/Teknik Penerjemahan Berdasarkan Ideologi --- 382


(26)

xxvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman 2.1 Diagram V Metode Penerjemahan --- 53 2.2 Kerangka Berpikir Terkait Ideologi, Metode, Teknik/Prosedur

Terjemahan Alkitab --- 64 2.3 Matriks Makna Emotif terhadap Kata ‘Woman’ dan ‘Mother’ --- 73 2.4 Model Hubungan Antar Tanda Menurut Saussure --- 79 2.5 Model Hubungan Tiga Elemen Tanda Menurut Peirce --- 81 2.6 Segitiga Semiotik Menurut Odgen dan Richards --- 82 2.7 Figur Interpretasi Berkesinambungan Menurut Peirce --- 84 2.8 Model Hubungan Dimensi Sintagmatik dan Paradigmatik

Sebagai Akibat Perbedaan Antara Penanda dan Petanda --- 89 2.8 Model Penelitian --- 103 3.1 Contoh Teks Terjemahan Jay Green’s Literal Translation (JGLT) ---- 114 3.2 Contoh Teks Terjemahan Indonesian Literal Translation (ILT) --- 114 3.3 Contoh Teks Terjemahan Bilingual Inggris – Indonesia Good News

Bible (GNB) – Bahasa Indonesia Masa Kini (BIMK) --- 114 3.4 Contoh Teks Terjemahan Perjanjian Baru

Interlinear Konkordansi (PBIK Jilid I) --- 116 3.5 Contoh Teks PBIK Jilid II Konkordansi --- 116 3.6 Contoh Teks Terjemahan Bahasa Indonesia Sederhana (BISD) --- 117 3.7 Contoh Teks Terjemahan Sederhana Indonesia (TSI) --- 118 3.8 Matriks Aspek Keterbacaan Produk Terjemahan --- 120 4.1 Bagan Penerjemahan Alkitab --- 144 4.2 Model Proses Penerjemahan Alkitab dalam Perspektif

Dikotomi Harfiah dan Bebas --- 159 5.1 Diagram Penerjemahan Menurut Nida dan Taber --- 162 5.2 Model Hubungan Tiga Elemen Tanda Menurut Peirce --- 165 5.3 Contoh Peran Representamen sebagai Representasi atau

Lambang Kehadiran Simbol pada Teks --- 166 5.4 Relasi Antar Simbol dalam Kode Penebusan --- 180 5.5 Hubungan Analogi Peristiwa Pencurahan Darah pada PL dan PB --- 182


(27)

xxvii

5.6 Matriks Makna Emotif Penerjemahan Harfiah dan Bebas

Simbol Darah --- 185 5.7 Pola Hubungan Naratif Simbol Pedang Bermata Dua --- 193 5.8 Matriks Makna Emotif Terjemahan Harfiah dan Bebas

Simbol Pedang Bermata Dua --- 197 5.9 Pola Hubungan Spasial Simbol Lampu/Obor/Pelita --- 200 5.10 Grafik Makna Emotif Penerjemahan Simbol Lampu/Obor/Pelita --- 204 5.11 Pola Hubungan Spasial Simbol Bintang --- 210 5.12 Pola Hubungan Naratif Simbol Bintang Jatuh --- 211 5.13 Grafik Makna Emotif Penerjemahan Simbol Bintang --- 214 5.14 Pola Hubungan Spasial Beroposisi Simbol Mahkota Kehidupan --- 220 5.15 Grafik Makna Emotif Simbol Mahkota Kehidupan --- 223 5.16 Pola Hubungan Spasial dan Naratif Simbol Kunci Daud --- 229 5.17 Grafik Makna Emotif Simbol Kunci Daud --- 234 5.18 Pola Hubungan Spasial Simbol Tunas Daud --- 242 5.19 Pola Hubungan Naratif Simbol Tunas Daud --- 243 5.20 Pola Hubungan Substitutif Simbol Tunas Daud --- 246 5.21 Grafik Makna Emotif Simbol Tunas Daud --- 247 5.22 Pola Hubungan Spasial Simbol Naga --- 254 5.23 Model Hubungan Tiga Elemen Simbol Naga --- 255 5.24 Grafik Makna Emotif Penerjemahan Simbol Naga --- 257 5.25 Pola Hubungan Naratif Simbol Pernikahan --- 263 5.26 Pola Hubungan Substitutif Simbol Pernikahan --- 265 5.27 Grafik Makna Emotif Simbol Pernikahan --- 267 5.28 Figur Makna Gramatikal Frasa Tujuh Roh Allah Bredasarkan

Ilustrasi Kernel --- 274 5.29 Figur Makna Gramatikal Frasa Tujuh Tanduk dan Tujuh Mata

Berdasarkan Ilustrasi Kernel --- 275 5.30 Pola Hubungan Spasial Simbol Angka Tujuh --- 276 5.31 Pola Hubungan Kebermarkahan Simbol Angka Tujuh --- 277 5.32 Grafik Makna Emotif Simbol Angka Tujuh --- 280 5.33 Figur Makna Gramatikal Frasa Merah Api Berdasarkan


(28)

xxviii

5.34 Figur Makna Gramatikal Frasa Merah Padam Berdasarkan

Ilustrasi Kernel --- 287 5.35 Pola Hubungan Naratif Simbol Merah Api --- 289 5.36 Pola Hubungan Spasial Simbol Merah Padam --- 290 5.37 Pola Hubungan Substitutif Simbol Merah Api --- 291 5.38 Pola Hubungan Substitutif Simbol Merah Padam --- 293 5.39 Grafik Makna Emotif Simbol Merah Api --- 295 5.40 Grafik Makna Emotif Simbol Merah Padam --- 296 5.41 Figur Makna Gamatikal Frasa Yerusalem Baru

Berdasarkan Ilustrasi Kernel --- 303 5.42 Pola Hubungan Spasial Simbol Yerusalem Baru --- 304 5.43 Pola Hubungan Substitutif Simbol Yerusalem Baru --- 305 5.44 Grafik Makna Emotif Simbol Yerusalem Baru --- 308 5.45 Figur Pola Hubungan Makna Gramatikal dan Referensial

yang Saling Mengonfirmasi --- 311 5.46 Contoh Pola Hubungan Gramatikal dan Referensial yang Saling

Mengonfirmasi --- 312 6.1 Bagan Alur Proses Penerjemahan Alkitab Berdasarkan Ideologi --- 318 6.2 Contoh Alur Proses Penerjemahan Alkitab Berdasarkan

Ideologi Forenisasi --- 320 6.3 Model Hubungan Tiga Elemen Tanda pada Penerjemahan

Simbol Darah --- 323 6.4 Model Hubungan Tiga Elemen Tanda pada Penerjemahan

Simbol Pedang Bermata Dua --- 327 6.5 Model Hubungan Tiga Elemen Tanda pada Penerjemahan

Simbol Lampu/Obor/Pelita --- 330 6.6 Model Hubungan Tiga Elemen Tanda pada Penerjemahan

Simbol Bintang --- 334 6.7 Model Hubungan Tiga Elemen Tanda pada Penerjemahan

Simbol Bintang Jatuh --- 334 6.8 Model Hubungan Tiga Elemen Tanda pada Penerjemahan

Simbol Mahkota Kehidupan --- 337 6.9 Diagram Sistem Penerjemahan Menurut Nida dan Taber --- 339


(29)

xxix

6.10 Model Hubungan Tiga Elemen Tanda pada Penerjemahan

Simbol Kunci Daud --- 340 6.11 Model Hubungan Tiga Elemen Tanda pada Penerjemahan

Simbol Kunci Daud --- 341 6.12 Model Hubungan Tiga Elemen Tanda pada Penerjemahan

Simbol Tunas Daud --- 344 6.13 Model Hubungan Tiga Elemen Tanda pada Penerjemahan

Simbol Naga --- 348 6.14 Model Hubungan Tiga Elemen Tanda pada Penerjemahan

Simbol Pernikahan --- 352 6.15 Model Hubungan Tiga Elemen Tanda pada Penerjemahan

Simbol Angka Tujuh --- 355 6.16 Model Hubungan Tiga Elemen Tanda pada Penerjemahan

Simbol Warna Merah Api --- 358 6.17 Model Hubungan Tiga Elemen Tanda pada Penerjemahan

Simbol Warna Merah Padam --- 358 6.18 Model Hubungan Tiga Elemen Tanda pada Penerjemahan

Simbol Yerusalem Baru --- 360 7.1 Model Hubungan Tiga Elemen Tanda dalam Hal Kegagalan

Penerapan Prosedur/Teknik Penerjemahan Generalisasi --- 375 7.2 Model Hubungan Tiga Elemen Tanda dalam Hal Relasi Antara

Makna Gramatikal dan Referensial yang Saling Mengonfirmasi

pada Tataran Komponen Tambhan --- 379 7.3 Contoh Hubungan Tiga Elemen Tanda dalam Hal Relasi Antara

Makna Gramatikal dan Referensial yang Saling Mengonfirmasi

pada tataran Komponen Tambahan --- 380 7.4 Perbandingan Model Prosedur/Teknik Penerjemahan Sesuai

Taksonomi (Legisign – Legisign) dengan Prosedur/Teknik


(30)

xxx

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Lampiran Halaman 1. Daftar Simbol pada Kitab Wahyu Menurut Kevin J. Conner

dan Terjemahannya dalam Versi Harfiah dan Bebas --- 401 2. Daftar Simbol pada Kitab Wahyu di Luar Daftar yang Dibuat

oleh Kevin J. Conner serta Terjemahannya dalam Versi Harfiah

dan Bebas --- 405 3. Daftar Simbol Kitab Wahyu Hasil Kompilasi serta

Terjemahannya dalam Versi Harfiah dan Bebas --- 406 4. Daftar Simbol pada Kitab Wahyu Hasil Kompilasi Setelah

Digolongkan Berdasarkan Kategori/Tipe serta Terjemahannya

dalam Versi Harfiah dan Bebas --- 411 5. Kuesioner --- 428


(31)

xxxi

DAFTAR SINGKATAN

Ams. : Amsal

BSu : Bahasa Sumber

BSa : Bahasa Sasaran

BIS : Bahasa Indonesia Sehari-hari BIMK : Bahasa Indonesia Masa Kini BISD : bahasa Indonesia Sederhana

Ef. : Efesus

GNB : Good News Bible

Hak. : Hakim-hakim

I : Interpretan

Ibr. : Ibrani

ILT : Indonesian Literal Translation JGLT : Jay Green‟s Literal Translation KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia

Kej. : Kejadian

Kis. : Kisah Para Rasul

KJV : King James Version

Kor. : Korintus

LAI : Lembaga Alkitab Indonesia

Luk. : Lukas

Mat. : Matius

Mark. : Markus

Mzm. : Mazmur

O : Objek

PBIK : Perjanjian Baru Interlinerar Konkordansi

PB : Perjanjian Baru

Pet. : Petrus

PL : Perjanjian Lama

R : Representamen

Rm. : Roma

RV : Revised Version


(32)

xxxii

Taw. : Tawarikh

Tes. : Tesalonika

TEV : Today‟s English Verison

Tim. : Timotius

TSI : Terjemahan Sederhana Indonesia

TSu : Teks Sumber

TSa : Teks Sasaran

TB : Terjemahan Baru

Why. : Wahyu

Yes. : Yesaya

Yoh. : Yohanes

Yos. : Yosua


(33)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Simbol merupakan salah satu dari tiga jenis bahasa kiasan termasuk di dalamnya metafora dan simile sebagai yang paling populer pada hampir semua bahasa. Jika ketiganya dibandingkan, simbol termasuk yang kurang populer dibandingkan dengan dua lainnya. Apabila ditelusuri akar katanya, simbol berasal dari bahasa Yunani, yaitu symbollein, berfungsi sebagai verba yang artinya ialah mencocokkan. Lambat laun arti mencocokkan – dalam konteks tanda atau materai perjanjian – tersebut berubah arti menjadi tanda pengenal. Jadi, sesuatu dikenali melalui simbol.

Tarigan (2009) menyatakan bahwa dalam keragaman pemikiran mengenai simbol ada dua refren utama yang disepakati bersama. Pertama, simbol telah dan sampai detik ini masih mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kedua, simbol merupakan alat yang kuat untuk memperluas pengetahuan, merangsang daya imajinasi, dan memperdalam pemahaman. Selama manusia masih mencari arti dari sebuah kehidupan maka manusia tidak akan pernah bisa lepas dari simbol. Pentingnya simbol dalam kehidupan manusia ditandai dengan munculnya aliran simbolisme di Perancis pada tahun 1880. Akan tetapi, seribu tahun sebelum munculnya aliran ini orang sudah menggunakan simbol untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran mereka tentang fenomena, kehidupan, dan kematian.

Encyclopedia Britannica mendefinisikan simbol sebagai elemen komunikasi yang mewakili kelompok orang, objek atau ide, yaitu semacam kiasan


(34)

2

yang digunakan untuk meningkatkan keindahan teks dan memiliki arti kiasan selain arti harfiahnya. Sejalan dengan itu, Shaw (1881:367) menyajikan definisi simbol sebagai sesuatu yang digunakan untuk, atau dianggap mewakili sesuatu yang lain. Atau, lebih khusus lagi, simbol adalah sebuah kata, frasa atau ekspresi lainnya yang memiliki makna kompleks yang saling terkait; dalam pengertian ini, simbol dipandang memiliki nilai-nilai yang berbeda dari apa pun yang diwakilinya. Definisi lain yang cukup menarik mengenai simbol dicetuskan oleh Ricoeur (1974) yang menyatakan bahwa simbol adalah struktur makna yang arti langsung, primer, atau harfiahnya menunjukkan arti lain yang tidak langsung, sekunder, dan figuratif yang hanya dapat dipahami melalui makna harfiahnya.

Mengacu pada berbagai pemahaman yang ada tentang simbol, berikut adalah uraian mengenai fungsi simbol menurut pendapat beberapa filsuf terkenal yang terangkum dalam Dillistone (2002), yaitu:

(a) mengungkapkan yang universal bukan sebagai impian atau bayangan, melainkan sebagai wahyu yang hidup (Goethe);

(b) memperluas pengetahuan, merangsang daya imajinasi dan memperdalam pemahaman manusia, serta membuka dimensi-dimensi roh batiniah manusia sehingga terwujudlah suatu korespondensi dengan segi-segi realitas tertinggi (Tillich); dan

(c) menyatakan suatu realitas suci atau kosmologis yang tidak dapat dinyatakan oleh manifestasi lainnya. Dalam hal ini, simbol menciptakan solidaritas tetap antara manusia dan Yang Kudus (Eliade)

Pentingnya peranan simbol dalam kehidupan manusia khususnya menyangkut hal-hal yang bersifat rohaniah, dari sejak zaman dahulu,


(35)

3

menyebabkan jenis bahasa kiasan ini mendapat tempat khusus pada hampir seluruh bagian Kitab Suci umat Kristiani, baik pada Perjanjian Lama (PL) maupun Perjanjian Baru (PB). Bahkan, Kitab Wahyu sebagai kitab terakhir dari PB mengandung paling sedikit 130 buah simbol sehingga kitab ini dijuluki sebagai kitab simbol. Oleh karenanya, kitab ini cenderung untuk

“dikesampingkan” oleh sebagian besar umat karena sulit untuk dimengerti.

Sehubungan dengan ini pula, Kitab Wahyu dikategorikan sebagai sastra apokaliptik yang memiliki beberapa ciri yaitu selain banyak memanfaatkan bahasa simbolis juga menekankan pada aspek supranatural dan sering berkonsentrasi pada hal-hal yang akan datang dan terutama akhir zaman (Chapman dan Emeritus, 2009).

Terkait dengan cara menerjemahkan Kitab Wahyu, Bratcher dan Hatton (1993) menyatakan dua hal yang bertentangan yaitu bahwa penerjemah tidak perlu sepenuhnya memahami makna dari semua simbol yang terdapat pada Kitab Wahyu, tetapi hanya menerjemahkannya secara harfiah, jelas dan spesifik tanpa perlu menginterpretasinya. Namun, di lain sisi, terjemahan dinamis yang merupakan salah satu dari dua ideologi dalam penerjemahan Alkitab dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan pembaca akan pemahaman yang lebih mendalam tentang teks Kitab Suci seperti pada pembaca aslinya. Oleh karena itu penerjemah versi dinamis dituntut untuk memberikan beberapa petunjuk sehubungan dengan makna simbol yang terdapat pada Kitab Wahyu.

Lebih jauh dikatakan bahwa yang menjadi hambatan untuk melakukan anjuran di atas adalah bahwa para penerjemah sendiri tidak tahu pasti arti simbol-simbol tersebut. Dengan memasukkan penafsiran ke dalam terjemahan, mungkin


(36)

4

sekali justru bisa menimbulkkan kesalahpahaman bagi pembacanya. Salah satu contoh adalah penerjemahan simbol darah dalam hubungan dengan karya penebusan Kristus pada Kitab Wahyu yang dalam Alkitab versi BIMK (Bahasa Indonesia Masa Kini) diterjemahkan menjadi kematian. Hal ini menimbulkan kontroversi hingga muncul pernyataan bahwa pendekatan kesepadanan dinamis bukanlah metode penerjemahan Alkitab tetapi semata-mata hanya interpretasi atau penafsiran Alkitab. Jadi, metode penerjemahan dinamis tidak menerjemahkan dari kata dalam bahasa aslinya tetapi menafsirkan menurut pikiran atau pandangan teologi kelompok tertentu, yaitu suatu sistem pemahaman teologi yang dikembangkan dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Aliran teologi ini dapat membentuk komunitas yang saat ini dikenal dengan denominasi gereja seperti: Anglikan, Baptis, Lutheran, Presbiterian, Pentakostal, dll (Purwanto, 2005).

Berdasarkan fakta di atas, salah satu hal yang patut digarisbawahi adalah bahwa dunia penerjemahan Alkitab tidak dapat terlepas dari fenomena harfiah – bebas yang bahkan sudah terjadi sejak abad pertama sebelum masehi. Bassnett (1991:47) juga mengungkapkan bahwa pertentangan antara dua kubu terjemahan, yaitu harfiah dan bebas, sudah dimulai pada zaman Kekaisaran Romawi dan sejak saat itu terus menjadi titik perdebatan dalam berbagai hal sampai dengan saat ini. Hal ini tercermin pula dari penggolongan terhadap karya penerjemahan yang dicetuskan oleh beberapa tokoh linguistik menjadi dua kelompok besar, di antaranya, adalah Beekman dan Callow (1974) dengan literal versus idiomatik, House (1977) dengan terbuka versus tertutup, Newmark (1981) dengan semantik versus komunikatif, Pym (1992) dengan observasional versus partisipatif dan juga


(37)

5

yang cukup terkenal adalah Venuti (1995, 1998) dengan forenisasi versus domestikasi. Di satu sisi, sebuah karya terjemahan diharapkan setia pada teks aslinya, dan di lain sisi, harus komunikatif terhadap pembaca modern dalam bahasa target. Dalam hal ini, penerjemah sendiri harus memutuskan prioritas mereka, apakah akurasi yang menjadi prioritas tertinggi ataukah bahasa yang ringan dan mudah dimengerti.

Namun, sayangnya seperti halnya fakta yang terpapar di atas terhadap penerjemahan simbol darah, penentuan prioritas tersebut sering kali disertai dengan pertentangan beberapa golongan yang menganggap kubu terjemahan yang satu lebih baik dari kubu terjemahan yang lain. Ryken (2004), misalnya, dengan tegas mengungkapkan lima efek negatif dari versi terjemahan Alkitab yang menerapkan metode kesepadanan dinamis dan sepuluh alasan mengapa pembaca harus percaya pada versi terjemahan yang menerapkan metode kesepadanan formal.

Salah satu efek negatif yang dikemukakannya tentang metode kesepadanan dinamis pada versi terjemahan bebas adalah bahwa produk terjemahan ini mustahil secara logika dan linguistik. Menurutnya, adalah sesuatu yang mustahil untuk menerjemahkan pikiran karena tidak ada pikiran yang tidak memiliki tubuh yang dalam hal ini adalah kata-kata. Dengan kata lain, ide dan pikiran sangat tergantung dari kata-kata yang tersaji. Sebaliknya, di antara sepuluh alasan yang diungkapkan oleh Ryken (2004) untuk percaya pada produk terjemahan harfiah, salah satunya adalah bahwa versi ini selalu berupaya untuk menjaga hakikat mendasar penerjemahan karena para penerjemah tidak


(38)

6

melampaui tugas mereka sebagai pengalih bahasa menjadi penafsir, yaitu dengan menambahkan komentar interpretatif pada teks Kitab Suci.

Namun, jika kembali pada fakta sejarah, kehadiran terjemahan dinamis sudah tidak terelakkan lagi dan bahkan mulai mendominasi sejak tahun 1960. Latuihamallo (1994) menyatakan bahwa terjemahan semacam ini sangat bermanfaat untuk mengetahui arti, berita, atau amanat yang tercantum dalam naskah asli Alkitab, khususnya bagi orang awam, yaitu mereka yang ingin membaca dan mendalami Alkitab tanpa pendidikan teologi formal. Beberapa simbol pada Kitab Wahyu yang diterjemahkan secara dinamis adalah sebagai berikut:

(i) ‘the crown of life’ menjadi „hidup sejati dan kekal‟ (ii) ‘the key of David‟ menjadi „kunci yang dimiliki Daud‟

Fakta di atas menunjukkan bahwa perlu dilakukan penelitian yang mendalam terhadap penerjemahan simbol tentunya dalam kerangka fenomena yang mewarnai dunia penerjemahan Alkitab yang selalu diperhadapkan pada dua pilihan, yaitu harfiah dan bebas. Simbol, di satu sisi, tidak hanya bersifat figuratif tetapi yang sangat mendasar adalah bahwa kata, frasa, atau ekspesi lainnya yang hadir sebagai simbol selalu menunjuk pada sesuatu yang berada di luar dirinya. Esensi lainnya tentang jenis bahasa figuratif ini adalah kehadirannya memiliki fungsi yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia dan khususnya dalam kehadirannya sebagai bagian dari Alkitab bagi kehidupan umat Kristiani dalam mendalami Firman Tuhan. Terlebih lagi, sesuatu yang sangat signifikan ini hadir di tengah pertentangan antara dua ideologi penerjemahan Alkitab yang, yaitu forensiasi dan domestikasi.


(39)

7

Berdasarkan pada seluruh pemaparan yang dilandasi oleh berbagai fakta dalam penerjemahan bahasa simbolis khususnya pada Kitab Wahyu, penelitian ini dilakukan untuk meneliti secara mendalam, baik tipe, makna maupun proses transfer simbol verbal, dari BSu ke BSa. Mengingat simbol merupakan jenis bahasa figuratif yang khusus dan sangat kompleks maka proses analisis dalam penelitian ini tidak hanya akan melibatkan teori terjemahan tetapi juga memanfaatkan teori semantik dan semiotik, yang kesemuanya diterapkan secara eklitik agar dapat memahami makna simbol tidak hanya pada tataran teks tetapi juga konteks kalimat. Mengenai hal ini, para pakar kajian penerjemahan tampaknya sepakat bahwa analisis teks yang ideal seharusnya dilakukan pada tataran tekstual (discourse). Nida dan Taber (1974:152) mengemukakan bahwa fokus dalam penerjemahan adalah pada tataran paragraf, bahkan dimungkinkan sampai pada tataran wacana secara keseluruhan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat dua masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1) Bagaimanakah tipe dan makna simbol yang terdapat pada Kitab Wahyu dilihat dari perspektif dikotomi terjemahan harfiah dan bebas? 2) Bagaimanakah korelasi ideologi terhadap strategi penerjemahan

simbol dalam dikotomi terjemahan harfiah dan bebas serta pengaruhnya terhadap kesepadanan formal pada terjemahan harfiah dan kesepadanan dinamis pada terjemahan bebas?


(40)

8

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara rinci, kedua tujuan dimaksud terpapar berikut ini.

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk:

1) mengembangkan penelitian tentang terjemahan teks apokaliptik yang terdapat di dalam Alkitab sekaligus menjawab fenomena global terjemahan Alkitab yang berada pada dua kubu ekstrem, yaitu terjemahan harfiah dan terjemahan bebas;

2) memanfaatkan kajian terjemahan dalam menganalisis produk dari dua versi terjemahan Alkitab bahasa Indonesia tentang simbol-simbol verbal yang terdapat dalam Kitab Wahyu;

3) menyelidiki penerapan strategi penerjemahan bahasa simbolis dalam Kitab Wahyu;

4) menarik perhatian para pembaca Alkitab untuk membaca dan memahami Kitab Wahyu yang selama ini dianggap sulit untuk dimengerti.

1.3.2 Tujuan Khusus

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan pada subbab 1.2, tujuan khusus penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut.

1) Mengidentifikasi tipe-tipe simbol verbal religi yang terdapat dalam versi terjemahan harfiah dan bebas Kitab Wahyu;


(41)

9

2) Mengidentifikasi makna simbol-simbol verbal religi yang terdapat dalam versi terjemahan harfiah dan bebas Kitab Wahyu.

3) Mengidentifikasi ketepatan penerapan strategi penerjemahan atas simbol-simbol verbal religi yang terdapat dalam versi harfiah dan bebas dari Kitab Wahyu.

4) Mengidentifikasi korelasi antara ketepatan pemanfaatan strategi penerjemahan sesuai dengan ideologi yang dianut terhadap kesepadanan formal pada terjemahan harfiah dan kesepadanan dinamis pada terjemahan bebas.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Secara rinci kedua manfaat dimaksud dapat dikemukakan sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam:

1) mengembangkan model kajian terhadap penerjemahan simbol-simbol verbal khususnya yang sarat dengan muatan religi dengan memanfaatkan kajian semiotik di dalam penerjemahan;

2) memperkaya teori penerjemahan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, khususnya yang menyangkut studi perbandingan dalam penerjemahan dan penerapan strategi penerjemahan yang tepat dalam menerjemahkan bahasa simbol yang sarat dengan muatan religi dalam teks-teks apokaliptik; dan


(42)

10

3) memperkuat argumen bahwa dengan penerapan strategi yang tepat, tingkat akurasi dan keterbacaan produk terjemahan pada kedua kubu terjemahan, yaitu harfiah dan bebas dapat ditingkatkan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1) mengungkapkan kiat-kiat penerjemahan bahasa simbolis yang dapat dimanfaatkan dalam memperbaiki terjemahan Alkitab mengingat bahasa simbolis dipergunakan di seluruh bagian Alkitab baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru;

2) mengungkapkan makna di balik simbol-simbol yang sarat dengan muatan religi dalam Kitab Wahyu, penerapan teori semiotik sebagai strategi yang dipilih oleh penulis termasuk di dalamnya analisis sintagmatik dan paradigmatik untuk mengamati hubungan simbol dengan tanda-tanda penting lainnya dalam kode yang sama, dan mempelajari simbol berdasarkan pada arti dan referensinya sebagai tanda yang sudah dikenal atau digunakan dalam literatur lainnya dengan memanfaatkan ensiklopedi, dan komentar dalam upaya untuk menemukan makna simbol secara universal;

3) mendorong peneliti lain untuk meneliti jenis karya sastra lainnya dalam Alkitab khususnya dalam bidang penerjemahan di antaranya puisi misalnya pada Kitab Mazmur, Kitab Ratapan dan Kitab Kidung Agung, sastra nubuat misalnya pada Kitab Yosua, Kitab Hakim-Hakim, Kitab Samuel dan lain-lain, sastra sejarah baik Perjanjian


(43)

11

Lama maupun Perjanjian Baru misalnya kitab Kejadian sampai Ester, serta karya sastra dalam bentuk surat-surat yang dalam bahasa Inggris disebut epistles, misalnya surat-surat yang ditulis oleh Rasul Paulus;

4) menggugah minat peneliti lain untuk melakukan studi terhadap beberapa versi lain terjemahan Alkitab dalam bahasa Indonesia ataupun bahasa daerah yang belum terjamah dalam penelitian ini. Saat ini untuk terjemahan lengkap (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) sudah terdapat 24 versi terjemahan Alkitab dalam bahasa daerah di Nusantara termasuk bahasa Bali. Sedangkan untuk terjemahan sebagian (Perjanjian Baru saja) sudah diterjemahkan ke dalam 67 bahasa daerah di Nusantara. Untuk versi sebagian, yang terakhir terbit adalah Alkitab dalam bahasa Alun (Maluku) yaitu pada tahun 2012;

5) menjembatani tegangan antara dua kubu ekstrem penerjemahan Alkitab yang saling bertentangan yaitu harfiah dan bebas, khususnya pada penerjemahan bahasa simbolis yang mudah menyebabkan salah penafsiran di kalangan pembaca Alkitab. Untuk itu penelitian ini dilakukan berlandaskan asumsi bahwa penerapan teori penerjemahan yang tepat pada kedua versi terjemahan akan mampu mempersempit jurang pemisah yang menimbulkan ketegangan kutub terjemahan harfiah dan bebas; dan

6) meningkatkan pemahaman teologis para pembaca Alkitab yang berasal dari beberapa kalangan, acuan bagi penyatuan persepsi


(1)

100

2.3.4.7 Analisis semiotik dalam penerjemahan Alkitab

Cobley dan Jansz (1998:25) menegaskan bahwa jika konsep tanda dari Saussure mementingkan penggabungan satu tanda dengan tanda lainnya untuk mengambil bagian dalam aliran makna maka semiotik versi Peirce mempercayai bahwa konsep penandaan memiliki dinamisme built-in. Yang dimaksud dengan konsep dinamisme ini adalah bahwa interpretan dalam triadik tanda berfungsi sebagai tanda lebih lanjut atau tanda dalam pikiran. Dalam hal ini, melalui perannya sebagai penafsir, interpretan mampu membuat asumsi tentang tanda baru atau representamen. Peristiwa ini menempatkan interpretan dalam sebuah hubungan dengan objek selanjutnya yang kemudian mengharuskan interpretan yang sudah ditransformasi menjadi tanda baru dan memiliki hubungan dengan objek baru memunculkan interpretan baru dan demikian selanjutnya.

Mengacu pada hal tersebut di atas, dalam semiotik versi Peirce, interpretan memiliki peran yang sangat penting dalam pemaknaan tanda. Gagasan ini berbeda dengan konsep yang ditawarkan oleh Saussure yang justru mementingkan penggabungan satu tanda dengan tanda lainnya untuk mengambil bagian dalam aliran makna. Sehubungan dengan hal ini, Chandler (2007:4) juga mengungkapkan fakta lain tentang penekanan semiotik versi Peirce dan versi Saussure dengan menyatakan bahwa Peirce lebih memfokuskan pembahasannya pada taksonomi logis tentang tipe tanda, dan di sisi lain, teori yang dikemukakan oleh Saussure merupakan titik awal untuk pengembangan berbagai metodologi strukturalis untuk menganalisis teks dan praktik sosial.

Di lain sisi, fakta yang terungkap tentang Alkitab adalah bahwa pedoman kerohanian umat Kristiani ini merupakan kepustakaan yang terdiri atas 66 buku,


(2)

101

yaitu 39 buku Perjanjian Lama dan 27 buku Perjanjian Baru, dan Kitab Wahyu adalah kitab terakhir di dalam Perjanjian Baru. Akan tetapi, uniknya, keseluruhan kitab merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu dengan yang lain. Demikian pula terkait dengan hal itu, Fruchtenbaum (2007:2) mengungkap bahwa semua simbol yang terdapat di dalam Kitab Wahyu dijelaskan di tempat lain, baik di bagian yang berbeda dari Kitab Wahyu maupun di beberapa bagian lain dari Alkitab. Jadi, Alkitab sendirilah yang akan menjelaskan makna simbol, baik dengan pernyataan langsung maupun melalui perbandingan penggunaan simbol lain, di dalam kitab suci. Mengenai hal ini ditegaskan bahwa makna simbol tidak akan ditentukan berdasarkan pada spekulasi.

Mengacu pada perbandingan konsep tanda versi Saussure dan versi Peirce dan juga kesatuan unit-unit yang terdapat dalam Alkitab maka penelitian ini menerapkan kedua teori itu untuk mengungkap tipe dan makna simbol-simbol yang terdapat pada salah satu bagian Alkitab, yaitu Kitab Wahyu. Setelah proses penentuan dan pengelompokan maka simbol-simbol akan disusun berdasarkan kode yang menggambarkan posisi dan seleksi terhadapnya dalam konteks tertentu. Langkah pertama dari analisis ini ialah untuk menemukan dan menggambarkan frekuensi penggunaan simbol yang sama dalam kode tertentu dari kemunculannya. Langkah kedua adalah analisis sintagmatik, yang mencoba untuk menggambarkan hubungan simbol dengan tanda-tanda penting lainnya dalam kode yang sama. Hal ini menggambarkan dan menjelaskan bidang semantik karena simbol yang digunakan mengungkapkan aturan dan konvensi yang mendasari produksi dan interpretasi teks. Analisis sintagmatik mempelajari struktur tata bahasa atau permukaan teks. Langkah ketiga adalah analisis


(3)

102

paradigmatik yang mempelajari simbol berdasarkan pada arti dan referensinya sebagai tanda, sudah dikenal dan digunakan dalam literatur sebelumnya serta kontemporer untuk teks. Analisis paradigmatik memanfaatkan kamus, ensiklopedia, komentar, dan upaya untuk menemukan makna secara umum. Mengenai hal ini, Locker (2003) menekankan perlu mengingat gagasan Ludwig Wittgenstein tentang language game bahwa bahasa dan tanda-tandanya memiliki makna hanya karena terus digunakan secara kontekstual. Jadi, tanda-tanda yang digunakan dalam konteks baru, sebagian memanfaatkan makna tanda-tanda itu sebelumnya.

2.4 Model Penelitian

Model penelitian menggabarkan kajian penerjemahan simbol-simbol verbal religi dari bahasa Inggris (atau Yunani) ke bahasa Indonesia dilakukan berdasarkan masalah penelitian yang diajukan meliputi tipe simbol, makna simbol serta proses transfer dari TSu ke TSa yang mencakup ideologi, prosedur/teknk penerjemahan serta kesepadanan.


(4)

103

Gambar 2.8. Model Penelitian

Sebagai langkah awal, kategorisasi dilakukan teradap simbol-simbol verbal religi yang terdapat pada subkorpus TSu didasarkan pada teori Peirce mengenai hubungan tiga elemen tanda yang diformulasikan oleh Eco (1976) untuk kemudian digolongkan sesuai dengan tipenya berdasarkan pada kategorisasi simbol yang dikemukakan oleh Conner (1992). Langkah ini juga didukung oleh teori mengenai kode sesuai dengan taksonomi yang dikemukakan oleh Chandler

Simbol-Simbol yang Diterjemahkan Secara Harfiah dalam Kitab Wahyu Simbol-Simbol yang Diterjemahkan Secara Bebas dalam Kitab Wahyu Data dari Responden

Tipe-Tipe Simbol dalam Kitab Wahyu

Proses Transfer TSu ke TSa (Ideologi, teknik/prosedur, dan

kesepadanan) Makna Simbol dalam

Kitab Wahyu (Makna gramatikal, referensial dan emotif)

 Hubungn tiga elemen tanda Peirce sesuai

dengan ilustrasi Eco (1976:59).

 Penggolongan tipe simbol menurut Conner

(1992:8)

 Prinsip-prinsip kode menurut Chandler (2007)

 Ilustrasi kernel, Nida dan Taber (1974:39).

 Teori Semiotik (Analisis Sintagmatik dan

Paradigmatik)

 Metode Mengukur Nilai Konotatif Menurut

Osgood, Suci dan Tennenbaum (Nida dan Taber, 1974:95)

 Taksonomi prosedur/teknik penerjemahan

 Prinsip-prinsip kesepadanan formal dan dinamis menurut Nida (1964:165)

TEMUAN EMPIRIS TEMUAN METODOLOGIS


(5)

104

(2002) yang dalam hal ini adalah prinsip-prinsip yang melandasi kode persepsi untuk mengatur koherensi, homogenitas dan kesistematisan tanda dalam sebuah teks.

Selanjutnya adalah proses analisis terhadap makna simbol sesuai dengan kategorinya masing-masing berdasarkan pada tiga dimensi makna yang dikemukakan oleh Nida (1964:57) yaitu makna linguistik, makna referensial, dan makna emotif. Pencarian makna linguistik atau gramatikal dilakukan berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Nida dan Taber (1974:39) mengenai ilustrasi kernel terhadap satuan lingual simbol baik berupa kata, frasa, maupun klausa. Tahap berikutnya adalah analisis terhadap makna referensial dengan memanfaatkan teori semiotik yaitu dengan mengamati pola relasi antar tanda dengan menyusun perangkat analisis sintagmatik dan paradigmatik sesuai dengan pemaparan teori oleh Chandler (2007). Pencarian makna selanjutnya adalah pada dimensi emotif melalui pemanfaatan matriks berskala satu sampai 10 seperti yang dicetuskan oleh Osgood, Suci dan Tannenbaum dalam Nida dan Taber (1974). Sumber data untuk makna linguistik dan referensial diambil dari data primer, sedangkan sumber data untuk makna emotif diambil dari sumber data sekunder.

Mengacu pada hasil analisis makna, proses selanjutnya adalah analisis yang menyangkut proses transfer dari TSu ke TSa yang meliputi ideologi, strategi penerjemahan yang terdiri dari metode dan prosedur/teknik serta kesepadanan baik formal untuk terjemahan harfiah dan dinamis untuk penerjemahan bebas. Penjelasan mengenai ideologi dalam penerjemahan Alkitab khususnya simbol yang terdapat pada kitab Wahyu dijelaskan berdasarkan beberapa pandangan teoretis seperti yang dikemukakan oleh Bassnett dan Lefevere (1992), Nord dalam


(6)

105

Yan (2005) serta Venuti (1995). Sehubungan dengan strategi penerjemahan yang meliputi metode dan prosedur/teknik penerjemahan dianalisis berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Newmark (1988) serta Molina dan Albir (2002). Khusus mengenai prosedur/teknik penerjemahan, dianalisis berdasarkan pada taksonomi yang khusus diformulasi dalam penelitian ini sesuai dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Molina dan Albir (2005) dengan memanfaatkan alur pikiran Vinay dan Dalbernet (1958).

Proses terakhir adalah analisis pada tataran kesepadanan antara TSu dan TSa yang dilakukan dengan memanfaatkan hasil analisis yang dilakukan sebelumnya baik secara makna dan proses transfer sesuai dengan teori kesepadanan yang dikemukakan oleh Nida (1964) menyangkut prinsip-prinsip kesepadanan formal dan dinamis. Kesepadanan yang pertama diterapkan pada produk harfiah sedangkan yang berikutnya diterapkan pada produk terjemahan bebas.

Penjabaran Model Penelitian:

= Hubungan simetris antara variabel-variabel dalam kedudukan yang sejajar yang tidak saling memengaruhi satu dengan yang lain.

= Hubungan kausal (saling memengaruhi) antara fokus masalah penelitian dengan teori yang digunakan untuk menganalisis masalah.

= Hubungan kausal (sebab akibat) antara fokus permasalahan yang satu dengan yang lain dan antara teori yang satu dengan yang lain.