Kritik Internal Kritik Sumber

Hena Gian Hermana, 2015 Kerusuhan anti etnis Tionghoa di Jatiwangi Februari 1998 sebuah Tinjauan Historis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu jelas, sehingga kesaksian yang diberikan oleh narasumber benar-benar masih bisa dipertanggung jawabkan. Sedangkan, kondisi fisik narasumber tersebut pada saat dilakukan wawancara sedang mengalami sakit. Namun, dengan keadaan sakit narasumber masih bisa berbicara dengan jelas dan ingatan terhadap kesaksiannya pun masih bisa disampaikan dengan baik. Kemudian peneliti juga melakukan kritik eksternal terhadap sumber sekunder berupa buku-buku yang berkaitan dengan masalah penelitian. Buku yang dikritik oleh peneliti yaitu buku yang berjudul Tionghoa Dalam Pusaran Politik karya Benny G. Setiono. Proses kritik eksternal yang dilakukan peneliti yaitu lebih melihat pada aspek latar belakang pembuat sumber atau penulis buku tersebut. Jika dilihat secara umum, penulis bernama Benny G. Setiono tersebut merupakan pendiri Perhimpunan Indonesia Tionghoa INTI tahun 2002 dan turut juga mendirikan Lembaga Kajian Masalah Kebangsaan ELKASA. Selain itu, Benny G. Setiono merupakan anak dari Endang Sunarko Khow Sing Eng yaitu seorang penulis yang telah menulis beberapa buku mengenai Tionghoa.

3.3.2.2 Kritik Internal

Kritik internal atau kritik dalam berfungsi untuk menilai kredibilitas sumber dengan mempersoalkan isinya, kemampuan pembuatannya, tanggung jawab dan moralnya Ismaun, 2005, hlm. 50. Dalam hal ini, kritik internal dilakukan terhadap kesaksian dari narasumber. Kritik internal yang dimaksud lebih mengarah kepada tingkat kredibilitas kesaksian untuk mencari kebenaran kesaksian secara substansial atau isi. Kredibiltas kesaksian pada dasarnya berasal dari tingkat kompetensi dan kebenaran saksi. Namun, itu semua harus diperhitungkan melalui penilaian dari kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh saksi yang bersangkutan. Umumnya yang menjadi sumber kesalahan tersebut adalah pengamatan yang keliru, ingatan yang salah, prasangka, dan ketidakmampuan dalam mengutarakan dengan jelas pikiran-pikirannya Lucey dalam Sjamsuddin, 2007, hlm. 148. Hena Gian Hermana, 2015 Kerusuhan anti etnis Tionghoa di Jatiwangi Februari 1998 sebuah Tinjauan Historis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Salah satu contoh kritik internal yang dilakukan yaitu kepada narasumber bernama Apnan S. Jika dilihat dari latar belakang biografinya, narasumber tersebut merupakan seorang Purnawirawan TNI Angkatan Darat dari Komando Distrik Militer Kodim 0617 Majalengka yang pada saat terjadi kerusuhan bertugas di bagian intel. Dalam mengutarakan kesaksiannya, narasumber ini secara substansial masih benar dalam menjelaskan mengenai latar belakang, jalannya kerusuhan, serta upaya pencegahan dan pengamanan yang dilakukan terhadap aksi kerusuhan tersebut. Akan tetapi, ditinjau dari segi ingatan terhadap kesaksiannya tersebut, narasumber ini telah mengalami massa dimana semua anggota TNI AD, AL, dan AU dimasukkan ke dalam pesantren-pesantren untuk nantinya dicuci atau dibersihkan ingatan-ingatan mereka, atau dengan kata lain yaitu brain washing, terhadap semua kejadian yang mereka alami di masa Pemerintahan Soeharto. Tindakan tersebut dilakukan pada massa Pemerintahan Abdurahman Wahid Gusdur. Maka, dengan kata lain narasumber tersebut kurang mampu mengutarakan dengan jelas mengenai ingatan atau pikirannya terhadap peristiwa kerusuhan itu. Namun, seperti yang diutarakan di atas, bahwa secara substansial narasumber bernama Apnan masih benar dalam menjelaskan secara rinci mengenai latar belakang, jalannya kerusuhan, serta upaya pencegahan dan pengamanan terhadap kerusuhan. Narasumber tersebut menjelaskan bahwa latar belakang dari kerusuhan yang terjadi disebabkan oleh keadaan ekonomi masyarakat Jatiwangi yang mengalami kesenjangan dengan keadaan ekonomi warga Etnis Tionghoa di sana. Dari jalannya kerusuhan, narasumber tersebut juga menjelaskan bahwa ada keterlibatan suatu kelompok tertentu, yaitu kelompok Zoker dalam kerusuhan tersebut. Selain itu, narasumber tersebut juga menjelaskan bahwa ada upaya pengamanan dari pihak Kepolisian, TNI, dan Brimob pada saat kerusuhan terjadi. Kesaksian dari narasumber di atas dapat dibenarkan jika melihat pemaparan kesaksian narasumber bernama Ihat Furihat. Narasumber ini merupakan mantan Kepala Desa Mekarsari yang menjabat tahun 1989-1999. Dalam mengutarakan Hena Gian Hermana, 2015 Kerusuhan anti etnis Tionghoa di Jatiwangi Februari 1998 sebuah Tinjauan Historis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu kesaksiannya, narasumber ini menjelaskan bahwa latar belakang dari kerusuhan tersebut disebabkan oleh keadaan ekonomi masyarakat Jatiwangi pada saat itu sedang mengalami keterpurukan. Ditambah pada saat seorang pengendara becak akan membeli susu, warga Etnis Tionghoa pemilik toko susu tersebut tidak memberikannya, dengan alasan susu habis. Selain itu, narasumber ini juga membenarkan jika pada saat terjadinya kerusuhan ada keterlibatan kelompok Zoker dalam melakukan kerusuhan. Kelompok ini berasal dari Jatisura dan sering membuat resah masyarakat Jatiwangi terutama warga Etnis Tionghoa yang memiliki gudang burung walet. Hampir setiap malam kelompok ini beraksi melakukan pencurian terhadap gudang-gudang burung walet tersebut.

3.3.3 Interpretasi