Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejarah telah banyak mencatat bahwa orang-orang yang sukses adalah mereka yang mempunyai tujuan hidup dimasa depan, dan membuat langkah-langkah perencanaan untuk dapat mencapai tujuan hidupnya tersebut. Mereka yang tidak mempunyai mimpi atau tujuan hidup beserta perencanaanya akan merasa bingung dan hanya mengikuti arus kehidupan. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Nurmi 1991 bahwa secara umum, pikiran dan tingkah laku manusia mengarah pada kejadian dan hasil yang nanti akan didapatkanya. Apa yang akan terjadi dimasa depan, memotivasi seseorang untuk melakukan tingkah laku tertentu. Dalam kenyataanya, tidak sedikit individu yang seolah membiarkan kehidupanya berjalan seperti air mengalir. Mereka berprinsip bahwa hidup harus dijalani sebagaimana adanya. Memikirkan masa depan dan membuat perencanaan pencapaian bukan menjadi suatu hal yang diprioritaskan. Di sisi lain, era globalisasi menuntut individu untuk bisa menjadi individu yang berprestasi, kompeten, dan mampu bertahan ditengah persaingan yang semakin ketat. Salah satu fenomena yang menunjukan kondisi ini adalah penelitian di Amerika Serikat mengenai mahasiswa strata I di Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukan hampir setengah dari calon siswa perguran tinggi mengatakan bahwa pilihan perguruan tinggi adalah hal yang membingungkan karena tidak ada dasar yang jelas untuk membuat keputusan, banyak siswa senior SLTA Memilih perguraun tinggi dengan menutup mata. Ketika mereka masuk kuliah, mereka tidak menjadi puas dengan pilihanya sehingga memutuskan untuk pindah tempat kuliah yang terkadang dengan alas an yang salah. Pada akhirnya, kondisi ini berpengaruh pada poduktivitas mereka dibangku kuliah dan lebih jauh, menambah angka pengangguran. Santrock, 2003. Ibrahim 2003, mengungkapkan bahwa salah satu penyebab dari tingginya tingkat pengangguran adalah karena kalangan terdidik tidak memiliki rencana hidup. Sejak kecil, mereka belum terlatih untuk merencanakan masa depan sehingga tidak mampu melihat hubungan antara apa yang dipelajari di bangku pendidikan dengan masa depan yang di impikan. Hal ini serupa yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan data statistik BPS April 2011 jumlah pengangguran terbuka open unemployment di Indonesia sebanyak 9.132.104 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 41 3.763.971 jiwa adalah tamatan SMA, Diploma, Akademi dan Universitas atau pengangguran terpelajar . Diantara jumlah pengangguran tersebut, 2.615 jiwa tergolong hopless job merasa tidak yakin mendapatkan pekerjaan, 436.164 diantaranya adalah tamatan SLTA, Diploma, Akademi dan Universitas Sadarojen, 2008. Data faktual diatas menggambarkan tingginya tingkat pengangguran di Indonesia di antaranya ialah kaum pelajar. Oleh karena itu, untuk menaggulangi masalah tersebut perlu adanya perencanaan dan orientasi masa depan yang jelas dalam hal pekerjaan. Dengan memikirkan gambaran masa depan dengan membuat pilihan pekerjaan ini adalah wujud antisipasi atas ketidakpastian dunia orang dewasa serta bagaimana persiapan untuk memasukinya. Serta perencanaan terhadap jenis pekerjaan yang akan ditekuni oleh remaja menjadi sesuatu yang penting, agar pekerjaan yang akan ditekuninya sesuai dengan minat, kemampuan, dan peluang yang mereka miliki. Sehingga masa depan mereka terutama dalam bidang pekerjaan, akan lebih terarah. Menurut Nurmi 1991 orientasi masa depan dapat dijelaskan melalui tiga proses didalamnya yaitu motivasi, perencanaan, dan evaluasi. Ketiga proses ini merupakan satu kesatuan, bersifat hirarki dan terjadi secara bertahap. Proses motivasi meliputi pemilihan individu terhadap hal-hal yang diminati dimasa depan. Proses perencanaan terkait dengan bagaimana individu membuat langkah-langkah pencapaian dan merealisasikanya sedangkan proses evaluasi menyangkut tingkat keyakinan dan harapan bahwa tujuan dimasa depan yang direncanakanya terealisasi. Orientasi masa depan memiliki manfaat lain. Locke dan Lathman dalam Strathman, 2005 melaporkan banyak hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa perilaku yang diarahkan oleh tujuan goal directed behavior lebih efektif dibandingkan perilaku yang tidak diarahkan oleh tujuan. Seseorang yang memiliki tujuan yang jelas, akan lebih memfokuskan dirinya untuk melakukan hal-hal yang hanya berhubungan dengan apa yang ingin dicapainya. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, masa remaja merupakan masa mempersiapkan diri memasuki dunia kerja. Proses mempersiapkan diri memasuki dunia kerja bukanlah suatu hal yang terjadi dengan sendirinya. Selain dituntut untuk berprestasi, ternyata banyak faktor yang turut mempengaruhi kejelasan orientasi masa depan khusunya dalam bidang pekerjaan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kendawati, dkk 2001 tentang model pembinaan remaja dalam rangka mempersiapkan diri memasuki dunia kerja, disebutkan bahwa dalam penelitian tersebut dihasilkan 7 dimensi orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir, yaitu: evaluasi diri, pencarian informasi, perencanaan, kondisi emosi, dukungan keluarga ,optimismpesimisme serta kejelasanketidakjelasan pekerjaan dan karir dimasa yang akan datang. Dukungan keluarga merupakan salah satu dari 7 dimensi orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir, keluarga merupakan sarana sosialisasi yang utama. Untuk itu, remaja sangat membutuhkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, terutama orang tua. Mengingat banyaknya remaja di Indonesia yang masih hidup bersama orangtuanya, masih belum mempunyai nafkah sendiri dan masih berada dibawah otoritas orangtuanya dalam membuat keputusan yang bersifat jangka panjang, yang penting tetapi sulit untuk dilaksanakan. Terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang mereka miliki mengenai dunia pekerjaan mengakibatkan mereka masih membutuhkan bimbingan dan dukungan dari orangtuanya. Hal ini dikarenakan orang tua dapat dijadikan sebagai role model bagi individu tersebut untuk menentukan minatnya dan pengetahuan tentang strategi penyelesaian hambatan yang dihadapinya saat mewujudkan minatnya, dukungan orang tua juga berhubungan dengan optimism dan internalitas individu tersebut dalam menghadapi masa depanya Pulkinen et,al, dalam Nurmi, 1989. Dengan adanya dukungan orang tua atas keputusan dan rencana yang disusun oleh individu dapat tercermin dari berbagai perlakuan yang diberikan orang tua kepada individu tersebut. Misalnya saja, memberikan masukan- masukan mengenai pilihan mana yang terbaik, serta mengawasi segala usaha yang anak lakukan untuk meraih pekerjaan yang telah dipilihnya dimasa depan. Untuk menunjukan penghargaan kepada anak, orang tua memberikan kepercayaan kepada anak untuk memilih bidang studi yang disukainya setelah lulus SMASMK dan pada giliranya anak diberi kebebasan untuk menentukan pilihan pekerjaan sesuai dengan basic studinya ketika lulus dari perguruan tinggi. Dengan demikian Individu yang merasakan adanya dukungan dari orangtuanya akan mendorong untuk mentapkan tujuan mengani pekerjaan dimasa depanya sehingga pemikiran dan persiapannya pun terarah pada tujuan tersebut. Namun berbeda halnya dengan individu yang tidak merasakan adanya dukungan dari orangtuanya, ia akan merasa tidak percaya diri akan kemampuanya dalam menghadapi kehidupan dimasa depan sehingga ia pun menjadi kurang termotivasi untuk memikirkan dan mempersiapkan berbagai hal yang menyangkut masa depanya, termasuk mengenai pekerjaan yang akan ditekuninya dimasa depan. Trommsdroff dalam desmita, 2005. Selain itu menurut penelitian Trommsdroff dalam McCabe Bernet, 2000 melihat adanya keterlibatan orang tua dan menemukan bahwa remaja yang memandang adanya dukungan dan keterbukaan dari orang tua mereka akan mendapatkan orientasi masa depan yang lebih positif dari pada remaja yang kurang mendapatkan dukungan dari orang tua. Dengan demikian Remaja yang mendapatkan kasih sayang dan dukungan dari orang tua nya, akan mengembangkan rasa percaya dan sikap yang positif terhadap masa depan, percaya akan keberhasilan yang akan dicapainya, serta lebih termotivasi untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan dimasa depan. Sebaliknya, remaja yang kurang mendapat dukungan dari orang tua, akan tumbuh menjadi individu yang kurang optimis, kurang memiliki harapan tentang masa depan, kurang percaya atas kemampuannya merencanakan masa depan, dan pemikiranya pun menjadi kurang sistematis dan kurang terarah. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, untuk mempersiapkan masa depan bagi remaja dibidang pekerjaan ataupun karir dibutuhkan adanya dukungan dari berbagai pihak, orang tua sebagai institusi awal tempat individu belajar untuk tumbuh dan berkembang dari sejak masa kanak-kanak hingga mencapai masa dewasa. Oleh karena itu, sebagai sosok yang masih berpengaruh dalam kehidupan manusia, keberadaan orang tua masih dirasa penting dalam menciptakan suatu situasi yang mendukung bagi remaja untuk dapat memenuhi tugas-tugas perkembangan yang sedang menghadapi secara mandiri, dimana salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhinya adalah memiliki orientasi masa depan area pekerjaan. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka penulis menganggap perlu adanya penelitian mengenai hal tersebut agar nantinya hasil dari penelitian tersebut dapat menjadi acuan bagi semua orang, khusunya orangtua dalam mendampingi remaja dalam menjalani tugas-tugas perkembanganya. Maka dari itu, untuk merealisasi hal tersebut peneliti melakukan penelitian dengan judul Pengaruh dukungan orang tua terhadap orientasi masa depan dalam area pekerjaan pada remaja 1.2 Pembatasan masalah dan rumusan masalah 1.2.1