Tingkat Pengetahuan Pelajar Sekolah Menengah Atas ( SMA ) Terhadap Kesehatan Mata Di Kota Medan

(1)

TINGKAT PENGETAHUAN PELAJAR SEKOLAH

MENENGAH ATAS ( SMA ) TERHADAP KESEHATAN MATA

DI KOTA MEDAN

Oleh

KUHAPRIYA SELVARAJAH

NIM : 070100300

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

TINGKAT PENGETAHUAN PELAJAR SEKOLAH

MENENGAH ATAS ( SMA) TERHADAP KESEHATAN MATA

DI KOTA MEDAN

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

KUHAPRIYA SELVARAJAH

NIM : 070100300

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan Hasil Penelitian dengan Judul:

Tingkat Pengetahuan Pelajar Sekolah Menengah Atas ( SMA ) Terhadap Kesehatan Mata Di Kota Medan

Yang dipersiapkan oleh:

KUHAPRIYA SELVARAJAH 070100300

Laporan Hasil Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke Seminar Hasil

Medan, 14 Disember 2010 Disetujui, Dosen Pembimbing

... (dr. Evo Elidar Sp.Rad)


(4)

ABSTRAK

Latar Belakang : Pengetahuan yang kurang mengenai kesehatan mata merupakan penyebab tingginya kasus kebutaan di Indonesia. Angka kebutaan di Indonesia adalah 1,5 persen dan adalah tertinggi di Wilayah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara.

Tujuan : Penelitian ini dilakukan bagi mengetahui tingkat pengetahuan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Raksana Medan terhadap kesehatan mata pada tahun 2010.

Metode : Penelitian ini adalah suatu penelitian survey crossectional yang bersifat deskriptif. Data yang diperoleh dari responden melalui distribusi kuesioner kepada 120 siswa di entry kedalam SPSS (Statistical product and service solution) versi 17.0 dan hasil ditampilkan dalam tabel distribusi. Hasil dikategorikan kepada pengetahuan baik, pengetahuan cukup dan pengetahuan kurang.

Hasil : Dari penelitian ini diperoleh hasil keseluruhan yaitu 45.0% siswa berada dalam kategori tingkat pengetahuan baik, 51.7% siswa dalam kategori tingkat pengetahuan cukup dan 3.3% siswa dalam kategori tingkat pengetahuan kurang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan baik terbanyak pada siswa umur 16 tahun, kelas X dan perempuan. Tingkat pengetahuan cukup terbanyak pada siswa umur 16 tahun, kelas XI dan perempuan. Tingkat pengetahuan kurang terbanyak pada umur 17 tahun dan kelas XII.

Kesimpulan : Kesimpulan penilitian ini adalah bahwa rata-rata tingkat pengetahuan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Raksana Medan terhadap kesehatan mata adalah dalam tingkat pengetahuan cukup.

Saran : Penelitian ini boleh diambil sebagai patukan dalam mengedukasi remaja masa kini supaya mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih tinggi terhadap kesehatan mata.

Kata kunci: Tingkat Pengetahuan , Kesehatan Mata, Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Raksana Medan.


(5)

ABSTRACT

Background : Lack of knowledge about eye health is one of the causes for the high cases of blindness in Indonesia.The rate of blindness in Indonesia is at 1.5 percent and is the highest in the Regional World Health Organization (WHO) Southeast Asia.

Objective : This research was conducted to determine the level of knowledge in high school students in SMA Swasta Raksana Medan on the health of the eye.

Method : This study is a cross sectional survey and the research is descriptive. Data obtained from 120 respondents through a questionnaire had been entered into the computer program SPSS (Statistical Product and service solution) and results are shown in the table of distribution. The results are categorized into respondents with good knowledge, sufficient knowledge and lack of knowledge.

Results : The overall results show that 45% students are in the category of good

knowledge, 51.7% are in a adequate level of knowledge and 3.3% are in the category lack of knowledge. The highest level of knowledge are students aged 16 years, class X and women. The adequate level of knowledge is highest at the age of 16 years, class XI and women. The lack of knowledge are highest for students aged 17 year, and class XII.

Conclusion : The conclusion of this research is that the level of knowledge in the high school Raksana Medan on the health of the eye is at a sufficient level.

Recommendation : This research can be taken as a base in educating the young generation today for a better level of knowledge on the health of the eyes.

Keywords: Level Of Knowledge, Eye Health, Private High School Student Raksana Medan.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan kurniaNya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah tulis ini dengan judul “Tingkat Pengetahuan Pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Raksana Kota Medan Terhadap Kesehatan Mata. Penulisan proposal seminar karya tulis ini disusun sebagai satu syarat kelulusan menjadi sarjana kedokteran.

Selama penulis menyusun proposal ini telah banyak mendapatkan bimbingan dan arahan dan untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Evo Elidar, Sp.Rad selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan pengarahan sehingga proposal ini dapat terselesaikan. Penulis juga berterima kasih kepada Dekan, Pembantu Dekan dan seluruh staf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Pada kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada orang tua penulis yang membantu memberikan dukungan moral dan materi. Terima kasih juga kepada semua teman-teman yang turut banyak membantu dengan memberikan ide-ide yang sangat membantu.

Penulis mengakui bahwa apa yang ditulis dalam Karya Tulis Ilmiah ini adalah jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saya mengharapkan saran, petunjuk dan kritik yang membangun dari pembaca. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, masyarakat dan pemerintah.

Medan, 14 Disember 2010


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan ...i

Abstrak...ii

Abstract...iii

Kata Pengantar...iv

Daftar Isi ...v

Daftar Tabel...vii

Daftar Lampiran...viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Rumusan Masalah...2

1.3. Tujuan Penelitian...3

1.4. Manfaat Penelitian...3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemahaman Pengetahuan...4

2.2. Kesehatan Mata ...5

2.2.1. Anatomi dan Faal Mata………...5

2.2.2. Fungsi Refraksi Mata ………...8

2.2.3. Faktor Penyebab Gangguan Kesehatan Mata……...……...10

2.3. Peranan Kesehatan Mata Melalui Puskesmas………11


(8)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep...16

3.2. Defenisi Operasional...16

3.3. Aspek Pengukuran ( Cara Ukur )………...17

3.4. Aspek Pengukuran ( Alat Ukur )………....17

3.5. Hasil Pengukuran………...17

3.6. Skala Pengukuran……….………..18

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis penelitian...19

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...19

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian...19

4.4. Teknik Pengumpulan Data ...21

4.4.1.1 Uji Validitas dan Reliabilitas...22

4.5 Teknik Penilaian/Skoring………....24

4.6. Pengolahan dan Analisa Data………....25

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian………26

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian………...26

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden...26

5.1.3 Hasil Analisa Data……….27

5.2. Pembahasan……….32

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan………..35

6.2. Saran………35

DAFTAR PUSTAKA...36


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Kuesioner……….24

Tabel 5.1. Distribusi karakteristik responden yang mengikuti penelitian……..26

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi jawaban responden mengikut soal kuesioner…28 Tabel 5.3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Umur...29

Tabel 5.4. Distribusi Tingkat Pengetahuan Derdasarkan Kelas SMA...30

Tabel 5.5. Distribusi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Jenis kelamin...31

Tabel 5.6. Distribusi Tingkat Pengetahuan Secara Umum...31


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Hidup

Lampiran 2 Informed Consent

Lampiran 3 Kuesioner

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian


(11)

ABSTRAK

Latar Belakang : Pengetahuan yang kurang mengenai kesehatan mata merupakan penyebab tingginya kasus kebutaan di Indonesia. Angka kebutaan di Indonesia adalah 1,5 persen dan adalah tertinggi di Wilayah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara.

Tujuan : Penelitian ini dilakukan bagi mengetahui tingkat pengetahuan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Raksana Medan terhadap kesehatan mata pada tahun 2010.

Metode : Penelitian ini adalah suatu penelitian survey crossectional yang bersifat deskriptif. Data yang diperoleh dari responden melalui distribusi kuesioner kepada 120 siswa di entry kedalam SPSS (Statistical product and service solution) versi 17.0 dan hasil ditampilkan dalam tabel distribusi. Hasil dikategorikan kepada pengetahuan baik, pengetahuan cukup dan pengetahuan kurang.

Hasil : Dari penelitian ini diperoleh hasil keseluruhan yaitu 45.0% siswa berada dalam kategori tingkat pengetahuan baik, 51.7% siswa dalam kategori tingkat pengetahuan cukup dan 3.3% siswa dalam kategori tingkat pengetahuan kurang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan baik terbanyak pada siswa umur 16 tahun, kelas X dan perempuan. Tingkat pengetahuan cukup terbanyak pada siswa umur 16 tahun, kelas XI dan perempuan. Tingkat pengetahuan kurang terbanyak pada umur 17 tahun dan kelas XII.

Kesimpulan : Kesimpulan penilitian ini adalah bahwa rata-rata tingkat pengetahuan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Raksana Medan terhadap kesehatan mata adalah dalam tingkat pengetahuan cukup.

Saran : Penelitian ini boleh diambil sebagai patukan dalam mengedukasi remaja masa kini supaya mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih tinggi terhadap kesehatan mata.

Kata kunci: Tingkat Pengetahuan , Kesehatan Mata, Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Raksana Medan.


(12)

ABSTRACT

Background : Lack of knowledge about eye health is one of the causes for the high cases of blindness in Indonesia.The rate of blindness in Indonesia is at 1.5 percent and is the highest in the Regional World Health Organization (WHO) Southeast Asia.

Objective : This research was conducted to determine the level of knowledge in high school students in SMA Swasta Raksana Medan on the health of the eye.

Method : This study is a cross sectional survey and the research is descriptive. Data obtained from 120 respondents through a questionnaire had been entered into the computer program SPSS (Statistical Product and service solution) and results are shown in the table of distribution. The results are categorized into respondents with good knowledge, sufficient knowledge and lack of knowledge.

Results : The overall results show that 45% students are in the category of good

knowledge, 51.7% are in a adequate level of knowledge and 3.3% are in the category lack of knowledge. The highest level of knowledge are students aged 16 years, class X and women. The adequate level of knowledge is highest at the age of 16 years, class XI and women. The lack of knowledge are highest for students aged 17 year, and class XII.

Conclusion : The conclusion of this research is that the level of knowledge in the high school Raksana Medan on the health of the eye is at a sufficient level.

Recommendation : This research can be taken as a base in educating the young generation today for a better level of knowledge on the health of the eyes.

Keywords: Level Of Knowledge, Eye Health, Private High School Student Raksana Medan.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengurangan kesehatan mata menyebabkan gangguan penglihatan dan seterusnya menyebabkan kebutaan. Kebutaan adalah ketidak mampuan untuk melihat dalam jarak 3 meter atau kurang. Kebutaan bisa terjadi karena berbagai alasan seperti cahaya tidak dapat mencapai retina, cahaya tidak terfokus sebagaimana mestinya pada retina, retina tidak dapat merasakan cahaya secara normal, kelainan penghantaran gelombang saraf dari retina ke otak dan otak tidak dapat menterjemahkan informasi yang dikirim oleh mata. Beberapa penyakit yang bisa menyebabkan kebutaan adalah seperti katarak, kelainan refraksi, ablasio retina, retinitis pigmentosa, diabetes, degenerasi makuler, sklerosis multiple, tumor kelenjar hipofisa dan glaukoma (Martine, 2007).

World Sight Day (WSD) adalah hari peringatan tahunan yang diselenggarakan pada Kamis kedua bulan Oktober, untuk memfokuskan perhatian dunia pada kebutaan dan penglihatan. Dari fakta yang ada diketahui bahwa masalah kesehatan mata di dunia cukup memprihatinkan. Sekitar 314 juta orang di seluruh dunia hidup dengan penglihatan yang rendah dan kebutaan.Dari jumlah tersebut, 45 juta orang buta dan 269 juta orang memiliki penglihatan yang rendah. 145 juta orang memiliki penglihatan rendah disebabkan kegagalan refraksi yang tidak dapat dikoreksi. Tanpa adanya intervensi yang efektif, jumlah orang buta di seluruh dunia telah diproyeksikan meningkat menjadi 76 juta pada tahun 2020 (Martine, 2007).

Direktur Rumah Sakit Mata Cicendo dr. Kautsar Boesoirie dalam sambutannya di peringatan Hari Penglihatan Sedunia (World Sight Day) 2009 mengatakan bahwa “Berdasarkan data WHO 3 juta orang mengalami kebutaan di Indonesia, lebih kurang 75 persen dari jumlah tersebut bisa dihindari. Namun hingga kini masyarakat Indonesia belum tahu cara memelihara kesehatan mata”.

Angka kebutaan di Indonesia adalah 1,5 persen dan adalah tertinggi di Wilayah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara. Angka kebutaan


(14)

negara lain di Regional WHO Asia Tenggara yang cukup tinggi antara lain Bangladesh (1,0 persen), India (0,7 persen), dan Thailand (0,3 persen).Tiap menit ada 12 orang buta di dunia. Di Indonesia tiap menit ada 1 orang menjadi buta (Altman, Machini, Bryant, & Gardner, 2000).

Upaya penanganan kesehatan mata di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 1967. Waktu itu diutamakan pada pemberantasan trakoma dan defisiensi vitamin A. Sejak tahun 1984 Upaya Kesehatan Mata/Pencegahan Kebutaan sudah diintegrasikan ke dalam kegiatan pokok puskesmas. Sedangkan Program Penanggulangan Kebutaan Katarak Paripurna di mulai sejak tahun 1987 lewat rumah sakit maupun Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM). Selain ditangani rumah sakit pemerintah dan swasta, ada BKMM di 11 provinsi (GYTS, 2006).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2009 menunjukkan angka kebutaan tertinggi di Indonesia adalah di Provinsi Sulawesi Selatan (2,6%) dan terendah di Provinsi Kalimantan Timur (0,3%). Menteri kesehatan (Menkes) menyebut dari hasil Riskesda, 10 persen dari 66 juta anak usia sekolah menderita kelainan refraksi. Angka untuk kelainan refraksi adalah sebanyak 32 persen pada usia 6-16 tahun, di antaranya 81,9 persen belum mendapatkan koreksi kacamata. Pada usia 17-29 tahun ditemukan 45,1 persen. Angka pemakaian kaca mata bagi koreksi masih rendah, yaitu 12,5 persen dari prevalensi kelainan refraksi. (Dawson & Trapp, 2001).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka diperlukan suatu penelitian. Bagaimanakah tingkat pengetahuan pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) terhadap kesehatan mata di Medan?


(15)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

1. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan di kalangan pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Medan terhadap kesehatan mata.

2. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan tingkat pengetahuan di kalangan pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Medan terhadap kesehatan mata.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Penelitian ini dilakukan agar masyarakat dapat mengetahui hubungan nutrisi dengan kesehatan mata.

2. Penelitian ini dilakukan agar masyarakat dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan mata.

3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah masyarakat melakukan pemeriksaan mata secara rutin.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk

1. Usaha Kesehatan Sekolah sehingga tingkat pengetahuan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Medan terhadap kesehatan mata meningkat. 2. Hasil penelitian yang dikumpulkan dapat berguna untuk mendukung


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemahaman Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan tersebut menjadi panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga, perilaku dalam bentuk pengetahuan yakni dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Apabila perilaku didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long tasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yakni:

1. Tahu (Know).

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.

2. Memahami (Compression).

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Application).

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real).


(17)

4. Analisis (Analysis).

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya antara satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis).

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation).

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu suatu criteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara dan kuisioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden yang dipilih ( Notoatmodjo, 2002).

2.2. Kesehatan Mata

Kesehatan berdasarkan UU RI No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan Pasal 1 menjelaskan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomis. Mata merupakan salah satu aset yang paling berharga sehingga harus dijaga benar kesehatannya.Kesehatan mata adalah penting untuk mempertahankan ketajaman penglihatan (visus) yaitu nilai kebalikan sudut (dalam menit) terkecil di mana sebuah benda masih kelihatan dan dapat dibedakan dan kemampuan untuk membedakan antara dua titik yang berbeda pada jarak tertentu.Kesehatan mata penting untuk mencegah kebutaan (Martine, 2007).

2.2.1. Anatomi dan Faal Mata

Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, lalu dengan perantaraan serabut-serabut nervus optikus, mengalihkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada


(18)

otak, untuk diterjemahkan. Adapun anatomi organ penglihatan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu adneksa mata dan bola mata ( Perdami, 2005 ).

Adneksa mata merupakan jaringan pendukung mata yang terdiri dari kelopak mata, Konjungtiva, Sistem Saluran Air Mata (Lakrimal), Rongga Orbita dan Otot-otot Bola Mata.Kelopak mata berfungsi melindungi mata dan berkedip serta untuk melicinkan dan membasahi mata.Konjungtiva adalah membran tipis yang melapisi dan melindungi bola mata bagian luar.Sistem Saluran Air Mata (Lakrimal) menghasilkan cairan air mata, dimana terletak pada pinggir luar dari alis mata.Rongga Orbita merupakan rongga tempat bola mata yang dilindungi oleh tulang-tulang yang kukuh.Otot-Otot Bola Mata adalah dimana masing-masing bola mata mempunyai 6 (enam) buah otot yang berfungsi untuk menggerakkan kedua bola mata secara terkoordinasi pada saat melirik ( Perdami, 2005 ).

Jika diurut mulai dari yang paling depan sampai bagian belakang, bola mata terdiri dari kornea, sklera, bilik mata depan, uvea, pupil, lensa, badan kaca (Vitreus) ,retina, dan papil saraf optik.Kornea disebut juga selaput bening mata, jika mengalami kekeruhan akan sangat mengganggu penglihatan. Kornea bekerja sebagai jendela bening yang melindungi struktur halus yang berada di belakangnya, serta membantu memfokuskan bayangan pada retina. Kornea tidak mengandung pembuluh darah. Sklera merupakan lapisan berwarna putih di bawah konjungtiva serta merupakan bagian dengan konsistensi yang relatif lebih keras untuk membentuk bola mata. Bilik Mata Depan merupakan suatu rongga yang berisi cairan yang memudahkan iris untuk bergerak. Uvea terdiri dari 3 bagian yaitu iris, badan siliar dan koroid. Iris adalah lapisan yang dapat bergerak untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata.Badan siliar berfungsi menghasilkan cairan yang mengisi bilik mata, sedangkan koroid merupakan lapisan yang banyak mengandung pembuluh darah untuk memberi nutrisi pada bagian mata. Pupil merupakan suatu lubang tempat cahaya masuk ke dalam mata, dimana lebarnya diatur oleh gerakan iris. Bila cahaya lemah, iris akan berkontraksi dan pupil membesar sehingga cahaya yang masuk lebih banyak.


(19)

Sedangkan bila cahaya kuat iris akan berelaksasi dan pupil mengecil sehingga cahaya yang masuk tidak berlebihan.Lensa adalah suatu struktur biologis yang tidak umum. Transparen dan cekung,dengan kecekungan terbesar berada pada sisi depan ( Perdami, 2005 ).

Lensa adalah organ fokus utama, yang membiaskan berkas-berkas cahaya yang terpantul dari benda-benda yang dilihat, menjadi bayangan yang jelas pada retina. Lensa berada dalam sebuah kapsul elastik yang dikaitkan pada korpus siliare khoroid oleh ligamentum suspensorium. Dengan mempergunakan otot siliare, permukaan anterior lensa dapat lebih atau agak kurang dicembungkan, guna memfokuskan benda-benda dekat atau jauh. Hal ini disebut akomodasi visual. Badan Kaca (Vitreus) merupakan bagian terbesar yang mengisi bola mata, disebut juga sebagai badan kaca karena konsistensinya yang berupa gel dan bening dapat meneruskan cahaya yang masuk sampai ke retina.Retina merupakan reseptor yang peka terhadap cahaya. Retina adalah mekanisme persyarafan untuk penglihatan. Retina memuat ujung-ujung nervus optikus. Bila sebuah bayangan tertangkap (tertangkap oleh mata) maka berkas-berkas cahaya benda yang dilihat, menembus kornea, aqueus humor, lensa dan badan vitreus guna merangsang ujung-ujung saraf dalam retina. Rangsangan yang diterima retina bergerak melalui traktus optikus menuju daerah visuil dalam otak, untuk ditafsirkan. Kedua daerah visuil menerima berita dari kedua mata, sehingga menimbulkan lukisan dan bentuk. Papil Saraf Optik berfungsi meneruskan rangsangan cahaya yang diterima dari retina menuju ke bagian otak yang terletak pada bagian belakang kepala (korteks oksipita) ( Pearce, Evelyn, 1999 ).

Bagian mata yang sangat penting dalam memfokuskan bayangan pada retina adalah kornea, aqueus humor, lensa dan badan vitreus. Seperti yang selalu terjadi dalam menafsirkan semua perasaan yang datang dari luar, maka sejumlah stasiun penghubung bertugas untuk mengirimkan perasaan, dalam hal ini penglihatan. Sebagian stasiun penghubung ini berada dalam retina. Sebelah dalam tepi retina,terdapat lapisan-lapisan batang dan kerucut yang merupakan sel-sel penglihat khusus yang peka terhadap cahaya. Sela-sela berupa lingkaran yang terdapat di antaranya, disebut granula. Ujung proximal batang-batang dan


(20)

kerucut-kerucut itu membentuk sinapsis (penghubung) pertama dengan lapisan bipoler dalam retina. Proses kedua yang dilakukan sel-sel itu adalah membentuk sinapsis kedua dengan sel-sel ganglion besar, juga dalam retina. Axon-axon sel-sel ini merupakan serabut-serabut dalam nervus optikus. Serabut-serabut saraf ini bergerak ke belakang, mula-mula mencapai pusat yang lebih rendah dalam badan-badan khusus talamus, lantas akhirnya mencapai pusat visuil khusus dalam lobus oksipitalis otak, di mana penglihatan ditafsirkan ( Pearce, Evelyn, 1999 ).

2.2.2. Fungsi Refraksi Mata

Lensa memegang peranan penting dalam pembiasan (refraksi) cahaya. Refraksi adalah pembiasan cahaya apabila cahaya memasuki media yang berbeda kerapatannya (densitasnya) dengan arah miring. Pada saat berkas cahaya datang dari udara melewati bangunan yang bening pada mata yang disebut media refrakta, maka cahaya tadi akan dibengkokkan. Media refrakta meliputi kornea, lensa, dan badan kaca. Lensa adalah bagian yang penting dalam proses ini karena lensa membelokkan cahaya agar cahaya tadi dapat difokuskan (dipusatkan ) di retina. Dari retina cahaya diubah ke dalam impuls cahaya yang dihantarkan melewati nervus optikus ke pusat penglihatan di lobus oksipitalis otak. Apabila lensa berada dengan jarak fokus yang sama, maka bayangan akan kabur apabila objek didekatkan ke mata. Untuk dapat melihat objek yang didekatkan mata dengan jelas harus terjadi perubahan kecembungan lensa untuk dapat mengubah jarak fokus (jarak titik api). Proses ini disebut akomodasi. Akomodasi dimungkinkan karena adanya zonula atau ligamentum suspensorium lentis yang mengelilingi lensa,yang dikendalikan oleh muskulus siliaris. Apabila muskulus siliaris berkontraksi, ligamentum suspensorium mengalami relaksasi (mengendor) dan menambah kelengkungan lensa. Kejadian ini diiringi dengan konvergensi mata dan konstriksi pupil untuk memungkinkan cahaya melewati bagian sentral lensa. Pada mata normal dimungkinkan untuk melihat objek sedekat 25 cm ( Pearce, Evelyn, 1999 ).

Kelainan refraksi adalah hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan


(21)

panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda selalu melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh. Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Pungtum Proksimum merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Pungtum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat. Pada emetropia, pungtum remotum terletak di depan mata. Secara klinis kelainan refraksi adalah akibat kerusakan pada akomodasi visuil,dan ini adalah sebagai akibat perubahan biji mata, maupun kelainan pada lensa. Kelainan refraksi yang sering dihadapi sehari-hari adalah miopia, hipermetropia, presbiopia, dan astigmatisma (Trisnowiyanto, 2002).

Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh. Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Pada hipermetropia sinar sejajar difokuskan di belakang makula lutea. Presbiopia adalah gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dapat terjadi akibat kelemahan otot akomodasi dan lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa. Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair, dan sering terasa pedas. Kelainan refraksi karena kelengkungan kornea yang tidak teratur disebut astigmatisma. Pada penderita astigmatisma, sistem optik yang astigmatismatik menimbulkan perbesaran atas satu objek dalam berbagai arah yang berbeda. Satu titik cahaya yang coba difokuskan, akan terlihat sebagai satu garis kabur yang panjang. Mata yang astigmatisma memiliki kornea yang bulat


(22)

telur, bukannya seperti kornea biasa yang bulat sferik. Kornea yang bulat telur memiliki lengkung (meridian) yang tidak sama akan memfokus satu titik cahaya atau satu objek pada dua tempat, jauh dan dekat. Lensa yang digunakan untuk mengatasi astigmatisma adalah lensa silinder. Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh, atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang, Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva akibat suatu proses infeksi atau respons energy (Youngson, Robert. 1995).

2.2.3. Faktor Penyebab Gangguan Kesehatan Mata

Kesehatan mata seseorang tergantung pada pelbagai faktor. Hal ini disebabkan antara lain oleh faktor-faktor seperti kuat penerangan atau pencahayaan. Mata manusia sensitif terhadap kekuatan pencahayaan, mulai dari beberapa lux di dalam ruangan gelap hingga 100.000 lux di tengah terik matahari. Kekuatan pencahayaan ini aneka ragam yaitu berkisar 2000-100.000 di tempat terbuka sepanjang siang dan 50-500 lux pada malam hari dengan pencahayaan buatan. Penambahan kekuatan cahaya berarti menambah daya, tetapi kelelahan relatif bertambah pula. Kelelahan ini diantaranya akan mempertinggi kecelakaan. Namun meskipun pencahayaan cukup, harus dilihat pula aspek kualitas pencahayaan, antara lain faktor letak sumber cahaya. Sinar yang salah arah dan pencahayaan yang sangat kuat menyebabkan kilauan pada obyek. Kilauan ini dapat menimbulkan kerusakan mata. Begitu juga penyebaran cahaya di dalam ruangan harus merata supaya mata tidak perlu lagi menyesuaikan terhadap berbagai kontras silau, sebab keanekaragaman kontras silau menyebabkan kelelahan mata. Sedangkan kelelahan mata dapat menyebabkan irritasi, mata berair dan kelopak mata berwarna merah (konjungtivitis), penglihatan rangkap ,sakit kepala, ketajaman penglihatan merosot, begitu pula kepekaan terhadap perbedaan (contrast sensitivity) dan kecepatan pandangan serta kekuatan menyesuaikan (accomodation) dan konvergensi menurun. Waktu Papar juga bisa menyebabkan gangguan pada ketajaman penglihatan. Pemaparan terus menerus misalnya pada pekerja sektor perindustrian yang jam kerjanya melebihi 40 jam/minggu dapat menimbulkan berbagai penyakit mata akibat kerja. Yang


(23)

dimaksud dengan jam kerja adalah jam waktu bekerja termasuk waktu istirahat (Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat, 1990:101). Meskipun terjadi keanekaragaman jam kerja, umumnya pekerja informal bekerja lebih dari 7 jam/hari. Hal ini menimbulkan adannya beban tambahan pada pekerja yang pada akhirnya menyebabkan kelelahan mata. Bagi faktor umur, kesehatan mata berkurang menurut bertambahnya usia. Pada tenaga kerja berusia lebih dari 40 tahun, visus jarang ditemukan 6/6, melainkan berkurang. Maka dari itu, kontras dan ukuran benda perlu lebih besar untuk melihat dengan ketajaman yang sama.Makin banyak umur, lensa bertambah besar dan lebih pipih, berwarna kekuningan dan menjadi lebih keras. Hal ini mengakibatkan lensa kehilangan kekenyalannya, dan karena itu, kapasitasnya untuk melengkung juga berkurang. Akibatnya, titik-titik dekat menjauhi mata, sedang titik jauh pada umumnya tetap saja (Sidarta, 1997).

2.3. Peranan Kesehatan Mata Melalui Puskesmas

Angka kebutaan di Indonesia diperkirakan sekitar tahun 1982 yaitu 1,3% dari jumlah penduduk, di antaranya kebutaan tersebut dapat dicegah dan diobati. Pada umumnya pelayanan kesehatan mata, terutama dititikberatkan pada pelayanan individu. Selama orientasi kita masih terpaku pada pelayanan individu, maka kebutaan akan bertambah terus yang mungkin pada akhir abad kedua puluh dapat berlipat ganda. Pengetahuan mengenai pencegahan dan pengobatan trakoma atau xeroftalmi, telah kita kuasai, demikian juga memperbaiki ketajaman penglihatan pada katarak dengan berbagai operasi, maupun keratoplasti pada kerusakan kornea. Tetapi yang menjadi masalah utama ialah bagaimana cara penerapannya pada seluruh bangsa Indonesia. Untuk mencapainya, tentu perlu koordinasi yang mantap dalam pelayanan kesehatan mata, dalam usaha pencegahan kebutaan dan penurunan fungsi penglihatan (Sidarta, 1997).

Sejak 1979/1980 telah dimulai pelayanan kesehatan mata melalui Puskesmas, yang merupakan pintu gerbang utama dalam pelayanan kesehatan, yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Menurut terminologi W.H.O. Puskesmas disebut "Primary Eye Care" (P.E.C.), adalah unit terdepan yang


(24)

merupakan bagian integral dari Puskesmas, yang meliputi usaha-usaha peningkatan pencegahan dan pengobatan terhadap individu dan masyarakat, di mana masyarakat merupakan sasaran utama dari pelayanan tersebut (Trisnowiyanto, 2002).

Tujuan Primary Eye Care (P.E.C) adalah melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan mata yang diintegrasikan di Puskesmas, yang berhubungan langsung dengan masyarakat, sehingga angka kesakitan mata dapat ditekan dan kebutaan serta kemunduran fungsi penglihatan dapat dihilangkan. Dalam usahanya mencapai tujuan dari Primary Eye Care maka dibuat kebijakan (Trisnowiyanto, 2002).

Penduduk yang berpenghasilan rendah, baik yang tinggal di desa maupun di kota, mendapat prioritas dalam pelayanan kesehatan mata.Pelayanan terutama ditekankan pada usaha peningkatan kesehatan mata, pencegahan dan pengobatan.Pelayanan kesehatan mata mengutamakan pelayanan penderita yang berobat jalan. Sistem pelayanan kesehatan mata berorientasi pada masyarakat dengan partisipasi aktif mereka.Demi keberhasilan kegiatan Primary Eye Care peranan dokter Puskesmas dan para medik, yang mendapat pendidikan tambahan di bidang Ilmu Kesehatan Mata sangat penting. Karenanya dokter Puskesmas beserta stafnya perlu mendapat penyegaran dan latihan mengenai pengetahuan kesehatan mata, sehingga mereka terampil dalam pekerjaannya di Puskesmas (Sidarta, 1997).

Antara peran dokter beserta staf adalah membuat diagnosa dini dan pengobatan dini dari penyakit mata yang terbanyak pada masyarakat. Melakukan operasi kecil seperti entropion, ektropion, insisi hordeolum, kalasion, pengeluaran benda asing dikornea dan abses kelopak mata. Melakukan pertolongan pertama pada glaukoma kongestif akut, hifema, ulkus kornea dan trauma. Melaksanakan rujukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri ke tingkat yang lebih tinggi contohnya mata merah dengan penurunan visus, katarak dengan visus yang buruk serta ambliopia.Melaksanakan pengawasan lanjut, pada kelainan-kelainan mata sebelum dirujuk misalnya kata rak stadium imatur, yang belum dirujuk, bila belum ada indikasi operasi.Menumbuhkan partisipasi masyarakat dengan


(25)

meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakatMembuat laporan dan pencatatan kasus dengan memperhatikan nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, keluhan dan gejala, diagnosa dan pengobatan yang diberikan. Melakukan case finding, baik aktif, maupun pasif, untuk kasus-kasus yang didapat di Primary Eye Care ataupun di lapangan.Melaksanakan pemeriksaan ketajaman penglihatan memakai Optotipe Snellen. Jika tajam penglihatan tak dapat mencapai 5/10 sebaiknya rujuk. Pemeriksaan tonometri, terutama untuk orang yang berusia 40 tahun atau lebih, memakai tonometer Schiotz, guna menemukan glaukoma secara dini. Melakukan pengobatan sesual seperti pada xeroftalmia, konjungtivitis gonore dan nongonore, trakoma, trauma mata tanpa penurunan tajam penglihatan dan lain-lain (Darling, Vera, dan Margaret, 1996).

2.4. Penjagaan Kesehatan Mata

Pilihan makanan sangat berpengaruh terhadap kesehatan mata. Penelitian menemukan kalau nutrisi berperan penting dalam menjaga kesehatan mata dan mencegah penyakit mata yang berkaitan dengan usia seperti Age-Related Macular Degeneration (ARMD), katarak, Glaucoma and Diabetic Retinopathy.Sebuah studi yang dilakukan National Eye Institute (NEI) menunjukkan kalau vitamin dan nutrisi tertentu merupakan kunci utama mencegahan penyakit mata. Nutrisi dan vitamin tertentu tersebut bisa mencegah penyakit utama mata yang berkaitan dengan usia hingga 39%.Salah satu kandungan dalam makanan yang berperan dalam menjaga kesehatan mata adalah lutein. Lutein merupakan antioksidan karotenoid yang banyak ditemukan pada buah-buahan dan sayuran. Lutein ini juga merupakan pigmen yang memberikan warna kuning dan orange pada sayuran. Antioksidan ini dipercaya sangat penting untuk menjaga kesehatan mata karena bisa melindungi dari katarak dan degenerasi macular. Hal ini biasanya terjadi di area macula retina. Macula merupakan bagian retina yang bertanggung jawab dalam hal penglihatan sentral (central vision). Central vision ini hilang pada mereka yang mengalami degenerasi macula. Beberapa studi juga telah menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi lutein dengan pengurangan risiko mengalami degerasi macular dan katarak. Untuk menghindari gangguan


(26)

mata, pengaturan pilihan makanan adalah penting. Alpukat merupakan salah satu dari makanan yang padat nutrisi untuk mata. Alpukat mengandung lebih banyak lutein dibandingkan dengan buah lainnya. Zat ini sangat penting untuk mencegah degenerasi macular dan katarak. Selain itu, buah ini juga merupakan sumber yang kaya akan nutrisi yang penting untuk mata seperti vitamin A, vitamin C, vitamin B6, dan vitamin E.Wortel sudah lama dikenal sebagai makanan yang baik untuk mata. Hal ini karena makanan ini kaya akan beta karoten. Beta karoten akan diubah oleh tubuh menjadi vitamin A yang berperan penting dalam proses bioelektrik di mata. Selain itu, juga bisa membantu tubuh melepaskan radikal bebas.Brokoli kaya akan vitamin C, kalsium, lutein, zeaxanthin, dan sulforaphane.Telur kaya akan nutrisi mata seperti vitamin A, seng, lutein, lecithin, B12, vitamin D, dan cysteine.Bayam merupakan sumber lain yang kaya vitamin A. Bayam juga mengandung nutrisi yang baik untuk mata seperti lutein dan zeaxathin.Sama seperti bayam, kol juga kaya akan vitamin A, lutein, dan zeaxathin.Tomat kaya akan vitamin C dan lycopene, dua nutrisi yang sangat penting untuk mata.Biji bunga matahari mengandung selenium, nutrisi yang bisa mencegah katarak dan juga menjaga kesehatan mata secara umum. Bawang putih mengandung selenium dn nutrisi yang baik untuk mata lainnya seperti vitamin C dan quercetin.Salmon kaya akan omega-3 yang sangat penting untuk menjaga kesehatan mata secara umum. Salmon juga mengandung asam folik, vitamin D, vitamin B6, vitamin B12, dan vitamin A.

Mata kita harus sering di beri objek pandangan lain bila kita sering kali terfokus pada suatu objek saat melakukan aktifitas sehari-hari, seperti bekerja terlalu lama di depan layar komputer. Hal ini tanpa disadari dapat membuat mata merah, iritasi, gatal, sampai terganggunya daya pandang. Maka dari itu lakukanlah secara rutin olah raga mata, seperti mengedipkan mata, menatap ke bawah dan keatas atau ke kanan dan kiri serta melakukan pijatan di sekeliling mata. Bagi yang sering kali bekerja di depan layar komputer selama berjam-jam, tanpa disadari mata kita sudah mengalami kejang otot karena harus terus menatap layar komputer dengan waktu yang cukup lama, dan ini sering kali membuat mata menjadi kering, merah bahkan sampai iritasi karena radiasi layar komput er maka


(27)

disarankan agar sesekali Anda mencari objek pandang yang berbeda.Bagi pengguna lensa kontak, harus rutin merawat lensa kontak, seperti membersihkan dengan cairan yang benar. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk yang disarankan ahlinya.Istirahat yang cukup dapat mengembalikan kondisi kesegaran mata.“Mata adalah jendela dunia,” pepatah ini mungkin sangat berarti bila kita mulai mengalami gangguan pada mata kita, maka untuk menjaga agar kita dapat melihat dunia, rawatlah mata. Jangan sembarangan mengucek atau menggosok mata dengan tangan, karena akan mempercepat penyebaran virus dan bakteri yang bisa menyebabkan infeksi pada mata.Sering-sering mencuci tangan, terutama sebelum menyentuh wajah anda.Perbanyakkan beristirahat minimal 8 jam setiap hari untuk kesehatan mata ( Trisnowiyanto, 2002 ).


(28)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Pada penelitian ini kerangka konsep pemikiran adalah tentang tingkat pengetahuan pelajar Sekolah Menengah Atas ( SMA ) di Medan terhadap kesehatan mata dapat dibuat bagan kerangka konsep sebagai berikut :

3.2. Defenisi Operasional

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan pelajar Sekolah Menengah Atas ( SMA ) terhadap kesehatan mata.

3.2.1. Variabel

Tingkat Pengetahuan Pelajar Sekolah Menengah Atas

Kemampuan siswa untuk mengetahui tentang kesehatan mata. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang pentingnya kesehatan mata dan secara langsung dapat mempengaruhi seseorang untuk dapat bertindak menjaga kesehatan mata. Dalam penelitian ini, pengetahuan merupakan jumlah jawaban respon terhadap pertanyaan yang berhubungan dengan kesehatan mata.

Kesehatan Mata

Kemampuan siswa untuk mengetahui kesehatan adalah keadaan sejahtera yang memungkinkan setiap orang hi Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Tingkat Pengetahuan Siswa SMA terhadap kesehatan mata.

Tingkat pengetahuan pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA)


(29)

pencegahan gangguan kesehatan mata yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan yang rutin. Seseorang dapat melihat sesuatu benda karena matanya sehat dan berfungsi dengan baik, adanya cahaya yang menyinari benda tersebut. Kesehatan mata adalah penting untuk mempertahankan ketajaman penglihatan dan mencegah kebutaan.

3.3. Aspek Pengukuran ( Cara Ukur )

Cara ukur yang digunakan untuk penelitian ini adalah melalui wawancara.

3.4. Aspek Pengukuran ( Alat Ukur )

Alat ukur yang digunakan untuk penelitian ini adalah jenis kuisioner.

3.5. Hasil Pengukuran

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Pengukuran dan penggolongan tingkat pengetahuan diperoleh dari hasil pengukuran jumlah kuesioner yang diberikan bagi mengetahui tingkat pengetahuan siswa dan dapat dikategorikan kepada Pengetahuan Baik , Pengetahuan Cukup, Pengetahuan Kurang.

3.5.1. Kategori Penelitian Pengukuran

Sedangkan dalam penentuan kategori penelitian dinilai dengan menggunakan metode presentasi skoring sebagai berikut:

1. Pengetahuan siswa Baik bila >75 % pertanyaan dijawab benar oleh responden.

2. Pengetahuan siswa Cukup bila 40-75 % pertanyaan dijawab benar oleh responden.

3. Pengetahuan siswa Kurang bila <40 % pertanyaan dijawab benar oleh responden


(30)

Maka penilaian terhadap tingkat pengetahuan responden terhadap kesehatan mata berdasarkan sistem skoring yaitu

Skor 12-15 : Pengetahuan Baik Skor 6-11 : Pengetahuan Cukup Skor 1-5 : Pengetahuan Kurang

3.6. Skala Pengukuran

Data ini adalah yang berperingkat dari baik, cukup dan kurang sekaligus jenis datanya adalah data ordinal.


(31)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif (penelitian yang diarahkan untuk menguraikan keadaan) yaitu untuk mengetahui tingkat pengetahuan pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Medan terhadap kesehatan mata. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain potong lintang (cross sectional) yaitu penelitian yang mengamati subjek dengan pendekatan suatu saat atau subjek diobservasi hanya sekali sahaja (dalam waktu melakukan penelitian, waktu bersamaan mendapatkan hasil).

4.2. Lokasi dan Waktu penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Raksana di Kota Medan. SMA ini telah dipilih karena peneliti telah terlebih dahulu melakukan initial survey pada 20 siswa di sekolah tersebut untuk mengetahui tingkat pengetahuan mereka terhadap kesehatan mata dan ternyata tingkat pengetahuan mereka rendah. Oleh karena itu, sekolah ini telah dipilih oleh peneliti (saya).

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 9 bulan. Penelitian telah dimulai dengan menentukan judul, menyusun proposal hingga seminar hasil yang akan berlangsung dari bulan March 2010 hingga bulan November 2010 pada waktu pagi hingga siang karena merupakan waktu persekolahan.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian atau populasi target adalah siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Raksana di Kota Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA Swasta Raksana dari kelas X ( kelas 1), XI (kelas 2) dan kelas XII


(32)

(kelas 3) yang berjumlah sebanyak 1271 orang siswa.

4.3.2. Sampel

Menurut Notoatmodjo (2005), untuk mencapai jumlah sampel dari populasi yang jumlahnya lebih kecil dari 10.000, dapat dihitung berdasarkan rumus :

n =

1 + N (d2) N _

Keterangan :

N = Besar populasi n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan (0,1), penyimpangan statistik dari sampel terhadap populasi ditetap

Hasil dari asumsi, jumlah siswa di SMA Swasta Raksana adalah sekitar 1271 siswa. Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% dan tingkat relatif adalah sebesar 10%, jumlah sampel yang telah diperoleh dengan memakai rumus diatas adalah sebanyak 93 orang. Jadi sekurang-kurangnya 93 siswa diperlukan untuk mengikuti penelitian ini.

n =

1 + 1271(0.12) 1271 _

n= 93

Oleh karena terdapat 3 kelas, peneliti telah memilih untuk mengambil sebanyak 120 sampel yaitu 40 sampel dari setiap kelas.Metode pengambilan sampel adalah sampel diambil secara random atau acak (random sampling). Teknik pengambilan random sampel yang digunakan adalah pengambilan sampel secara acak bertingkat (proportional stratified random sampling). Sampel tersebut kemudian didistribusikan merata pada siswa SMA Swasta Raksana secara umum seperti berikut .


(33)

a. Siswa kelas X 2010 : 1/3 × 120 = 40 orang. b. Siswa kelas XI 2010 : 1/3 × 120 = 40 orang. c. Siswa kelas XII 2010 : 1/3 × 120 = 40 orang.

Dari distribusi di atas sampel yang diambil adalah sebesar 120 orang siswa.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang telah digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket berupa kuesioner (daftar pertanyaan) yang terdiri dari 15 pertanyaan. Pertanyaan yang disediakan merupakan close ended item (jawaban telah diberikan keuntungan supaya mudah untuk mengarahkan jawaban responden) dimana variasinya adalah multiple choice. Pertanyaan yang disediakan mempunyai beberapa jawaban dan responden hanya menjawab satu daripadanya. Semua pertanyaan adalah untuk menilai tingkat pengetahuan siswa terhadap kesehatan mata. Pengisian kuesioner oleh siswa akan dilakukan secara langsung dengan diawasi oleh peneliti untuk memastikan tidak ada kecurangan yang terjadi waktu menjawab.

4.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperolehi langsung dari sumber. Data diperoleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan. Peneliti akan ke sekolah yang telah ditetapkan dan akan memberikan kuesioner kepada siswa-siswa di sekolah tersebut. Siswa-siswa tersebut akan mengisi kuesioner yang diberikan dibawah pengawasan peneliti. Kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan yang akan mengukur pengetahuan siswa terhadap pengetahuan mereka terhadap kesehatan mata. Setelah siswa selesai mengisi kuesioner, peneliti akan memberikan satu flyer yang akan menginformasikan siswa mengenai kesehatan mata dan sekaligus memberikan manfaat kepada siswa yang mengikuti penelit ian ini sebagai langkah penyuluhan.


(34)

4.4.1.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dilakukan untuk memastikan kuesioner ini dapat dipercayai. Kuisioner dapat digunakan sebagai alat ukur setelah diuji validitas dan reliabilitasnya. Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah kuisioner yang disusun telah mampu mengukur apa yang hendak diukur, maka dilakukan pengujian antara nilai tiap-tiap item pertanyaan dengan skor total kuisioner tersebut. Bila semua pertanyaan telah memiliki korelasi bermakna ( construck validity ) berarti semua pertanyaan yang ada di dalam kuisioner tersebut mampu mengukur konsep yang kita ukur. Teknik yang dipakai adalah teknik korelasi “Product Moment”. Ini dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada satu kelompok subjek yang menyerupai subjek asal penelitian. Hasil kuisioner diuji validitasnya dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan rumus:

R = N (∑xv)-(∑x∑v) {N∑x²-(∑x)²} {N∑y²-(∑y)²}

Keterangan : x : Skor setiap responden untuk pertanyaan nomor n y : Skor total tiap responden untuk semua pertanyaan xy : Skor pertanyaan nomor n dikali skor total pada tia responden

Keputusan uji

• Bila r hitung (r pearson) > r tabel ; artinya pertanyaan valid.

• Bila r hitung (r pearson) < r tabel ; artinya pertanyaan tidak valid. Sementara itu, uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran 2 kali atau lebih terhadap gejala/kondisi yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama. Setelah selesai seminar


(35)

proposal, akan dicari 20 orang siswa SMA yang mempunyai ciri-ciri yang sama dengan populasi target dan siswa tersebut akan diminta untuk mengisi kuesioner yang akan duiji. Peneliti memilih Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 di Kota Medan untuk melakukan tes uji validitas dan reliabilitas. Kuisioner yang telah selesai disusun akan diuji reliabilitasnya dengan menggunakan uji Cronbach (Cronbach Alpha) dengan menggunakan rumus:

k k ∑ S฀

฀= 1 α = 1-

k- 1 ST²

α = koefisien alpha

k = banyaknya butir pertanyaan

S฀² = ragam skor butir pertanyaan ke-i

ST² = ragam skor total

Uji reliabilitas dilakukan dengan cara one shot (diukur sekali sahaja). Di sini, pengukuran hanya sekali dan kemudian hasil dibandingkan dengan hasil pertanyaan lain. Uji reliabilitas dilakukan pada seluruh pertanyaan yang valid dengan koefisien reliabilitas Alpha pada aplikasi SPSS versi 17.0. Jika nilai alpha lebih besar dari nilai r tabel, maka pertanyaan tersebut reliabel. Hasil uji validitas dan reliabilitas ditampilkan pada tabel berikut ini.


(36)

Tabel 4.1 Tabel Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Kuesioner

Variabel Nomor

Pertanyaan

Total Pearson Correlation

Status Alpha Status

Pengetahuan 1 0.973 Valid 0.937 Reliabel

2 0.973 Valid 0.937 Reliabel

3 0.973 Valid 0.937 Reliabel

4 0.553 Valid 0.937 Reliabel

5 0.622 Valid 0.937 Reliabel

6 0.742 Valid 0.937 Reliabel

7 0.606 Valid 0.937 Reliabel

8 0.742 Valid 0.937 Reliabel

9 0.562 Valid 0.937 Reliabel

10 0.622 Valid 0.937 Reliabel

11 0.622 Valid 0.937 Reliabel

12 0.742 Valid 0.937 Reliabel

13 0.742 Valid 0.937 Reliabel

14 0.973 Valid 0.937 Reliabel

15 0.973 Valid 0.937 Reliabel

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang telah didapatkan secara langsung dari pihak Administrasi Yayasan Pendidikan Raksana yang berhubungan dengan jumlah siswa di sekolah tersebut pada tahun 2010.

4.5. Teknik Penilaian/ Skoring

Semua 15 pertanyaan menilai siswa tentang tingkat pengetahuan mereka terhadap kesehatan mata. Apabila jawaban responden benar diberi nilai 1, jika jawaban salah diberi nilai 0. Jumlah nilai yang diperoleh kemudiannya akan dibahagikan dengan skor total yaitu 15 dan didarabkan dengan 100% untuk mendapatkan hasil pengukuran.


(37)

4.6. Pengolahan dan Analisa Data

Data dari setiap responden akan dimasukkan ke dalam komputer oleh peneliti. Analisis data yang diperoleh dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan program komputer yaitu SPSS (Statistical product and service solution) versi 17.0. Data hasil akan ditampilkan dalam bentuk table distribusi. Pada penelitian ini, variable pengetahuan merupakan data kuantitatif yaitu score hasil pengisian kuesioner. Data ini kemudian diubah menjadi kualitatif yaitu baik, cukup dan kurang melalui induktif.


(38)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian tingkat pengetahuan pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) terhadap kesehatan mata dilaksanakan pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Raksana yang terletak di Jalan Gajah Mada No. 20 dikecamatan Medan Petisah di Kota Medan. Jumlah murid di Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Raksana adalah seribu dua ratus tujuh puluh satu (1271) orang yang terdiri dari kelas X, XI dan XII.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, karakteristik yang diamati pada responden meliputi umur, kelas serta jenis kelamin pada responden. Jumlah responden adalah sebanyak 120 siswa.

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden yang mengikuti penelitian

Variabel n %

Umur Responden

14 tahun 4 3.3

15 tahun 30 25.0

16 tahun 44 36.7

17 tahun 37 30.8


(39)

Kelas Responden

Kelas X 40 33.3

Kelas XI 40 33.3

Kelas XII 40 33.3

Jenis Kelamin Responden

Laki-laki 43 35.8

Perempuan 77 64.2

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden terbanyak adalah berumur 16 tahun yaitu sebanyak 44 siswa (36.7%). Responden kedua terbanyak adalah siswa berumur 17 tahun yaitu sebanyak 37 siswa (30.8%) dan ketiga adalah siswa berumur 15 tahun sebanyak 30 siswa (25.0%). Jumlah responden yang paling sedikit diteliti adalah siswa berumur 14 tahun yaitu 4 siswa (3.3%). Responden terbanyak yaitu 77 siswa (64.2%) adalah perempuan dan 43 siswa (35.8%) adalah laki-laki yang diteliti. Sedangkan rata-rata jumlah responden dari kelas X, XI dan XII adalah 40 siswa setiap kelas.

5.1.3 Hasil Analisa Data

Data lengkap distribusi jawaban responden pada kesemua 15 soal kuesioner terhadap kesehatan mata dapat dilihat pada tabel 5.2.


(40)

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi jawaban responden berdasarkan soal kuesioner

No Pertanyaan Jawaban

Ya (%) Tidak (%) 1 Apakah nutrisi bisa mempengaruhi

kesehatan mata?

96 80.0 24 20.0

2 Apakah buah wortel bisa mempengaruhi kesehatan mata?

102 85.0 18 15.0

3 Apakah anda melakukan pemeriksaan mata secara rutin, yaitu 2 tahun sekali?

21 17.5 99 82.5

4 Adakah olahraga yang teratur bisa mempengaruhi kesehatan mata?

51 42.5 69 57.5

5 Apakah mengkonsumsi alkohol bisa mempengaruhi kesehatan mata?

86 71.7 34 28.3

6 Adakah zat Vitamin A bisa mempengaruhi kesehatan mata?

107 89.2 13 10.8

7 Apakah sayur-sayur dan buah-buahan bisa mempengaruhi kesehatan mata?

104 86.7 16 13.3

8 Apakah makanan ringan, dan minuman bergula mempengaruhi kesehatan mata?

39 32.5 81 67.5

9 Apakah pemakaian lensa kontak

menyebabkan gangguan pada kesehatan mata?

102 85.0 18 15.0

10 Apakah membaca buku yang terus menerus lebih dari 3 jam bisa mempengaruhi kesehatan mata?

110 91.7 10 8.3

11 Apakah pemaparan lama pada skrin komputer bisa mempengaruhi kesehatan mata?

106 89.2 13 10.8

12 Apakah kuatnya penerangan atau pencahayaan semasa melakukan sebarangan aktivitas mempengaruhi kesehatan mata?

100 83.3 20 16.7

13 Apakah menggosok mata dengan tangan tidak baik untuk mata?

98 81.7 22 18.3

14 Adakah paparan yang lama pada debu dan asap tidak baik untuk mata?

106 88.3 14 11.7

15 Apakah merokok bisa mempengaruhi kesehatan mata?

66 55.0 54 45.0

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan benar oleh responden adalah pertanyaan nomor 10 yaitu dengan persentase sebesar 91.7 % (110 siswa). Kesimpulan dapat dibuat


(41)

bahwa tingkat pengetahuan responden terhadap pengaruh membaca buku lebih dari 3 jam terus menerus terhadap kesehatan mata adalah baik Pertanyaan yang paling sedikit dijawab dengan benar oleh responden adalah pertanyaan nomor 3 yaitu dengan persentase sebesar 17.5% (21 siswa). Tingkat pengetahuan responden terhadap pemeriksaan mata secara rutin, yaitu 2 tahun sekali adalah kurang.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Kesehatan Mata Berdasarkan Kelompok Umur

Umur

Tingkat pengetahuan

Baik (≥12) Cukup (6-11) Kurang (≤5)

Jumlah

n % n % n %

14 2 1.7 2 1.7 0 0 4

15 16 13.3 13 10.8 1 0.8 30

16 19 15.8 24 20.0 1 0.8 44

17 14 11.7 21 17.5 2 1.7 37

18 3 2.5 2 1.7 0 0 5

Jumlah 54 45.0 62 51.7 4 3.3 120

Dari tabel 5.3 diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah siswa berdasarkan kelompok umur dengan pengetahuan baik terbanyak dijumpai pada responden usia 16 tahun sebanyak 19 siswa (15.8%) dan terendah dijumpai pada responden usia 14 tahun sebanyak 2 siswa (1.7%). Responden bagi tingkat pengetahuan cukup yang terbanyak dijumpai pada usia 16 tahun sebanyak 24 siswa (20.0 %) dan terendah dijumpai pada responden usia 14


(42)

dan 18 tahun sebanyak 2 siswa (1.7%). Tingkat pengetahuan kurang yang terbanyak dijumpai pada responden usia 17 tahun sebanyak 2 siswa (1.7%).

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Kesehatan Mata Berdasarkan Kelompok Kelas SMA

Kelas

SMA

Tingkat pengetahuan

Baik (≥12) Cukup (6-11) Kurang (≤5)

Jumlah

n % n % n %

Kelas X 21 17.5 18 15 1 0.8 40

Kelas XI 15 12.5 24 20.0 1 0.8 40

Kelas XII 18 15.0 20 16.7 2 1.7 40

Jumlah 54 45.0 62 51.7 4 3.3 120

Dari tabel 5.4 di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah siswa dengan pengetahuan baik terbanyak dijumpai pada responden dari kelas X yaitu 21 orang (17.5%). Tingkat pengetahuan baik paling sedikit dijumpai pada responden dari kelas XI yaitu sebanyak 15 orang (12.5%). Tingkat pengetahuan cukup paling banyak dijumpai pada responden dari kelas XI sebanyak 24 orang (20.0%) dan paling sedikit dijumpai pada responden dari kelas X sebanyak 18 orang (15%). Tingkat pengetahuan kurang paling banyak dijumpai pada responden kelas XII yaitu sebanyak 2 orang (1.7%).


(43)

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Kesehatan Mata Berdasarkan Kelompok Jenis kelamin.

Jenis

Kelamin

Tingkat pengetahuan

Baik (≥12) Cukup (6-11) Kurang (≤5)

Jumlah

n % n % n %

Laki-laki 19 15.8 22 18.3 2 1.7 43

Perempuan 35 29.2 40 33.3 2 1.7 77

Jumlah 54 45.0 62 51.7 4 3.3 120

Dari tabel 5.5 di atas dapat dilihat bahwa paling banyak responden dalam golongan tingkat pengetahuan baik adalah siswa perempuan sebanyak 35 orang (29.2%). Responden terbanyak dalam kategori tingkat pengetahuan cukup adalah siswa perempuan sebanyak 40 orang (33.3%). Jumlah responden dalam tingkat pengetahuan kurang adalah sama bagi laki-laki dan perempuan yaitu 2 orang siswa/i (1.7%).

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Kesehatan Mata Secara Umum

Tingkat pengetahuan n %

Baik (>12) 54 45.0

Cukup (6-11) 62 51.7

Kurang (<5) 4 3.3

Total

120

100.0


(44)

Dari tabel 5.6, dapat dilihat bahwa 54 responden (45.0%) berada dalam kategori tingkat pengetahuan yang baik terhadap kesehatan mata. 62 responden (51.7%) berada dalam kategori tingkat pengetahuan cukup. Sebanyak 4 (3.3%) responden berada dalam kategori tingkat pengetahuan kurang terhadap kesehatan mata.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Tingkat pengetahuan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan diatas dapat dilakukan pembahasan seperti berikut. Ternyata bahwa mayoritas responden yang mengikuti penelitian memiliki tingkat pengetahuan yang cukup yaitu sebanyak 62 orang (51.7%), diikuti dengan reponden yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik yaitu sebanyak 54 orang (45.0%) dan seterusnya dengan tingkat pengetahuan yang kurang yaitu sebanyak 4 orang (3.3%). Hal ini disebabkan karena informasi tentang kesehatan mata beserta cara-cara menjaga kesehatan mata yang diterima baik dikelas mahupun diluar kelas adalah sangat sederhana. Ini menjadikan paling banyak responden tergolong dalam tingkat pengetahuan yang cukup sahaja terhadap pengertian kesehatan mata , faktor-faktor yang bisa mempengaruhi kesehatan mata mahupun cara menjaga kesehatan mata.

5.2.2 Distribusi tingkat pengetahuan siswa/i mengikut umur, kelas SMA dan jenis kelamin siswa/i Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Raksana Medan.

Paling banyak siswa yang menjawab benar bagi soal kuesioner apakah membaca buku yang terus menerus lebih dari 3 jam bisa mempengaruhi kesehatan mata. Ini mungkin berdasarkan dari pengalaman mereka sendiri saat membaca buku yang membuatkan mata mereka berasa letih.

Kedua terbanyak soal kuesioner yang dijawab benar adalah bagi soal apakah Vitamin A mempengaruhi kesehatan mata yaitu sebanyak 107 siswa (89.2%). Mungkin siswa sadar bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi defisiensi vitamin A tertinggi diantara negara-negara sedang


(45)

berkernbang. Hal ini diketahui siswa dari adanya sosialisasi dari Puskesmas serta media massa dan media massa elektronik dan ini mendorong siswa untuk mengambil inisiatif lebih untuk mempelajari tentangnya.

Ketiga terbanyak soal kuesioner yang dijawab dengan benar adalah bagi soal apakah pemaparan lama pada skrin komputer mempengaruhi kesehatan mata. Ini mungkin karena siswa masa kini banyak menggunakan komputer untuk kegiatan sekolah dan telah mengalami iritasi, mata merah, dan gatal pada mata apabila terpapar terlalu lama di depan layar komputer.

Bagi soal kuesioner apakah menggosok mata dengan tangan tidak baik untuk mata, rata-rata siswa menjawab dengan benar bagi soal ini.Ini mungkin karena siswa sudah mempelajari dan sudah mendapat edukasi di subjek Sains di sekolah bahwa menggosok atau mengucek mata dengan tangan bisa mempercepatkan penyebaran virus dan bakteri dan ini bisa menyebabkan infeksi pada mata.

Analisa deskriptif bagi soal kuesioner apakah siswa melakukan pemeriksaan mata secara rutin setiap 2 tahun sekali, paling sedikit dijawab dengan benar yaitu hanya 21 siswa (17.5%). Ini mungkin disebabkan oleh karena siswa tinggal berjauhan dari tempat pelayanan kesehatan mata.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel tingkat pengetahuan siswa berdasarkan umur, siswa terbanyak pada tingkat pengetahuan baik adalah pada umur 16 tahun diikuti dengan umur 15 tahun seterusnya 17 tahun, 18 tahun dan 14 tahun. Berdasarkan golongan kelas, yang berkategorikan tingkat pengetahuan baik adalah terbanyak pada siswa yang berada pada kelas SMA X, diikuti dengan siswa kelas XII dan seterusnya kelas XI. Distribusi jenis kelamin dengan tingkat pengetahuan siswa dari SMA Swasta Raksana Medan terhadap kesehatan mata menunjukkan lebih banyak siswi perempuan tergolong dalam pengetahuan baik di bandingkan dengan siswa laki-laki. Didapati mayoritas responden umur 16 tahun dan dari kelas X yang menjawab kebanyakan soalan dengan benar adalah juga siswi perempuan. Dari ketiga analisa ini dapat disimpulkan bahwa ini mungkin disebabkan oleh jumlah siswi perempuan di SMA adalah lebih banyak daripada jumlah siswa yang


(46)

berkelamin laki-laki. Mungkin juga karena siswi perempuan lebih teliti terhadap kesehatan mata serta penjagaan kesehatan mata berbanding laki-laki.


(47)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari penelitian ini, peneliti menyimpulkan bahwa tingkat pengetahuan siswa/i terhadap kesehatan mata di Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Raksana di Medan adalah secara keseluruhannya cukup yaitu sejumlah 62 orang siswa (51.7%) dengan menjawab 6-11 soalan dari angket kuesioner dengan betul.

6.2 Saran

Bedasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa saran yang ingin saya berikan. Diantaranya ialah,

1. Siswa perlu melakukan pemeriksaan mata secara rutin, yaitu 2 tahun sekali untuk menjaga kesehatan mata. Siswa juga perlu memperbanyakkan konsumsi makanan yang kaya dengan Vitamin A, sayur-sayur dan buah-buahan untuk menjaga kesehatan mata serta menghindari dari mengkonsumsi makanan ringan, minuman bergula dan beralkohol serta merokok

2. Pihak sekolah melalui program Usaha Kesehatan Sekolah perlu merancang kegiatan penyuluhan seperti mendistribusikan leaflet dan melakukan kampanye untuk meningkatkan tingkat pengetahuan siswa terhadap kesehatan mata.

3. Pihak Puskesmas yang mempunyai cakupan di wilayah kerja pada SMA Swasta Raksana atau Dinas Kesehatan Kodya Medan perlu melibatkan para siswa/i dalam upaya meningkatkan pengetahuan terhadap kesehatan mata dengan melakukan penyuluhan – penyuluhan mengenai kesehatan mata.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Altman, D.G., Machini, D., Bryant, T.N. & Gardner, M.J., 2000. Statistics with Confidence. 2nd ed. London.

Anderson, B., 1990. Methodogical Errors in Medical Research. Oxford: Blackwell.

Bambang Trisnowiyanto, 2002. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan ketajaman Penglihatan : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang.

Chow, Y.C., 1990. Refractive Errors In Singapore Medical Students, Singapore.

Danial, 2009. Malang.Available

from:

Darling, Vera H., dan Thorpe, Margaret R. 1996. Perawatan Mata. Terjamahan Hartono. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.

Data Statistik Indonesia, 2010. Kurang Visus. Indonesia. Available from:

Earch & Itemid= 5 & searchword = ku [Accessed 10 Februari 2010].

Dawsons, B. & Trapp, R.G., 2001. Basic and Clinical Biostatistics. 2nd ed.Boston: Lange Medical Books/ McGraw Hill.


(49)

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Rajagrafindo Persada Jakarta.

Ganong, W. F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Terjemahan Petrus Andrianto. Jakarta: EGC.

G la s s , V 2 0 0 9. H o w t o M a k e a Q u e s ti on n a i r e. Ava ila b le fr o m :

[ Accessed 20 April 2010 ].

Martine, M, 2007. Nutrisi dan Penglihatan. Indonesia Available from

:

Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan Prilaku Kesehatan. Indonesia: PT Rineka Cipta.

Pearce, Evelyn. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Terjemahan Sri Yuliani Handoyo. Jakarta: Gramedia.

Perdami, 2005. Anatomi dan Faal Mata,Available from : http//www. indonet. Id [Accessed 29 Maret 2010].

Pratomo, Hadi, Sudarti, 1990. Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Bidang Kesehatan Masyarakat dan Keluarga Berencana/Kependudukan. Jakarta: Unit Pelaksana Proyek Pembangunan FKM di Indonesia.


(50)

Santoso, S. & Lies, A.2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka Cipta.

Sastroasmoro, S. & Ismael, S., 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke-3. Jakarta : Sagung Seto.

Sidarta Ilyas, 1997. Katarak (Lensa Mata Keruh). Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.

Siswono, 2007. Gizi Buruk Ancam Anak-anak di Medan. Persagi. Available fro

Sri Kardjati, dkk. 1985. Aspek Kesehatan dan Gizi Anak Balita. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Suryabrata, S., 2000. Metodologi Penelitian. Edisi Pertama. Jakarta : PT Raja

Grafindo Persada.

Trochim, W.K., 2006. Research Methods Knowledge Base.Available

fro [Accessed

5 April 2010].

Wong, T.Y., 2006. The British Journal of Ophthalmology. The Epidemiology of Age Related Eye Diseases in Asia 90(4): 506–511.


(51)

Youngson, Robert. 1995. Penyakit Mata Terjemahan Illias E. Jakarta: Arcan.

---, 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT Rineka Cipta.


(52)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Kuhapriya Selvarajah

Tempat / tanggal lahir : Perak / 9 Juli 1986

Agama : Hindu

Alamat : Jl. Dr. Mansur, Gg.Sehat No.26 Medan, 20155- Indonesia

Riwayat Pendidikan : 1. Sijil Pelajaran Menengah(SPM)-2003 2. A-levels Di Taylors University College Malaysia-2005

3. Fakultas Kedokteran USU- 2007-Sekarang

Riwayat Pelatihan : 1. Seminar Proposal Penelitian

Riwayat Organisasi : 1. Pengerusi Kelab Sejarah Sekolah 2. Setiausaha Kelab Interact Sekolah 3. Naib Pengerusi Kelab Catur Sekolah 4. Pengawas Sekolah Menengah Atas


(53)

LAMPIRAN 2

SURAT PERNYATAAN

PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama :

Umur :

Kelas : Kelamin :

Telah mendapatkan penjelasan sepenuhnya mengenai penelitian,

Judul penelitian : Tingkat pengetahuan pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Raksana di Kota Medan terhadap kesehatan mata.

Nama peneliti : Kuhapriya Selvarajah

Jenis penelitian : Deskriptif dengan pendekatan cross sectional

Lokasi penelitian : Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Raksana di Kota Medan

Institusi yang melakukan penelitian : Universitas Sumatera Utara (USU) Medan

Dengan ini saya menyatakan bersedia untuk mengikuti penelitian.

Medan,……….2010

____________________ (Nama dan Tanda Tangan)


(54)

LAMPIRAN 3

KUESIONER PENELITIAN TINGKAT PENGETAHUAN

PELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) TERHADAP

KESEHATAN MATA

A. Karekteristik responden

1. Nama :

2. Umur :

3. Kelas : 4. Jenis Kelamin :

B. Tingkat pengetahuan pelajar terhadap kesehatan mata.

No Pengetahuan Skor

1 Apakah pada pendapat anda nutrisi bisa mempengaruhi kesehatan mata?

A. Ya B. Tidak

2 Apakah pada pendapat anda buah wortel bisa mempengaruhi kesehatan mata?

A. Ya B. Tidak

3 Apakah anda melakukan pemeriksaan mata secara rutin, yaitu 2 tahun sekali?

A. Ya B. Tidak

4 Apakah pada pendapat anda olahraga yang teratur bisa mempengaruhi kesehatan mata?

A. Ya B. Tidak

5 Apakah pada pendapat anda mengkonsumsi alkohol bisa mempengaruhi kesehatan mata?

A. Ya B. Tidak

6 Pada pendapat anda, adakah zat Vitamin A bisa mempengaruhi kesehatan mata?

A. Ya B. Tidak

7 Pada pendapat anda, apakah sayur-sayur dan buah-buahan bisa mempengaruhi kesehatan mata?

A.Ya B. Tidak


(55)

8 Pada pendapat anda, apakah konsumsi makanan ringan, dan minuman bergula mempengaruhi kesehatan mata?

A.Ya B. Tidak

9 Pada pendapat anda, apakah pemakaian lensa kontak bisa menyebabkan gangguan pada kesehatan mata?

A.Ya B. Tidak

10 Pada pendapat anda, apakah membaca buku yang terus menerus lebih dari 3 jam bisa mempengaruhi kesehatan mata?

A.Ya B. Tidak

11 Pada pendapat anda,apakah pemaparan lama pada skrin komputer bisa mempengaruhi kesehatan mata?

A.Ya B. Tidak

12 Pada pendapat anda, apakah kuatnya penerangan atau pencahayaan semasa melakukan sebarangan aktivitas mempengaruhi kesehatan mata?

A.Ya B. Tidak

13 Apakah anda tahu, bahwa menggosok mata dengan tangan tidak baik untuk mata?

A.Ya B. Tidak

14 Apakah pada pendapat anda, paparan yang lama pada debu dan asap tidak baik untuk mata?

A.Ya B. Tidak

15 Apakah pada pendapat anda merokok bisa mempengaruhi kesehatan mata?

A.Ya B. Tidak


(56)

Lembar Penjelasan.

1. Penelitian ini dilakukan hanya untuk melihat apakah adanya tingkat pengetahuan terhadap kesehatan mata pada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA).

2. Tidak ada apa-apa tindakan yang akan diambil jika siswa memberikan jawaban yang dia tidak mengetahui tentang kesehatan mata.

3. Setelah penelitian, siswa dan siswi akan diberikan informasi tentang kesehatan mata, faktor yang menyebabkan pengurangan kesehatan mata serta informasi penangulangan kesehatan mata. Maka diharapkan bagi siswa yang kurang berpengetahuan tentang kesehatan mata, dapat dipertingkatkan pengetahuannya.

4. Peneliti hanya akan mengambil beberapa informasi siswa tetapi nama siswa tidak akan diambil sekaligus setelah data dikumpul, tidak akan diketahui siswa mana yang mengetahui tentang kesehatan mata dan siswa mana yang tidak mengetahui tentang kesehatan mata.


(57)

Nama Umur Kelas SMA Jenis Kelamin P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 Tot

AA 15 Kelas X Laki-laki 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

AB 15 Kelas X Laki-laki 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 13

AC 17 Kelas X Laki-laki 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

AD 14 Kelas X Laki-laki 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 9

AE 15 Kelas X Laki-laki 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13

AF 15 Kelas X Perempuan 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9

AG 15 Kelas X Perempuan 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 12

AH 16 Kelas X Laki-laki 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 11

AI 16 Kelas X Perempuan 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 11

AJ 15 Kelas X Perempuan 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 8

AK 14 Kelas X Laki-laki 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 8

AL 15 Kelas X Laki-laki 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 9

AM 14 Kelas X Perempuan 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 13

AN 15 Kelas X Perempuan 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 12

AO 15 Kelas X Perempuan 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14

AP 15 Kelas X Laki-laki 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 3

AQ 15 Kelas X Perempuan 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 10

AR 15 Kelas X Laki-laki 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 11

AS 15 Kelas X Perempuan 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 10

AT 15 Kelas X Perempuan 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 10

AU 15 Kelas X Laki-laki 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 10

AV 16 Kelas X Perempuan 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

AW 14 Kelas X Perempuan 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12


(58)

AZ 15 Kelas X Perempuan 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13

BA 15 Kelas X Laki-laki 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 12

BB 15 Kelas X Perempuan 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 11

BC 15 Kelas X Perempuan 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14

BD 15 Kelas X Perempuan 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 12

BE 16 Kelas X Perempuan 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13

BF 15 Kelas X Perempuan 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 9

BG 15 Kelas X Perempuan 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 8

BH 15 Kelas X Perempuan 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14

BI 15 Kelas X Laki-laki 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 13

BJ 15 Kelas X Perempuan 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 11

BK 15 Kelas X Perempuan 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 11

BL 15 Kelas X Perempuan 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 9

BM 15 Kelas X Laki-laki 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 12

BN 17 Kelas X Laki-laki 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 12

BO 16 Kelas XI Perempuan 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 7

BP 17 Kelas XI Laki-laki 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 12

BQ 16 Kelas XI Perempuan 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9

BR 16 Kelas XI Perempuan 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 10

BS 15 Kelas XI Laki-laki 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

BT 16 Kelas XI Laki-laki 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

BU 16 Kelas XI Perempuan 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 9

BV 17 Kelas XI Laki-laki 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13

BW 16 Kelas XI Perempuan 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 12

BX 15 Kelas XI Laki-laki 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 10

BY 15 Kelas XI Perempuan 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13


(59)

CA 16 Kelas XI Perempuan 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13

CB 16 Kelas XI Perempuan 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13

CC 17 Kelas XI Perempuan 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 9

CD 16 Kelas XI Perempuan 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 10

CE 16 Kelas XI Laki-laki 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 10

CF 16 Kelas XI Laki-laki 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14

CG 16 Kelas XI Perempuan 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 12

CH 16 Kelas XI Perempuan 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 11

CI 16 Kelas XI Perempuan 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 9

CJ 16 Kelas XI Perempuan 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 9

CK 17 Kelas XI Perempuan 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 10

CL 15 Kelas XI Perempuan 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 9

CM 15 Kelas XI Laki-laki 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 11

CN 15 Kelas XI Perempuan 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13

CO 17 Kelas XI Perempuan 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 9

CP 15 Kelas XI Perempuan 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 8

CQ 15 Kelas XI Perempuan 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14

CR 16 Kelas XI Perempuan 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 3

CS 15 Kelas XI Perempuan 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 11

CT 15 Kelas XI Perempuan 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 10

CU 16 Kelas XI Laki-laki 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 12

CV 16 Kelas XI Laki-laki 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 11

CW 16 Kelas XI Laki-laki 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 10

CX 16 Kelas XI Perempuan 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 12

CY 17 Kelas XI Laki-laki 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 10

CZ 17 Kelas XI Laki-laki 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 8


(60)

DB 16 Kelas XI Laki-laki 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 10

DE 17 Kelas XII Perempuan 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 12

DF 17 Kelas XII Perempuan 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14

DG 17 Kelas XII Perempuan 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 10

DH 16 Kelas XII Perempuan 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12

DI 16 Kelas XII Perempuan 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 9

DJ 16 Kelas XII Laki-laki 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14

DK 17 Kelas XII Laki-laki 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 11

DL 17 Kelas XII Perempuan 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

DM 18 Kelas XII Perempuan 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 12

DN 17 Kelas XII Perempuan 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

DO 17 Kelas XII Perempuan 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 11

DP 16 Kelas XII Perempuan 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 11

DQ 17 Kelas XII Perempuan 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

DR 16 Kelas XII Perempuan 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

DS 17 Kelas XII Laki-laki 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 11

DT 17 Kelas XII Laki-laki 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 10

DU 17 Kelas XII Laki-laki 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 13

DV 18 Kelas XII Laki-laki 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14

DW 18 Kelas XII Laki-laki 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12

DX 17 Kelas XII Perempuan 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14

DY 16 Kelas XII Perempuan 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 12

DX 17 Kelas XII Perempuan 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 8

EA 16 Kelas XII Perempuan 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 10

EB 17 Kelas XII Perempuan 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 10

EC 17 Kelas XII Laki-laki 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 4


(1)

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

12.20 18.379 4.287 15

DISTRIBUSI FREKUENSI KAREKTERISTIK RESPONDEN

Umur Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 14 4 3.3 3.3 3.3

15 40 33.3 33.3 36.7

16 34 28.3 28.3 65.0

17 37 30.8 30.8 95.8


(2)

Umur Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 14 4 3.3 3.3 3.3

15 40 33.3 33.3 36.7

16 34 28.3 28.3 65.0

17 37 30.8 30.8 95.8

18 5 4.2 4.2 100.0

Total 120 100.0 100.0

Kelas Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kelas X-7 40 33.3 33.3 33.3

Kelas XI-IA 40 33.3 33.3 66.7

Kelas XII-IPA 40 33.3 33.3 100.0


(3)

Jenis Kelamin Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 43 35.8 35.8 35.8

Perempuan 77 64.2 64.2 100.0

Total 120 100.0 100.0

DISTRIBUSI TINGKAT PENGETAHUAN BERDASAR UMUR, KELAS SMA DAN JENIS KELAMIN

Umur Responden * Tingkat Pengetahuan Crosstabulation

Tingkat Pengetahuan

Total Baik Cukup Kurang

Umur Responden 14 Count 2 2 0 4

% of Total 1.7% 1.7% .0% 3.3%

15 Count 19 20 1 40


(4)

16 Count 16 17 1 34 % of Total 13.3% 14.2% .8% 28.3%

17 Count 14 21 2 37

% of Total 11.7% 17.5% 1.7% 30.8%

18 Count 3 2 0 5

% of Total 2.5% 1.7% .0% 4.2%

Total Count 54 62 4 120

% of Total 45.0% 51.7% 3.3% 100.0%

Jenis Kelamin Responden * Tingkat Pengetahuan Crosstabulation

Tingkat Pengetahuan

Total Baik Cukup Kurang

Jenis Kelamin Responden Laki-laki Count 19 22 2 43

% of Total 15.8% 18.3% 1.7% 35.8%

Perempuan Count 35 40 2 77

% of Total 29.2% 33.3% 1.7% 64.2%

Total Count 54 62 4 120


(5)

Kelas Responden * Tingkat Pengetahuan Crosstabulation

Tingkat Pengetahuan

Total Baik Cukup Kurang

Kelas Responden Kelas X Count 21 18 1 40

% of Total 17.5% 15.0% .8% 33.3%

Kelas XI Count 15 24 1 40

% of Total 12.5% 20.0% .8% 33.3%

Kelas XII Count 18 20 2 40

% of Total 15.0% 16.7% 1.7% 33.3%

Total Count 54 62 4 120

% of Total 45.0% 51.7% 3.3% 100.0%

DISTRIBUSI FREKUENSI TINGKAT PENGETAHUAN SECARA UMUM

Tingkat Pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(6)

Cukup 62 51.7 51.7 96.7

Kurang 4 3.3 3.3 100.0