3. Persepsi manfaat Perceived benefit mengacu pada keyakinan individu
mengenai keefektifan suatu tindakan dalam mengurangi ancaman yang ditimbulkan oleh suatu penyakit.
4. Persepsi hambatan Perceived barriers merupakan aspek negatif yang
terdapat pada suatu tindakan kesehatan tertentu, yang mungkin menjadi penghalang untuk melakukan perilaku pencegahan penyakit, misalya rasa
malu, takut, rasa sakit. 5.
Isyarat bertindak Cues to action merupakan sesuatu yang membuat individu waspada terhadap konsekuensi yang mungkin ditimbulkan.
2.5. Persepsi
Menurut Rakhmat 2005, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi
dan menafsirkan pesan. Dengan demikian persepsi merupakan gambaran arti atau interprestasi yang bersifat subjektif, artinya persepsi sangat tergantung pada
kemampuan dan keadaan diri yang bersangkutan. Dalam kamus psikologi persepsi diartikan sebagai proses pengamatan seseorang terhadap segala sesuatu di
lingkungannya dengan menggunakan indera yang dimilikinya, sehingga menjadi sadar terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan tersebut.
Persepsi meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya. Dalam hubungannya dengan perilaku orang-
orang dalam suatu organisasi, ada tiga hal yang berkaitan, yakni pemahaman lewat penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Dalam menelaah timbulnya proses persepsi
Universitas Sumatera Utara
ini, menunjukkan bahwa fungsi persepsi itu sangat dipengaruhi oleh tiga variabel berikut : 1 Objek atau peristiwa yang dipahami 2 lingkungan terjadinya persepsi,
dan 3 orang-orang yang melakukan persepsi. Dengan demikian, persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami
informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada
pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi Thoha, 1999.
Menurut Notoatmojo 2003 setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang
diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya. Inilah yang disebut praktik kesehatan, atau dapat
dikatakan sebagai perilaku kesehatan. Oleh sebab itu indikator praktik kesehatan ini sangat berkaitan dengan persepsi.
2.6.Penelitian-penelitian sebelumnya
Penyakit kanker leher rahim adalah penyakit yang bersifat kronis dan tanpa menunjukkan gejala, sehingga pada umumnya tidak disadari adanya penyakit ini
secara dini. Akibatnya penyakit ini secara progresif merusak jaringan leher rahim, sehingga mengakibatkan penyakit ini bertambah parah. Namun sebenarnya penyakit
ini bisa disembuhkan bila dideteksi sejak dini. Untuk deteksi dini ini memerlukan beberapa faktor yang mendorong individu untuk melakukan tindakan deteksi penyakit
tersebut. Faktor-faktor tersebut sesuai dengan model yang dikemukakan oleh Lewis,
Universitas Sumatera Utara
Gillam, Gamer, A. Wong ML, Smith WC dan King J; Patricia Bessler, Maung Aung,dan Pauline Jolly; Jepson R, Clegg A dan Forbes; Rosenstock Hochbaum
yaitu model kepercayaan kesehatan yang meliputi persepsi kerentanan, keseriusan,
manfaat dan rintangan dari tindakan deteksi dini kanker leher rahim.
Penelitian-penelitian yang sebelumnya menemukan banyak faktor yang menyebabkan kegagalan deteksi dini kanker leher rahim. Di Amerika Serikat,
kegagalan deteksi dini kanker leher rahim berkaitan dengan ras dan etnis, pendidikan yang terbatas, pendapatan yang rendah, imigran yang tidak mampu berbahasa Inggris,
dan kurangnya asuransi kesehatan Gamer, 2003. Di Inggris, faktor-faktor yang tidak menyebabkan wanita tidak melakukan tindakan deteksi dini kanker lehr rahim adalah
rendahnya persepsi kerentanan terhadap penyakit kanker leher rahim yang dirasakan wanita, kurangnya pengetahuan wanita tentang pentingnya deteksi dini kanker leher
rahim dan faktor-faktor risiko kanker leher rahim, rasa takut dan sakit terhadap deteksi dini kanker leher rahim dan rasa malu Gillam, 1991
Penelitian di negara-negara di Amerika Latin dan Karibia juga telah mengidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi tindakan deteksi dini kanker
leher rahim. Pan American Health Organization PAHO menyimpulkan bahwa rasa malu, status sosial ekonomi yang rendah , pendidikan yang terbatas, rasa takut
terhadap diagnosis kanker leher rahim berhubungan dengan kegagalan deteksi dini kanker leher rahim Lewis, 1995.
Penelitian yang dilakukan PAHO di Amerika Latin dan Karibia dan studi dari Trinidad dan Jamaika telah menemukan bahwa alasan utama untuk tidak pernah
memiliki deteksi dini kanker leher rahim adalah kurangnya gejala penyakit 41.
Universitas Sumatera Utara
Studi dari Amerika Latin mengkonfirmasi bahwa kurangnya pengetahuan bahwa kanker adalah penyakit yang dapat dicegah dan miskin pemahaman tentang gejala
kanker leher rahim tersebut memiliki korelasi dengan kegagalan untuk mendeteksi dini kanker leher rahim Lewis, 1995.
Penelitian yang dilakukan oleh Seow A, Wong ML, Smith WC 1995 dan King J 1987 dalam Bessler dkk, 2005 menemukan bahwa ada hubungan bermakna
antara kerentanan terhadap kanker leher rahim yang dirasakan oleh wanita dengan tindakan deteksi dini kanker leher rahim. Pada penelitian Patricia Bessler, Maung
Aung,dan Pauline Jolly di Trelawny, Jamaika 2005 menemukan juga ,bahwa wanita yang merasa dirinya lebih berisiko terhadap kanker leher rahim cenderung
telah pernah mendeteksi dini kanker leher rahim dibandingkan dengan mereka yang merasa kurang berisiko.
Patricia Bessler, Maung Aung,dan Pauline Jolly di Trelawny, Jamaika 2005 juga menyatakan dari hasil penelitiannya bahwa 81 dari responden
menyatakan bahwa penyakit kanker leher rahim adalah penyakit yang sangat serius dan melakukan deteksi dini kanker leher rahim. Sedangkan mereka yang
keseriusannya rendah tidak melakukan deteksi dini kanker leher rahim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi manfaat tindakan deteksi dini
kanker leher rahim dengan tindakan deteksi dini kanker leher rahim. Pada hasil penelitian ini, 5 dari responden menyatakan tindakan deteksi dini kanker leher
rahim untuk mencegah kanker leher rahim dan melakukan tindakan deteksi dini kanker leher rahim. Pada hasil penelitian ini pula, 54 dari responden menyatakan
Universitas Sumatera Utara
tindakan deteksi dini kanker leher rahim untuk mendiagnosa kanker leher rahim dan melakukan deteksi dini kanker leher rahim.
Penelitian menemukan bahwa hambatan yang dirasakan oleh para wanita dalam mendeteksi dini kanker leher rahim adalah rasa malu, rasa takut akan hasil
deteksi dini dan rasa sakit dari tes yang dilakukan. Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa ada hubungan antara hambatan yang dirasakan dengan tindakan
deteksi dini kanker leher rahim. Penelitian yang dilakukan oleh Jepson R, Clegg A dan Forbes C di Amerika Serikat 2000 dalam Bessler,2005 menemukan adanya
hubungan yang kuat antara rasa malu dengan tindakan tidak mendeteksi dini kanker leher rahim . Hal ini didukung juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Lewis
yang menemukan bahwa rasa malu memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan para wanita di negara-negara Amerika Latin untuk melakukan deteksi dini.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Kerangka Konsep