Kalim al-Siddiqui menegaskan bahawa negara dalam Islam ialah suatu tindakan ibadah dan tanggungjawab, bukan tindakan persetujuan bersama di kalangan
warganegaranya.
122
Khilafah adalah negara untuk semua orang Islam di seluruh dunia, tanpa memandang kebangsaannya. Maka nasionalisme akan dianggap
berbahaya karena dapat memecah-belah persatuan umat Islam di bawah satu Khilafah.
123
B. Pandangan Kalim al- Siddiqui Tentang Nation-State Negara-Bangsa
Dalam pandangan Kalim al- Siddiqui, “tatanan dunia” kontemporer diciptakan
Barat, pemerintah imperialis adalah termasuk di dalamnya dua perang dunia yang sebagian besar itu semua harus dibayar Islam. Banyak negara yang memiliki
“kemerdekaan” konyol dan kedaulatan palsu, yang merupakan ciptaan imperialisme yang melayani kepentingan kekuatan imperialis. Nation-state negara-bangsa kata
Kalim al-Siddiqui adalah simbol keterbelakangan, kekalahan dan keterpecah-belahan. Bahkan, nation-state negara-bangsa adalah produk era kehinaan dan ketundukan.
Kemerdekaan dan “persamaan kedaulatan” dalam sistem internasional, yang dilindungi oleh PBB, kenyataannya berarti ketergantungan kepada Barat secara
permanen.
124
Pendekatan partai politik yang sifatnya memecah-belah, seperti struktur nation-state negara-bangsa, menurutnya merupakan warisan kolonialisme yang
122
Kalim Siddiqui, Stages of Islamic Revolution, 1996, h. 95.
123
Kalim Siddiqui, Seruan-Seruan Islam: Tanggungjawab Sosial dan Kewajiban Menegakkan Syariat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, Cet. Ke-1, h.
124
Mujtahid, Pandangan Kalim Siddique Tentang Negara Islam, Artikel diakses pada 1 Januari 2014 dari http:blog.uin-malang.ac.idmujtahid.
tidak sama dengan negara Islam. Berbeda dari negara-bangsa yang menegasikan Kehendak Tuhan.
125
Setelah Khilafah Ustmaniyyah runtuh pada tahun 1924 Masehi, maka yang terjadi adalah negara-bangsa yang sekuler. Sistem khilafah kerajaan
tenggelam, maka muncul negara-bangsa yang sekuler.
126
Pada masa transisi itu lewat, dan negara-bangsa yang sekuler tidak membawa harapan bagi Umat Islam untuk
menyelesaikan permasalahan yang komplek dan sesak. Muncullah gagasan-gagasan negara-bangsa yang religius yang diusung oleh aktivis gerakan Islam untuk menjawab
tantangan yang dihadapi oleh Umat Islam. Ada juga gerakan Islam yang tidak sepakat dengan sistem negara-bangsa yang religius.
127
Demikian pula, organisasi yang diciptakan oleh nation-state negara-bangsa untuk melayani kepentingan sempit mereka dalam nama Islam juga harus
dikecualikan. Para calon abvious untuk dikecualikan dalam kategori ini adalah apa yang disebut Rabithah al-Alam al-Islami, Majelis Pemuda Muslim dunia, baik dari
Arab Saudi, Dewan Ideologi Islam, Pakistan, Liga Rakyat Arab dan Islam dari Mesir, dan banyak lainnya. Negara-bangsa yang kebanyakan negara Muslim telah
menciptakan organisasi depan yang tujuan utamanya adalah untuk menipu rakyat mereka sendiri dan dunia dalam nama Islam. Tapi kita harus berhati-hati untuk tidak
mengecualikan jaringan yangluas dari aktivitas Islam terorganisir yang terjadi di
125
Kalim Siddiqui, Seruan-Seruan Islam: Tanggung jawab Sosial dan Kewajiban Menegakkan Syariat, h. xiii.
126
Salah satu contohnya ialah Negara Turki, yang dipelopori oleh Kemal Attarturk yang meminggirkan sistem Islam dari wilayah public.Lihat buku Berperang Demi Tuhan, Karen Amstrong.
127
Iman Milyarder, Islam dan Negara, Artikel diakses pada 27 December 2013 dari imannumberone.wordpress.com.
seluruh dunia, bahkan jika beberapa dari hal ini dibiayai oleh pusat-pusat seperti Rabithah tersebut. Beberapa sekarang dikelola dan dijalankan oleh penjilat atau
penipu. Organisasi-organisasi masyarakat dan mahasiswa berbasis secara bertahap akan bergerak keluar dari lingkaran pengaruh rezim reaksioner dan agen mereka dan
akan menjadi pilar sangat berguna gerakan Islam.
128
Negara kolonial, yang sekarang disebut nation-state negara-bangsa, dibatasi secara nasional, yang menyebabkan munculnya istilah bendera nasional, lagu
kebangsaan, hari nasional, bahasa nasional, pakaian nasional, sejarah nasional dan, lebih dari itu, kepentingan nasional. Setiap
“bangsa” didefinasikan dalam pengertian yang eksklusif. Sekarang ini, dua negara-bangsa, bisa ja
di memiliki “kepentingan nasional” yang sama. Dampaknya pada Umat saat ini, yang merepresentasikan
globalisasi sistem nation-state negara-bangsa. Dengan demikian, nation-state negara-bangsa merepresentasikan kekalahan
dan keterpecah-belahan kekuatan politik Islam. Lebih dari itu, nation-state negara- bangsa mereprentasikan dominasi politik, ekonomi, sosial dan kultur Barat yang
berlangsung terus-menerus terhadap masyarakat Islam. Kekalahan sementara Palestina terhadap Zionisme juga dimungkinkan oleh karena perpecah-
belahanUmatsebelumnya telah terjadi negara-bangsa. Tragedi yang lebih dahsyat pada periode ini adalah munculnya banyak partai Islam. Di dunia ini tidak ada partai
politik “Islam” yang berhasil membentuk apa pun yang bisa dianggap sebagai negara
128
Kalim Siddiqui, Issues in the Islamic movement, 1980-81 1400-1401, London-Toronto- Pretoria: The Open Press Limited, 1982, h. 26.
Islam. Menurut Kalim al- Siddiqui, “partai Islam” selalu dan tetap merupakan produk
khusus periode kolonial.
129
Bahkan, dia menyebut semua negara-bangsa Muslim tidak legitimate untuk itu dia meminta ilmuan sosial Muslim untuk mengadakan
penghacuran dan menggantikannya dengan negara Islam. Sementara itu, Kalim al- Siddiqui menunjukkan jalan keluar dari penjara struktur nation-state negara-bangsa,
dia mengajak keilmuan sosial Muslim untuk mempertimbangkannya. Ini merupakan indikasi atmosfir dan keyakinan orang Saudi saat itu, dan yang lebih penting, para
masternya di Washington dan London, bahwa Islam tidak lagi memberikan tantangan apa pun terhadap hegemoni peradaban Barat di negara-negara Muslim.
130
Kekuatan kolonial memaksakan peradaban sekuler di wilayah Muslim dan membagi-baginya menjadi negara-negara bangsa yang berada di bawah kontrolnya.
Negara-negara bangsa baru yang muncul di dunia Muslim pun menjadi instrumen peradaban sekuler. Sehingga, sentra-sentra kekuatan politik Islam, tidak hanya
dihancurkan tetapi juga digantikan dengan sejumlah sentra kekuatan sekuler dan kekuatan politik yang mudah ditundukkan. Hal ini menyebabkan regenerasi kekuatan
politik Islam menjadi semakin sulit dilakukan.
131
Perubahan terjadi secara terus- menerus. Perubahan selain merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan juga
merupakan proses kemunduran dan kejatuhan.
132
Dalam satu pengertian, peradaban
129
Kalim Siddiqui, Seruan-Seruan Islam: Tanggungjawab Sosial dan Kewajiban Menegakkan Syariat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, Cet. Ke-1, h. 286.
130
Kalim Siddiqui, Melampaui Negara-Bangsa Muslim, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, Cet. Ke-1, h. 123.
131
Hamid Enayat, Modern Islamic PoliticThought, London: Macmillan, 1982, h.67.
132
Kalim Siddiqui, Issues in the Islamic movement, h.9.
Barat merupakan peradaban yang kompleks yang merepresentasikan kemajuan- kemajuan gemilang yang dibuat oleh manusia dalam bidang rekayasa teknologis dan
organisasinya. Seseorang telah menghasilkan spekulasi teknologi tentang era antariksa dan kekuatan senjata modern dahsyat, sementara yang lain telah
menghasilkan organisasi manusia, negara-bangsa modern yang komplek berusaha mencapai
“efesiensi” multinasional. Orang-orang cerdas dari peradaban Barat yang menjadikan setiap orang “sama”, sementara dalam kenyataan membuat
ketikdaksamaan menjadi permanen. Apa yang kemudian disebut “persamaan
kedaulatan” nation-state negara-bangsa sudah menjadi contoh yang sangat konkret.
133
Seluruh sejarah Islam bisa ditulis berkaitan dengan deviasi progresif Muslim dari negara Islam Madinah yang orisinal, sehingga sekarang ketika kita menemukan
bahwa diri kita dipecah-belah dalam banyak negara-bangsa yang kecil-kecil. Negara- bangsa ini tidak sedikit pun sama dengan negara Islam. Penguasa di negara-bangsa ini
adalah Muslim nampak seperti kita tetapi sebenarnya bukan kita. Mereka menjelma selama fase sejarah ketika kita didominasi oleh peradaban yang antogonis.
134
Bagian masyarakat kita yang terbaratkan dan disintegrasi secara menyeluruh tunduk kepada
Barat. Mereka tunduk sebagai individu-individu, pusat pengetahuannya tunduk dan unit-unit ekonomi produksi, distribusi dan pertukarannya tunduk dan, lebih-lebih,
sistem politiknya juga tunduk. Di antara yang paling tunduk adalah negara-bangsa
133
Kalim Siddiqui, Seruan-Seruan Islam: Tanggung jawab Sosial dan Kewajiban Menegakkan Syariat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, Cet. Ke-1, h. 165.
134
Ibid, h. 170.
yang saat ini yang mengacaukan dunia Islam. Ketundukan mereka bahkan tidak “suka
rela” demi kepentingan jangka pendeknya adalah mereka diciptakan dalam ketundukan yang dibagun selama periode kolonial.
Akibat yang tidak bisa dihindarkan bahwa bukan hanya satu negara-bangsa yang luput dari ketundukan adalah mungkin benar mengatakan bahwa salah satu
darinya saat ini lebih tunduk ketimbang pada waktu penciptaan atau “kemerdekaan”nya. Bahkan lebih buruk lagi dalam kenyataannya tidak satu pun dari
negara-negara bangsa yang sudah melakukan upaya serius untuk lepas dari ketundukan kepada Barat. Ketundukan negara-bangsa ini, setelah lebih dari satu
generasi “kemerdekaan”, merupakan fenomena yang memerlukan pengujian yang lebih mendalam. Faktanya masyarakat tradisional Islam ternyata sangat resisten
terhadap kebijakan disintegratif kekuatan kolonial.
135
Hampir semua sistem politik yang ada di nasion-state negara-bangsa saat ini merupakan ciptaan kufr. Kufr politik terhebat di dunia modern adalah nasionalisme,
demokrasi, sosialisme, kapitalisme dan liberalisme.
136
Tersebarnya paham sekularisme dan nasionalisme yang kafir merupakan salah satu dampak intervensi
asing yang jahat ini.
137
Dunia Islam dan dunia seluruhnya memerlukan seorang
135
Ibid, h. 232.
136
Ibid, h. 270.
137
Shabir Thaimah, Akhthar Al-Ghazw Al-Fikri âAla Al-Alam Al-Islami, Beirut: Alam Al- Kutub, 1984 h.
pemimpin yang bersifat inklusif, global dan berwibawa. Hanya isi Persyaratan ini sahaja memungkinkandunia menjadi satu negara-bangsa sahaja.
138
C. Implementasi dan Praktek Pandangan Kalim al-Siddiqui Dalam Konteks Negara India