LANDASAN TEORI Analisis Implementasi Lean Manufacturing Dengan Lean Assessment Dan Root Cause Analysis Pada PT. SC Johnson Manufacturing Medan

BAB III LANDASAN TEORI

3.1 Sejarah Sistem Produksi Lean

Istilah “Lean” yang dikenal luas dalam dunia manufacturing dewasa ini dikenal dalam berbagai nama yang berbeda seperti: Lean Production, Lean Manufacturing, Toyota Production System, dan lain-lain. Secara singkat, periode tahun awal mula munculnya Lean adalah Nicholas, 1998: 1. Tahun 1902, Sakichi Toyoda membuat sebuah mesin tenun yang dapat berhenti sendiri jika terjadi gangguan. Yang sekarang ini dikenal sebagai Jidoka. 2. Tahun 1913, Henry Ford menerapkan produksi dengan aliran yang tidak terputus the flow of production dan lini perakitan untuk produksi massal. Namun, masalah yang dihadapi adalah ketidakmampuan untuk memproduksi lebih dari satu variasi mobil. 3. Tahun 1930-an, Kiichiro Toyoda, Taiichi Ohno, Shigeo Shingo dan keluarga Toyoda setelah perang dunia pertama menemukan sistem produksi yang fleksibel one-piece flow yang didukung dengan ditemukannya sistem tarik pull system dimana proses dapat memproduksi sejumlah produk sesuai yang dibutuhkan. 4. Tahun 1950-an, Taiichi Ohno dan Eiji Toyoda menemukan system produksi dengan prinsi Just-In-Time dan Line Production. 5. Kemudian sistem persediaan Just-In-Time dikembangkan dan sistem lain seperti Kanban dan Kaizen yang mendukung terbentuknya sistem produksi Lean. Universitas Sumatera Utara

3.2 Konsep Lean Manufacturing

Sistem lean manufacturing yang telah dipraktekkan selama bertahun-tahun di Jepang, ide dasarnya antara lain eliminasi pemborosan, pengurangan biaya serta peningkatan kemampuan pekerja. Filosofi Jepang dalam menjalankan bisnis sangatlah berbeda dengan filosofi yang telah lama diterapkan di Amerika. Kepercayaan tradisional Barat beranggapan bahwa satu-satunya cara untuk memperoleh keuntungan adalah dengan menambahkan keuntungan itu ke dalam ongkos manufaktur agar dapat menaikkan harga jual seperti yang diinginkan. Sebaliknya pendekatan cara Jepang percaya bahwa konsumen merupakan generator harga jual. Semakin banyak kualitas yang dibangun kedalam suatu produk dan semakin banyak jasa yang ditawarkan, maka semakin besar juga harga yang rela dibayar oleh konsumen. Ilmu lean manufacturing bekerja dalam setiap tahapan di value stream dengan mengeliminasi pemborosan agar dapat mengurangi biaya, meningkatkan output, dan pengurangan lead time produksi agar dapat terus bersaing dalam pertumbuhan pasar global. Konsep dasar dalam Lean Manufacturing dapat diringkas sebagai berikut Mekong, 2004: 1. Pendefinisian pemborosan waste Seluruh aktivitas untuk menghasilkan produk dari tahap awal hingga akhir dapat dikategorikan atas value added yang memberikan nilai tambah dan non-value added tidak memberikan nilai tambah. Setiap proses yang non-value added dari sudut pandang konsumen harus dieliminasi. 2. Standardisasi proses Universitas Sumatera Utara Lean menuntut adanya implementasi dari panduan produksi yang rinci, disebut sebagai standardisasi kerja. Hal ini mengeliminasi variasi pekerja dalam melakukan pekerjaannya. 3. Continuous flow Lean bertujuan mengimplementasikan aliran produksi kontinu, bebas dari bottlenecks, interruption, atau waiting. Bila hal ini berhasil diimplementasikan maka waktu siklus produksi dapat dikurangi hingga 90. 4. Pull production Disebut juga just in time JIT yang bertujuan menghasilkan produk yang dibutuhkan pada waktu yang dibutuhkan. 5. Quality at the source Lean bertujuan mengeliminasi sumber kecacatan dan pemeriksaan kualitas dilakukan pekerja pada lini proses produksi. 6. Continuous improvement Lean ditujukan mencapai kesempurnaan dengan perbaikan bertahap untuk mengeliminasi pemborosan secara terus menerus.

3.3 Model Peningkatan Proses

Model peningkatan atau perbaikan proses merupakan salah satu model yang digunakan sebagai alat problem solving yang berkaitan dengan proses penerapan lean di perusahaan. Penilaian terhadap penerapan lean manufacturing di perusahaan dianalisis dan dievaluasi dengan model peningkatan proses. Hal ini dilakukan untuk mengetahui masalah yang kemudian dicari akar penyebab masalahnya dan selanjutnya Universitas Sumatera Utara dirumuskan solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Solusi penyelesaian masalah merupakan suatu perbaikan terhadap sistem semula. Umumnya model peningkatan proses terdiri dari dari enam langkah Gaspersz, 2012: 1. Langkah 1: mendefinisikan masalah dalam konteks proses. Pendefinisian masalah dalam konteks proses dilakukan dengan mengidentifikasi masalah yang terjadi pada saat implementasi lean manufacturing. Identifikasi masalah dalam konteks proses dapat dilakukan dengan mengamati secara langsung penerapan lean dan juga melakukan survei. 2. Langkah 2: Identifikasi dan dokumentasi Proses Diagram alir flowchart merupakan alat yang umum digunakan untuk mendeskripsikan proses. Pembuatan diagram alir didahului dengan membuat diagram SIPOC Suppliers-Input-Processes-Output-Custumers. Pembuatan diagram alir dari proses akan memungkinkan untuk melakukan empat aktivitas perbaikan, yaitu: 1. Mengidentifikasi peserta participants dalam proses berdasarkan nama, posisi atau organiasasi. 2. Memberikan kepada semua peserta dalam suatu pemahaman umum tentang semua langkah dalam proses dan peranan individual mereka. 3. Mengidentifikasi inefisiensi, variasi, pemborosan, langkah-langkah redundant berlebihan atau tidak perlu dalam proses. 4. Menawarkan suatu kerangka kerja untuk mendefinisikan pengukuran proses. Universitas Sumatera Utara 5. Proses yang telah dilakukan harus didokumentasikan secara baik agar dapat dipergunakan sebagai informasi yang berguna dalam proses perbaikan terus- menerus. 3. Langkah 3: Mengukur Kinerja Pengukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat mengkuantifikasikan bagaimana baik atau jelek suatu sistem sedang berjalan atau beroperasi. Pada dasarnya pengukuran kinerja dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu: proses, output dan outcome. 4. Langkah 4: Memahami mengapa suatu masalah dalam konteks proses terjadi. Kunci perbaikan proses pertama kali adalah mengidentifikasi area utama masalah utama dan memfokuskan perhatian pada masalah utama itu. Untuk mengetahui masalah maka harus diketahui gejala yang timbul oleh masalah symptoms, kemudian penyebab causes dan setelah itu dianalisa akar penyebab root causes. 5. Langkah 5: Mengembangkan dan menguji ide-ide Perbaikan proses dilakukan untuk mengetahui manfaat ide yang diberikan terhadap solusi yang diberikan untuk menyelesaikan masalah. 6. Langkah 6: Implementasi solusi dan evaluasi Perbaikan terhadap pengujian ide dilakukan dengan implementasi solusi terhadap ide dan dilakukan umpan balik sebagai evaluasi. Bagan langkah problem solving yang dilakukan pada model peningkatan proses dapat dilihat pada Gambar 3.1. Universitas Sumatera Utara Sumber: Buku All-In-One Mangement Tool Book. Gaspersz, 2012 …… Gambar 3.1. Model Peningkatan Proses 3.4 Lean Assessment Lean assessment adalah alat ukur yang digunakan untuk mengetahui kondisi implementasi lean pada suatu perusahaan. Penilaian dilakukan terhadap kinerja lean secara menyeluruh dengan mengamati penerapan lean dan juga melakukan survei menggunakan kuesioner yang diberikan kepada karyawan perusahaan. Hal ini dilakukan untuk mendefinisikan masalah proses yang terjadi pada saat penerapan lean. Terdapat 5 elemen utama yang dinilai dalam melakukan lean assessment untuk diketahui penerapannya di perusahaan, yaitu Feld, 2000: 1. Manufacturing flow Langkah 1: Pendefinisian masalah dalam konteks proses Langkah 2: Identifikasi dan dokumentasi proses Langkah 3: Mengukur kinerja Langkah 4: Memahami akar masalah Langkah 5: Pengembangan ide-ide Langkah 6: Implementasi solusi dan evaluasi Universitas Sumatera Utara Manufacturing flow merupakan komponen lean yang fokus kepada proses produksi produk. Manufacturing flow yang tidak seimbang akan mengakibatkan penyimpanan produkmaterial sementara berupa Work in Process WIP di lantai produksi. 2. Organisasi Organisasi merupakan komponen lean yang fokus pada sikap kerja orang-orang yang bekerja pada perusahaan. Orang yang menjalankan organisasi yang tidak baik akan mengakibatkan kehilangan jam kerja karyawan tinggi. 3. Logistik Logistik merupakan komponen lean yang fokus kepada fungsi operasional perusahaan. Logistik rencana produksi yang tidak berjalan akan mengakibatkan keterlambatan dalam proses produksi. 4. Metrics Metrics merupakan komponen lean yang fokus kepada kinerja. Metrics ukuran pencapaian target produksi yang rendah akan mengakibatkan kehilangan waktu karena tidak memenuhi standar dalam menghasilkan output rendah. 5. Proses kontrol Proses kontrol merupakan komponen lean yang fokus stabilitas proses, perubahan yang melembaga dan perbaikan berkelanjutan yang terarah. Proses kontrol yang tidak ketat akan mengakibatkan scrap produkmaterial tinggi. ………………………………………………………………………………… Kuesioner yang digunakan untuk melakukan assessment terhadap implementasi lean di perusahaan dapat dilihat pada Tabel 3.1. Universitas Sumatera Utara Tabel 3.1. Kuesioner Lean Manufacturing Self Assessment No. 1. Manufacturing Flow 4 3 2 1 0 1. Apakah material mengalir satu arah diseluruh lini produksi? 2. Apakah proses produksi dirancang agar operator tidak mengulangi kegiatan yang sama? 3. Apakah area produksi disusun sejajar hingga proses produk akhir? 4. Apakah stasiun kerja dirancang untuk memenuhi permintaan pelanggan setiap hari? 5. Apakah pada saat proses produksi tidak terjadi penyimpanan produk sementara work in process? 2. Organization 1. Apakah line leader bertanggung jawab atas hasil produk akhir? 2. Apakah pada saat proses produksi rekan kerja dalam satu tim saling ketergantungan dan bekerja sama? 3. Apakah seluruh rekan kerja dalam satu tim mengetahui aturantanggung jawab masing-masing? 4. Apakah operator mengetahui seluruh langkah proses produsksi? 5. Apakah tersedia sumber daya pendukung di lantai produksi? 3. Logistics 1. Apakah area produksi dibangun untuk memenuhi permintaan pelanggan? 2. Apakah rencana proses produksi berjalan dari stasiun kerja akhir ke stasiun kerja paling awal? 3. Apakah lantai produksi dibangun untuk menghasilkan produk sesuai dengan jadwal harian? Universitas Sumatera Utara Tabel 3.1. Kuesioner Lean Manufacturing Self Assessment No. 4 3 2 1 0 4. Apakah material dipesan dengan menggunakan sistem A, B, C material bernilai tinggi, sedang, rendah? 5. Apakah aturan yang ada di lantai produksi di dokumentasikan dan dimengerti? 4. Metrics 1. Apakah ukuran kinerja diketahui dan dapat dilihat di lantai produksi? 2. Apakah 100 jadwal produksi dilakukan tepat waktu? 3. Apakah lead time proses produksi kurang dari 1 hari? 4. Apakah proses produksi mempunyai target terhadap perbaikan kinerja secara berkelanjutan? 5. Apakah operator melaporkan data kinerja yang diperoleh? 5. Process Control 1. Apakah change over time pada sumber terjadinya bootleneck kurang dari 10 menit? 2. Apakah perusahaan mempunyai format program perbaikan yang berkelanjutan? 3. Apakah waktu untuk menanggapi kecacatan yang terjadi pada proses produksi kurang dari 10 menit? 4. Apakah operator memiliki kewenangan untuk menghentikan proses produksi ketika kecacatan produk ditemukan? 5. Apakah seluruh peralatan dan bahan untuk proses produksi mempunyai tempat yang tetap sehingga menimbulkan kenyamanan, bersih, teratur dan mudah untuk dipergunakan di lantai produksi? Sumber: Buku Lean Manufacturing: Tools, techniques and how to use them. Feld, 2000 Proses penilaian pada saat dilakukan assessment menggunakan 5 skala rating, yaitu: 1. Skala 0, untuk elemen yang tidak pernah diterapkan, dengan tingkat implementasi 0 tidak pernah dilakukan Universitas Sumatera Utara 2. Skala 1, untuk elemen yang hanya diterapkan di beberapa area, dengan tingkat implementasi 25 mulai dilakukan 3. Skala 2, untuk elemen yang banyak diterapkan, dengan tingkat implementasi 50 sudah dilakukan 4. Skala 3, untuk elemen yang sering diterapkan, dengan tingkat implementasi 75 aturan baku perusahaan 5. Skala 4, untuk elemen yang selalau diterapkan, dengan tingkat implementasi 100 sudah menjadi budaya dan melembaga Setelah dilakukan proses assessment, maka diketahui tingkat implementasi lean manufacturing dengan pembagian level sebagai berikut: 1. Skor 81-100 kinerja yang luar biasa 2. Skor 61-80 kinerja yang sudah benar 3. Skor 41-60 kinerja yang sudah paham dalam implementasi lean, tetapi masih butuh bimbingan 4. 21-40 kinerja yang membutuhkan bantuan signifikan dalam implementasi lean 5. 0-20 kinerja yang membutuhkan perombakan

3.5 Diagram Alir Flowcharts

Diagram alir flowcharts digunakan untuk membuat proses menjadi lebih mudah dilihat berdasarkan urutan-urutan langkah-langkah dari proses itu, sehingga bermanfaat bagi analisis dan perbaikan proses terus-menerus. Diagram alir digunakan apabila berkaitan dengan hal-hal berikut: Universitas Sumatera Utara 1. Terdapat masalah dalam proses yang ditunjukkan melalui tingkat kinerja proses yang rendah. 2. Mengembangkan sistem pengukuran. 3. Menganalisis masalah yang berkaitan dengan proses. 4. Landasan untuk perbaikan proses terus-menerus. 5. Memberikan pelatihan kepada karyawan baru. Pembuatan diagram alir terlebih dahulu dilakukan pembuatan SIPOC. SIPOC merupakan suatu alat yang berguna dan paling banyak dipergunakan dalam manajemen rantai pasokan untuk meningkatkan proses terus-menerus. Nama SIPOC merupakan akronim dari lima elemen utama dalam sistem kualitas, yaitu: Suppliers-Input- Processes-Output-Custumers. Berikut adalah Model SIPOC ditunjukan dalam bagan yang digambarkan pada Gambar 3.1. Gaspersz, 2012. Requirements Requirements Suppliers Input Process Output Customers Input Boundary Output Boundary Gambar 3.2. Model SIPOC Penjelasan masing-masing elemen adalah: 1. Suppliers merupakan orang atau kelompok orang yang memberikan informasi kunci, material atau sumber daya lain kepada proses. 2. Input adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok kepada proses. S I P O C Universitas Sumatera Utara 3. Process adalah sekumpulan aktivitas tansformasi nilai tambah dari input menjadi output. 4. Output adalah produk barang danatau jasa dari suatu proses. 5. Customers adalah orang atau kelompok atau sub-proses yang menerima output.

3.6 Overall Labor Effectiveness OLE

Overall labor effectiveness Evektivitas Tenaga Kerja Keseluruhan adalah indikator kinerja kunci yang mengatur utilitas, kinerja dan kualitas tenaga kerja beserta dampaknya terhadap produktivitas. Pada proses pengukuran kinerja OLE mengukur tiga hal, yaitu Gaspersz, 2012: 1. Ketersediaan availabililty Ketersediaan adalah persentase waktu yang dihabiskan karyawan dalam memberikan kontribusi efektif. Ada banyak faktor yang mempengaruhi ketersediaan tenaga kerja seperti: absensi, utilitas, penjadualan dan lain-lain. OLE dapat membantu produsen dalam meyakini bahwa mereka memilki orang dengan keterampilan tepat, tersedia pada waktu yang tepat, sehingga memungkinkan produsen untuk menemukan dimana perlu menyiapkan penjadualan tenaga kerja yang tepat untuk dapat meningkatkan jumlah jam produktif. OLE juga menampilkan informasi tentang utilitas tenaga kerja. Memahami dimana kerugian downtime berasal dan dampak terhadap produksi, maka kita dapat mengungkap akar penyebab yang dapat mencakup downtime mesin, keterlambatan material atau kehadiran karyawan yang menunda proses produksi. 2. Kinerja performance Universitas Sumatera Utara Kinerja adalah jumlah produk yang diserahkan. Ketika karyawan tidak dapat melakukan pekerjaan mereka dalam kondisi normal, maka kinerja akan menjadi rendah. Pelatihan yang efektif dapat meningkatkan kinerja melalui peningkatan keterampilan yang berdampak langsung pada kualitas output. Sejumlah faktor pengendali dari kinerja performance adalah ketersediaan proses, instruksi kerja, peralatan, material, pelatihan dan keterampilan. 3. Kualitas quality Kualitas adalah persentase produk tampa cacat sempurna yang diproduksi atau dapat dijual. Sejumlah faktor pengendali berkontribusi terhadap kualitas, tetapi upaya untuk peningkatan kualitas dapat mengakibatkan penurunan kinerja tenaga kerja. OLE membatu produsen untuk memahami kesalingtergantungan dan trade-off produktivitas di lantai pabrik dan profitabilitas melalui pengukuran terhadap kontribusi dari tenaga kerja. OLE memberikan kepada manajemen kemapuan untuk menganalisis pengaruh komulatif dari ketiga faktor tenaga kerja availability, performance dan quality pada output yang dihasilkan, sementara mempertimbangkan dampak dari tenaga kerja langsung dan tidak langsung. OLE mampu memunculkan kecenderungan-kecenderungan yang dapat digunakan untuk mendiagnosa masalah secara lebih teliti. Hal ini berarti akan membantu para manajer memahami apakah tindakan korektif yang diambil telah efektif atau tidak, sehingga akan menigkatkan produktivitas pabrik secara keseluruhan. Konsep yang digunakan dalam pengukuran OLE adalah sebagai berikut. OLE = Availability x Performance x Quality Universitas Sumatera Utara 1. Availability = 100 - kehilangan jam kerja karyawan 2. Performance = 100 - kehilangan waktu karena tidak memenuhi standar 3. Quality = 100 - kehilangan output karena cacat

3.7 Root Cause Analysis

Root Cause Analysis RCA atau Analisis akar penyebab adalah sebuah kelas dari pemecahan masalah metode yang bertujuan untuk mengidentifikasi akar penyebab masalah atau peristiwa. Praktek RCA didasarkan pada keyakinan bahwa masalah- masalah yang terbaik dipecahkan dengan mencoba untuk memperbaiki atau menghilangkan akar penyebab, bukan hanya untuk segera mengatasi gejala yang jelas. Dengan mengarahkan langkah-langkah perbaikan pada akar permasalahan, diharapkan bahwa kemungkinan terulangnya masalah akan diperkecil. Root Cause Tree merupakan alat analisis sebab-akibat yang paling sesuai untuk permasalahan yang kompleks. Manfaat utama dari alat analisis tersebut yaitu memungkinkan untuk mengidentifikasi hubungan diantara penyebab. Terdapat 4 langkah dalam RCA, yaitu: 1. Mengidentifikasi dan memperjelas definisi undesired outcome suatu kejadiaan yang tidak diharapkan. 2. Mengumpulkan data. 3. Menempatkan kejadian-kejadian dan kondisi-kondisi pada event and causal factor table. 4. Lanjutkan pertanyaan “mengapa” untuk mengidentifikasi root causes yang paling kritis. Universitas Sumatera Utara Kaoru Ishikawa, seorang pakar kualitas berkebangsaan Jepang, menyatakan bahwa tanda pertama dari masalah adalah gejala symptoms, bukan penyebab cause. Oleh karena itu perlu dipahami apa yang disebut sebagai: gejala symptoms, penyebab cause dan akar penyebab Latino, 2002.

3.7.1 Five Why’s

Five Why’s adalah sebuah teknik identifikasi sumber dan faktor penyebab masalah melalui mekanisme pengajuan pertanyaan secara sikuensial hingga ditemukan akar penyebab masalah. Pengajuan pertanyaan secara sikuensial sebanyak lima kali dilakukan untuk mengetahui akar penyebab timbulnya masalah. Jawaban atas lima pernyataan yang beruntun merupakan akar penyebab masalah. Teknik ini digunakan secara intensif pada perusahaan industri mobil Toyota Motor Coperation ketika perusahaan ini sedang mengalami evolusi dalam menemukenali metode manufakturing. Contoh penggunaan five why’s untuk menyelesaikan masalah mesin sering macet dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Akar Penyebab Masalah Mesin Sering Macet No Bertanya Mengapa? Jawaban 1 Mengapa mesin sering macet? Sebab sekring sering putus karena beban terlalu besar 2 Mengapa beban terlalu besar? Sebab pemberian minyak pelumas tidak cukup 3 Mengapa pemberian minyak pelumas tidak cukup? Sebab pompa penyalur minyak pelumas tidak bekerja dengan baik 4 Mengapa pompa penyalur minyak pelumas tidak bekerja dengan baik? Sebab sumbu pompa tidak berfungsi 5 Mengapa sumbu pompa tidak berfungsi? Sebab minyak pelumas kotor ke dalamnya Sumber: Buku All-In-One Mangement Tool Book. Gaspersz, 2012 Universitas Sumatera Utara Tabel 3.2 di atas menjelaskan bahwa akar penyebab masalah kemacetan mesin adalah masuknya minyak pelumas kotor ke dalam pompa, sehingga tindakan yang efektif adalah memasang saringan filter pada pompa pemberi pelumas.

3.8 Standard Operating Procedures SOP

Standard Operating Procedures SOP adalah pedoman yang berisi prosedur- prosedur operasional standar yang ada di suatu orgnisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa setiap keputusan, langkah atau tindakan dan penggunaan fasilitas pemprosesan yang dilaksanakan oleh orang-orang di dalam suatu organisasi agar berjalan secara efektif, konsisten, standar dan sistematis. Suatu organisasi dapat memiliki sistem yang baik apabila tersedia SOP yang baik dan begitu sebaliknya Tambunan, 2008. SOP harus ditulis dan menjelaskan secara singkat langkah demi langkah serta dalam tampilan yang mudah dibaca, berikut adalah syarat penulisan SOP: 1. Penulisan SOP menggunakan kata kerja dalam kalimat aktif. Misalnya, ‘kirim spesifikasi ke vendor’ bukan, ‘spesifikasi dikirim ke vendor’. 2. Kalimat singkat, jelas dan tidak banyak frase. 3. Menggunakan pernyataan positif. Misalnya, ‘lengkapi lembar kerja buku dan kembalikan ke pengadaan’ bukan menggunakan kalimat yang negatif, ‘jangan dikembalikan sebelum lembar kerja dilengkapi’. Manfaat dari SOP adalah sebagai berikut: 1. Dapat menjelaskan secara detail semua kegiatan dari proses yang dijalankan. Universitas Sumatera Utara 2. Dapat menstandarkan semua aktifitas yang dilakukan pihak yang bersangkutan. 3. Dapat mengurangi waktu pelatihan, karena sudah ada kerangka kerja yang diperlukan. 4. Dapat meningkatkan konsistensi pekerjaan, karena sudah ada arah yang jelas. 5. Dapat meningkatkan komunikasi antar pihak-pihak yang terkait, terutama karyawan dengan pihak manajemen. Pembagian SOP terdiri atas beberapa jenis, yaitu: 1. Prosedur sederhana, yaitu prosedur dengan langkah-langkah yang singkat, berulang-ulang dan hanya memerlukan sedikit keputusan. Prosedur hanya melibatkan sedikit kegiatan dengan sedikit orang. 2. Prosedur hirarki, yaitu prosedur dengan langkah-langkah yang rinci, panjang dan konsisten. Langkah-langkah dalam hirarki mungkin berisi sub-sub langkah untuk lebih memperjelas prosedur. 3. Prosedur grafis, yaitu prosedur dengan langkah-langkah yang sangat panjang dan lebih rinci. Tipe grafis akan membagi proses yang panjang menjadi sub proses yang lebih pendek. 4. Prosedur flowcharts yang berisi banyak keputusan-keputusan atau pertimbangan- pertimbangan. Flowcharts adalah representasi grafis yang menghubungkan langkah-langkah secara fisik dan logis. Universitas Sumatera Utara

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN