Analisis Implementasi Lean Manufacturing Dengan Lean Assessment Dan Root Cause Analysis Pada PT. SC Johnson Manufacturing Medan

(1)

ANALISIS IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING

DENGAN LEAN ASSESSMENT DAN ROOT CAUSE ANALYSIS

PADA PT. SC JOHNSON MANUFACTURING MEDAN

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh TRISNAL 0 8 0 4 0 3 0 0 7

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahman dan rahim-Nya penulis memperoleh pengetahuan, kesehatan dan kesempatan untuk bisa menyelesaikan tugas sarjana ini.

Tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik di Departemen Teknik Industri, khususnya program studi reguler strata satu, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul untuk tugas sarjana ini adalah “Analisis Implementasi Lean Manufacturing dengan Lean Assessment dan Root Cause Analysis pada PT. SC Johnson Manufacturing Medan”.

Walaupun penulis sudah berusaha semaksimal mungkin, namun penulis juga menyadari kemungkinan terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan laporan ini.

Akhir kata penulis mengharapkan laporan ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Medan, 31 Juli 2013 Penulis,


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahman dan rahim-Nya penulis dapat berkuliah di Departemen Teknik Industri USU dan bisa menyelesaikan tugas sarjana ini. Banyak pihak yang telah membantu, memberi dukungan dan doa kepada penulis. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT selaku Ketua Departemen Teknik Industri

Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi izin pelaksanaan Tugas Sarjana ini.

2. Bapak Ir. Sugiharto Pujangkoro, MM selaku Dosen Pembimbing I, yang telah memberikan waktu, bimbingan, pengarahan, masukan dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

3. Ibu Dr. Eng. Listiani Nurul Huda, MT selaku Dosen Pembimbing II, yang telah memberikan waktu, bimbingan, pengarahan, masukan dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

4. Bapak Aswin selaku Pembimbing Lapangan dan Bapak Zulkifli, Bapak Sutiono, Bapak Sulaiman, Ibu Fitri serta seluruh pegawai di PT. SC Johnson Manufacturing Medan yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

5. Ayahanda Nadrinsyah dan Ibunda Murniati yang tiada hentinya mendukung penulis baik secara moril maupun materil sehingga laporan ini dapat diselesaikan. Seluruh kasih sayang Ayahanda dan Ibunda begitu terasa walaupun kita berjauhan. Penulis menyadari tidak dapat membalas segala


(5)

memberikan karya ini sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta.

6. Staf pegawai Teknik Industri, Bang Ridho, Bang Mijo, Kak Dina, Bang Nurmansyah, Kak Rahma dan Ibu Ani, terimakasih atas bantuannya dalam masalah administrasi untuk melaksanakan tugas sarjana ini.

7. Kakak tercinta Siti Sartika Murni serta Kedua adik Destriati dan Dahnial Syaputra yang selalu membantu dan mendukung penulis untuk secepatnya menyelesaikan laporan ini.

8. Keluarga cita HMI Komisariat FT USU, Rekan-rekan di Komisariat, Galih, Syumarlin, Robi, Andri, Yosi, Kak Rora, Kak Vina, Bang Ikhwan Tanjung, Bang Haikal, Bang Armi, Bang Toni, Arrahim, Umri, Fuad, Yusriawan, Andi, Wulan, Fajar, Siti, Madhan, Danu, Nuri, Jali, Tami serta Adik-adik stambuk 2011 dan 2012 di Komisariat. Terimakasih atas dorongan dan motivasinya. 9. Teman seperjuangan penulis di keinstrukturan BPL HMI Cabang Medan. Kak

Ratna, Kak Ratih, Kak Juli, Kak Rora, Bang Ikhwan, Bang Wiwid, Bang Iqbal, Bang Iyas dan Bang Silo. Terima kasih atas pengertiaanya dan motivasinya agar bisa mengisi materi ’Mission HMI’.

10.Semua teman angkatan 2008 di Departemen Teknik Industri USU yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis.

Medan, 31Juli 2013


(6)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

ABSTRAK ... xii

I PENDAHULUAN ... I-1 1.1 Latar Belakang Permasalahan... I-1 1.2 Perumusan Masalah ... I-3 1.3 Tujuan Penelitian ... I-4 1.4 Manfaat Penelitian ... I-4 1.5 Asumsi dan Batasan Masalah ... I-5 1.6 Sistematika Penulisan Tugas Akhir ... I-5

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1

2.1 Sejarah PT. SC Johnson Manufacturing Medan ... II-1 2.2 Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-3


(7)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

2.3.1 Struktur Organisasi Perusahaan ... II-4 2.3.2 Uraian Tugas dan Tanggungjawab... II-7 2.4 Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perusahaan ... II-10 2.5 Sistem Pengupahan dan Fasilitas ... II-13 2.6 Proses Produksi... II-14 2.6.1 Uraian Proses Produksi ... II-18 2.6.2 Mesin dan Peralatan... II-22

III LANDASAN TEORI ... II-1

3.1 Sejarah Sistem Produksi Lean ... III-1 3.2 Konsep Lean Manufacturing ... III-2 3.3 Model Peningkatan Proses ... III-3 3.4 Lean Assessment ... III-6 3.5 Diagram Alir (Flowcharts) ... III-10 3.6 Overall Labor Effectiveness (OLE) ... III-12 3.7 Root Cause Analysis ... III-14 2.7.1 Five Why’s ... III-15 3.8 Standard Operating Procedures (SOP) ... III-16

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2 Jenis Penelitian ... IV-1


(8)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

4.3 Objek Penelitian ... IV-1 4.4 Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-1 4.5 Identifikasi Variabel Penelitian ... IV-3 4.5.1 Variabel Independen ... IV-3 4.5.2 Variabel Dependen ... IV-4 4.6 Sumber Data ... IV-4 4.7 Metode pengumpulan data ... IV-5 4.8 Populasi dan Sampel ... IV-6 4.9 Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-6 4.10 Pengolahan Data ... IV-8 4.11 Analisis Pemecahan Masalah ... IV-12 4.12 Kesimpulan dan Saran... IV-14

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1

5.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data ... V-1 5.1.1 Mendefinisikan Masalah dalam Konteks Proses... V-1 5.1.1.1 Penerapan Lima Elemen Primer Lean... V-2 5.1.1.2 Tingkat Implementasi Lean Manufacturing ... V-10 5.1.2 Identifikasi dan Dokumentasi Proses ... V-24 5.1.2.1 Diagram Alir (Flow Chart) ... V-27 5.1.3 Overall Labor Effectiveness (OLE) ... V-31


(9)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL ... VI-1

6.1 Analisis ... VI-1 6.1.1 Analisis Korelasi Lima Elemen Primer Lean ... VI-1 6.1.2 Analisis Tingkat Implementasi Lean ... VI-2 6.1.3 Analisis Diagram Alir Proses ... VI-5 6.1.4 Analisis Overall Labor Effectiveness (OLE) ... VI-5 6.1.5 Root Cause Analysis ... VI-6 6.2 Pembahasan Hasil ... VI-10 6.2.1 Perbaikan Proses ... VI-10 6.2.2 Estimasi Hasil Implementasi Solusi dan Evaluasi ... VI-14

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1 Kesimpulan ... VII-1 7.2 Saran ... VII-2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1 Waste yang Terjadi pada Saat Kegiatan Produksi Baygon Jenis

2 DC dengan Bahan Adonan Coil Sebanyak 2 Trolley ... I-2 1.2 Rata-rata Efektivitas Peralatan Keseluruhan ... I-3 2.1 Rekapitulasi Jumlah Tenaga Karyawan Tetap dan Outsourcing .. II-11 2.2 Data Spesifikasi Mesin Produksi ... II-22 3.1 Kuesioner Lean Manufacturing Self Assessment ... III-9 3.2 Akar Penyebab Masalah Mesin Sering Macet ... III-15 5.1 Jumlah Penumpukan Produk Sementara ... V-4 5.2 Data Kehilangan Jam Kerja Operator ... V-5 5.3 Data Kehilangan Jam Keja Operator yang Dikonversi dengan

Jumlah Coil ... V-5 5.4 Data Keterlambatan Proses Produksi ... V-6 5.5 Data Keterlambatan Proses Produksi yang Dikonversi dengan

Jumlah Coil ... V-6 5.6 Data Hasil Produksi Coil ... V-7 5.7 Data Kekurangan Target Produksi ... V-8 5.8 Data Jumlah Coil Cacat ... V-8 5.9 Data Variabel Dependen dan Variabel Independen ... V-9 5.10 Hasil Perhitugan Korelasi Linier Sederhana ... V-10 5.11 Atribut-atribut Pertanyaan Kuesioner Lean Assessment ... V-11


(11)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.12 Rekapitulasi Kuesioner Implementasi Lean ... V-13 5.13 Hasil Perhitungan Validitas Data ... V-15 5.14 Perhitungan Varians Tiap Butir Pertanyaan ... V-17 5.15 Total Nilai Implementasi Lean ... V-19 5.16 Tingkat Performansi Elemen Lean ... V-22 5.17 Data Operator Tidak Memberikan Kontribusi Efekif ... V-31 5.18 Data Jumlah Hasil Produksi ... V-31 5.19 Data Produk Cacat ... V-32 5.20 Ketersediaan Tenaga kerja (Availability) Harian ... V-34 5.21 Jumlah Hasil Produksi (Performance) Harian ... V-33 5.22 Kualitas Produk Harian ... V-34 5.23 OLE Harian ... V-35 6.1 Pencarian Penyebab Masalah dengan 5 Why’s ... VI-9 6.2 Estimasi Perolehan Availability, Performance dan Quality ... VI-14


(12)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1 Struktur Organisasi PT. SC Johnson Manufacturing Medan ... II-6 3.1 Model Peningkatan Proses ... III-6 3.2 Model SIPOC ... III-11 4.1 Kerangka Konseptual ... IV-2 4.2 Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-7 4.3 Blok Diagram Pengolahan Data ... IV-8 4.4 Model SIPOC ... IV-12 4.5 Blok Diagram Analisis Pemecahan Masalah ... IV-14 5.1 Aliran Produk pada Proses Produksi ... V-3 5.2 Model SIPOC dari Proses Pembuatan Coil Baygon Jenis 2 DC... V-28 5.3 Bagan Diagram Alir Pembuatan Coil Baygon Jenis 2 DC ... V-29 6.1 Performansi Tingkat Implementasi Elemen Lean ... VI-3 6.2 OLE di Lini Produksi ... VI-6 6.3 Prosedur Kerja Penyusunan Coil ... VI-11 6.4 Sosialisasi Berupa Visual Control untuk Pergantian Shift ... VI-12 6.5 Sosialisasi Berupa Visual Control untuk Perbaikan Mesin

Stamping ... VI-12 6.6 Prosedur Kerja Inspeksi Coil ... VI-13


(13)

ABSTRAK

Penerapan lean manufacturing di perusahaan dipengaruhi oleh lima elemen primer, yaitu manufacturing flow, organisasi, logistik, metrics dan proses kontrol. Kondisi penerapan lima elemen primer lean ini akan mempengaruhi keberagaman waste yang terjadi pada saat proses produksi berlangsung. Jika waste pada saat proses produksi beragam, maka akan mengakibatkan efektivitas proses produksi di perusahaan rendah. Waste yang beragam dan efektivitas proses produksi yang rendah mengindikasikan bahwa penerapan lean manufacturing belum baik, sehingga diperlukan analisis terhadap implementasi lean di perusahaan dan langkah-langkah perbaikan yang perlu dilakukan.

Pencapaian implementasi lean manufacturing di perusahaan diukur dengan menggunakan lean assessment untuk menganalisis hubungan korelasi linier sederhana penerapan lima elemen primer lean terhadap waste dan menganalisis performansi kinerja elemen lean. Aliran proses produksi dianalisis dengan menggunakan flowchart dan ukuran efektivitas perusahaan diukur dengan menggunakan Overall Labor Effectiveness (OLE). Pencapaian implementasi lean yang tidak baik akan dianalisis dengan menggunakan root cause analysis untuk mengetahui akar penyebab masalahnya.

Hasil pengukuran lean assessment perusahaan menunjukkan bahwa terdapat hubungan korelasi yang positif antara penerapan lima elemen primer lean terhadap keberagaman waste dan secara keseluruhan performansi kinerja penerapan lean sudah benar, yaitu sebesar 78,71. Namun, ada terdapat performansi elemen lean yang masih bermasalah, yaitu elemen lean yang ke-satu pada atribut yang ke-lima dengan tingkat performansi 59. Hasil analisis terhadap aliran proses produksi menunjukkan bahwa terjadi pemborosan dari segi waktu maupun dari segi produk. Hasil pengukuran OLE perusahaan hanya sebesar 60%. Solusi yang diberikan terhadap akar penyebab masalah yang diperoleh hasil dari root cause analysis diharapkan mampu meningkatkan OLE perusahaan hingga mencapai 80%.

Kata kunci: lean assessment, flowchart, Overall Labor Effectiveness (OLE), root ……… cause analysis.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Permasalahan

Ketatnya persaingan dalam dunia industri semakin memacu perusahaan manufacturing untuk meningkatkan hasil produksi. Peningkatan hasil produksi dilaksanakan dalam bentuk kualitas, harga, jumlah produksi dan pengiriman tepat waktu. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil produksi adalah 1) mengeliminasi pemborosan (waste), 2) mengurangi biaya, 3) meningkatan kemampuan pekerja. Semua ini dapat dicapai dengan menerapkan konsep lean manufacturing di perusahaan (Nicholas,1998).

Eliminasi pemborosan (waste) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan hasil produksi. Waste adalah semua aktivitas yang tidak bernilai tambah. Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan hal ini adalah “Implementasi Lean Manufacturing di PT. X Pasuruan” (Askari dan H. Hari, 2012). Penelitian ini menjelaskan bahwa waste yang terjadi pada perusahaan mengakibatkan biaya produksi meningkat, kualitas produk menurun dan lead time produk panjang. Faktor penyebab terjadinya waste pada saat proses produksi sering dipengaruhi kelalaian pekerja dalam menjalankan tugas. Oleh karena itu, perusahaan yang telah menjalankan lean manufacturing perlu untuk mengevaluasi pencapaian implementasi perusahaan, agar diketahui solusi perbaikan kedepannya.

Upaya untuk mengetahui pencapaian impementasi lean diperlukan, agar perusahaan mengetahui tingkat performansi elemen lean. Elemen lean yang mengalami


(15)

akan diperbaiki. Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan hal ini, yaitu “Improving

performance through lean” (Bhasin, 2011). Penelitian ini menjelaskan bahwa survei

dengan menggunakan kuesioner akan membatu perusahaan untuk mengetahui pencapaian yang telah diperoleh dan mengetahui langkah perbaikan terhadap implementasi lean secara menyeluruh.

PT. SC Johnson Manufacturing Medan adalah perusahaan yang memproduksi anti nyamuk bakar. Perusahaan ini telah menerapkan lean manufacturing sejak Tahun 2010, namun pada kenyataanya pada saat proses produksi masih terjadi waste yang beragam. Waste yang terjadi dalam proses produksi produk Baygon jenis 2 DC (Double Coil) dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Waste yang Terjadi pada Saat Kegiatan Produksi Baygon Jenis 2 DC dengan Bahan Adonan Coil Sebanyak 2 Trolley

No. Waste Keragaman Waste Kategori Elemen Lean

1. Over

Production

Penumpukan coil sementara di bagian wrapping sebanyak 2310 coil

Manufacturing Flow

2. Defect

Coil rusak sebanyak 171 coil

Plastik film rusak sebanyak 2679 film

Proses Kontrol

3. Motion Operator berjalan-jalan ketika

bekerja

Organisasi

4. Unnecessary

processing

Menambahkan minyak makan pada adonan di bagian

stamping

Proses Kontrol

5. Inventory Produk yang mengalami work

in process sebanyak 2310 coil

Manufacturing Flow

6. Waiting Menunggu mesin diperbaiki Logistik

Sumber: PT. SC Johnson Manufacturing Medan

Indikator yang digunakan perusahaan untuk mengetahui pencapaian penerapan lean adalah dengan mengukur efektivitas pralatan keseluruhan (Overall Equipment Effectiveness = OEE). Rata-rata OEE perusahaan dari Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.2 .


(16)

Tabel 1.2. Rata-rata Efektifitas Peralatan Keseluruhan (OEE)

Tahun % OEE

2010 55

2011 79

2012 81

Sumber: PT. SC Johnson Manufacturing Medan

Berdasarkan Tabel 1.2 dapat diketahui bahwa OEE di perusahaan belum maksimal. Hal ini menunjukkan ukuran OEE yang dicapai masih dibawah kinerja perusahaan yang baik menurut standar internasional, yaitu OEE sebesar 85,4%. Oleh karena itu, maka masih diperlukan perbaikan untuk meningkatkan OEE perusahaan (Gaspersz, 2012).

Peristiwa waste yang beragam dan ukuran OEE dibawah standar menunjukkan bahwa implementasi penerapan lean manufacturing pada perusahaan belum baik. Penerapan lean manufacturing yang belum baik mengindikasikan bahwa implementasi elemen yang mempengaruhi lean juga belum baik, sehingga diperlukan analisis terhadap implementasi lean di perusahaan dan langkah-langkah perbaikan yang perlu dilakukan. Oleh karena itu penting untuk dilakukan penelitian ini.

1. 2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah adanya waste yang beragam pada proses produksi menyebabkan efektifitas di perusahaan belum baik, sehingga diperlukan analisis implementasi lean.


(17)

1. 3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Analisis hubungan korelasi linier sederhana penerapan lima elemen primer lean

manufacturing terhadap waste

2. Analisis tingkat implementasi lean manufacturing di perusahaan dengan menggunakan metode lean assessment.

3. Analisis terhadap aliran proses produksi dengan menggunakan flowchart.

4. Analisis ukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan Overall Labor

Effectiveness (OLE).

5. Analisis akar penyebab masalah implementasi lean di perusahaan dengan menggunakan metode root cause analysis dan solusi penyelesaiannya.

1. 4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian, antara lain: 1. Bagi Mahasiswa

Dapat menerapkan dan mengembangkan ilmu yang telah diperoleh selama di bangku perkuliahan dengan cara membandingkan teori-teori ilmiah yang ada dengan permasalahan yang ada di perusahaan.

2. Bagi Departemen Teknik Industri USU

1. Mempererat hubungan antara pihak universitas dengan pihak perusahaan tempat dilakukannya penelitian.

2. Memperkenalkan Departemen Teknik Industri sebagai forum disiplin ilmu terapan yang sangat bermanfaat bagi perusahaan.


(18)

1. Memberikan gambaran tentang pencapaian penerapan lean manufacturing di perusahaan.

2. Memberikan solusi agar implementasi lean manufacturing di perusahaan maksimal.

1. 5 Asumsi dan Batasan Masalah

Adapun asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Responden tidak dipengaruhi oleh pihak lain saat memberikan jawaban pada kuesioner.

2. Responden mengerti dengan isi kuesioner atau interpretasi responden terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner adalah sama dengan yang dimaksud peneliti.

Pembatasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penyebaran kuesioner dilakukan terhadap line leader dan operator yang ada di PT. SC Johnson Manufacturing Medan.

2. Pengamatan kondisi aktual penerapan lean dilakukan pada produksi Baygon jenis 2 DC (double coil) di Lini 6 dan Lini 7.

1.6 Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas sarjana ini sebagai berikut : Bab I Pendahuluan, menguraikan latar belakang permasalahan yang mendasari penelitian dilakukan, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan dan asumsi yang digunakan dalam penelitian, dan sistematika penulisan tugas akhir.


(19)

Bab II gambaran umum perusahaan, menguraikan tentang sejarah PT. SC Johnson Manufacturing Medan, visi dan misi perusahaan, organisasi dan manajemen perusahaan serta proses produksi secara umum di lantai produksi.

Bab III Landasan Teori, berisi teori mengenai Sejarah Sistem Produksi Lean, Konsep Lean Manufacturing, Peningkatan Proses, Lean Assessment, Model SIPOC, Overall Labor Effectiveness (OLE), Root Cause Analysis, Pembuatan Kuesioner, Standard Operating Procedures (SOP).

Bab IV Metodologi Penelitian, menguraikan tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian yaitu meliputi penentuan lokasi penelitian, jenis penelitian, objek penelitian, kerangka konseptual penelitian, identifikasi variabel penelitian, instrumen pengumpulan data, sumber data, metode pengolahan data, populasi dan sampel, blok diagram prosedur penelitian, pengolahan data, analisis pemecahan masalah sampai kesimpulan dan saran.

Bab V Pengumpulan dan Pengolahan Data, berisi pengumpulan data aktual penerapan lima elemen primer lean, data kuesioner yang kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas data. Pengumpulan informasi dan data proses produksi coil, mulai dari

suppliers sampai dengan produk diterima costumer. Pengumpulan data availability, performance, dan quality, yang kemudian diukur tingkat kinerja sistem yang sedang

berjalan dengan Overall Labor Effectiveness.

Bab VI Analisis dan Pembahasan Hasil, meliputi analisis pengolahan data peneraan lean, kuesioner, analisis diagram alir, analisis ukuran Overall Labor Effectiveness, root cause analysis dan pembahasan hasil.

Bab VII Kesimpulan dan Saran, berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil pemecahan masalah, dan saran-saran yang bermanfaat bagi perusahaan.


(20)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah PT. SC Johnson Manufacturing Medan

PT. SC Johnson Manufacturing Medan berdiri secara sah pada tanggal 5 Maret 2010. Cikal bakal pendirian PT. SC Johnson Medan adalah PT. Inti Kimiatama Perkasa yang memproduksi anti nyamuk bakar (coil) bermerek Baygon. PT. Inti Kimiatama Perkasa didirikan pada tanggal 10 November 1997. Pada saat itu, perusahaan ini hanya mempunyai kantor tanpa ada pabrik yang terletak di Jl. Iskandar Muda, Medan. Untuk memproduksi produk kerjasama dilakukan dengan salah satu perusahaan yang juga menghasilkan anti nyamuk bakar bermerek mostfly, yaitu PT. Singapore Lion. Dalam memproduksi Baygon, PT. Inti Kimiatama Perkasa merupakan salah satu anak perusahaan dari Bayer Company sehingga produk yang dihasilkan dibawah pengawasan Bayer Co. Selain bekerjasama dengan PT. Singapore Lion, PT. Inti Kimiatama Perkasa juga membeli produk Mostfly yang dihasilkan oleh PT. Singapore Lion tersebut.

Permintaan pasar yang semakin meningkat terhadap anti nyamuk bakar Baygon, mengakibatkan PT. Inti Kimiatama Perkasa terdorong untuk melakukan kerjasama. Kerjasama dilakukan dengan PT. Primdoni yang terletak di Kawasan Industri Mabar untuk beberapa merek yang berbeda. Hasil produksi dari PT. Primdoni disimpan di gudang yang terletak di kawasan Tanjung Morawa sebelum akhirnya didistribusikan.


(21)

Aktivitas produksi dari PT. Primdoni yang semakin menurun membuat PT. Inti Kimiatama Perkasa membeli gudang milik PT. Primdoni. Pada akhir Tahun 2000, PT. Primdoni mengalami kebangkrutan dan seluruh aset perusahaan berupa mesin dan peralatan produksi akhirnya dijual kepada PT. Inti Kimiatama Perkasa, sehingga kantor yang berada di Jl. Iskandar Muda dipindahkan ke lokasi baru di Kawasan Industri Medan Star, Tanjung Morawa, Medan.

Berdasarkan surat keputusan Departemen Kesehatan RI No. 30701300185 PKD dan No. Pendaftaran RI 1294/I-2002/T PT. Inti Kimiatama Perkasa resmi berdiri pada bulan April 2001 dan langsung memproduksi anti nyamuk bakar Baygon dan Mostfly dibawah pengawasan Bayer Company, Jerman. Sistem kerjasama dengan perusahaan lain tetap dilakukan jika permintaan pasar meningkat melebihi kapasitas perusahaan ini.

Ada beberapa anak perusahaan Bayer Company, yaitu perusahaan yang ada di Pulo Gadung PT. Johnson Home Higiene Product (JHHP) yang memproduksi anti nyamuk Bayclean, Autan dan Bayfresh. PT. Walet Kencana Perkasa yang berkedudukan di Surabaya memproduksi Baygon bakar. PT. Inti Kimiatama Perkasa yang berkedudukan di Medan hanya memproduksi anti nyamuk bakar Baygon.

Sistem distribusi yang dilakukan adalah distribusi tunggal untuk semua produk Bayer Company di Indonesia. Perusahaan yang menjadi distributor tunggal adalah PT. Ultramos Jaya. Bayer Company memposisikan diri di bidang farmasi dan insektisida yang bersifat Costumer Care.


(22)

Masa peralihan pun terjadi pada akhir Tahun 2002 dari bayer Company ke SC Johnson, Amerika Serikat. Peralihan ini mengakibatkan PT. Inti Kimiatama Perkasa menjadi milik SC Johnson. Selama enam bulan, PT. Inti Kimiatama Perkasa mengalami masa transisi ke SC. Johnson sebelum akhirnya benar-benar dikendalikan oleh SC. Johnson. Pada pertengahan Juni 2003 PT. Inti Kimiatama Perkasa resmi dipegang oleh SC. Johnson.

Seiring berkambangnya waktu, maka jajaran direksi pun memikirkan untuk mengganti nama PT. Inti Kimiatama Perkasa menjadi PT. SC Johnson Manufacturing Medan. Pada tanggal 5 maret 2010 PT. Inti Kimiatama Perkasa berganti nama menjadi PT. SC Johnson Manufacturing Medan. Hal ini dilakukan melalui akte notaris berdasarkan persetujuan dari dewan direksi komisaris pemegang saham.

2.2 Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. SC Johnson Manufacturing Medan merupakan industri yang bergerak pada pembuatan anti nyamuk bakar (coil). Coil yang diproduksi memiliki berbagai merek, yaitu Baygon, Fuyi, dan Raid. Ketiga merek ini berada dibawah lisensi SC. Johnson.

Lokasi PT. SC Johnson Manufacturing Medan berada di Kompleks Kawasan Industri Medan Star, Jl. Pelita Raya 1 Km 19,2 Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Adapun batas-batas lokasi perusahaan ini adalah:


(23)

Sebelah Timur : PT. Smart Glove Sebelah Selatan : PT. Group Tempo Sebelah Barat : Ruko

Produk coil PT. SC Johnson Manufacturing Medan hampir 80% dari keseluruhan produksi diekspor ke beberapa negara, yaitu Argentina, Meksiko, Thailand, Rusia, Yunani dan Kolombia. Sisanya 20% dijual untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri di daerah Sumatera.

2.3 Organisasi dan Manajemen

2.3.1 Struktur Organisasi Perusahaan

PT. SC Johnson Manufacturing Medan dalam kegiatan operasionalnya dikepalai oleh seorang Plant Manager yang membawahi beberapa departemen. Dalam melaksanakan kegiatan perusahaan, individu-individu yang terlibat harus mengetahui dan patuh terhadap batas-batas tugas, wewenang dan tanggung jawab dari setiap personil dalam organisasi. Dengan demikian diharapkan adanya suatu kejelasan arah dan koordinasi untuk mencapai tujuan perusahaan.

Plant Manager dalam mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya dibantu oleh enam manager, yaitu production manager, quality control manager, maintenance manager, logistic manager, human resource manager dan safety health environment manager. Masing-masing manager ini dibantu oleh supervisor-supervisor dalam mengerjakan tugasnya.

Plant manager dalam menjalankan tugasnya juga dibantu oleh divisi-divisi seperti purchasing, IT/BPT, lean architech, PPIC, plant data coordinator dan cost


(24)

analyst. Masing-masing bagian tersebut merupakan non departemen yang tidak dikepalai oleh seorang manager, tetapi pertanggungjawabannya langsung kepada plant manager. Secara umum, plant manager akan bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan di perusahaan, dan semua kegiatan tersebut akan dipertanggungjawabkan kepada Director Manager yang ada di Jakarta. Struktur organisasi PT. SC Johnson Manufacturing Medan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Struktur organisasi yang digunakan oleh perusahaan ini adalah berbentuk fungsional-staf. Ciri yang paling utama terlihat secara sepintas adalah kompleksitas. Namun, hal ini dianggap tepat karena cakupan dari PT. SC Johnson Manufacturing Medan ini sangat luas. Dalam sistem organisasi seperti ini, tugas dan tanggung jawab pada masing-masing jabatan dapat diketahui peranannya sehingga diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar oleh setiap karyawan.


(25)

Director Plant Manager

Executive Asistant

HRD Manager Maintenance Mgr Genser & SHE Mgr Logistic Mgr

Q.C / Lab. Mgr

Production Mgr Cost Analyst Purchasing

IT / BPT Lean Architec Plant Data Coord Supplai Planner /

PPIC Shift Leader Line Leader Operator Helper QC Supervisor & ISO Coord

Analyst Incoming Supervisor Analyst G.C. Analyst

FG & PM Supervisor FG & PM Staff RM Supervisor RM Staff Stock Planner Stock Controller HRD Coordinator Payroll & Admin

Plant Engineer Mechanic Supervisor Mechanic Staff

Parts Stock Keeper

SHE GS & Utilities Spv

Security Driver Social Building Policlinic Cashier Keterangan

FG & PM : Finish Good & Packing Material RM : Raw Material

Spv : Supervisor

SHE : Safety Health & Environment

IT / BPT : Information Technology / Business Process & Technology Genser : General Service

Q.C : Quality Control Lab. : Laboratorium

STRUKTUR ORGANISASI PT. SC JOHNSON MANUFACTURING MEDAN


(26)

2.3.2 Uraian Tugas dan Tanggungjawab

Organisasi yang baik adalah organisasi yang jelas dan teratur sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya setiap pemangku jabatan memiliki gambaran dan batasan tugas dan tanggung jawab. Adapun uraian tugas dan tanggung jawab pada PT. SC Johnson Manufacturing Medan adalah sebagai berikut:

1. Plant Manager

Tugasnya adalah memimpin dan mengendalikan semua kegiatan produksi yaitu merencanakan, mengatur, mengkoordinasikan dan mengendalikan seluruh sumber daya tersedia sehingga target perusahaan tercapai.

2. Executive Asistant

Tugasnya adalah membantu Plant Manager dalam menyusun agenda kegiatan Plant Manager, mengadministrasikan setiap rapat-rapat, menyiapkan berkas-berkas atau membantu apa yang dibutuhkan oleh Plant Manager sehingga pekerjaan Plant Manager berjalan dengan lancer.

3. Cost Analisyst

Tugasnya adalah melakukan analisa seluruh variable biaya, memberikan masukan terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan dengan tujuan akhir adalah penghematan biaya tercapai dan biaya produksi dapat dikendalikan dengan baik.

4. Human Resource Manager

Tugas utamanya adalah menyediakan sumber daya manusia yang tepat sesuai kebutuhan perusahaan, mengelola sistem penilaian kinerja karyawan,


(27)

bertanggung jawab terhadap peningkatan kompetensi karyawan melalui pelatihan yang tepat. Bagian ini juga mengelola hubungan dengan serikat pekerja dan pemerintah yang terkait. Tugas administrasi yaitu mengeluarkan surat pengangkatan dan pemberhentian, mengatur absensi, cuti karyawan, administrasi lembur karyawan, serta mengatur semua keluar masuknya surat perusahaan dan lain-lain. Bagian HRD langsung berhubungan dengan HRD kantor pusat di Jakarta.

5. Production Manager

Tugasnya adalah merencanakan produksi serta mengkoordinasikan dan mengawasi jalannya produksi sesuai dengan jadwal produksi yang telah ditetapkan.

6. Maintenance Manager

Tugasnya adalah memimpin, merencanakan serta mengkoordinasikan kegiatan pelaksanaan pemeliharaan/perawatan, perbaikan mesin dan mengatur semua kebutuhan peralatan termasuk spare part mesin yang dibutuhkan dalam proses produksi sehingga tidak mengganggu jalanya proses produksi.

7. Quality Control Manager

Tugasnya adalah merencanakan, memimpin dan mengkoordinasikan standar kualitas produk yang dihasilkan, menentukan produk yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan, bertanggung jawab atas analisis dan keputusan untuk menerima atau menolak produk. Dalam menjalankan tugasnya, quality control manager dibantu oleh supervisor dan analyzer yang


(28)

bertugas di laboratorium untuk melaksanakan pengujian yang bersifat fisik dan kimiawi.

8. Logistic Manager

Tugasnya adalah melaksanakan pengawasan terhadap persediaan bahan baku maupun produk jadi, merencanakan persediaan terhadap bahan baku, menerima dan menyimpan bahan baku, dan mengatur keluarnya barang jadi yang ada di gudang, serta mengawasi dan mengatur keberadaan bahan-bahan yang ada di gudang.

9. SHE & General Service Manager

Tugasnya adalah merencanakan dan melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja (Safety Health and Environment) dalam rangka melindungi setiap karyawan dan siapa saja yang terlibat langsung pada kegiatan perusahaan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dengan visi zero accident. Menjadikan proses produksi aman bagi lingkungan dengan visi go green. Merencanakan penyediaan transportasi karyawan, kantin karyawan, poliklinik di lokasi pabrik, kebersihan taman dan gedung serta keamanan aset perusahaan.

10.Plant Data Coordinator

Tugasnya adalah mengontrol dan mengkoordinir data-data yang berkaitan dengan operasional produksi pabrik dan data entry system SAP.

11.Bussiness Process & Technology Specialist (BPT / IT Specialist)

Tugasnya adalah merencanakan dan mengawasi seluruh keperluan yang dibutuhkan untuk pengembangan sistem teknologi informasi di perusahaan.


(29)

12.Purchasing Supervisor

Tugasnya adalah merencanakan dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan pembelian bahan baku dari pihak vendor dan penawaran produk jadi kepada pihak distributor.

2.4 Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perusahaan

Dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaan, PT. SC Johson Manufacturing menggolongkan tenaga kerja atas dua bagian, yaitu:

1. Karyawan Tetap

Karyawan tetap adalah karyawan yang diangkat oleh perusahaan, sehingga mereka menerima gaji bulanan dan fasilitas-fasilitas lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Karyawan Outsourcing

Outsourcing adalah penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya non-core atau penunjang oleh melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/ buruh. Jadi karyawan outsoucing adalah karyawan kerjasama.

Secara keseluruhan jumlah karyawan di PT. SC Johnson Manufacturing dapat dilihat pada Tabel 2.1.


(30)

Tabel 2.1. Rekapitulasi Jumlah Tenaga Karyawan Tetap dan Outsourcing

No Departemen Karyawan

Tetap (orang)

Karyawan Outsourcing (orang)

1 Engineering and Maintenance 51 0

2 Production 259 475

3 Logistic 11 0

4 Quuality Control and Analyst 20 16

5 Safety Health and Environment 6 0

6 Plant Management 5 0

7 General Service 8 1

8 HRD 3 0

9 Planning 1 0

10 Product Costing 1 0

11 Lean Project 3 0

12 Warehouse 0 25

Total 388 517

Sumber: PT. SC Johnson Manufacturing Medan

Jumalah seluruh karyawan adalah jumlah karyawan tetap ditambah dengan karyawan outsourcing, yaitu 885 orang. Ketentuan jam kerja pada PT. SC Johnson Manufacturing terbagi atas:

1. Karyawan Bagian Kantor

Hari kerja karyawan bagian kantor adalah hari Senin sampai Jumat yang terdiri dari satu shift kerja, dengan jam kerja sebagai berikut:

Pukul 08.00 – 12.00 Kerja Aktif Pukul 12.00 – 13.00 Istirahat Pukul 13.00 – 17.00 Kerja Aktif 2. Karyawan Bagian Pabrik

Hari kerja karyawan pabrik adalah hari Senin sampai Minggu yang terdiri dari tiga shift kerja, dengan jam kerja sebagai berikut:

Shift Pertama


(31)

Pukul 11.00 – 13.00 Istirahat Shift Kedua

Pukul 15.00 – 23.00 Kerja Aktif Pukul 19.00 – 21.00 Istirahat Shift Ketiga

Pukul 23.00 – 07.00 Kerja Aktif Pukul 03.00 – 05.00 Istirahat

Perusahaan juga memberikan izin cuti bagi karyawan yang memiliki urusan penting sehingga tidak memungkinkan untuk bekerja untuk beberapa waktu. Adapun prosedur pemberian cuti itu adalah sebagai berikut:

a. Karyawan dengan masa kurang dari 3 tahun

Bagi karyawan dengan masa kerja kurang dari 3 tahun, maka diberikan izin cuti 1 hari perbulan, atau sama dengan 12 hari per tahun.

b. Karyawan dengan masa kerja 3-10 tahun

Bagi karyawan dengan masa kerja 3-10 tahun, maka diberikan izin cuti 18 hari.

c. Karyawan dengan masa kerja 11-15 tahun

Bagi karyawan dengan masa kerja 11-15 tahun, maka diberikan izin cuti 21 hari.

d. Karyawan dengan masa kerja 16-19 tahun

Bagi karyawan dengan masa kerja 16-19 tahun, maka diberikan izin cuti 22 hari.


(32)

e. Karyawan dengan masa kerja 20-25 tahun

Bagi karyawan dengan masa kerja 20-25 tahun, maka diberikan izin cuti 24 hari.

2.5 Sistem Pengupahan dan Fasilitas

Sistem pengupahan yang diberlakukan pada PT. SC Johnson Manufacturing Medan didasarkan pada golongan dan masa kerja masing-masing tenaga kerja. Sistem pengupahan pada perusahaan dapat digolongkan menjadi dua bagian berdasarkan stasus karyawan atau pegawai dalam perusahaan.

1. Karyawan Tetap

Status karyawan tetap adalah apabila karyawan tersebut diangkat oleh perusahaan, sehingga mereka menerima gaji bulanan dan fasilitas-fasilitas lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Karyawan Outsourcing

Karyawan outsourcing menerima pembayaran gaji setiap bulannya oleh perusahaan.

Fasilitas-fasilitas yang diberikan perusahaan kepada karyawan atau pegawai adalah sebagai berikut:

1. Upah lembur, yaitu upah yang diberikan apabila karyawan bekerja melebihi jam kerja perusahaan yang telah ditentukan. Upah lembur per jam diberikan minimal sebesar 2 kali upah pokok per jam.


(33)

3. Tunjangan Hari Raya (THR), yaitu tambahan minimal satu bulan gaji karyawan yang mempunyai masa kerja lebih dari satu tahun.

4. Asuransi yang diberikan kepada seluruh karyawan tetap, yaitu berupa asuransi jaminan hari tua, jaminan kecelakaan dan jaminan kematian.

5. Pemberian fasilitas kesehatan kepada karyawan tetap, melalui program perusahaan berupa jaminan pemeliharaan kesehatan mandiri. Bentuk program ini adalah penyediaan klinik dan pelayanan rumah sakit pada rumah sakit yang dikelolah oleh 24 goup mediccare di seluruh Indonesia.

6. Program pemberangkatan haji bagi karyawan tetap.

2.6 Proses Produksi

Proses produksi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengubah atau memberikan nilai tambah pada suatu barang atau jasa dengan berbagai perlakuan. Proses produksi coil diawali dengan pencampuran bahan kimia berupa active solution di bagian formulasi dan dilanjutkan dengan pencampuran semua bahan baku tepung di bagian mixing. Proses selanjutnya adalah di bagian stamping untuk mencetak coil, di bagian dryer untuk mengeringkan coil, di bagian warapping untuk menyusun coil sesuai dengan permintaan dan diakhiri dengan bagian packing untuk mengemas produk. Proses dari bagian stamping, dryer, wrapping sampai ke packing mengikuti aturan first in firs out.

Bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi dibedakan menjadi bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan. Bahan-bahan yang digunakan


(34)

untuk memproduksi anti nyamuk bakar di PT. SC Johnson Manufacturing Medan adalah sebagai berikut:

1. Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan utama yang ikut dalam proses produksi hingga menjadi produk akhir. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan anti nyamuk bakar ini adalah sebagai berikut:

1. Tepung Batok (Coconut Powder)

Tepung ini terbuat dari batok kelapa yang sudah melalui proses penggilingan dan penyaringan. Kegunaan dari tepung ini untuk media rambat bara api dan memperhalus serta memperlicin permukaan double coil.

2. Tepung Kayu (Wood Powder)

Tepung kayu yang digunakan merupakan tepung hasil penggilingan kayu jati. Tepung kayu berfungsi untuk mempercepat daya bakar.

3. Tepung Lengket (Glue Powder)

Tepung lengket merupakan bahan yang diperoleh dari jenis kayu medang sudah melalui proses penggilingan. Ini berfungsi untuk melengketkan adonan anti nyamuk.

4. Ampas Tepung Kanji (Starch Powder/ tepung onggok)

Tepung onggok terbuat ubi kayu yang berjenis kanji yang berfungsi menjadi media perekat dan pengikat adonan-adonan lainnya.


(35)

Bahan penolong adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi untuk memperlancar proses produksi. Bahan penolong yang digunakan dalam proses pembuatan anti nyamuk bakar adalah air. Air digunakan sebagai:

1. Bahan pencampur pada bagian formulasi untuk membuat adonan 2. Bahan pencampur dalam pemasakan tepung onggok

3. Media yang digunakan di bagian extruder untuk lembaran adonan. 4. Media yang digunakan untuk memanaskan double coil di dalam oven. 3. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam produksi sehingga dapat meningkatkan mutu atau kualitas. Bahan tambahan yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Transfutrin

Transfutrin digunakan dalam bentuk premix yang merupakan zat racun. Terdapat dua jenis transfutrin yang digunakan yaitu dialatrin dan someone. Pada obat nyamuk bakar, ini menjadi komponen penting untuk mengusir dan membunuh serangga. Kadar transfutrin secara rata-rata pada obat nyamuk bakar berkisar ±0,03%.

2. Sodium Benzoat (NaC6H5)

Sodium Benzoat merupakan zat pengawet pada anti nyamuk bakar, yang bertujuan agar anti nyamuk dapat bertahan lama dan terhindar dari jamur. 3. Pewarna

Pewarna yang digunakan adalah Malachet yang juga dapat digunakan sebagai pewarna pakaian.


(36)

4. Parfum

Parfum digunakan untuk memberikan bau khas dari anti nyamuk bakar dan bahan yang digunakan adalah redmix.

5. Potasium Nitrat

Potasium nitrat merupakan salah satu bahan campuran dalam anti nyamuk bakar yang berpengaruh pada daya api.

6. Plastik Film (Plastik Pembungkus)

Plastik film merupakan plastik pembungkus 1 set coil. 7. Holder

Holder merupakan bahan yang berfungsi sebagai penyangga anti nyamuk oleh konsumen. Ini terbuat dari lempengan logam yang tipis.

8. Folding Box (Doos)

Folding box merupakan bahan kotak yang berfungsi untuk mengepak double coil yang sudah dibungkus dengan plastik film.

9. Master Box (Karton)

Master box merupakan bahan untuk membungkus doos anti nyamuk yang sudah dikemas. Selain untuk membungkus juga untuk menjaga agar produk tidak rusak sekalipun terbentur. Folding box yang digunakan tiga layer dan lima layer.

10.Seal Tape

Seal tape merupakan bahan yang berfungsi sebagai perekat pada karton/ master box.


(37)

2.6.1 Uraian Proses Produksi

Adapun proses pembuatan anti nyamuk bakar secara umum adalah melalui beberapa tahapan berikut:

1. Departemen Formulasi dan Mixing

Pada departemen formulasi, komposisi pencampuran bahan baku ditentukan sesuai dengan jenis anti nyamuk yang akan diproduksi. Komposisi ini ditentukan untuk satu batch produksi, terkecuali untuk bahan baku cair (liquid). Departemen mixing adalah tempat proses pencampuran semua bahan baku dan bahan tambahan dilakukan sesuai dengan komposisi. Berikut ini merupakan proses dalam departemen formulasi dan mixing:

1. Bahan baku yang berbentuk liquid dicampur di dalam tangki yang terpisah. Pencampuran liquid dibuat untuk pemakaian 18 batch. Ini akan dipisahkan dengan metode pempipaan untuk penggunaan 1 batch.

2. Semua bahan baku yang berbentuk tepung akan dicampur di dalam mixing machine, kecuali tepung onggok. Tepung onggok harus melalui satu tahapan agar dapat dicampur dengan bahan yang lain. Tahapannya yaitu dimasak dengan air panas dengan temperatur ±100⁰C. Kemudian sesudah dimasak, tepung onggok dituangkan ke tangki mixing machine yang berisi campuran tepung (tepung batok, tepung kayu, tepung lengket, talcum powder, sodium benzoat) dan bahan cair (cairan kimia).

3. Semua campuran bahan baku (bahan tepung dan cair) diaduk di dalam tangki mixing machine selama 20 menit sehingga terbentuk seperti adonan roti.


(38)

4. Adonan pun ditampung didalam trolley dengan kapasitas 140 Kg - 200 Kg. Jumlah trolley yang digunakan adalah 15 trolley untuk setiap adonan. Selanjutnya trolley yang berisi adonan dibawa ke Departemen stamping. 2. Departemen Stamping

Adonan yang dihasilkan pada departemen formulasi dan mixing selanjutnya dimasukkan ke dalam suatu mesin yang disebut crusher machine untuk mengaduk adonan. Kemudian dibawa oleh conveyor ke extruder. Pada extruder terdapat screw penyorong yang berguna untuk mengepres adonan, sehingga adonan keluar dalam bentuk lembaran setebal 3-5 cm, dan dipotong dengan panjang lembaran ±90 cm oleh cutter machine.

Setiap lembaran yang dihasilkan diletakkan diatas rotary table untuk dicetak. Pencetakan dilakukan dengan mesin cetak berbentuk spiral yang disebut dengan mould, dimana ukuran mould tergantung pada ukuran anti nyamuk yang akan diproduksi yaitu ukuran standar dan ukuran jumbo.

Pencetakan pada setiap lembarannya akan menghasilkan 7 coil untuk ukuran standar dan 6 coil untuk ukuran jumbo. Kecepatan cetakan adalah 21-24 stroke (hentakan) per menit. Hasil dari proses pencetakan ini ditampung di loyang yang disebut dengan tray dan operator secara manual memeriksa coil apakah coil sudah memenuhi standar atau tidak. Coil yang sempurna akan masuk ke proses berikutnya sedangkan coil yang tidak sempurna akan diproses ulang. Selanjutnya dilakukan penimbangan berat coil dimana toleransi berat antara 41-43 gram untuk ukuran standar dan 52-54 gram untuk


(39)

ukuran jumbo, dengan kadar air 45%. Selanjutnya coil dibawa ke oven untuk melalui tahapan selanjutnya.

3. Departemen Drying

Pada bagian ini, proses yang dilakukan adalah pemanasan atau pemanggangan yang bertujuan untuk menurunkan kadar air di dalam coil. Kadar air yang diizinkan adalah 6%-9%. Proses pengeringan dilakukan selama 2,5 jam dengan temperatur 80⁰C - 85⁰C. Setelah loyang (large tray) yang berisi coil keluar dari oven, maka setiap coil kembali diperiksa oleh bagian quality control. Bagian quality control mengambil sampel secara random untuk diuji kesesuaian spesifikasinya dengan standar yang telah ditetapkan. Pengujian yang dilakukan berupa warna, bentuk, ukuran dimensi, jam bakar, kadar air, ketebalan, berat, kelenturan, dan kekerasan.

4. Departemen Finishing

Sambil menunggu hasil jam bakar selama 2,5 jam, produk anti nyamuk bakar yang sudah dicek oleh bagian quality control (warna, bentuk, ukuran dimensi, kadar air, ketebalan, berat, kelenturan, dan kekerasan), selanjutnya dilakukan proses pengemasan (finishing). Pada departemen finishing terdapat dua bagian, yaitu:

1. Wrapping

Coil yang baik pun disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk proses wrapping. Coil yang sudah disusun berikutnya ditambahkan holder kemudian dilakukan wrapping machine. Kecepatan maksimum dari mesin ini adalah 180 bungkus/menit. Kecepatan mesin dapat diatur tergantung


(40)

banyaknya jumlah produk yang akan dikerjakan. Coil dibungkus dengan plastik film.

2. Packaging

Coil yang sudah dibungkus, dikemas secara manual ke dalam kotak-kotak kemasan yang disebut folding box. Kemudian dimuat ke dalam master box dan akhirnya dikirim ke bagian penyimpanan.

Standar mutu coil yang diproduksi oleh perusahaan dikontrol dengan perhatian fokus terhadap kualitas bahan baku dan produk. Kualitas bahan baku berupa tepung diukur berdasarkan kehalusannya dan untuk bahan baku cair dinilai berdasarkan spesifikasinya. Kualitas produk dikontrol dengan menimbang coil basah dan kering. Berat standar untuk coil basah yang berukuran jumbo 52-54 gram dan untuk ukuran standar 41-43 gram, dengan kadar air 45%. Berat standar coil kering untuk berukuran jumbo 28,5-32,5 gram dan coil standard 23,5-26,5 gram. Standar kadar air harus lebih kecil dari 10% dan secara umum kadar aktif Transfultrin 0,03%.

2.6.2 Mesin dan Peralatan

Mesin yang digunakan oleh PT. SC Johnson Manufacturing Medan untuk melakukan proses produksinya dapat dilihat pada Tabel 2.2.


(41)

Tabel 2.2. Data Spesifikasi Mesin Produksi

No. Nama Mesin Fungsi Daya

Tampung

Jumlah

1 Mixer Onggok Memasak tepung onggok ± 180 Kg 3 unit 2 Mixer Tepung Mengaduk/ mencampur seluruh

bahan baku dan tambahan

± 980 Kg 3 unit 3 Mixer Kimia Mengaduk/ mencampur

seluruh bahan kimia

± 180 Liter 2 unit 4 Mesin Crusher Menghancurkan adonan untuk

dapat masuk ke conveyor

± 200 Kg 15 unit 5 Mesin Extruder Membentuk adonan menjadi

lembaran atau lempengan

30 Kg/ menit 15 unit 6 Mesin Mulio Mencetak lempengan menjadi

Double Coil (DC)

9660 DC/ jam 7 unit 7 Mesin Coil

Master

Mencetak lempengan menjadi Double Coil (DC)

182 DC/ menit 8 unit 8 Mesin Oven Memanaskan Double Coil

untuk menurunkan kadar Air

9660 DC/ jam 15 unit 9 Mesin

Wrapping

Mengemas Double Coil (DC) dengan plastik film

±180

bungkus/menit

15 unit Sumber: PT. SC Johnson Manufacturing Medan


(42)

Peralatan merupakan alat yang digunakan untuk mendukung proses produksi agar dapat berjalan dengan baik dan optimal. Peralatan yang digunakan oleh perusahaan salah satunya adalah alat untuk material handling dari satu mesin ke mesin yang lain. Material handling yang digunakan perusahaan adalah:

1. Conveyor

Conveyor yang digunakan adalah incline conveyor, diagonal conveyor, dan belt conveyor.

2. Trolley

Trolley digunakan pada bagian produksi untuk mengangkut adonan yang merupakan hasil dari unit mixing ke crusher machine pada bagian stamping.

3. Hand Pallet

Hand pallet digunakan untuk memindahkan bahan baku dari gudang bahan baku ke produksi dan untuk memindahkan bahan jadi dari bagian produksi ke gudang bahan jadi

4. Forklift

Forklift digunakan untuk memindahkan bahan-bahan yang mempunyai volume besar dan berat.

Untuk kelancaran proses produksi perusahaan menggunakan beberapa fasilitas penunjang (utilitas), yaitu:

1. Sumber arus listrik

PT. SC Johnson Manufacturing Medan menggunakan arus listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan generator pembangkit listrik tenaga diesel. Sumber utama yang digunakan dalam kegiatan proses produksi berasal dari rangkaian arus


(43)

listrik PLN, penerangan area kerja dan kantor dengan kapasitas terpasang 240 KVA. Sedangkan arus listrik yang dibangkitkan oleh generator berfungsi untuk cadangan jika listrik dari PLN mengalami gangguan atau pemutusan secara tiba-tiba. Mesin generato yang dimiliki perusahaan berjumlah 2 unit dengan kapastitas 700 KVA dan 175 KVA.

2. Tungku Pemanas

Tungku pemanas digunakan untuk menghasilkan panas bagi oven di bagian Drying. Boiler utama yang digunakan adalah Palm Shell Boiler 4500KW dengan bahan baku cangkang sawit. Kebutuhan cangkang sawit sebanyak 25-30 ton/hari. Untuk mengantisipasi kerusakan pada boiler cangkang sawit maka digunakan Boiler Diesel dengan kapasitasnya 213,792 liter/jam. Panas yang dihasilkan pada air untuk disalurkan ke oven adalah 108⁰C.


(44)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Sejarah Sistem Produksi Lean

Istilah “Lean” yang dikenal luas dalam dunia manufacturing dewasa ini dikenal dalam berbagai nama yang berbeda seperti: Lean Production, Lean Manufacturing, Toyota Production System, dan lain-lain. Secara singkat, periode tahun awal mula munculnya Lean adalah (Nicholas, 1998):

1. Tahun 1902, Sakichi Toyoda membuat sebuah mesin tenun yang dapat berhenti sendiri jika terjadi gangguan. Yang sekarang ini dikenal sebagai Jidoka. 2. Tahun 1913, Henry Ford menerapkan produksi dengan aliran yang tidak

terputus (the flow of production) dan lini perakitan untuk produksi massal. Namun, masalah yang dihadapi adalah ketidakmampuan untuk memproduksi lebih dari satu variasi mobil.

3. Tahun 1930-an, Kiichiro Toyoda, Taiichi Ohno, Shigeo Shingo dan keluarga Toyoda setelah perang dunia pertama menemukan sistem produksi yang fleksibel (one-piece flow) yang didukung dengan ditemukannya sistem tarik (pull system) dimana proses dapat memproduksi sejumlah produk sesuai yang dibutuhkan.

4. Tahun 1950-an, Taiichi Ohno dan Eiji Toyoda menemukan system produksi dengan prinsi Just-In-Time dan Line Production.

5. Kemudian sistem persediaan Just-In-Time dikembangkan dan sistem lain seperti Kanban dan Kaizen yang mendukung terbentuknya sistem produksi Lean.


(45)

3.2 Konsep Lean Manufacturing

Sistem lean manufacturing yang telah dipraktekkan selama bertahun-tahun di Jepang, ide dasarnya antara lain eliminasi pemborosan, pengurangan biaya serta peningkatan kemampuan pekerja. Filosofi Jepang dalam menjalankan bisnis sangatlah berbeda dengan filosofi yang telah lama diterapkan di Amerika.

Kepercayaan tradisional Barat beranggapan bahwa satu-satunya cara untuk memperoleh keuntungan adalah dengan menambahkan keuntungan itu ke dalam ongkos manufaktur agar dapat menaikkan harga jual seperti yang diinginkan. Sebaliknya pendekatan cara Jepang percaya bahwa konsumen merupakan generator harga jual. Semakin banyak kualitas yang dibangun kedalam suatu produk dan semakin banyak jasa yang ditawarkan, maka semakin besar juga harga yang rela dibayar oleh konsumen. Ilmu lean manufacturing bekerja dalam setiap tahapan di value stream dengan mengeliminasi pemborosan agar dapat mengurangi biaya, meningkatkan output, dan pengurangan lead time produksi agar dapat terus bersaing dalam pertumbuhan pasar global.

Konsep dasar dalam Lean Manufacturing dapat diringkas sebagai berikut (Mekong, 2004):

1. Pendefinisian pemborosan (waste)

Seluruh aktivitas untuk menghasilkan produk dari tahap awal hingga akhir dapat dikategorikan atas value added (yang memberikan nilai tambah) dan non-value added (tidak memberikan nilai tambah). Setiap proses yang non-value added dari sudut pandang konsumen harus dieliminasi.


(46)

Lean menuntut adanya implementasi dari panduan produksi yang rinci, disebut sebagai standardisasi kerja. Hal ini mengeliminasi variasi pekerja dalam melakukan pekerjaannya.

3. Continuous flow

Lean bertujuan mengimplementasikan aliran produksi kontinu, bebas dari bottlenecks, interruption, atau waiting. Bila hal ini berhasil diimplementasikan maka waktu siklus produksi dapat dikurangi hingga 90%.

4. Pull production

Disebut juga just in time (JIT) yang bertujuan menghasilkan produk yang dibutuhkan pada waktu yang dibutuhkan.

5. Quality at the source

Lean bertujuan mengeliminasi sumber kecacatan dan pemeriksaan kualitas dilakukan pekerja pada lini proses produksi.

6. Continuous improvement

Lean ditujukan mencapai kesempurnaan dengan perbaikan bertahap untuk mengeliminasi pemborosan secara terus menerus.

3.3 Model Peningkatan Proses

Model peningkatan atau perbaikan proses merupakan salah satu model yang digunakan sebagai alat problem solving yang berkaitan dengan proses penerapan lean di perusahaan. Penilaian terhadap penerapan lean manufacturing di perusahaan dianalisis dan dievaluasi dengan model peningkatan proses. Hal ini dilakukan untuk mengetahui masalah yang kemudian dicari akar penyebab masalahnya dan selanjutnya


(47)

dirumuskan solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Solusi penyelesaian masalah merupakan suatu perbaikan terhadap sistem semula. Umumnya model peningkatan proses terdiri dari dari enam langkah (Gaspersz, 2012):

1. Langkah 1: mendefinisikan masalah dalam konteks proses.

Pendefinisian masalah dalam konteks proses dilakukan dengan mengidentifikasi masalah yang terjadi pada saat implementasi lean manufacturing. Identifikasi masalah dalam konteks proses dapat dilakukan dengan mengamati secara langsung penerapan lean dan juga melakukan survei.

2. Langkah 2: Identifikasi dan dokumentasi Proses

Diagram alir (flowchart) merupakan alat yang umum digunakan untuk mendeskripsikan proses. Pembuatan diagram alir didahului dengan membuat diagram SIPOC (Suppliers-Input-Processes-Output-Custumers). Pembuatan diagram alir dari proses akan memungkinkan untuk melakukan empat aktivitas perbaikan, yaitu:

1. Mengidentifikasi peserta (participants) dalam proses berdasarkan nama, posisi atau organiasasi.

2. Memberikan kepada semua peserta dalam suatu pemahaman umum tentang semua langkah dalam proses dan peranan individual mereka.

3. Mengidentifikasi inefisiensi, variasi, pemborosan, langkah-langkah redundant (berlebihan atau tidak perlu) dalam proses.


(48)

5. Proses yang telah dilakukan harus didokumentasikan secara baik agar dapat dipergunakan sebagai informasi yang berguna dalam proses perbaikan terus-menerus.

3. Langkah 3: Mengukur Kinerja

Pengukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat mengkuantifikasikan bagaimana baik atau jelek suatu sistem sedang berjalan atau beroperasi. Pada dasarnya pengukuran kinerja dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu: proses, output dan outcome.

4. Langkah 4: Memahami mengapa suatu masalah dalam konteks proses terjadi. Kunci perbaikan proses pertama kali adalah mengidentifikasi area utama (masalah utama) dan memfokuskan perhatian pada masalah utama itu. Untuk mengetahui masalah maka harus diketahui gejala yang timbul oleh masalah (symptoms), kemudian penyebab (causes) dan setelah itu dianalisa akar penyebab (root causes). 5. Langkah 5: Mengembangkan dan menguji ide-ide

Perbaikan proses dilakukan untuk mengetahui manfaat ide yang diberikan terhadap solusi yang diberikan untuk menyelesaikan masalah.

6. Langkah 6: Implementasi solusi dan evaluasi

Perbaikan terhadap pengujian ide dilakukan dengan implementasi solusi terhadap ide dan dilakukan umpan balik sebagai evaluasi.

Bagan langkah problem solving yang dilakukan pada model peningkatan proses dapat dilihat pada Gambar 3.1.


(49)

Sumber: Buku All-In-One Mangement Tool Book. (Gaspersz, 2012) ……

Gambar 3.1. Model Peningkatan Proses

3.4 Lean Assessment

Lean assessment adalah alat ukur yang digunakan untuk mengetahui kondisi implementasi lean pada suatu perusahaan. Penilaian dilakukan terhadap kinerja lean secara menyeluruh dengan mengamati penerapan lean dan juga melakukan survei menggunakan kuesioner yang diberikan kepada karyawan perusahaan. Hal ini dilakukan untuk mendefinisikan masalah proses yang terjadi pada saat penerapan lean. Terdapat 5 elemen utama yang dinilai dalam melakukan lean assessment untuk diketahui penerapannya di perusahaan, yaitu (Feld, 2000):

1. Manufacturing flow

Langkah 1:

Pendefinisian masalah dalam konteks proses

Langkah 2:

Identifikasi dan dokumentasi proses

Langkah 3:

Mengukur kinerja

Langkah 4:

Memahami akar masalah

Langkah 5:

Pengembangan ide-ide

Langkah 6:


(50)

Manufacturing flow merupakan komponen lean yang fokus kepada proses produksi produk. Manufacturing flow yang tidak seimbang akan mengakibatkan penyimpanan produk/material sementara berupa Work in Process (WIP) di lantai produksi.

2. Organisasi

Organisasi merupakan komponen lean yang fokus pada sikap kerja orang-orang yang bekerja pada perusahaan. Orang yang menjalankan organisasi yang tidak baik akan mengakibatkan kehilangan jam kerja karyawan tinggi.

3. Logistik

Logistik merupakan komponen lean yang fokus kepada fungsi operasional perusahaan. Logistik rencana produksi yang tidak berjalan akan mengakibatkan keterlambatan dalam proses produksi.

4. Metrics

Metrics merupakan komponen lean yang fokus kepada kinerja. Metrics (ukuran) pencapaian target produksi yang rendah akan mengakibatkan kehilangan waktu karena tidak memenuhi standar dalam menghasilkan output rendah.

5. Proses kontrol

Proses kontrol merupakan komponen lean yang fokus stabilitas proses, perubahan yang melembaga dan perbaikan berkelanjutan yang terarah. Proses kontrol yang

tidak ketat akan mengakibatkan scrap produk/material

tinggi.………

Kuesioner yang digunakan untuk melakukan assessment terhadap implementasi lean di perusahaan dapat dilihat pada Tabel 3.1.


(51)

Tabel 3.1. Kuesioner Lean Manufacturing Self Assessment

No. 1. Manufacturing Flow 4 3 2 1 0

1. Apakah material mengalir satu arah diseluruh lini produksi?

2. Apakah proses produksi dirancang agar operator tidak mengulangi kegiatan yang sama?

3. Apakah area produksi disusun sejajar hingga proses produk akhir?

4. Apakah stasiun kerja dirancang untuk memenuhi permintaan pelanggan setiap hari?

5. Apakah pada saat proses produksi tidak terjadi penyimpanan produk sementara (work in process)? 2. Organization

1. Apakah line leader bertanggung jawab atas hasil produk akhir?

2. Apakah pada saat proses produksi rekan kerja dalam satu tim saling ketergantungan dan bekerja sama? 3. Apakah seluruh rekan kerja dalam satu tim

mengetahui aturan/tanggung jawab masing-masing? 4. Apakah operator mengetahui seluruh langkah proses

produsksi?

5. Apakah tersedia sumber daya pendukung di lantai produksi?

3. Logistics

1. Apakah area produksi dibangun untuk memenuhi permintaan pelanggan?

2. Apakah rencana proses produksi berjalan dari stasiun kerja akhir ke stasiun kerja paling awal?

3. Apakah lantai produksi dibangun untuk


(52)

Tabel 3.1. Kuesioner Lean Manufacturing Self Assessment

No. 4 3 2 1 0

4.

Apakah material dipesan dengan menggunakan sistem A, B, C (material bernilai tinggi, sedang, rendah)?

5. Apakah aturan yang ada di lantai produksi di dokumentasikan dan dimengerti?

4. Metrics

1. Apakah ukuran kinerja diketahui dan dapat dilihat di lantai produksi?

2. Apakah 100% jadwal produksi dilakukan tepat waktu?

3. Apakah lead time proses produksi kurang dari 1 hari?

4. Apakah proses produksi mempunyai target terhadap perbaikan kinerja secara berkelanjutan?

5. Apakah operator melaporkan data kinerja yang diperoleh?

5. Process Control

1. Apakah change over time pada sumber terjadinya bootleneck kurang dari 10 menit?

2. Apakah perusahaan mempunyai format program perbaikan yang berkelanjutan?

3. Apakah waktu untuk menanggapi kecacatan yang terjadi pada proses produksi kurang dari 10 menit? 4.

Apakah operator memiliki kewenangan untuk menghentikan proses produksi ketika kecacatan produk ditemukan?

5.

Apakah seluruh peralatan dan bahan untuk proses produksi mempunyai tempat yang tetap sehingga menimbulkan kenyamanan, bersih, teratur dan mudah untuk dipergunakan di lantai produksi?

Sumber: Buku Lean Manufacturing: Tools, techniques and how to use them. (Feld, 2000)

Proses penilaian pada saat dilakukan assessment menggunakan 5 skala rating, yaitu:

1. Skala 0, untuk elemen yang tidak pernah diterapkan, dengan tingkat implementasi 0% (tidak pernah dilakukan)


(53)

2. Skala 1, untuk elemen yang hanya diterapkan di beberapa area, dengan tingkat implementasi 25% (mulai dilakukan)

3. Skala 2, untuk elemen yang banyak diterapkan, dengan tingkat implementasi 50% (sudah dilakukan)

4. Skala 3, untuk elemen yang sering diterapkan, dengan tingkat implementasi 75% (aturan baku perusahaan)

5. Skala 4, untuk elemen yang selalau diterapkan, dengan tingkat implementasi 100% (sudah menjadi budaya dan melembaga)

Setelah dilakukan proses assessment, maka diketahui tingkat implementasi lean manufacturing dengan pembagian level sebagai berikut:

1. Skor 81-100 (kinerja yang luar biasa) 2. Skor 61-80 (kinerja yang sudah benar)

3. Skor 41-60 (kinerja yang sudah paham dalam implementasi lean, tetapi masih butuh bimbingan)

4. 21-40 (kinerja yang membutuhkan bantuan signifikan dalam implementasi lean) 5. 0-20 (kinerja yang membutuhkan perombakan)

3.5 Diagram Alir (Flowcharts)

Diagram alir (flowcharts) digunakan untuk membuat proses menjadi lebih mudah dilihat berdasarkan urutan-urutan (langkah-langkah) dari proses itu, sehingga bermanfaat bagi analisis dan perbaikan proses terus-menerus. Diagram alir digunakan apabila berkaitan dengan hal-hal berikut:


(54)

1. Terdapat masalah dalam proses yang ditunjukkan melalui tingkat kinerja proses yang rendah.

2. Mengembangkan sistem pengukuran.

3. Menganalisis masalah yang berkaitan dengan proses. 4. Landasan untuk perbaikan proses terus-menerus. 5. Memberikan pelatihan kepada karyawan baru.

Pembuatan diagram alir terlebih dahulu dilakukan pembuatan SIPOC. SIPOC merupakan suatu alat yang berguna dan paling banyak dipergunakan dalam manajemen rantai pasokan untuk meningkatkan proses terus-menerus. Nama SIPOC merupakan akronim dari lima elemen utama dalam sistem kualitas, yaitu: Suppliers-Input-Processes-Output-Custumers. Berikut adalah Model SIPOC ditunjukan dalam bagan yang digambarkan pada Gambar 3.1. (Gaspersz, 2012).

Requirements Requirements

Suppliers Input Process Output Customers

Input Boundary Output Boundary

Gambar 3.2. Model SIPOC

Penjelasan masing-masing elemen adalah:

1. Suppliers merupakan orang atau kelompok orang yang memberikan informasi kunci, material atau sumber daya lain kepada proses.

2. Input adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok kepada proses.


(55)

3. Process adalah sekumpulan aktivitas tansformasi nilai tambah dari input menjadi output.

4. Output adalah produk (barang dan/atau jasa) dari suatu proses.

5. Customers adalah orang atau kelompok atau sub-proses yang menerima output.

3.6 Overall Labor Effectiveness (OLE)

Overall labor effectiveness (Evektivitas Tenaga Kerja Keseluruhan) adalah indikator kinerja kunci yang mengatur utilitas, kinerja dan kualitas tenaga kerja beserta dampaknya terhadap produktivitas. Pada proses pengukuran kinerja OLE mengukur tiga hal, yaitu (Gaspersz, 2012):

1. Ketersediaan (availabililty)

Ketersediaan adalah persentase waktu yang dihabiskan karyawan dalam memberikan kontribusi efektif. Ada banyak faktor yang mempengaruhi ketersediaan tenaga kerja seperti: absensi, utilitas, penjadualan dan lain-lain. OLE dapat membantu produsen dalam meyakini bahwa mereka memilki orang dengan keterampilan tepat, tersedia pada waktu yang tepat, sehingga memungkinkan produsen untuk menemukan dimana perlu menyiapkan penjadualan tenaga kerja yang tepat untuk dapat meningkatkan jumlah jam produktif. OLE juga menampilkan informasi tentang utilitas tenaga kerja. Memahami dimana kerugian downtime berasal dan dampak terhadap produksi, maka kita dapat mengungkap akar penyebab yang dapat mencakup downtime mesin, keterlambatan material atau kehadiran karyawan yang menunda proses produksi.


(56)

Kinerja adalah jumlah produk yang diserahkan. Ketika karyawan tidak dapat melakukan pekerjaan mereka dalam kondisi normal, maka kinerja akan menjadi rendah. Pelatihan yang efektif dapat meningkatkan kinerja melalui peningkatan keterampilan yang berdampak langsung pada kualitas output. Sejumlah faktor pengendali dari kinerja (performance) adalah ketersediaan proses, instruksi kerja, peralatan, material, pelatihan dan keterampilan.

3. Kualitas (quality)

Kualitas adalah persentase produk tampa cacat (sempurna) yang diproduksi atau dapat dijual. Sejumlah faktor pengendali berkontribusi terhadap kualitas, tetapi upaya untuk peningkatan kualitas dapat mengakibatkan penurunan kinerja tenaga kerja.

OLE membatu produsen untuk memahami kesalingtergantungan dan trade-off produktivitas di lantai pabrik dan profitabilitas melalui pengukuran terhadap kontribusi dari tenaga kerja. OLE memberikan kepada manajemen kemapuan untuk menganalisis pengaruh komulatif dari ketiga faktor tenaga kerja (availability, performance dan quality) pada output yang dihasilkan, sementara mempertimbangkan dampak dari tenaga kerja langsung dan tidak langsung.

OLE mampu memunculkan kecenderungan-kecenderungan yang dapat digunakan untuk mendiagnosa masalah secara lebih teliti. Hal ini berarti akan membantu para manajer memahami apakah tindakan korektif yang diambil telah efektif atau tidak, sehingga akan menigkatkan produktivitas pabrik secara keseluruhan. Konsep yang digunakan dalam pengukuran OLE adalah sebagai berikut.


(57)

1. Availability = 100% - kehilangan jam kerja karyawan

2. Performance = 100% - kehilangan waktu karena tidak memenuhi standar 3. Quality = 100% - kehilangan output karena cacat

3.7 Root Cause Analysis

Root Cause Analysis (RCA) atau Analisis akar penyebab adalah sebuah kelas dari pemecahan masalah metode yang bertujuan untuk mengidentifikasi akar penyebab masalah atau peristiwa. Praktek RCA didasarkan pada keyakinan bahwa masalah-masalah yang terbaik dipecahkan dengan mencoba untuk memperbaiki atau menghilangkan akar penyebab, bukan hanya untuk segera mengatasi gejala yang jelas. Dengan mengarahkan langkah-langkah perbaikan pada akar permasalahan, diharapkan bahwa kemungkinan terulangnya masalah akan diperkecil.

Root Cause Tree merupakan alat analisis sebab-akibat yang paling sesuai untuk permasalahan yang kompleks. Manfaat utama dari alat analisis tersebut yaitu memungkinkan untuk mengidentifikasi hubungan diantara penyebab. Terdapat 4 langkah dalam RCA, yaitu:

1. Mengidentifikasi dan memperjelas definisi undesired outcome (suatu kejadiaan yang tidak diharapkan).

2. Mengumpulkan data.

3. Menempatkan kejadian-kejadian dan kondisi-kondisi pada event and causal factor table.

4. Lanjutkan pertanyaan “mengapa” untuk mengidentifikasi root causes yang paling kritis.


(58)

Kaoru Ishikawa, seorang pakar kualitas berkebangsaan Jepang, menyatakan bahwa tanda pertama dari masalah adalah gejala (symptoms), bukan penyebab (cause). Oleh karena itu perlu dipahami apa yang disebut sebagai: gejala (symptoms), penyebab (cause) dan akar penyebab (Latino, 2002).

3.7.1 Five Why’s

Five Why’s adalah sebuah teknik identifikasi sumber dan faktor penyebab masalah melalui mekanisme pengajuan pertanyaan secara sikuensial hingga ditemukan akar penyebab masalah. Pengajuan pertanyaan secara sikuensial sebanyak lima kali dilakukan untuk mengetahui akar penyebab timbulnya masalah. Jawaban atas lima pernyataan yang beruntun merupakan akar penyebab masalah. Teknik ini digunakan secara intensif pada perusahaan industri mobil Toyota Motor Coperation ketika perusahaan ini sedang mengalami evolusi dalam menemukenali metode manufakturing. Contoh penggunaan five why’s untuk menyelesaikan masalah mesin sering macet dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Akar Penyebab Masalah Mesin Sering Macet

No Bertanya Mengapa? Jawaban

1 Mengapa mesin sering macet? Sebab sekring sering putus karena beban terlalu besar

2 Mengapa beban terlalu besar? Sebab pemberian minyak pelumas tidak cukup

3 Mengapa pemberian minyak pelumas tidak cukup?

Sebab pompa penyalur minyak pelumas tidak bekerja dengan baik 4 Mengapa pompa penyalur minyak

pelumas tidak bekerja dengan baik?

Sebab sumbu pompa tidak berfungsi

5 Mengapa sumbu pompa tidak berfungsi?

Sebab minyak pelumas kotor ke dalamnya


(59)

Tabel 3.2 di atas menjelaskan bahwa akar penyebab masalah kemacetan mesin adalah masuknya minyak pelumas kotor ke dalam pompa, sehingga tindakan yang efektif adalah memasang saringan (filter) pada pompa pemberi pelumas.

3.8 Standard Operating Procedures (SOP)

Standard Operating Procedures (SOP) adalah pedoman yang berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada di suatu orgnisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa setiap keputusan, langkah atau tindakan dan penggunaan fasilitas pemprosesan yang dilaksanakan oleh orang-orang di dalam suatu organisasi agar berjalan secara efektif, konsisten, standar dan sistematis. Suatu organisasi dapat memiliki sistem yang baik apabila tersedia SOP yang baik dan begitu sebaliknya (Tambunan, 2008).

SOP harus ditulis dan menjelaskan secara singkat langkah demi langkah serta dalam tampilan yang mudah dibaca, berikut adalah syarat penulisan SOP:

1. Penulisan SOP menggunakan kata kerja dalam kalimat aktif.

Misalnya, ‘kirim spesifikasi ke vendor’ bukan, ‘spesifikasi dikirim ke vendor’. 2. Kalimat singkat, jelas dan tidak banyak frase.

3. Menggunakan pernyataan positif.

Misalnya, ‘lengkapi lembar kerja buku dan kembalikan ke pengadaan’ bukan menggunakan kalimat yang negatif, ‘jangan dikembalikan sebelum lembar kerja dilengkapi’.

Manfaat dari SOP adalah sebagai berikut:


(60)

2. Dapat menstandarkan semua aktifitas yang dilakukan pihak yang bersangkutan. 3. Dapat mengurangi waktu pelatihan, karena sudah ada kerangka kerja yang

diperlukan.

4. Dapat meningkatkan konsistensi pekerjaan, karena sudah ada arah yang jelas. 5. Dapat meningkatkan komunikasi antar pihak-pihak yang terkait, terutama karyawan

dengan pihak manajemen.

Pembagian SOP terdiri atas beberapa jenis, yaitu:

1. Prosedur sederhana, yaitu prosedur dengan langkah-langkah yang singkat, berulang-ulang dan hanya memerlukan sedikit keputusan. Prosedur hanya melibatkan sedikit kegiatan dengan sedikit orang.

2. Prosedur hirarki, yaitu prosedur dengan langkah-langkah yang rinci, panjang dan konsisten. Langkah-langkah dalam hirarki mungkin berisi sub-sub langkah untuk lebih memperjelas prosedur.

3. Prosedur grafis, yaitu prosedur dengan langkah-langkah yang sangat panjang dan lebih rinci. Tipe grafis akan membagi proses yang panjang menjadi sub proses yang lebih pendek.

4. Prosedur flowcharts yang berisi banyak keputusan-keputusan atau pertimbangan-pertimbangan. Flowcharts adalah representasi grafis yang menghubungkan langkah-langkah secara fisik dan logis.


(61)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. SC Johnson Manufacturing Medan, Jalan Pelita Raya I Km 19,2 Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Juli Tahun 2013.

4.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah action reaseach. Action reasearch merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan suatu solusi yang akan diaplikasikan pada perusahaan sebagai bentuk perbaikan dari sistem semula.

4.3 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah implementasi lean manufacturing di bagian produksi Baygon jenis 2 Double Coil (DC) pada PT. SC Johnson Manufacturing Medan.

4.4 Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka konseptual merupakan suatu bentuk kerangka berpikir yang dapat digunakan sebagai pendekatan dalam memecahkan masalah. Adapun gambar kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.


(62)

X1

X2

X3 Y

X4

X5

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual

Penjelasan kerangka konseptual pada Gambar 4.1 di atas adalah terdapat lima elemen primer yang mempengaruhi tingkat implementasi lean manufacturing di perusahaan, yaitu manufacturing flow, organisasi, logistik, metrics (ukuran), dan proses kontrol. Implementasi lima elemen primer ini akan mempengaruhi waste yang terjadi pada proses produksi. Apabila waste yang terjadi pada proses produksi beragam, maka akan mengakibatkan efektifitas perusahaan tidak baik. Oleh karena itu, diperlukan analisis dan evaluasi untuk perbaikan terhadap penerapan lean.

Model peningkatan atau perbaikan proses merupakan langkah yang tepat untuk melakukan perbaikan penerapan lean. Langkah yang dilakukan dalam peningkatan proses terhadap implementasi lean adalah dengan mengukur tingkat implementasi elemen lean, yang kemudian dilanjutkan dengan pengukuran proses dan kinerja (semua

Manufacturing Flow

Waste Beragam Efektifitas Perusahaan Tidak Baik Organisasi

Logistik

Metrics (Ukuran)

Proses Kontrol Perbaiki Implementasi


(63)

Setelah dilakukan assessment, maka akan diketahui sejauh mana implementasi lean di perusahaan dan juga akan diketahui elemen dari lean yang memiliki performansi rendah. Performansi elemen lean yang rendah kemudian dianailisi penyebab masalah dan solusinya dengan menggunakan Root Causes Analysis (RCA).

4.5 Identifikasi Variabel Penelitian 4.5.1 Variabel Independen

Variabel independen ataupun variabel bebas adalah dalam penelitian ini adalah: 1. Manufacturing flow

Manufacturing flow merupakan komponen lean yang fokus kepada proses produksi produk. Manufacturing flow yang tidak seimbang akan mengakibatkan penyimpanan produk/material sementara berupa Work in Process (WIP) di lantai produksi.

2. Organisasi

Organisasi merupakan komponen lean yang fokus pada sikap kerja orang-orang yang bekerja pada perusahaan. Orang yang menjalankan organisasi yang tidak baik akan mengakibatkan kehilangan jam kerja karyawan tinggi.

3. Logistik

Logistik merupakan komponen lean yang fokus kepada fungsi operasional perusahaan. Logistik rencana produksi yang tidak berjalan akan mengakibatkan keterlambatan dalam proses produksi.


(1)

Solusi penyelesaian untuk akar masalah yang ke-empat dan kelima (rantai pegangan tray longgar dan operator bagian stamping lalai dalam menjalankan tugas) adalah dengan membuat prosedur kerja dalam melakukan inspeksi coil di bagian stamping. Prosedur pada saat inspeksi coil di bagian stamping dapat dilihat pada Gambar 6.6.

Proses Inspeksi Coil Tanggung Jawab

Pelaksana: 1 operator

Prosedur Kerja:

1. Nyalakan conveyer oven. 2. Perhatikan kondisi tray.

3. Matikan conveyor oven jika kondisi tray tidak baik. a. Ganti tray yang rusak.

b. Ketatkan rantai tray yang longgar. 4. Ukur berat coil basah setiap 20 menit. 5. Keluarkan coil basah yang rusak dari tray.

6. Masukkan coil basah yang rusak ke mesin recycle coil basah. 7. Lakukan kembali langkah 2-6 untuk proses inspeksi coil berikutnya dan selalu jaga kebersihan di area mesin.

8. Matikan conveyer oven jika proses stamping coil telah selesai dilakukan.


(2)

6.2.2 Estimasi Hasil Implemtasi Solusi dan Evaluasi

Hasil implementasi solusi terhadap permasalahan penumpukan produk sementara dan rendahnya ukuran OLE diharapkan mampu meningkatkan efektivitas perusahaan. Penerapan prosedur kerja dan pembuatan visual control diharapkan dapat membantu dalam memperbaiki sistem semula yang kurang baik.

Ukuran kinerja yang dapat dinilai dari implementasi solusi adalah terjadinya peningkatan efektivitas tenaga keja keseluruhan (OLE). Hasil perolehan estimasi availability (100% - kehilangan jam kerja operator), performance (100% - kehilangan output tidak memenuhi standar) dan quality (100% - kehilangan output karena cacat) dapat dilihat pada Tabel 6.2.

Tabel 6.2. Estimasi Perolehan Availability, Performance dan Quality

Perolehan Hasil Aktual 99% 95% 90% 87,50% 85%

Availability (menit) 74% 475.2 456 432 420 408

Performance (pasang coil) 83% 86.486 82.992 78.624 76.440 74.256 Quality (pasang coil) 99% 82.162 78.842 74.693 72.618 70.543

OLE 60%

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Tabel 6.2 di atas menunjukkan estimasi perolehan OLE perusahaan setelah dilakukan perbaikan. Setelah dilakukan diskusi dengan pihak manajemen perusahaan, maka persentase perolehan 1) availability sebesar 85% = 408 menit, 2) perolehan performance sebesar 95% = 82.992 pasang coil dan 3) quality sebesar 99% = 82.126 pasang coil. Jadi estimasi hasil perolehan OLE setelah dilakukan perbaikan adalah:

OLE = Availability x Performance x Quality = 85% x x 95% x 99% = 80 %


(3)

OLE mencapai 80%, berarti bahwa perusahaan mampu mengkonversi 80% dari potensi untuk menjadi output yang layak dijual dan menguntungkan. Pencapaian ini sudah lebih baik dari sebelumnya, yaitu OLE 60%. Agar perusahaan dapat melakukan perbaikan terhadap sistem semula, maka perusahaan harus konsisten dalam menjalankan lean dan terus melakukan evaluasi terhadap penerapannya.

Hasil evaluasi penerapan lean harus memberikan problem solving terhadap masalah yang terjadi. Selain melakukan evaluasi terhadap sistem semula, peningkatan kemampuan pekerja juga harus dilakukan. Peningkatan kemampuan pekerja dapat dilakukan melalui pelatihan secara berkala.


(4)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Penerapan lima elemen primer lean yang tidak baik akan mengakibatkan waste yang beragam. Hal ini sesuai dengan hasil perhitungan korelasi linier sederhana penerapan lima elemen primer lean terhadap waste yang memiliki harga positif. Semakin tidak baik penerapan elemen primer lean, maka akan mengakibatkan semakin banyak dan beragam waste yang terjadi pada saat proses produksi.

2. Tingkat implementasi lean manufacturing di perusahaan secara keseluruhan memiliki kinerja yang sudah benar, yaitu sebesar 78,71, namun ada terdapat elemen lean yang memiliki performansi kinerja yang masih butuh bimbingan, yaitu elemen lean yang ke-satu pada atribut yang ke-lima (saat proses produksi tidak terjadi penyimpanan produk sementara atau work in process). Performansi kinerja elemen lean yang ke-satu atribut yang ke-lima adalah sebesar 59.

3. Diagram alir proses produksi menujukkan aliran bahan baku mulai dari bahan baku di gudang sampai dengan diperoleh produk berupa finish good. Berdasarkan hasil pengamatan langsung pada saat proses produksi ditemukan peristiwa pemborosan (waste) baik dari segi waktu maupun dari segi produk.

4. Perusahaan hanya mampu mengkonversi 60% dari potensinya untuk menjadi output yang layak dijual dan menguntungkan perusahaan. Hal ini sesuai dengan hasil


(5)

pengukuran Overall Labor Effectiveness (OLE) yang menunjukkan rata-rata kinerja hanya sebesar 60%.

5. Akar penyebab masalah terjadinya penumpukan produk sementara berupa work in process dan rata-rata OLE hanya sebesar 60% adalah: 1) operator menyusun coil tidak tepat pada posisinya, 2) operator sebelumnya tidak menyelesaikan tugas tepat waktu atau melewati batas waktu akhir shift, 3) mesin stamping rusak dan conveyor oven terus berjalan, 4) rantai pegangan tray longgar, 5) operator bagian stamping lalai dan tidak memahami tugas.

6. Solusi yang diberikan terhadap permasalahan yang ada adalah berupa prosedur kerja dan visual control yang ditempel pada communication board. Peningkatan efektivitas tenaga kerja keseluruhan (OLE) diharapkan dapat dicapai setelah diterapkannya solusi yang diberikan. Estimasi hasil OLE yang akan diperoleh adalah sebesar 80%.

7.2. Saran

Setelah melakukan penelitian tugas sarjana ini, adapun saran yang dapat diajukan adalah :

1. Sebaiknya perusahaan konsisten dan terus melakukan evaluasi secara continuous improvement terhadap penerapan lima elemen primer lean, agar keberagaman waste pada saat proses produksi dapat direduksi dan OLE dapat ditingkatkan.

2. Sebaiknya perusahaan melakukan peningkatan kemampuan pekerja melalui pelatihan secara berkala dan pengarahan melalui rapat, agar solusi pemecahan masalah hasil evaluasi penerapan lean dapat lebih baik untuk dilaksanakan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, S. (2007). Metode Penelitian. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Askari, M. F. dan Supriyanto. (2012). Implementasi Lean Manufacturing di PT. X Pasuruan. Jurnal Teknik Pomits ,Volume 1, No. 1

Bhasin, S. (2011).Improving performance through lean. International Journal of Management Science and Engineering Management, 6(1): 23-36

Feld, W. (2000). Lean Manufacturing: tools, techniques and how to use them. St. Lucie Press: Florida.

Gaspersz, V. (2012). All-In-One Mangement Tool Book. Tri-Al-Bros Pulishing: Bogor. Latino, R.J. (2002). Root Cause Analysis : Improving Performance for Bottom Line

Results. CRC Press LLC: Firginia.

Mekong, C. (2004). Introduction to Lean Manufacturing. Vietnam.

Nicholas, J.M. (1998). Competitive Manufacturing Management. Singapura: McGraw-Hill.

Tambunan, Rudi M. 2008. Standard Operating Procedures (SOP). Jakarta: Salemba Empat.