Keanekaragaman Fauna Tanah TINJAUAN PUSTAKA A. Lingkungan Tanah

Serangga pemakan bahan organik yang mambusuk, membantu merubah zat-zat yang membusuk menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Banyak jenis serangga yang meluangkan sebagian atau seluruh hidup mereka di dalam tanah. Tanah tersebut memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang, pertahanan dan seringkali makanan. Tanah tersebut diterobos sedemikian rupa sehingga tanah menjadi lebih mengandung udara, tanah juga dapat diperkaya oleh hasil ekskresi dan tubuh-tubuh serangga yang mati. Serangga tanah memperbaiki sifat fisik tanah dan menambah kandungan bahan organiknya Borror dkk., 1992. Wallwork 1976, menegaskan bahwa serangga tanah juga berfungsi sebagai perombak material tanaman dan penghancur kayu. Szujecki 1987 dalam Rahmawaty 2000, mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga tanah di hutan, adalah: 1 struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi; 2 kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan dalam daur hidup; 3 suhu tanah mempengaruhi peletakan telur; 4 cahaya dan tata udara mempengaruhi kegiatannya. Suhardjono 2000, menyebutkan pada sebagian besar populasi Collembola tertentu, merupakan pemakan mikoriza akar yang dapat merangsang pertumbuhan simbion dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Di samping itu, Collembola juga dapat berfungsi menurunkan kemungkinan timbulnya penyakit yang disebabkan oleh jamur. Collembola juga dapat dijadikan sebagai indikator terhadap dampak penggunaan herbisida. Pada tanah yang tercemar oleh herbisida jumlah Collembola yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan pada lahan yang tidak tercemar. Keanekaragaman fauna tanah pada musim atau tipe permukaan tanah yang berbeda memiliki perbedaan. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian Suhardjono dkk. 1997, yang menyebutkan bahwa terdapat perbedaan keanekaragaman suku yang tertangkap pada musim dan lokasi yang berbeda. Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh Mercianto dkk. 1997, diketahui bahwa pada keanekaragaman tegakan yang berbeda terdapat perbedaan mengenai keanekaragaman jumlah suku dari serangga tanah tegakan Dipterocarpaceae dan Palmae, tegakan Dipterocarpaceae, serta tegakan Dipterocarpaceae dan Rosaceae.

D. Keanekaragaman Fauna Tanah

Pengelompokan terhadap fauna tanah sangat beragam, mulai dari Protozoa, Rotifera, Nematoda, Annelida, Mollusca, Arthropoda, hingga Vertebrata. Fauna tanah dapat dikelompokkan atas dasar ukuran tubuhnya, kehadirannya di tanah, habitat yang dipilihnya dan kegiatan makannya. Berdasarkan kehadirannya, fauna tanah dibagi atas kelompok transien, temporer, periodik dan permanen. Berdasarkan habitatnya fauna tanah digolongkan menjadi golongan epigeon, hemiedafon dan eudafon. Fauna epigeon hidup pada lapisan tumbuh-tumbuhan di permukaan tanah, hemiedafon pada lapisan organik tanah, dan yang eudafon hidup pada tanah lapisan mineral. Berdasarkan kegiatan makannya fauna tanah ada yang bersifat herbivora, saprovora, fungifora dan predator Suin, 1997. Sedangkan fauna tanah berdasarkan ukuran tubuhnya menurut Wallwork 1970, dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu; mikrofauna 20 µ - 200 µ, mesofauna 200 µ - 1 cm dan makrofauna lebih dari 1 cm. Menurut Suhardjono dan Adisoemarto 1997, berdasarkan ukuran tubuh fauna tanah dikelompokkan menjadi: 1. mikrofauna adalah kelompok binatang yang berukuran tubuh 0.15 mm, seperti: Protozoa dan stadium pradewasa beberapa kelompok lain misalnya Nematoda, 2. Mesofauna adalah e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 5 kelompok yang berukuran tubuh 0.16 – 10.4 mm dan merupakan kelompok terbesar dibanding kedua kelompok lainnya, seperti: Insekta, Arachnida, Diplopoda, Chilopoda, Nematoda, Mollusca, dan bentuk pradewasa dari beberapa binatang lainnya seperti kaki seribu dan kalajengking, 3. Makrofauna adalah kelompok binatang yang berukuran panjang tubuh 10.5 mm, sperti: Insekta, Crustaceae, Chilopoda, Diplopoda, Mollusca, dan termasuk juga vertebrata kecil. Odum 1998, menyebutkan bahwa mesofauna tanah meliputi nematoda, cacing- cacing oligochaeta kecil enchytracid, larva serangga yang lebih kecil dan terutama apa yang secara bebas disebut mikroarthropoda; dari yang akhir, tungau-tungau tanah Acarina dan springtail Collembola seringkali merupakan bentuk-bentuk yang paling banyak tetap tinggal dalam tanah. Beberapa contoh organisme yang khas yang diambil dari tanah dengan menggunakan alat yang dikenal dengan corong Barlese atau corong Tullgren yang serupa, diantaranya : dua kutu oribatida Elulomannia, Pelops; proturan Mikroentoman; japygida Japyx; thysanoptera; simpilan Scolopendrella; pauropoda Pauropus; kumbang pembajak Staphylinidae; springtail atau collembola Entomobrya; kalajengking semu cheloneathid; miliped diplopoda; centipede chilopoda; larva kumbang scarabarida atau “grub”. Menurut Hole 1981 dalam Rahmawaty 2000, fauna tanah dibagi menjadi dua golongan berdasarkan caranya mempengaruhi sistem tanah, yaitu: 1. Binatang eksopedonik mempengaruhi dari luar tanah, golongan ini mencakup binatang-binatang berukuran besar, sebagian besar tidak menghuni sistem tanah, meliputi Kelas Mammalia, Aves, Reptilia, dan Amphibia. 2. Binatang endopedonik mempengaruhi dari dalam tanah, golongan ini mencakup binatang-binatang berukuran kecil sampai sedang diameter 1 cm, umumnya tinggal di dalam sistem tanah dan mempengaruhi penampilannya dari sisi dalam, meliputi Kelas Hexapoda, Myriopoda, Arachnida, Crustacea, Tardigrada, Onychopora, Oligochaeta, Hirudinea, dan Gastropoda. III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Fisik Taman Wisata Alam TWA Sibolangit secara administratif terletak di Desa Sibolangit, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Daerah Tingkat II Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara. Taman Wisata ini merupakan bagian dari kawasan Cagar Alam Sibolangit yang beralih fungsi sebagai hutan wisata. Luas TWA Sibolangit adalah 24, 85 Ha, sedangkan luas Cagar Alam CA Sibolangit saat ini adalah 95,15 Ha. Menurut administratif kehutanan kawasan ini dikelola oleh Unit Konservasi Sumber Daya Alam UKSDA I Sumatera Utara. Sedangkan secara geografis kawasan TWA berada diantara 3 17’50” LU dan 98 36’0”-98 36’56” BT dengan ketinggian pada 550 m dpl. Analisa variasi kemiringan lahan pada TWA menunjukkan kemiringan lahan bervariasi antara 5-10. Kawasan CA Sibolangit telah ditata batas sejak zaman Belanda dan kemudian direkonstruksi setelah adanya pengurangan luas yang digunakan sebagai kawasan wisata alam serta telah beberapa kali mengalami rekonstruksi batas. Lokasi yang berdampingan dengan Cagar Alam membuat TWA ini menjadi unik, dan dalam pengelolaannya tidak dapat dipisahkan atau setidaknya ikut mempertimbangkan keberadaan Cagar Alam tersebut. e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 6 Tanah di kawasan TWA Sibolangit ini rata-rata termasuk jenis andosol yang tertutup oleh humus tebal sehingga memudahkan air untuk meresap kedalamnya. Pada umumnya mempunyai top soil tebal hingga mencapai 30 cm. Tingkat kestabilan tanah di kawasan ini sangat rendah oleh karena itu sering terjadi longsor.

B. Kondisi Biologis