ANALISIS PERBANDINGAN KUALITAS DAN TINGKAT PENGHAPUSAN PEMBIAYAAN
BANK SYARIAH DAN KONVENSIONAL SEBELUM DAN SETELAH
SUBPRIME MORTGAGE
JATUH
SITI HAURA TETTET FITRIJANTI
ABSTRACT
The aim of this research is comparison of the financing quality and its write-off level between shariah banking and conventional banking, before and after Subprime Mortgage fall.
The method of this research is descriptive comparative analysis under quantitative research paradigm. Sampels are thoses of shariah banks that had been operating before 2003, and those
of conventional banks which are listed in Indonesia Stock Exchange, 2003-2008. The comparison test of two sample groups are between independent paired sample groups. The
results indicate that the financing quality and its associated write-off level of shariah banks after subprime mortgage fall are higher than before; comparison of quality of financing and bad debt
write-off rate of conventional banks after subprime mortgage fall are lower than before; and there are no statistically significant difference on financing quality and bad debt write-off
between shariah banks and conventional banks, before and after subprime mortgage fall.
Key words: financing quality, write-off level, shariah banks, conventional banks, subprime mortgage
1. PENDAHULUAN
Dampak jatuhnya
subprime mortgage
bukan hanya terjadi pada perbankan di Amerika Serikat, tapi juga di Australia, India, Cina dan negara-negara lainnya. Semua efek domino
menyebar ke berbagai belahan negara di dunia, yang akhirnya mengakibatkan adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Roll C 2008. Perbankan Indonesia terkena dampak
tidak langsung krisis
subprime mortgage
ini. Harga saham sektor perbankan Indonesia sempat
jatuh. Jika dilihat dari segi kualitas pembiayaan, pada perbankan di Indonesia, efek domino dari krisis Amerika ini secara umum telah mengakibatkan terjadinya kenaikan pada
Non Performing Loans
NPL perbankan. Begitu juga, tingkat penghapusan pembiayaan pada perbankan di Indonesia secara umum mengalami kenaikan.
2. TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Kegiatan Perbankan di Indonesia secara hukum diatur oleh UU RI No. 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998. Sedangkan untuk perbankan syariah secara hukum diatur dalam UU
No. 21 tahun 2008. Bank konvensional memilki fungsi sebagai
financial intermediary
antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana, sementara bank syariah
memiliki fungsi sebagai manajer investasi, investor, jasa keuangan dan sosial. Prinsip utama operasional bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam yang bersumber dari Al- Qur’an dan Al-Hadits. Bank Islam
dikembangkan atas dasar bahwa tidak diperbolehkannya pemisahan antara masalah-masalah duniawi dan agama. Karena Islam bersifat komprehensif, mencangkup semua aspek kehidupan,
baik ekonomi, politik, pendidikan ataupun militer, maka kepatuhan terhadap syariah merupakan dasar bagi semua aspek kehidupan. Dasar ini tidak hanya mencakup ibadah saja, tetapi juga
mencakup aktivitas muamalah, salah satunya adalah pada transaksi bisnis yang harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Salah satu aspeknya adalah pelarangan riba dan persepsi
mengenai uang sebagai alat tukar dan sarana untuk membayar kewajiban keuangan, bukan komoditas.
Perbedaan yang paling utama antara kegiatan bank berdasarkan prinsip syariah dengan bank konvensional pada dasarnya terletak pada sistem pemberian imbalan atau jasa dari dana
yang dititipkan. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank konvensional menggunakan sistem bunga dalam menentukan imbalan atas dana yang digunakan atau dititipkan oleh suatu
pihak. Sedangkan berdasarkan prinsip syariah sistem bunga tidak diperbolehkan dalam menentukan imbalan atas dana yang digunakan atau dititipkan oleh suatu pihak tersebut, karena
termasuk riba, dan riba hukumnya haram. Oleh karena itu, penentuan imbalan terhadap dana yang dipinjamkan maupun dana yang disimpan pada bank syariah didasarkan pada prinsip bagi
hasil dan risiko
profit and loss sharing
, jual beli, atau prinsip syariah lainnya. Luqman 2007; Ibnu; Muhammad 2007
Pada umumnya aktivitas usaha bank syariah dan bank konvensional dapat digolongkan menjadi tiga aktivitas, yaitu penghimpunan dana, penyaluran dana, dan pemberian jasa. Aktivitas
penghimpunan dana dan aktivitas penyaluran dana merupakan aktivitas pokok bank yang masing-masing dapat dilihat pada sisi pasiva neraca bank dan pada sisi aktiva neraca bank.
Berdasarkan UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, yang dimaksud dengan pembiayaan adalah
penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’;
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah danatau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai danatau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan
dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.”
Salah satu aspek penting dalam perbankan syariah adalah proses pembiayaan yang sehat. Proses pembiayaan yang sehat adalah proses pembiayaan yang berimplikasi kepada investasi
halal dan baik, serta menghasilkan
return
sebagaimana yang diharapkan, atau bahkan lebih. Pada bank syariah proses pembiayaan yang sehat tidak hanya berimplikasi pada kondisi bank yang
sehat, tetapi juga berimplikasi pada peningkatan kinerja sektor riil yang dibiayai. Sama halnya dengan kualitas kredit pada perbankan konvensional, kualitas pembiayaan
pada bank syariah juga digolongkan menjadi 5 golongan yaitu, lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Sofyan dkk 2004; Muhammad 2007. Kualitas semua
bentuk penanaman dana aktiva produktif, dalam hal ini adalah kredit atau pembiayaan tersebut menjadi standar pengukuran kinerja baik pada bank konvensional maupun pada bank syariah.
Pada bank konvensional, untuk menjaga kinerja yang baik dalam hal pengalokasian kredit, maka
kualitas dari kredit tersebut harus dijaga. Hal tersebut tercermin dalam analisis kredit yang dilakukan oleh bank konvensional sebelum memberikan kredit kepada debitur. Salah satunya
adalah dengan memperhatikan prinsip 5 C
Character, Capacity, Collateral, Condition, Capital
. Sama halnya pada bank syariah, untuk menjaga kinerja yang baik dan pengembangan
usaha yang senantiasa sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah, maka kualitas aktiva produktif, dalam hal ini adalah pembiayaan perlu dijaga. Salah satu cara menjaga kualitas
aktiva produktif pembiayaan adalah dengan menerapkan kebijakan alokasi dana baik menurut sektor ekonomi, sektor industri, maupun wilayah pemasaran. Luqman 2007.
Bisnis perbankan pada dasarnya tidak dapat melepaskan diri dari risiko kegagalan. Risiko yang timbul dari usaha pemberian kredit berupa tidak lancarnya pembayaran kredit atau
pembiayaan, atau dengan kata lain disebut kredit bermasalah. Risiko kredit atau pembiayaan tidak dapat dihindari, karena tanpa risiko tidak akan ada pendapatan. Dalam PSAK No. 31
disebutkan bahwa kredit bermasalah pada umumnya merupakan kredit yang pembayaran angsuran pokok danatau bunganya telah lewat 90 hari atau lebih setelah jatuh tempo, atau kredit
yang pembayarannya secara tepat waktu sangat diragukan.
Non Performing Loan
sebagai suatu kredit dimana pembayaran yang dilakukan tersendat- sendat dan tidak mencukupi kewajiban minimum yang ditetapkan sampai dengan kredit yang
sulit untuk memperoleh pelunasan atau bahkan tidak dapat ditagih. Dengan kata lain, pengertian
non performing loan
mencakup keseluruhan kualitas kredit yang digolongkan dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet. Oleh karena itu, guna menutup risiko kemungkinan
kerugian akibat pembiayaan bermasalah tersebut, bank konvensional maupun bank syariah wajib membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif PPAP berupa cadangan umum dan
cadangan khusus guna menutup resiko kemungkinan kerugian. Proses imbas
krisis subprime mortgage
ke perekonomian Indonesia diantaranya melalui penarikan dana dalam valas khususnya USD oleh para lembaga keuangan kreditor dan investor
di Amerika Serikat, yang dilakukan diantaranya dengan mencairkan dana yang telah ditempatkan pada bank-bank di Indonesia dan langsung dalam USD. Untuk lebih jelasnya di bawah ini bisa
dilihat perkembangan BI rate dari Desember 2005 sd Desember 2008 :
Gambar 1. BI
rate
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa untuk mengimbangi melemahnya nilai tukar rupiah yang terjadi, maka BI
rate
dinaikan. Jika dilihat dari segi kualitas pembiayaan, pada perbankan di Indonesia baik yang
berdasarkan prinsip syariah maupun konvensional, efek domino dari krisis Amerika ini telah mengakibatkan terjadinya kenaikan pada Non Performing Loans NPL perbankan yaitu tepatnya
pada semester II tahun 2008, yakni pada pertengahan semester II tahun 2008 ketika lembaga keuangan terbesar dan tertua di Amerika, Lehman Brothers, telah jatuh bangkrut. Begitu juga
dengan tingkat penghapusan pembiayaan pada perbankan di Indonesia, tepatnya semester II tahun 2008, menunjukkan adanya kenaikan tingkat penghapusan pembiayaan. Semua efek
domino tersebut merupakan salah satu cermin dari adanya pertumbuhan ekonomi Amerika yang melambat, yang pada akhirnya menyebar ke berbagai negara di dunia, dan mengakibatkan
perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Abida 2008; Merza; Daniri 2009. Perbedaan yang paling utama antara kegiatan bank berdasarkan prinsip syariah dengan
bank konvensional pada dasarnya terletak pada sistem pemberian imbalan atau jasa dari dana yang dititipkan. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank konvensional menggunakan
sistem bunga dalam menentukan imbalan atas dana yang digunakan atau dititipkan oleh suatu pihak. Sedangkan berdasarkan prinsip syariah, sistem bunga tidak diperbolehkan dalam
menentukan imbalan atas dana yang digunakan atau dititipkan oleh suatu pihak tersebut, karena termasuk riba, dan riba hukumnya haram. Oleh karena itu, penentuan imbalan terhadap dana
yang dipinjamkan maupun dana yang disimpan pada bank syariah didasarkan pada prinsip bagi
Des-05 Des-06
Des-07 Okt Des-08
2 4
6 8
10 12
14
BI Rate 6-Des-05
6-Sep-05 9-Jan-06
7-Mar-06 6-Jun-06
5-Sep-06 7-Des-06
4-Jan-07 6-Mar-07
7-Jun-07 6-Sep-07
6-Des-07 8-Jan-08
6-Mar-08 5-Jun-08
4-Sep-08 7-0kt-08
6-Nov-08
hasil dan risiko
profit and loss sharing
, jual beli, atau prinsip syariah lainnyaSofyan dkk, 2004. Adapun perbedaan-perbedaan antara bunga dengan bagi hasil dapat terlihat pada tabel di
berikut : Tabel 1. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
No. Bunga
Bagi Hasil
1. Penentuan bunga dibuat
sewaktu perjanjian tanpa berdasarkan kepada
untungrugi. Penentuan bagi hasil dibuat
sewaktu perjanjian dengan berdasarkan kepada
untungrugi.
2. Jumlah persen bunga
berdasarkan jumlah uang modal yang ada.
Jumlah nisbah bagi hasil berdasarkan jumlah
keuntungan yang telah dicapai.
3. Pembayaran bunga tetap
seperti perjanjian tanpa diambil pertimbangan apakah
proyek yang dilaksanakan pihak kedua untung atau rugi.
Bagi hasil tergantung pada hasil proyek. Jika proyek tidak
mendapat keuntungan atau mengalami kerugian, maka
resikonya ditanggung kedua belah pihak.
4. Jumlah pembayaran bunga
tidak meningkat walaupun jumlah keuntungan berlipat
ganda. Jumlah pemberian hasil
keuntungan meningkat sesuai dengan peningkatan
keuntungan yang didapat.
5. Pengambilanpembayaran
bunga adalah haram. Penerimaanpembagian
keuntungan adalah halal
Salah satu aspek penting dalam perbankan syariah adalah proses pembiayaan yang sehat. Proses pembiayaan yang sehat adalah proses pembiayaan yang berimplikasi kepada investasi
halal dan baik, serta menghasilkan
return
sebagaimana yang diharapkan, atau bahkan lebih. Pada bank syariah proses pembiayaan yang sehat tidak hanya berimplikasi pada kondisi bank yang
sehat, tetapi juga berimplikasi pada peningkatan kinerja sektor riil yang dibiayai.
Mengingat terdapat beberapa perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah, dan penelitian ini hendak mempelajari mengenai bank konvensional dan bank syariah menghadapi
krisis keuangan global, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagaimana berikut ini:
H
a1a
: μ
1
≠ μ
2
atau terdapat perbedaan yang signifikan kualitas pembiayaan pada bank syariah dan bank konvensional sebelum subprime mortgage jatuh.
H
a1b
: μ
1
≠ μ
2
atau terdapat perbedaan yang signifikan tingkat penghapusan pembiayaan pada bank syariah dan bank konvensional sebelum subprime mortgage jatuh.
H
a2a
: μ
1
≠ μ
2
atau terdapat perbedaan yang signifikan kualitas pembiayaan pada bank syariah dan bank konvensional setelah subprime mortgage jatuh.
H
a2b
: μ
1
≠ μ
2
atau terdapat perbedaan yang signifikan tingkat penghapusan pembiayaan pada bank syariah dan bank konvensional setelah subprime mortgage jatuh.
H
a3a
: μ
1
≠ μ
2
atau terdapat perbedaan yang signifikan kualitas pembiayaan pada bank syariah sebelum dan setelah subprime mortgage jatuh.
H
a3b
: μ
1
≠ μ
2
atau terdapat perbedaan yang signifikan tingkat penghapusan pembiayaan pada bank syariah sebelum dan setelah subprime mortgage jatuh.
H
a4a
: μ
1
≠ μ
2
atau terdapat perbedaan yang signifikan kualitas pembiayaan pada bank konvensional sebelum dan setelah subprime mortgage jatuh.
H
a4b
: μ
1
≠ μ
2
atau terdapat perbedaan yang signifikan atas tingkat penghapusan pembiayaan pada bank konvensional sebelum dan setelah subprime mortgage jatuh.
Hipotesis bersifat 2 dua arah, mengingat pada prakteknya di lapangan masih terdapat kendala penerapan prinsip perbankan syariah secara optimal.
3. METODE PENELITIAN