SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM MASA NABI MUHAM

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada waktu Islam diturunkan, bangsa Arab dikenal dnegan sebutan “Kaum Jahil”. Kaum Quraisy penduduk Makkah sebagai bangsawan di kalangan bangsa Arab hanya memiliki 17 orang yang pandai tulis baca. Suku Aus dan Khazraj penduduk Yatsrib (Madinah) hanya mmeiliki 11 orang yang pandai membaca.1 Hal ini menyebabkan

bangsa Arab sedikit sekali mengenal ilmu pengetahuan dan kepandaian lain. Hidup mereka mengikuti hawa nafsu, berpecah-belah, saling berperang satu dengan yang lain karena hal kecil, wanita tidak ada harganya, berlaku hukum rimba. Keistimewaan mereka hanya dalam bidang syair-syair Jahili yang disebarkan secara hafalan. Agama warisan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam dan Nabi Ismail ‘Alaihissalaam hanya tinggal sedikit dan telah diselewengkan.

Demikian pula bangsa-bangsa lain di dunia pada zaman itu, seperti bangsa Byzantium, Persia, dan India yang rendahnya moral dan kerusakan keagamaan mereka. Raja-raja mereka berlaku aniaya dan agama mereka telah jatuh ke arah musyrik. Menghadapi kenyataan itu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, diutus Allah dengan tujuan memperbaiki akhlak, baik akhlak untuk berhubungan dengan Tuhan maupun sesama manusia.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pandangan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terhadap pendidikan? 2. Apa saja perkembangan pendidikan yang terjadi di Makkah dan Madinah pada

masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?

1 Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta: Kencana, 2011), cet. IV, h. 13


(2)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pandangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Terhadap Pendidikan Bentuk kepedulian Rasulullah terhadap pendidikan dan pengajaran dilakukan secara praktik atau dengan cara bahasa lisan. Hal ini terlihat, ketika mengajar dijadikan syarat oleh Rasulullah bagi bebasnya para tawanan, yakni apabila mereka mengajarkan baca tulis kepada orang Islam. Hal ini dimaksudkan, agar pengajaran baca-tulis bisa menyebar dan mentradisi di kalangan umat Islam, di samping itu, Rasulullah tidak melupakan pengajaran baca-tulis di kalangan kaum hawa.

Menurut pandangan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, pengetahuan adalah sebagai sarana untuk mencari kesejahteraan dunia dan akhirat.2 Hal ini

berlandaskan sabda beliau:

ههييييللعلفل ًاييععمل ههييييللعلفل ةلرلخهل

ل ا دلارلال نيمل ول مهليعهليًابه ههييللعلفل ًايلنيددلا دلارلال نيمل

م

ه ليعهليًابه ًاملههييللعلفل ًاملهه دلارلال ن

ي مل ول م

ه ليعهليًابه

(ثيدحلا(

“Barangsiapa menginginkan kebahagiaan dunia hendaknya ia mengetahui ilmunya, barangsiapa menginginkan kebahagiaan akhirat hendaknya ia mengetahui ilmunya, dan barangsiapa menghendaki keduanya (kebahagiaan dunia dan akhirat) hendaknya ia harus mengetahui ilmunya.”

ًاملههاولس

ه ًاملييفه رلييخل لل ول ممللعلتلمه ول مملهًاعل : نهللجهرل س

ه

ًاننلا

(ثيدحلا(

“Manusia itu terbagi menjadi dua: orang yang mengajar dan orang yang belajar, dan selain keduanya tidak ada kebaikan.”

Dalam sejarah umat Islam, pada zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diturunkan wahyu berupa Al-Qur’an yang menjadi sumber inti ilmu pengetahuan, hal ini karena Al-Qur’an memuat:3

2 Asmawi (Ed.), Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996), cet. I, h. 36-38.

3 Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta: Kencana, 2011), cet. IV, h. 17.


(3)

a) Kisah umat-umat terdahulu.

b) Segala macam hukum dasar: perkawinan, perdata, pidana, perniagaan, juga berbagai perundang-undangan: politik, ekonomi, sosial.

c) Sifat-sifat Allah Ta’ala, seperti ‘Ilmu, Qudrah, Iradah, Wahdaniyyah, dan lain-lain. Dan jalan untuk mengenalinya adalah dengan mempergunakan cara mengajak manusia untuk memperhatikan dan mempelajari alam semesta seperti ayat:

Sesungguhnya dalam kejadian langit dan bumi serta perbedaan malam dan siang adalah bukti nyata (tentang adanya Allah) bagi mereka yang berpikir, yang senantiasa mengenang Allah dan memikirkan kejadian langit dan bumi. Oh Tuhan kami, semua ini tidaklah Engkau jadikan percuma.” (QS Ali Imran: 191)

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjadi pembimbing dan pendidik sesuai dengan perintah Allah sebagaimana terdapat dalam firman-Nya, yang artinya: “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur’an) dan hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkau-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Baqarah/2: 129).

Ayat ini memiliki persamaan dengan ayat:

ول ههتهًايييلا ميييههييللعل ويييلهتييل ميههنيمه لعويس

ه رل ن

ل ييييمللي

ه ا ِىفه ث

ل علبل ي

ي ذهلنا ولهه

ل

ه ييبيقل ن

ي ييمه اوينهًايك

ل ن

ي اه ول ةلييملك

ي حهليا ول بلًايتلكهليا مهيههمهللعليه ول ميههييكلزليه

:ةعمجلا) ن

ل ييبهمه ل

ل للض

ل ي

ي فهلل

2

(

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”

Dua ayat tersebut berisi peran Rasulullah SAW, yaitu yatlu (membacakan),

yu’allimu (mengajarkan), dan yuzakki (menyucikan). Berkaitan denagan ini, H. M. Quraisy Shihab berpendapat:4

“Rasulullah SAW yang dalam hal ini bertindak sebagai penerima al-Qur’an, bertugas untuk menyampaikan petunjuk tersebut, menyucikan dan mengajarkan manusia. Menyucikan dapat diidentikkan dengan mendidik, sedangkan mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan metafisika seta fisika. Dengan penjelasan ini maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seakan telah tampil sebagai pengajar, juga sebagai pendidik. 4 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Putra Grafika, 2007), h. 16.


(4)

Tugas inilah yang dilaksanakan Rasulullah SAW ketika berada di Makkah sebelum dan sesudah Hijriah.”

B. Masa Pembinaan Pendidikan Islam

Masa pembinaan pendidikan Islam yang dimaksudkan ini adalah masa dimana proses penurunan ajaran agama Islam kepada Muhammad SAW dan proses pembudayaannya. Masa tersebut berlangsung sejak Muhammad menerima wahyu pertama kali, yaitu pada 17 Ramadhan 13 tahun sebelum Hijriah (6 Agustus 610 M). Ajaran Islam datang untuk meluruskan perkembangan budaya umat manusia yang ada pada zamannya dan memacu perkembangan selanjutnya.5

1. Pendidikan Islam Periode Makkah

Kota Makkah sudah lama tumbuh dan berkembang sebagai sebuah kota tempat berkumpulnya para kabilah yang berdatangan dari berbagai penjuru Tanah Arab, sebab di kota itu terletak Baitullah (Ka’bah), yang dibangun di zaman Nabi Ibrahim bersama anaknya Ismail. Para pendatang atau peziarah selalu meramaikan kota Makkah, maka keramain itu tentu saja terjadi komunikasi sosial, perdagangan dan lain sebagainya.6

Kondisi masyarakat Makkah pada ketika itu dipandang dari sudut sosial adalah terdiri dari kabilah-kabilah, dan solidaritas kabilah sangat kuat, karena itu sering terjadi peperangan antarkabilah. Adapun kondisi keberagamaan masyarakatnya memiliki berbagai kepercayaan, pada umumnya mereka penyembah berhala, seperti Latta, Uzza, dan Manata. Selain dari itu, masyarakat Arab ada juga yang beragama ash-Shaibah, yaitu penyembah bintang-bintang, agama untuk kejahatan dengan kegelapan.7

Ketika ayat pertama turun dan diikuti dengan ayat berikutnya, maka Rasulullah sudah berketetapan hati untuk melaksanakan dakwah Islamiah. Pelaksanaan dakwah Islam pada periode Makkah ini dilaksanakan oleh Rasul dengan tiga tahapan. Tahap pertama, dilakukan dengan secara rahasia, hal ini dilakukan supaya tidak mendapat ganguan dari pihak kafir Quraisy. Dalam tahap rahasia ini, Rasul menyampaikan ajaran Islam kepada keluarga terdekat serta teman-teman dekatnya saja. Pendekatan 5 Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), hal. 14. 6 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Lintas Sejarah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hal. 20.


(5)

yang dilakukan beliau adalah cara pendekatan pribadi. Pada tahap seperti ini telah memeluk Islam: Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Harisah, Abu Bakar, Usman bin Affan, ubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqas, Thalhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan Aram bin Araqam.

Tahapan kedua, dilakukan dengan cara semi-rahasia. Pada tahap ini, ruang lingkup dakwah beliau lebih luas dari pada tahapan pertama, yaitu ditunjukkan kepada kelompok Bani Abdul Muththalib. Adapun tahapan ketiga, secara terbuka dan demonstrasi. Pada tahap ini, Rasulullah menyeru masyarakat Arab khususnya penduduk kota Makkah untuk memeluk agama Islam. Pelaksanaan dakwah secara terbuka ini, berdasarkan atas perintah Allah yang tertera dalam surah al-Hijr (15) ayat 94:

ل ييك

ه رهش

ي مهليا نهعل ض

ي

رهعيال ول رهملؤيته ًاملبه عيدلص

ي ًافل

“Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang musyrik.”

Islam sangat berbeda dengan agama-agama yang tumbuh pada ketika itu, maka Rasulullah memperkenalkan Islam, segi-segi perbedaan yang mendasar dengan kepercayaan masyarakat Arab. Segi-segi itu diantaranya:8

a. Akidah

Suku Quraisy memiliki banyak patung dan Hubbal merupakan patung yang paling diagungkan. Keadaan inilah yang ingin diubah oleh Rasulullah Muhammad SAW. Rasulullah mengemban tugas untuk menyampaikan akidah Islamiyah, yang beritikad tauhid (mengesakan Allah). Inti pokok keyakinan yang disampaikan oleh beliau adalah bertuhan hanya kepada Allah dan hanya Allah saja yang disembah. Hal ini dapat disimpulkan dalam bentuk tauhid Rububiyyah

dan Uluhiyyah.

Ayat Al-Qur’an yang diturunkan dalam periode Makkah ini berisikan tauhid. Di antara ayat-ayat yang mengajak kepada tauhid, antara lain yang tertera dalam surah al-Ikhlas (112) ayat 1-5, Surah al-Fatihah (1) ayat 1-7, surah al-Baqarah (2) ayat 225, surah al-Anbiya’ (21) ayat 22.


(6)

b. Pengajaran Al-Qur’an

Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur sedikit demi sedikit, tidak sekaligus. Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Tradisi menghafal di kalangan Arab sudah berlangsung sejak pra-Islam, dibuktikan dengan kemampuan mereka menghafal syair-syair yang cukup panjang. Pengajaran Al-Qur’an ini berlangsung secara berkesinambungan. Nabi menyampaikan ayat-ayat, para sahabat menghafalnya dan sebagian menulisnya, pada waktu tertentu Rasul mengadakan ulangan terhadap bacaan-bacaan dan hafalan para sahabat.

c. Pendidikan Ibadah

Ibadah yang dilakukan kaum Muslimin pada saat itu belum sempurna sebagaimana ibadah yang dilakukan pada masa setelah Hijriah (belum ada puasa, zakat, haji). Ibadah yang baru dilaksanakan adalah shalat, itu pun belum dilaksanakan lima kali semalam.

d. Pendidikan Akal

Ayat-ayat yang berkenaan dengan perkembangan pemikiran pada periode ini terlihat antara lain tertera pada surah al-Ghasiyah (88) ayat 17-20. Ayat ini memberikan dorongan kepada kaum Muslimin untuk menggunakan akal dalam rangka untuk memikirkan tentang hal-hal diungkapkan di atas. Di samping ayat-ayat di atas tentu masih banyak ayat-ayat-ayat-ayat lain yang mendorong untuk menggunakan pikiran.

2. Pendidikan Islam Periode Madinah

Hijrah dari Makkah ke Madinah bukan hanya sekedar berpindah dan menghindarikan diri dari tekanan dan ancaman kaum Quarisy dan penduduk Makkah yang tidak menghendaki pembaharu terhadap ajaran nenek moyang mereka, tetapi juga mengandung maksud untuk mangatur potensi dan menyusun kekuatan dalam menghadapi tantangan-tantangan lebih lanjut.9


(7)

Kedatangan Nabi Muhammad SAW bersama kaum muslimin Makkah, disambut oleh penduduk Madinah dengan gembira dan dan penuh rasa persaudaraan. Maka Islam mendapat lingkungan baru yang bebas dari ancaman para Quraisy Makkah. Tetapi ternyata lingkungan yang baru tersebut, bukanlah lingkungan yang betul-betul baik, yang tidak menimbulkan permasalahan.

Beliau menghadapi kenyataan bahwa umatnya terdiri dari dua kelompok yang berbeda latar belakang kehidupannya, yaitu mereka yang berasal dari Makkah yang disebut kaum Muhajirin dan mereka yang merupakan penduduk asli Madinah yang disebut kaum Anshar. Melihat kenyataan tersebut, beliau mulai mengatur dan menyusun segenap potensi yang ada dalam lingkungannya, untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Pada periode Madinah ini pendidikan yang diberikan Nabi Muhammad dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial dan politik:10

a. Pembentukan dan Pembinaan Masyarakat Baru, Menuju Kesatuan Sosial dan Politik

Masalah pertama yang dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW dan kaum Muhajirin adalah tempat tinggal. Untuk sementara para Muhajirin bias menginap di rumah-rumah kaum Anshar. Oleh karenanya Nabi Muhammad SAW bersama kaum muslimin membangun masjid.

Masjid itulah pusat kegiatan Nabi Muhammad SAW bersama kaum muslimin untuk secara bersama-sama membina masyarakat baru, masyarakat yang disinari oleh tauhid dan mencerminkan persatuan dan kesatuan umat Islam. Di masjid itulah beliau bermusyawarah mengenai berbagai urusan, mendirikan salat berjamaah, membaca Al-Qur’an, baik dalam mengulang ayat-ayat yang sudah diturunkan terlebih dahulu maupun membacakan ayat-ayat yang baru diturunkan. Setelah pembangunan masjid dan tempat tinggal selesai, Nabi Muhammad SAW mulai meletakkan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (dalam) dan keluar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya. Dasar-dasar tersebut adalah:11

10 Ibid,. hal. 32. 11 Ibid,. hal. 35.


(8)

1) Nabi Muhammad SAW mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertentangan antar suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan di antara mereka.

2) Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Nabi Muhammad menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti waktu di Makkah.

3) Untuk menjalin kerja sama dan saling menolong dalam rangka untuk membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur turunlah syariat zakat dan puasa.

4) Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan pengembangan msayarakat baru di Madinah adalah disyariatkannya media komunikasi berdasarkan wahyu yaitu salat Jum’at yang dilaksanakan secara berjama’ah dan azan.

b. Pendidikan Sosial Politik dan Kewarganegaraan

Materi pendidikan sosial dan kewarganegaraan Islam pada masa itu adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Konstitusi Madinah, yang dalam prakteknya diperinci lebih lanjut dan disempurnakan dengan ayat-ayat yang turun selama periode Madinah. Pelaksanaan pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan secara ringkas dikemukakan sebagai berikut:12

1. Pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antar kaum muslimin 2. Pendidikan kesejahteraan sosial

3. Pendidikan kesejahteraan keluarga

Syariat yang berhubungan dengan masyarakat terdiri dari empat macam,13 yaitu:

1. Hal yang berhubungan dengan rumah tangga yang dinamai hal-hal perseorangan, seperti hukum perkawinan dan hukum mawaris.

2. Hal-hal yang berhubungan dengan pergaulan manusia sesama manusia, seperti hal-hal yang berhubungan dengan hukum perdata.

12 Ibid,. hal. 48.

13 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1992), cet. VII, h. 19.


(9)

3. Hal-hal yang berhubungan dnegan qisas, ta’zir, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan hukum pidana.

4. Hal-hal yang berhubungan dengan ekonomi dan pemerintahan.

C. Pendidikan Perempuan Pada Masa Nabi SAW

Agama Islam menyamakan antara putera dan puteri tentang kewajiban mereka terhadap Allah Ta’ala, keluarga dan masyarakat secara umum.14 Sebagaimana firman

Allah Ta’ala dengan tegas mengatakan: “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” Untuk memelihara keluarga dari api neraka, maka harus untuk mengajarkan kepada mereka amalan yang wajib dikerjakan dan amalan yang haram dilakukan.

Nabi SAW juga menegaskan: “Menuntut ilmu wajib bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan.” Bahkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 35 menerangkan bahwa persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal amal saleh dan balasan yang diterima oleh masing-masing:

وو نوييرربراصصولا وو تراقودراصصولا وو نوييقردراصصولا وو تراتونراقوليا وو نوييترنراقوليا وو ترانومرؤيممليا وو نويينرمرؤيممليا وو ترنمرؤيممليا وو نوييمرلرسيممليا نصوإر

وو ميهمجوويرمفم نوييظرفراحوليا وو تراموئرآصصلا وو نوييمرئرآصصلا وو تراقودصرصوتوممليا وو نوييقردصرصوتوممليا وو تراعوشراخوليا وو نوييعرشراخوليا وو تراروبراصصولا .اممييظرعو ارمجيأو وصو ةمروفرغيمصو ميهملو همللا دصوعواو تراروكراذصولا وو ارمييثركو هوللا نوييرركراذصولا وو تراظوفراحوليا

“Sungguh, laki dan perempuan muslim, laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki-laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Oleh sebab itu kaum perempuan pada masa Nabi saw tidak mau ketinggalan oleh kaum laki-laki. Kaum laki-laki mendengarkan khutbah Nabi saw pada setiap Jum’at berupa pengajaran langsung, sedangkan kaum perempuan meminta Nabi saw untuk mengkhususkan satu hari dalam seminggu agar dapat menerima pengajaran langsung dari beliau. Lalu beliau menerima permintaan mereka. Kadang Nabi saw membaca 14 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1992), cet. VII, h. 23-24.


(10)

khutbah dua kali pada hari raya, karena ramainya kaum muslim yang hadir, sekali untuk kaum laki-laki dan sekali lagi untuk kaum perempuan. selain itu pula ada perempuan yang langsung menghadap Nabi untuk menanyakan soal agama yang belum dipahami.

Semua ini membuktikan bahwa kaum perempuan pada masa Nabi saw mendapat pendidikan dan pengajaran sebagaimana yang didapatkan oleh kaum laki-laki. Serta banyak yang turut pergi berperang bersama kaum laki-laki untuk merawat orang-orang sakit dan mengobati luka serta memberi minum orang-orang yang haus, sebagaimana yang dilakukan oleh perempuan-perempuan di organisasi Palang Merah saat ini. Tak luput pula perempuan yang ikut mencari nafkah, membantu suami mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh Asma’ binti Abu Bakr.


(11)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut pandangan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, pengetahuan adalah sebagai sarana untuk mencari kesejahteraan dunia dan akhirat, dalam satu masyarakat yang adil dan makmur, dengan diturunkan pula Al-Qur’an sebagai pedoman.

Pendidikan pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu tahapan pendidikan yang dilaksanakan di Makkah dan tahapan pendidikan yang dilaksanakan di Madinah.

Pada tahapan pendidikan yang berlangsung di Makkah lebih menekankan pada pendidikan keagamaan, karena pada saat itu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diutus oleh Allah untuk memberikan jalan yang benar kepada penduduk Makkah yang pada saat itu dirundung kegelapan akhlak dan moral. Pokok utama dalam pendidikan Islam ialah beriman kepada Allah, Tuhan semesta alam dan Pemilik segala sesuatu (), baik yang ada di langit maupun di bumi tunduk di bawah perintah dan kekuasaan-Nya. Amal ibadah yang pertama kali diperintahkan saat itu pula ialah shalat, sebagai pernyataan mengabdi kepada Allah dan ikhlas hati menyembah-Nya. Bahkan hal ini pula ditunjukkan untuk rasa syukur atas segala nikmat-Nya yang tak terhitung jumlahnya. Selain keimanan dan amal ibadah, tak kalah penting adalah akhlak yang baik, sebagaimana yang telah dianjurkan oleh Nabi, sebagai panutan dan tauladan bagi manusia. Hal ini telah dinyatakan pula di dalam Al-Qur’an, pedoman kehidupan bagi umat manusia.

Selanjutnya pada tahapan pendidikan di Madinah, terjadi ketika Nabi

Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beserta para pengikutnya hijrah dari Makkah dengan sebab mendapat kekerasan dari kaum Quraisy yang tidak menyukai kegiatan beliau. Di Madinah, beliau disambut dengan hangat oleh penduduknya. Pada saat itu penyempurnaan wahyu (Al-Qur’an) dan pendidikan kemasyarakatan pun terselenggara dalam bidang ilmu sosial, politik dan ekonomi.


(12)

Asmawi, ed. Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, cet. I. Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996.

Daulay, Haydar Putera. Pendidikan Islam dalam Lintas Sejarah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.

Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Putra Grafika, 2007.

Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, cet. IV. Jakarta: Kencana, 2011.

Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam, cet. VII. Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1992. Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004.


(1)

Kedatangan Nabi Muhammad SAW bersama kaum muslimin Makkah, disambut oleh penduduk Madinah dengan gembira dan dan penuh rasa persaudaraan. Maka Islam mendapat lingkungan baru yang bebas dari ancaman para Quraisy Makkah. Tetapi ternyata lingkungan yang baru tersebut, bukanlah lingkungan yang betul-betul baik, yang tidak menimbulkan permasalahan.

Beliau menghadapi kenyataan bahwa umatnya terdiri dari dua kelompok yang berbeda latar belakang kehidupannya, yaitu mereka yang berasal dari Makkah yang disebut kaum Muhajirin dan mereka yang merupakan penduduk asli Madinah yang disebut kaum Anshar. Melihat kenyataan tersebut, beliau mulai mengatur dan menyusun segenap potensi yang ada dalam lingkungannya, untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Pada periode Madinah ini pendidikan yang diberikan Nabi Muhammad dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial dan politik:10

a. Pembentukan dan Pembinaan Masyarakat Baru, Menuju Kesatuan Sosial dan Politik

Masalah pertama yang dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW dan kaum Muhajirin adalah tempat tinggal. Untuk sementara para Muhajirin bias menginap di rumah-rumah kaum Anshar. Oleh karenanya Nabi Muhammad SAW bersama kaum muslimin membangun masjid.

Masjid itulah pusat kegiatan Nabi Muhammad SAW bersama kaum muslimin untuk secara bersama-sama membina masyarakat baru, masyarakat yang disinari oleh tauhid dan mencerminkan persatuan dan kesatuan umat Islam. Di masjid itulah beliau bermusyawarah mengenai berbagai urusan, mendirikan salat berjamaah, membaca Al-Qur’an, baik dalam mengulang ayat-ayat yang sudah diturunkan terlebih dahulu maupun membacakan ayat-ayat yang baru diturunkan. Setelah pembangunan masjid dan tempat tinggal selesai, Nabi Muhammad SAW mulai meletakkan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (dalam) dan keluar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya. Dasar-dasar tersebut adalah:11

10 Ibid,. hal. 32. 11 Ibid,. hal. 35.


(2)

1) Nabi Muhammad SAW mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertentangan antar suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan di antara mereka.

2) Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Nabi Muhammad menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti waktu di Makkah.

3) Untuk menjalin kerja sama dan saling menolong dalam rangka untuk membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur turunlah syariat zakat dan puasa.

4) Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan pengembangan msayarakat baru di Madinah adalah disyariatkannya media komunikasi berdasarkan wahyu yaitu salat Jum’at yang dilaksanakan secara berjama’ah dan azan.

b. Pendidikan Sosial Politik dan Kewarganegaraan

Materi pendidikan sosial dan kewarganegaraan Islam pada masa itu adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Konstitusi Madinah, yang dalam prakteknya diperinci lebih lanjut dan disempurnakan dengan ayat-ayat yang turun selama periode Madinah. Pelaksanaan pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan secara ringkas dikemukakan sebagai berikut:12

1. Pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antar kaum muslimin 2. Pendidikan kesejahteraan sosial

3. Pendidikan kesejahteraan keluarga

Syariat yang berhubungan dengan masyarakat terdiri dari empat macam,13 yaitu: 1. Hal yang berhubungan dengan rumah tangga yang dinamai hal-hal

perseorangan, seperti hukum perkawinan dan hukum mawaris.

2. Hal-hal yang berhubungan dengan pergaulan manusia sesama manusia, seperti hal-hal yang berhubungan dengan hukum perdata.

12 Ibid,. hal. 48.

13 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1992), cet. VII, h. 19.


(3)

3. Hal-hal yang berhubungan dnegan qisas, ta’zir, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan hukum pidana.

4. Hal-hal yang berhubungan dengan ekonomi dan pemerintahan.

C. Pendidikan Perempuan Pada Masa Nabi SAW

Agama Islam menyamakan antara putera dan puteri tentang kewajiban mereka terhadap Allah Ta’ala, keluarga dan masyarakat secara umum.14 Sebagaimana firman Allah Ta’ala dengan tegas mengatakan: “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” Untuk memelihara keluarga dari api neraka, maka harus untuk mengajarkan kepada mereka amalan yang wajib dikerjakan dan amalan yang haram dilakukan.

Nabi SAW juga menegaskan: “Menuntut ilmu wajib bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan.” Bahkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 35 menerangkan bahwa persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal amal saleh dan balasan yang diterima oleh masing-masing:

وو نوييرربراصصولا وو تراقودراصصولا وو نوييقردراصصولا وو تراتونراقوليا وو نوييترنراقوليا وو ترانومرؤيممليا وو نويينرمرؤيممليا وو ترنمرؤيممليا وو نوييمرلرسيممليا نصوإر

وو ميهمجوويرمفم نوييظرفراحوليا وو تراموئرآصصلا وو نوييمرئرآصصلا وو تراقودصرصوتوممليا وو نوييقردصرصوتوممليا وو تراعوشراخوليا وو نوييعرشراخوليا وو تراروبراصصولا .اممييظرعو ارمجيأو وصو ةمروفرغيمصو ميهملو همللا دصوعواو تراروكراذصولا وو ارمييثركو هوللا نوييرركراذصولا وو تراظوفراحوليا

“Sungguh, laki dan perempuan muslim, laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki-laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Oleh sebab itu kaum perempuan pada masa Nabi saw tidak mau ketinggalan oleh kaum laki-laki. Kaum laki-laki mendengarkan khutbah Nabi saw pada setiap Jum’at berupa pengajaran langsung, sedangkan kaum perempuan meminta Nabi saw untuk mengkhususkan satu hari dalam seminggu agar dapat menerima pengajaran langsung dari beliau. Lalu beliau menerima permintaan mereka. Kadang Nabi saw membaca 14 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1992), cet. VII, h. 23-24.


(4)

khutbah dua kali pada hari raya, karena ramainya kaum muslim yang hadir, sekali untuk kaum laki-laki dan sekali lagi untuk kaum perempuan. selain itu pula ada perempuan yang langsung menghadap Nabi untuk menanyakan soal agama yang belum dipahami.

Semua ini membuktikan bahwa kaum perempuan pada masa Nabi saw mendapat pendidikan dan pengajaran sebagaimana yang didapatkan oleh kaum laki-laki. Serta banyak yang turut pergi berperang bersama kaum laki-laki untuk merawat orang-orang sakit dan mengobati luka serta memberi minum orang-orang yang haus, sebagaimana yang dilakukan oleh perempuan-perempuan di organisasi Palang Merah saat ini. Tak luput pula perempuan yang ikut mencari nafkah, membantu suami mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh Asma’ binti Abu Bakr.


(5)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut pandangan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, pengetahuan adalah sebagai sarana untuk mencari kesejahteraan dunia dan akhirat, dalam satu masyarakat yang adil dan makmur, dengan diturunkan pula Al-Qur’an sebagai pedoman.

Pendidikan pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu tahapan pendidikan yang dilaksanakan di Makkah dan tahapan pendidikan yang dilaksanakan di Madinah.

Pada tahapan pendidikan yang berlangsung di Makkah lebih menekankan pada pendidikan keagamaan, karena pada saat itu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diutus oleh Allah untuk memberikan jalan yang benar kepada penduduk Makkah yang pada saat itu dirundung kegelapan akhlak dan moral. Pokok utama dalam pendidikan Islam ialah beriman kepada Allah, Tuhan semesta alam dan Pemilik segala sesuatu (), baik yang ada di langit maupun di bumi tunduk di bawah perintah dan kekuasaan-Nya. Amal ibadah yang pertama kali diperintahkan saat itu pula ialah shalat, sebagai pernyataan mengabdi kepada Allah dan ikhlas hati menyembah-Nya. Bahkan hal ini pula ditunjukkan untuk rasa syukur atas segala nikmat-Nya yang tak terhitung jumlahnya. Selain keimanan dan amal ibadah, tak kalah penting adalah akhlak yang baik, sebagaimana yang telah dianjurkan oleh Nabi, sebagai panutan dan tauladan bagi manusia. Hal ini telah dinyatakan pula di dalam Al-Qur’an, pedoman kehidupan bagi umat manusia.

Selanjutnya pada tahapan pendidikan di Madinah, terjadi ketika Nabi

Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beserta para pengikutnya hijrah dari Makkah dengan sebab mendapat kekerasan dari kaum Quraisy yang tidak menyukai kegiatan beliau. Di Madinah, beliau disambut dengan hangat oleh penduduknya. Pada saat itu penyempurnaan wahyu (Al-Qur’an) dan pendidikan kemasyarakatan pun terselenggara dalam bidang ilmu sosial, politik dan ekonomi.


(6)

Asmawi, ed. Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, cet. I. Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996.

Daulay, Haydar Putera. Pendidikan Islam dalam Lintas Sejarah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.

Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Putra Grafika, 2007.

Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, cet. IV. Jakarta: Kencana, 2011.

Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam, cet. VII. Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1992. Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004.