E. Konservatisme Akuntansi
Konservatisme merupakan prinsip akuntansi yang dihormati dengan memaksakan standar verifikasi ketat untuk mengakui kabar baik sebagai
keuntungan dari berita buruk sebagai kerugian Basu, 1997. Penerapan prinsip ini mengakibatkan pilihan metode akuntansi dengan metode yang melaporkan
laba atau aktiva yang lebih rendah serta melaporkan hutang lebih tinggi. Haniati dan Fitriany 2010 menyatakan bahwa pemberi pinjaman akan
menerima perlindungan atas risiko menurun
downside risk
dari neraca yang menyajikan aset bersih dan laporan keuangan yang melaporkan berita buruk
secara tepat waktu. Menurut
The Financial Accounting Standards Board
FASB, 1983
Concepts Statement
No. 2 mendefinisikan konservatisme akuntansi yaitu sikap yang dimiliki oleh akuntan untuk bersikap hati-hati
prudence
terhadap ketidakpastian dalam pengakuan suatu kejadian ekonomi. Suwardjono 2005 menyatakan bahwa konservatisme akuntansi
merupakan tindakan kehati-hatian dengan mengakui biaya atau rugi yang kemungkinan akan terjadi, tetapi tidak segera mengakui pendapatan atau laba
yang akan datang walaupun kemungkinan terjadinya besar. Reaksi kehati- hatian
terhadap ketidakpastian
ini mencoba
menyakinkan bahwa
ketidakpastian dan risiko yang melekat dalam kondisi bisnis cukup layak untuk dipertimbangkan dan pelaporan yang didasari kehati-hatian akan memberi
manfaat yang terbaik untuk semua pemakai laporan keuangan karena aktivitas
ekonomi dan bisnis dilingkupi adanya ketidakpastian.
Secara umum konservatisme akuntansi merupakan konsep akuntansi yang kontroversial, pada kenyataannya terdapat pro dan kontra seputar
penerapan prinsip konservatisme. Pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi risiko perusahaan. Beberapa pihak yang mendukung
konservatisme adalah Ahmed
et al
2000 yang mengatakan konservatisme dari akuntan penting untuk mengatasi konflik dari manajer dan pemilik akibat
kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan. Selain itu konservatisme akuntansi menghasilkan laba yang lebih berkualitas karena prinsip ini
mencegah perusahaan melakukan tindakan membesar-besarkan laba dan membantu pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva
yang tidak
overstate
Fala, 2007.
Menurut Kam 1995 dan Qiang 2003 dalam Juanda 2007 penolakan
terhadap konservatisme disebabkan oleh beberapa aspek yaitu: 1.
Ketidakkonsistenan. Ketika laba yang dilaporkan terlalu rendah pada periode sekarang maka pada periode berikutnya laba akan dilaporkan terlalu
tingi.
2. Ketidakteraturan. Kebijakan perusahaan akan mempengaruhi tingkat
konservatisme dalam laporan keuangan.
3. Penyembunyian. Investor mengalami kesulitan menentukan dan
menemukan jumlah asset yang dilaporkan terlalu rendah.
4. Kontradiktif. Konservatisme akuntansi bertentangan dengan prinsip
akuntansi lainnya antara prinsip kos, prinsip penandingan, prinsip
konsistensi, dan prinsip pengungkapan
5. Konservatisme akuntansi tidak sesuai dengan karakteristik kualitatif
laporan keuangan antara lain, relevan, reliabilitas, dan komparabilitas.
Chairi dan Imam 2007 menyatakan bahwa apabila perusahaan
memilih suatu diantara dua teknik akuntansi yang ada, maka harus dipilih alternatif yang kurang menguntungkan bagi ekuitas pemegang saham. Teknik
yang dipilih adalah teknik yang menghasilkan nilai aset dan pendapatan yang rendah atau yang menghasikan nilai utang dan biaya yang tinggi.
Konsekuensinya, apabila terdapat kondisi yang kemungkinan menimbulkan kerugian, biaya atau utang, maka kerugian, biaya dan utang harus segera diakui.
Sebaliknya, apabila terdapat kondisi yang memungkinkan laba, pendapatan atau aset, maka laba, pendapatan atau aset tidak dapat langsung diakui sampai
kondisi tersebut benar-benar telah terjadi. Konservatisme merupakan pandangan yang pesimistik dalam
akuntansi. Akuntan yang konservatis berarti bahwa akuntan bersikap pesimis dalam menghadapi ketidakpastian laba atau rugi dengan menggunakan prinsip
memperlambat pengakuan pendapatan, mempercepat pengakuan biaya, merendahkan penilaian aset dan meninggikan penilaian utang Lo, 2005.
F. Konservatisme Akuntansi dalam PSAK