Reflecting The Past Atmospheres Within Modern Lifestyle (Arsitektur Kontekstual)

(1)

REFLECTING THE PAST ATMOSPHERES

WITHIN MODERN LIFESTYLE

(ARSITEKTUR KONTEKSTUAL)

SKRIPSI ALUR PROFESI

(RTA 4231) SKRIPSI SARJANA

SEMESTER B TAHUN AJARAN 2013 / 2014

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Arsitektur

OLEH

JACKSON JOS

100406059

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

REFLECTING THE PAST ATMOSPHERES

WITHIN MODERN LIFESTYLE

(ARSITEKTUR KONTEKSTUAL)

SKRIPSI ALUR PROFESI

(RTA 4231) SKRIPSI SARJANA

SEMESTER B TAHUN AJARAN 2013 / 2014

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Arsitektur

OLEH

JACKSON JOS

100406059

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

REFLECTING THE PAST ATMOSPHERES

WITHIN MODERN LIFESTYLE

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

JACKSON JOS

100406059

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(5)

PERNYATAAN

REFLECTING THE PAST ATMOSPHERES WITHIN MODERN LIFESTYLE

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014


(6)

Judul Skripsi : REFLECTING THE PAST ATMOSPHERES WITHIN MODERN LIFESTYLE

Nama Mahasiswa : JACKSON JOS Nomor Pokok : 100406059 Program Studi : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing

( Dr. Achmad Delianur NST ST, MT, IAI ) NIP. 1973082811999031002

Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi,

( Ir. Bauni Hamid, M. DesS, Ph.D ) ( Ir. N. Vinky Rachman, MT ) NIP. 19670307199031004 NIP. 196606221997021001


(7)

Telah diuji pada Tanggal:

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Dr. Achmad Delianur NST, ST, MT, Ars IAI Anggota Komisi Penguji : Ir. Tavip K. Mustafa, Ars IAI


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan hormat tertinggi penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan kekuatan dan rahmat untuk penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir

ini. Rasa hormat dan terima kasih yang sama juga penulis tujukan kepada:

1. Pembimbing tugas akhir Bapak Dr. Achmad Delianur NST, ST, MT, Ars IAI.

dan kepada Bapak Tavip K. Mustafa, Ars IAI atas kesediaannya membimbing,

memotivasi, memberikan pengarahan, dan waktu beliau kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini ;

2. Ahmad Windhu ST, M.Si, Ars IAI sebagai penguji yang selalu memberikan

motivasi dan masukan-masukan yang sangat membantu ;

3. Bapak Ir. Vinky Rahman, M.T. dan Bapak Ir. Rudolf Sitorus, MLA sebagai

Ketua dan Sekretaris Jurusan Departemen Arsitektur USU, Bapak Ir. Bauni

Hamid, M.DesS, Ph.D. sebagai koordinator, serta Bapak dan Ibu dosen staff

pengajar Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara ;

4. Keluarga besar terutama Orang tua penulis yang selalu memotivasi penulis

selama tugas akhir ;

5. Stambuk 2010 Departemen Arsitektur yang telah menjadi sumber inspirasi dan

perjuangan bersama selama tiga setengah tahun ini.

Dalam tugas ini penulis membuka diri terhadap kritikan dan saran bagi

penyempurnaan tugas akhir ini dan akhirnya penulis berharap tulisan ini dapat

memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di lingkungan

Departemen Arsitektur USU.

Medan, Juli 2014 Hormat saya,

Jackson Jos NIM 100406059


(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ABSTRAK ... xiii

ABSTRAC ... xiv

PROLOG A RIVER RUNS THROUGH IT ... 1

BAB I AWAL DARI SEGALANYA ... 6

BAB II ANALISA YANG MEWUJUDKAN ART DECO ... 10

BAB III SUNGAI DELI SEBAGAI PEMBAWA PERADABAN MODERN KOTA MEDAN ... 18

BAB IV HARMONISASI 3 PILAR UTAMA ... 24

BAB V BENTUK YANG BERASAL DARI FUNGSI, RUANG, DAN ANALISA ... 34

BAB VI MASUKAN YANG MELENGKAPI KEKURANGAN ... 49

BAB VII STRUKTUR YANG MENGIKUTI ARSITEKTURAL ... 55

BAB VIII KESEMPURNAAN YANG LAHIR DARI KRITIKAN ... 74

KESIMPULAN ... 80

EPILOG CERITA YANG TIDAK PERNAH BERAKHIR ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 87


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Berpikir…………..……… 4

Gambar 1.2 Latar Belakang Tema………..……… 4

Gambar 1.3 Konsep Perancangan……….. ……… 5

Gambar 2.1 Kondisi Eksisting Kota Medan………... 10

Gambar 2.2 Data Fisik……… 11

Gambar 2.3 Tata Guna Lahan…..……….. 12

Gambar 2.4 Utilitas dan Pedestrian…….….………... 13

Gambar 2.5 Transportasi dan Kemacetan….……….... 14

Gambar 2.6 Gaya Arsitektur……...…….….……….... 17

Gambar 4.1 Savoy Honmann Hotel………... 27

Gambar 4.2 The Address Hotel Dubai………. 27

Gambar 4.3 Paskal Promenade……….... 30

Gambar 4.4 Sungai Cheonggyecheon sebelum di renovasi…….……… 31

Gambar 4.5 Sungai Cheonggyecheon setelah di renovasi ……….…... 31

Gambar 4.6 Sungai Cheonggyecheon setelah direvonasi, terdapat riverwalk. 32 Gambar 4.7 Tepi Sungai Cheonggyecheon ………... 32

Gambar 4.8 Sungai Paseo Del Rio Riverwalk ……… 32

Gambar 5.1 Denah Podium Lantai 2 dan 3……….. 41

Gambar 5.2 Denah Basement Lantai 2…..………... 42

Gambar 5.3 Denah Basement Lantai 1….………... 43

Gambar 5.4 Groundplan………...………... 44

Gambar 5.5 Denah –Denah Lainnya………... 45


(11)

Gambar 5.7 Detail Kamar Junior Suite……….. 46

Gambar 5.8 Detail Kamar Deluxe……….. 47

Gambar 5.9 Detail Kamar Executive Deluxe……...………... 47

Gambar 5.10 Tampak Bangunan dari Sungai Deli………... 48

Gambar 5.11 Tampak Bangunan dari Belakang………... 48

Gambar 5.12 Tampak Bangunan dari Depan…….………... 48

Gambar 6.1 Konsep Perancangan………...……….... 52

Gambar 6.2 Penerapan Peraturan……….... 52

Gambar 6.3 Konsep Program Ruang………..……….... 53

Gambar 6.4 Gaya Arsitektur………...……….... 53

Gambar 6.5 Groundplan dan Pembagian Zona………... 53

Gambar 6.6 Denah –Denah Lainnya………..……….... 53

Gambar 6.7 Tampak Bangunan………..……….... 54

Gambar 6.8 Tampak Bangunan………..……….... 54

Gambar 6.9 Potongan Bangunan…….……….…..……….... 54

Gambar 6.10 Potongan Bangunan………..………..……….... 54

Gambar 7.1 Static Tower Crane dan Traveller Crane……… 60

Gambar 7.2 Illustrasi skema chiller……… 65

Gambar 7.3 Illustrasi Heat Exchanger Chiller……… 65

Gambar 7.4 Illustrasi Cooling Water dengan Cooling Tower……… 66

Gambar 7.5 Illustrasi Cooling Tower…….……… 67

Gambar 7.6 Diagram Sistem Elektrikal…….………. 69

Gambar 7.7 Diagram Sistem Air Bersih……….……… 70

Gambar 7.8 Diagram Utilitas dan Aspek Keberlanjutan…..……….. 70


(12)

Gambar 7.10 Diagram Sistem Pengkondisian Udara……….……… 71 Gambar 7.11 Potongan Prinsip………..……….……… 72 Gambar 7.12 Potongan Bangunan……….……….……… 73 Gambar 8.1 Revisi Tampak Bangunan Setelah Menerima Masukan..………. 75 Gambar 8.2 Revisi Tampak Belakang Bangunan………... 75 Gambar 8.3 Revisi Tampak Depan Menegaskan Sisi Vertical………. 75 Gambar 8.4 Suasana Wisata Kuliner Art Dec, Meeting zone, dan Promenade. 79


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel A Berdirinya kota Medan……..………. 90

Tabel B Sungai Deli dan Sungai Babura……..……… 90

Tabel C Deli Maatschappij……….……..……… 91

Tabel D Kantor PTP IX………...……..……… 93

Tabel E Lapangan Merdeka ( Ex. Esplanade )…..…..………. 93

Tabel F Sejarah Gedung AMPI……….……..………. 93

Tabel G Sejarah terbentuk jalan Kesawan Medan………...…. 94

Tabel H PT. Kereta Api Indonesia ( Medan ).……..………...……. 95

Gambar A Konsep Perancangan……….……….. 96

Gambar B Data Fisik dan Peraturan.…..……….. 96

Gambar C Gaya Arsitektur…..……….. ……….. 96

Gambar D Konsep Perancangan Tapak ….……….. 96

Gambar E Groundplan ….…..………. 96

Gambar F Denah lainnya……….……… 96

Gambar G Potongan Bangunan ...……… 96

Gambar H Potongan Prinsip.……… 96

Gambar I Tampak Bangunan…...………... 96

Gambar J Interior Bangunan……….……….. 96

Gambar K Eksterior Bangunan………..……….…... 96

Gambar L Konsep Struktur Bangunan………... 96

Gambar M Sistem Utilitas dan Mekanikal……….………... 96

Gambar N Sistem Mekanikal dan Elektrikal………... 96


(14)

ABSTRAK

Reflecting The Past Atmosphere Within Modern Lifestyle diartikan sebagai proses merefleksikan suasana terdahulu dengan gaya hidup yang modern. Judul ini didapat dari ide penulis untuk mengingatkan masyarakat yang berada di sekitar site untuk menghargai kondisi lingkungan yang berada di sekitarnya dan sejarah – sejarah yang mempengaruhi tempat tersebut. Kasus proyek yaitu revitalisasi kawasan muka Sungai Deli, proyek ini dirancang dikarenakan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan muka sungai sering menggunakan Sungai Deli sebagai tempat pembuangan limbah harian padahal pada masa dulunya Sungai Deli merupakan sungai yang membawa peradaban modern bagi kota Medan yang bermula dari kedatangan para suksesor kota Medan. Jacobus Nienhuys merupakan orang yang sangat berperan dalam peradaban modern kota Medan. Beliau mendirikan sebuah perkantoran perkebunan yang bernama De Deli Maatschappij. Berkat didirikannya perkantoran tersebut, kota Medan yang pada masa dulunya merupakan perkampungan kecil dapat maju dan berkembang menjadi kota Medan. Pesatnya perkembangan kota Medan pada masa dulunya dapat ditandai oleh sebuah gaya arsitektur yaitu Art Deco. Dari masalah tersebut, penulis mencoba memberikan kontribusi untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara merencanakan kawasan muka Sungai Deli dapat memiliki makna tersendiri dan masyarakat yang berada di sekitar site turut berpatisipasi dalam melestarikan kawasan ini sebagai bagian dari masyarakat tersebut. Konsep perancangan berikutnya adalah membuat sebuah kawasan terbuka hijau yang dapat menampung kegiatan masyarakat di sekitar site yang turut dipadukan dengan urban lifestyle kota Medan sebagai salah satu generator aktivitas yang dapat menghidupkan kawasan tersebut yaitu wisata kuliner khas kota Medan. Dengan mengangkat sejarah dari Sungai Deli, penulis menggunakan pendekatan pada arsitektur kontekstual yang berusaha mengharmonisasikan unsur modern dari bangunan Podomoro Deli Grand City dan PTP IX yang bergaya kolonial Belanda agar dapat memiliki sebuah harmoni tanpa adanya kontras yang berlebihan.


(15)

ABSTRACT

Reflecting The Past Atmosphere within Modern Lifestyle refers to reflecting the atmosphere of the former environment with the modern lifestyle. The title is derived from

the author’s idea to alert the communities within the site to appreciate the environment conditions which surround them and also the history that influenced the venue. With the main focus to revitalize the Deli Riverfront, the project was designed because the citizens who live around the river often use the river as a waste disposal place whereas in the former, it is a river is that carries modern civilization for Medan which originated from the arrival of the successor of Medan. Jacobus Nienhuys is a person who had a big role in the civilization of Medan. He established a plantation office named De Deli Maatschappij. Due to the establishment of the office, Medan who at the previous time was a small village then advanced and developed into a big city. The rapid development of Medan can be marked by an architectural style, that is Art Deco. From those arising problems, the author tries to give some contribution in finishing these problems by redesigning the Deli river so that it has a meaning and the community within the site could participate in preserving the area as a part of their community. The next design concept is to create an open green area which can accommodate community activities around the site and to combine them with the urban lifestyle of Medan as one of a generator activity which can revive the area by creating a place to serve typical culinary of Medan. By lifting the history from the Del river, the author uses contextual architecture that harmonize modern elements from Podomoro Deli Grand City and PTP IX with Dutch Colonial style without excessive amount of contrast.


(16)

PROLOGUE A River Runs Through It”

Sungai merupakan aliran air yang mengalir secara terus menerus tanpa terhenti,

bermula dari hulu ( sumber ) menuju ke hilir ( muara ). Sungai tidak hanya terletak di atas

tanah saja, tetapi terkadang sungai juga terletak di bawah tanah yang sering disebut

sebagai underground river. Beberapa contoh sungai yang berada di bawah tanah antara

lain yang terletak di goa Hang Soon Dong di Vietnam, sungai bawah tanah di Yucatan

Meksiko, dan sungai bawah tanah di goa Pindul di Filipina.

Secara sederhana, sebuah sungai dapat dibagi menjadi beberapa bagian, bermula

dari mata air yang mengalir melalui anak sungai hingga beberapa anak sungai yang akan

bergabung membentuk sebuah sungai utama. Aliran air biasanya berbatasan kepada

saluran dengan dasar dan tebing berada di sebelah kiri maupun kanan. Penghujung dari

sungai di mana sungai bertemu laut dikenal sebagai muara sungai.

Sungai merupakan salah satu bagian penting dari siklus hidrologi. Air dalam

sungai biasanya terkumpul dan presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan dari

bawah tanah, dan di beberapa negara tertentu air sungai juga dapat berasal dari lelehan es

ataupun salju yang mencair. Manfaat terbesar dari sebuah sungai pada masa dulunya

dimanfaatkan sebagai untuk sistem irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai

saluran pembuangan air hujan, limbah, dan sebagai sebuah jalur perdagangan oleh

berbagai kota yang maju dan berkembang.

Terdapat 2 cara pengkategorian terhadap sungai, yaitu sungai yang lahir secara

alami ataupun secara buatan. Pengertian alami disini yaitu sebuah sungai yang lahir dan

tercipta memang dari alam tanpa ada campur tangan manusia dalam terciptanya sungai


(17)

manusia agar sungai tersebut dapat berkontribusi dan berfungsi dalam berbagai hal,

sehingga sengaja diciptakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Riverfront ( kawasan tepi sungai ) merupakan suatu kawasan atau daerah yang

terletak di pinggiran sungai, biasanya pada kota – kota yang terkemuka riverfront sengaja dirancang sebagai sebuah kawasan publik yang diperuntukkan untuk meningkatkan taraf

hidup manusia dan menjadi sebuah trademark ataupun ikon dari kota tersebut. Dalam

kasus proyek Perancangan Arsitektur 6, akan dibahas mengenai bagaimana fungsi dari

sebuah kawasan tepi sungai ( Riverfront ) yang terlantar akan dirancang serta dapat

diaktifkan kembali menjadi salah satu generator aktivitas di sekitar wilayah tersebut,

ditambah lagi dengan perancangan bangunan komersil yang memiliki fungsi campuran (

mixed use ), yang berlokasi di perbatasan tepian Sungai Deli, yaitu diantara Jl. Guru

Patimpus dan Jl. Tembakau Deli. Dalam kasus ini, peran dari Riverfront Architecture

sangatlah penting dalam menjadikan kawasan tepian sungai yang tidak tertata dan kumuh

menjadi sebuah area publik yang memberikan kontribusi terhadap kawasan dan bangunan

yang akan dirancang pada daerah tersebut. Sungai Deli merupakan sungai yang sangat

penting dalam pembentukan kota Medan, bermula dari letak kampung Medan Putri yang

berlokasi di pertemuan Sungai Deli dan Babura, hingga terbentuknya cikal bakal kota

Medan yang tidak luput dari Sungai Deli sebagai jalur transportasi air pada masa itu.

Kurangnya perhatian dari masyarakat kota Medan terhadap kawasan tepi Sungai

Deli sangatlah ironis karena Sungai Deli yang dulunya bersih dan nyaman sudah tidak

dapat ditemui lagi di daerah sekitar kota Medan. Hal ini tidak lain dikarenakan banyaknya

bangunan fisik yang berada di sekitar kawasan tepi sungai yang melanggar peraturan

garis sempadan sungai dan sasaran pembuangan dari berbagai limbah rumah tangga

dilimpahkan pada daerah di sekitar sungai. Sungai Deli merupakan salah satu contoh


(18)

dapat terlihat di sepanjang kawasan Sungai Deli dimana pada daerah belakang sungai ini

terdapat beberapa perumahan kumuh yang terlantar yang menggunakan aliran sungai

sebagai tempat pembuangan limbah rumah padat maupun cair. Beranjak dari

permasalahan ini dan dengan mengangkat tema Urban Lifestyle sebagai tema kelompok,

besar harapan dari penulis untuk dapat menyelesaikan permasalahan kawasan muka

sungai air yang terlantar dan kumuh dan mengubahnya menjadi sebuah tempat publik

yang bersifat komersial dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah

sekitarnya dengan pendekatan desain dan konsep – konsep yang disesuaikan dengan lifestyle kota Medan saat ini.

Dengan tema besar yaitu “ A River Runs Through It “, dan tema “ Urban Lifestyle

“ , lahirlah judul besar dan konsep dasar perancangan dari penulis yaitu “ Reflecting The Past Atmosphere Within Modern Lifestyle “. Judul yang dilampirkan oleh penulis memiliki pengertian untuk merefleksikan suasana – suasana perumahan maupun bangunan yang ada pada masa dulu dengan gaya hidup yang modern dengan

pertimbangan kawasan Sungai Deli merupakan kawasan yang memiliki nilai history yang

sangat kental akan sejarah kota Medan. Dengan merefleksikan suasana bangunan -

bangunan pada zaman dulu dan dipadukan dengan tema Urban Lifestyle kota Medan saat

ini yang sangat terkenal akan wisata kulinernya. Pada akhirnya, konsep yang dirancang

oleh penulis akan memanfaatkan unsur bangunan – bangunan lama dan suasana tepi sungai sebagai sebuah kawasan rekreasi dan tempat wisata kuliner yang memiliki konsep

perancangan pertama dan satu – satunya yang mendekatkan konteks bangunan dan konteks Sungai Deli.


(19)

KERANGKA BERFIKIR

Gambar 1.2 Latar Belakang Sumber : Olah Data Primer Gambar 1.1 Proses Kerangka Berfikir


(20)

1.3 Gambar Konsep Perancangan Gambar 1.3 Gambar Konsep Perancangan


(21)

ABSTRAK

Reflecting The Past Atmosphere Within Modern Lifestyle diartikan sebagai proses merefleksikan suasana terdahulu dengan gaya hidup yang modern. Judul ini didapat dari ide penulis untuk mengingatkan masyarakat yang berada di sekitar site untuk menghargai kondisi lingkungan yang berada di sekitarnya dan sejarah – sejarah yang mempengaruhi tempat tersebut. Kasus proyek yaitu revitalisasi kawasan muka Sungai Deli, proyek ini dirancang dikarenakan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan muka sungai sering menggunakan Sungai Deli sebagai tempat pembuangan limbah harian padahal pada masa dulunya Sungai Deli merupakan sungai yang membawa peradaban modern bagi kota Medan yang bermula dari kedatangan para suksesor kota Medan. Jacobus Nienhuys merupakan orang yang sangat berperan dalam peradaban modern kota Medan. Beliau mendirikan sebuah perkantoran perkebunan yang bernama De Deli Maatschappij. Berkat didirikannya perkantoran tersebut, kota Medan yang pada masa dulunya merupakan perkampungan kecil dapat maju dan berkembang menjadi kota Medan. Pesatnya perkembangan kota Medan pada masa dulunya dapat ditandai oleh sebuah gaya arsitektur yaitu Art Deco. Dari masalah tersebut, penulis mencoba memberikan kontribusi untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara merencanakan kawasan muka Sungai Deli dapat memiliki makna tersendiri dan masyarakat yang berada di sekitar site turut berpatisipasi dalam melestarikan kawasan ini sebagai bagian dari masyarakat tersebut. Konsep perancangan berikutnya adalah membuat sebuah kawasan terbuka hijau yang dapat menampung kegiatan masyarakat di sekitar site yang turut dipadukan dengan urban lifestyle kota Medan sebagai salah satu generator aktivitas yang dapat menghidupkan kawasan tersebut yaitu wisata kuliner khas kota Medan. Dengan mengangkat sejarah dari Sungai Deli, penulis menggunakan pendekatan pada arsitektur kontekstual yang berusaha mengharmonisasikan unsur modern dari bangunan Podomoro Deli Grand City dan PTP IX yang bergaya kolonial Belanda agar dapat memiliki sebuah harmoni tanpa adanya kontras yang berlebihan.


(22)

ABSTRACT

Reflecting The Past Atmosphere within Modern Lifestyle refers to reflecting the atmosphere of the former environment with the modern lifestyle. The title is derived from

the author’s idea to alert the communities within the site to appreciate the environment conditions which surround them and also the history that influenced the venue. With the main focus to revitalize the Deli Riverfront, the project was designed because the citizens who live around the river often use the river as a waste disposal place whereas in the former, it is a river is that carries modern civilization for Medan which originated from the arrival of the successor of Medan. Jacobus Nienhuys is a person who had a big role in the civilization of Medan. He established a plantation office named De Deli Maatschappij. Due to the establishment of the office, Medan who at the previous time was a small village then advanced and developed into a big city. The rapid development of Medan can be marked by an architectural style, that is Art Deco. From those arising problems, the author tries to give some contribution in finishing these problems by redesigning the Deli river so that it has a meaning and the community within the site could participate in preserving the area as a part of their community. The next design concept is to create an open green area which can accommodate community activities around the site and to combine them with the urban lifestyle of Medan as one of a generator activity which can revive the area by creating a place to serve typical culinary of Medan. By lifting the history from the Del river, the author uses contextual architecture that harmonize modern elements from Podomoro Deli Grand City and PTP IX with Dutch Colonial style without excessive amount of contrast.


(23)

BAB I

“Awal dari Segalanya”

Dalam perkembangan dunia yang semakin maju dan berkembang dari

kemodernan teknologi dan gaya hidup manusia saat ini, pemahaman dari kalangan

masyarakat dalam menjaga sungai agar tetap bersih dan nyaman masih sangat kurang.

Hal ini dibuktikan dengan keadaan kawasan sungai pada masa kini semakin jauh dari kata

nyaman dan sangat tidak layak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kurangnya

perhatian dari pemerintah terhadap kawasan muka sungai, membuat masyarakat kerap

melanggar peraturan – peraturan yang dibuat pada daerah di sekitar sungai. Dimulai dari adanya bangunan yang bersifat fisik pada garis sempadan sungai yang seharusnya

dilarang, hingga menjamurnya jumlah pemukiman kumuh di daerah pinggiran sungai,

dan lebih ironis lagi, daerah tepi sungai kerap dijadikan tempat pembuangan berbagai

limbah. Dampak dari perilaku ini akan mencemari keberlangsungan sungai dalam jangka

panjang dan pada akhirnya mengakibatkan sungai menjadi semakin tidak nyaman dan

tercemar. Padahal, pada masa dulunya sungai bukanlah merupakan momok dari suatu

kota, karena fungsi dari sungai pada masa dulunya merupakan generator aktivitas yang

penting dalam pembentukan suatu kota. Sungai juga dapat digunakan sebagai jalur

transportasi perdagangan air, dan dapat dipergunakan untuk kebutuhan masyarakat sehari – hari seperti kebutuhan untuk minum, mencuci dan sebagainya.

Perlunya peran dari pemerintah kota Medan dalam mensosialisasikan dampak

positif dari sungai sangatlah penting. Hal ini diperlukan agar adanya kesadaran dari

manusia untuk menjaga dan melestarikan sungai. Kesadaran dari pemerintah kota Medan

akan keadaan sungai pada masa kini, membuat mereka berencana untuk menata kembali

Sungai Deli sebagai generator aktivitas yang baik, sehingga peran dari Sungai Deli ini


(24)

yang berperan sebagai sarana pariwisata yang baru di kota Medan. Peran dari Pemko

Medan dalam kasus ini antara lain bekerja sama dengan organisasi swasta yang dianggap

dapat berkontribusi dalam menghadapi dan meyelesaikan permasalahan ini. Organisasi

swasta yang dimaksud yaitu PT Twin Rivers Development. Dalam hal ini Pemko kota

Medan dan PT Twin River Development menunjuk Departemen Arsitektur Universitas

Sumatera Utara untuk ikut berkontribusi. Sehingga Departemen Arsitektur USU

membentuk beberapa group studio Perancangan Arsitektur 6 untuk ikut berkontribusi

dalam perbaikan atau perancangan kembali Sungai Deli. Grup perancangan ini terdiri dari

mahasiswa semester 8 dengan dosen – dosen pembimbing. Setiap grup perancangan mewakili sebuah kawasan dalam penataan kawasan tepi Sungai Deli. Dalam kesempatan

tersebut kelompok dari penulis turut mendapatkan kesempatan untuk menata kawasan

tepi Sungai Deli yang terletak di Jl. Guru Patimpus, Kelurahan Kesawan Utara,

Kecamatan Medan Barat.

Tahap paling awal yang dilakukan oleh penulis bersama kelompok survey yaitu

studi lapangan mengenai kondisi tapak yang terkini. Dari kondisi ini, penulis dapat

merasakan kurangnya kesadaran dari masyarakat sekitar Sungai Deli dalam melestarikan

dan menjaga Sungai Deli. Hal ini dibuktikan dengan penglihatan dari penulis secara

langsung dari lapangan dimana daerah muka sungai yang dulunya sangat bersih dan dapat

dilalui kapal – kapal berukuran sedang, sekarang hanya menjadi tempat gundukan sampah – sampah dari masyarakat yang berada di lingkungan pemukiman yang kumuh. Lebih ironis lagi, pemukiman – pemukiman kumuh di tepian Sungai Deli menggunakan Sungai Deli sebagai tempat pembuangan limbah padat maupun cair mereka. Dalam

proses perjalanan penulis bersama kelompok survey, penulis mendapat banyak kendala

dikarenakan pada daerah lokasi site saat ini sedang dilakukan perataan tanah oleh


(25)

dan melakukan survey secara langsung. Tidak hanya itu, kendala dari surat survey yang

tidak kunjung selesai juga merupakan segelintir dari beberapa permasalahan yang

dihadapi oleh penulis dan kelompoknya. Dalam penyusunan data – data yang diperlukan untuk proses analisa seperti, kebutuhan data eksisting, sirkulasi kendaraan, kondisi

ekonomi, dan sejarah – sejarah yang erat kaitanya dengan perancangan kawasan muka Sungai Deli dikarenakan banyak data yang perlu diperoleh, penulis kemudian membagi

grup menjadi beberapa kelompok survey. Untuk menambah kelengkapan dan kebenaran

dari data – data yang sudah diperoleh, kelompok survey bersama dengan penulis melakukan wawancara terhadap beberapa penghuni di sekitar lingkungan dan marketing

dari Podomoro Deli Grand City. Hasil dari wawancara ini membuat penulis dapat

menarik kesimpulan bahwa kurangnya sosialisasi dari pemerintah kota Medan mengenai

kawasan muka Sungai Deli, sehingga tidak heran apabila masyarakat di sekitar site tidak

menyadari dampak dari kesalahan fatal yang mereka perbuat terhadap Sungai Deli dan

akibatnya di masa yang akan datang. Tidak hanya itu, kurangnya ketegasan hukum yang

mengikat pada kawasan muka Sungai Deli juga merupakan faktor yang tidak boleh

dilupakan, dimana batas Garis Sempadan Sungai (GSS) juga dilanggar. Tidak boleh ada

bangunan fisik di sekitar GSS kerap dilanggar dan dijadikan sebagai pemukiman kumuh

warga – warga sekitar. Sedangkan hasil dari wawancara terhadap marketing Podomoro memberikan penulis dan kelompok survey medapatkan banyak informasi yang penting

mengenai struktur, dan harga – harga kamar per unit. Pihak dari marketing Podomoro juga memberikan brosur – brosur masterplan mengenai proyek apa saja yang akan mereka garap.

Setelah pengumpulan data – data yang akurat, kelompok survey beserta penulis kemudian melakukan diskusi bersama guna saling berbagi informasi mengenai daerah di


(26)

membuat kelompok survey dan penulis merangkum data – data yang sudah diperoleh untuk diasistensikan dengan dosen pembimbing, dan praktisi konsultan arsitek. Dalam

proses asistensi, dosen pembimbing memberikan pengarahan kepada kelompok survey

dan penulis mengenai sejarah kota, teori kota, dan tema urban lifestyle hingga pentingya

Sungai Deli. Hal ini dikarenakan proyek yang akan dibangun ini berdekatan dengan

bangunan PTP IX yang pada masa dulunya bernama Deli Maatschappij. Dari asistensi

dengan dosen pembimbing, beliau memberikan arahan –arahan dan terdapat 7 pilihan fungsi bangunan yang akan dirancang yaitu : Hotel berbintang 5, apartemen,

kondominium, mall, kantor sewa, hotel berbintang 4, dan theme park. Namun, kurangnya

data mengenai sejarah kota membuat kelompok survey dan penulis mengalami beberapa

kesulitan sehingga pada akhirnya penulis dan kelompoknya kembali melakukan survey

lapangan agar mengetahui dan memahami sejarah – sejarah tebentuknya kota Medan yang berkaitan erat dengan kawasan Sungai Deli. Karena cikal bakal dari terbentuknya

kota Medan sangat erat kaitannya dengan pertemuan Sungai Deli dan Babura sebagai

jalur perdagangan, dan bangunan Deli Maatschappij yang pada masa dulunya merupakan


(27)

BAB II

“Analisa yang Mewujudkan Art Deco

Kegiatan survey lapangan yang telah penulis alami dan perolehan akan data – data yang telah lengkap dan akurat merupakan tahap – tahap yang harus dilalui penulis sebelum melakukan sebuah analisa, karena analisa yang baik akan sangat bergantung

dengan kelengkapan data – data yang telah di peroleh. Data – data yang diperoleh mengenai kondisi eksisting site

Dapat terlihat bahwa ruko komersil dan perkantoran merupakan generator

aktivitas utama pada daerah di sekitar site. Sehingga daerah di sekitar site yang akan di

bangun merupakan daerah komersil untuk peruntutan bisnis. Beranjak dari data yang

dikumpulkan oleh penulis dalam merancang untuk memenuhi kekurangan akan

kebutuhan Hotel Bisnis dan Mall pada daerah tersebut. Hasil dari data yang sudah

diperoleh oleh kelompok survey kemudian dilanjutkan ke tahapan proses menganalisa

data – data tersebut.

Dalam menganalisa yang baik penulis melakukan beberapa kelompok urutan -

urutan kegiatan agar mendapatkan hasil yang masksimal. Urutan kegitan ini bermula dari GUNA LAHAN/

TYPE OF LAND USE

WARNA/ COLOR Permukiman

- tidak padat KUNING

- sedang ORANYE

- sangat padat COKLAT Komersial

- ruko/retail MERAH MUDA

- perkantoran ORANYE KEMERAHAN

- hotel UNGU

Industri

- ringan ABU-ABU MUDA

- berat ABU-ABU TUA Fasilitas Umum & Sosial

- sarana kesehatan HIJAU TUA

- sarana rekreasi HIJAU TUA

- sarana olahraga HIJAU TUA

- gedung pemerintah BIRU

- sarana pendidikan BIRU LANGIT

- sarana peribadatan BIRU TUA Ruang Terbuka Hijau

- pertanian/peternakan HIJAU

- taman HIJAU

- kuburan HIJAU

- rawa-rawa HIJAU

Lahan Kosong TIDAK DIWARNAI

Gambar 2.1 Eksistin Kota Medan Sumber : Olah Data Primer


(28)

melakukan analisa fisik, pada proyek yang akan dibangun ini berlokasi di Jl. Guru

Patimpus dan Jl. Tembakau Deli, kecamatan Medan Barat, Medan Sumatera Utara,

Indonesia. Pada batas utara site merupakan daerah

ruko komersil, pada batas barat merupakan Sungai Deli, pada batas timur yaitu Podomoro

Deli Grand City yang dulunya merupakan bangunan Ex. Deli Plaza Medan, batas selatan

merupakan daerah pemukiman dan terdapat bangunan bersejarah PTP IX yang dulunya

merupakan kantor Deli Maatschaappij. Luas lahan yang akan dibangun kurang lebih

berkisar 2,35 ha memiliki garis sempadan Sungai Deli 15 m dan sempadan Jl. Guru

Patimpus 8.5 m dengan kontur yang menjorok / menurun ke arah Sungai Deli, iklim pada

proyek yang dirancang mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum 23º C hingga

maksimum 33.1 º C, memiliki kelembapan udara ( 78 – 82 ) %, dengan KDB ( Koefisien Dasar Bangunan ) 60 % dan KLB ( Koefisien Luas Bangunan ) 4 – 32 lantai.

Gambar 2.2 Analisa Data Fisik Sumber : Olah Data Primer


(29)

Selepas dari analisa fisik, penulis kemudian melanjutkan analisa terhadap tata

guna lahan, hasil dari pengumpulan data yang dilakukan dengan studi lapangan

memperlihatkan fungsi utama di daerah sekitar site yang di dominasi oleh pemukiman,

perkantoran, dan ruko komersil. Adapun fungsi perkantoran di sekitar lokasi ini adalah

Plasa Telkom, Kantor Pos, Bank Mutiara, TVRI, Showroom Mobil, Kantor Walikota, dan

didukung oleh beberapa pusat pemberlanjaan seperti Palladium, Hotel J.W Marriot, serta

beberapa ruko komersil. Pusat pemberlanjaan, kantor komersil, dan ruko merupakan

generator aktivitas utama pada kawasan ini. Pemukiman pada daerah ini juga sudah

tertata dengan menaati peraturan GSB, walaupun terdapat beberapa pemukiman yang

masih tidak menaatinya, hal ini lebih banyak terjadi pada daerah kawasan Sungai Deli.

Hasil dari analisa ini memperjelas pada daerah di sekitar site terbukti banyak terdapat

kantor komersil, sehingga daerah ini sangat baik jika digunakan sebagai tempat bisnis,

sedangkan minimnya fasilitas Hotel Bisnis di kawasan sekitar site membuat penulis

Gambar 2.3 Analisa Tata Guna Lahan Sumber : Olah Data Primer


(30)

memilih untuk membangun Hotel Bisnis dan Mall sehingga kurangnya persaingan

dengan bangunan lainnya. Hotel Bisnis ini akan dibangun untuk memenuhi kebutuhan

pembisnis pada daerah tersebut. Untuk utilitas pada bagian site sudah tersedia dengan

baik. Baik jaringan listrik PLN, jaringan air bersih dari PDAM, jaringan gas DTR, dan

jaringan drainase. Dikarenakan site terletak pada pusat kota sistim utilitas di daerah

sekitar site sangatlah baik dan lengkap.

Analisa pedestrian pada Jl. Guru Patimpus jalur pejalan kaki pada daerah tersebut

sangatlah sulit untuk dilalui, dikarenakan selokan jalan dan jalur pejalan kaki memiliki

dimensi yang sama besar, ditambah lagi dengan pohon dan tiang – tiang reklame yang berada pada jalur pejalan kaki, sedangkan pedestrian pada Jl. Balai Kota dan Jl.

Tembakau Deli sangatlah nyaman untuk dilalui pejalan kaki, dikarenakan jalurnya yang

luas dan tidak terganggu oleh tiang dari signage dan pohon. Pusat kebisingan pada daerah

di sekitar site terletak pada Jl. Guru Patimpus dan Balai Kota, sedangkan pada daerah di

Gambar 2.4 Analisa Utilitas dan Pedestrian Sumber : Olah Data Primer


(31)

sekitar Sungai Deli dan Tembakau Deli memiliki tingkat kebisingan yang rendah karena

daerah tersebut di dominasi oleh perumahan atau pemukiman yang kumuh.

Pusat kemacetan paling sering terjadi pada pagi hari dan sore hari, dikarenakan

banyaknya sarana transportasi umum maupun pribadi yang berhenti sesuka hati pada

persimpangan empat antara Jl. Putri Hijau, Jl. Guru Patimpus, Jl. Balai Kota, dan Jl.

Perintis Kemerdekaan. Hal ini membuat penulis berfikir bagaimana caranya untuk

mengurangi kemacetan pada daerah tesebut untuk meningkatkan potensi pada daerah

yang akan dirancang, jangan karena proyek yang akan dirancang oleh penulis ini pada

kemudian hari semakin membebani kemacetan pada kawasan tersebut, sehingga jawaban

dari masalah tesebut membuat penulis memberikan usulan untuk membuka sebuah jalan

baru pada Jl. Tembakau Deli, karena pada Jl. Tembakau Deli daerah tersebut memiliki

tingkat kemacetan yang sangat rendah sehingga dapat mengalihkan daerah rawan

kemacetan ke daerah yang kurang dilalui oleh transportasi umum. Ketika penulis dan

Gambar 2.5 Analisa Transportasi dan Kemacetan Sumber : Olah Data Primer


(32)

kelompok survey melakukan analisa megitari daerah eksisting di sekitar site, view – view yang ditawarkan dari lokasi proyek ini memiliki kekurangan dan kelebihan yang berbeda – beda, sehingga penulis membagi beberapa view yang bagus untuk perletakan bangunan dan pemandangan dari luar ke dalam site maupun dari dalam melihat keluar site. View

utara memperlihatkan ruko – ruko komersil yang memiliki nilai plus terhadap view dari dalam ke luar site, view timur terdapat bangunan komersil Podomoro Deli Grand City,

pada view barat terdapat Sungai Deli yang merupakan view terbaik, tetapi harus ditata

atau dirancang kembali, karena vegetasi yang ditumbuhi oleh pohon – pohon dan rumput – rumput liar dibagian tepi sungai mengurangi view langsung kearah Sungai Deli, dan pada view selatan terdapat bangunan bersejarah kota Medan yaitu bangunan Deli

Maatschappij.

Dari beberapa analisa di atas terdapat beberapa kaitanya terhadap sejarah kota

Medan yang dilihat dari nilai preservasi kawasan tersebut. Sehingga penulis merasa perlu

untuk melakukan kajian khusus terhadap analisa gaya arsitektur kota dan sejarah yang

berada di sekitar kawasan Sungai Deli dikarenakan analisa ini akan berkaitan dengan

tema dan konsep perancangan gaya arsitketur yang di pilih oleh penulis sebagai solusi

penghubung konteks Preservasi, Urban Lifestyle saat ini yang semuanya di labeli dengan

kata modern, dan Riverfront sebagai konteks tema utama. Proses ini penulis telusuri

bermula dari Jl. Kesawan Medan hingga ke Jl. Putri Hijau Medan, pada daerah di sekitar

site sangatlah didominasi oleh beberapa gaya arsitektur yaitu Arsitektur Modern,

Arsitektur Kolonial Belanda ( Indische Empire ), dan Arsitektur Art Deco. Bangunan – bangunan yang bergaya arsitektur modern pada kawasan tersebut yaitu, Podomoro Deli

Grand City ( PDG ), J.W Marriot, Capital Building, dan Kantor Telkom Speedy yang

baru – baru ini selesai di renovasi. Sedangkan bangunan – bangunan yang bergaya kolonial belanda terlihat pada bangunan PTP IX ( Ex. Deli Maatschappij ), Kantor


(33)

Walikota, Hotel Dharma Deli ( Ex Hotel De Boer ), Bank Indonesia, dan lain – lain. Pada masa perkembangan ekonomi kota Medan yang pesat pada bidang perkebunan melandasi

munculnya sebuah gaya arsitektur yang terkenal pada masanya sebagai sebuah perpaduan

dari gaya peralihan bangunan lama menjadi modern yaitu gaya arsitektur Art Deco.

Sehingga pada daerah yang memiliki peradaban ekonomi yang pesat, terdapat bangunan

yang mengadopsi gaya arsitektur Art Deco ( Art Decoratif ) pada sepanjang daerah

Kesawan hingga Putri Hijau terdapat beberapa bangunan bergaya arsitektur Art Deco

yaitu, Bank Danamon ( Ex.Bank of China ), BATA ( Ex. Cornfield Magazjin ), Lonsum (

London Sumatera ), dan gedung AMPI ( Ex. Depnaker ) pada masa Hindia – Belanda bernama Warenhuis yang dulunya merupakan sebuah bangunan supermarket pertama


(34)

Gambar 2.6 Analisa Gaya Arsitektur Sumber : Olah Data Primer


(35)

BAB III

“Sungai Deli sebagai Pembawa Peradaban Modern Kota Medan“

Mengapa pemilihan gaya arsitektur Art Deco penulis terapkan sebagai konsep

perancangan gaya bangunan ? Hal ini akan terjawab di sejarah singkat terbentuknya kota

Medan yang erat kaitanya dengan Sungai Deli sebagai pembawa peradaban yang

membuat kota Medan maju dan berkembang. Dari data analisa timeline sejarah dan

hubungan perkembangan kota Medan secara lebih detail akan dapat terlihat pada bagian

lampiran yang dilampirkan oleh penulis dalam bentuk tabel.

Serangkaian proses ini bermula dari kampung kecil bernama Medan Putri yang

terletak sangat strategis di jalur pertemuan Sungai Babura dan Sungai Deli. Hal ini

membuat kampung Medan Putri berkembang pesat dikarenakan adanya Sungai Deli dan

Sungai Babura yang berperan menjadi jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai dan

menjadi pelabuhan transit yang penting pada saat itu. Menurut sejarah kota Medan,

Sungai Deli juga berperan dalam peradaban kota Medan dimulai dari datangnya kapal J.

Nienhuys, Elliot, dan Van Der Falk yang merupakan pedagang tembakau asal Belanda

yang berjasa dalam melambungkan nama Tanah Deli di Eropa sebagai penghasil cerutu

terbaik. Kedatangan J. Nienhuys dilandasi karena dulunya pada tahun 1860 kampung

Medan Putri ini tidak berkembang hingga ketika penguasa Belanda mulai membebaskan

tanah untuk perkebunan tembakau. J. Nienhuys yang sebelumnya berbisnis tembakau di

Jawa berpindah ke Deli diajak oleh seorang keturunan Arab Surabaya yang bernama Said

Abdullah Bilsagih yang merupakan saudara ipar dari Mahmud Perkasa Alam Deli. Pada

tahun 1863, J. Nienhuys datang pertama kali ke Tanah Deli untuk membuka perkebunan

pertama di kota Medan. Setahun kemudian, J. Nienhuys mengirim sampel hasil

perkebunannya ke Rotterdam, dari hasil sampel tersebut membuktikan bahwa hasil


(36)

baik. Karena itu, nama Tanah Deli langsung melambung di daratan Eropa. J. Nienhuys

kemudian mendirikan kantor pertama di daerah labuhan Deli ( Belawan ) pada tahun

1864 dan tepat setelah lima tahun kemudian berpindah tempat ke Kampung Medan Putri.

Beliau juga membangun kantor di pinggir Sungai Deli dengan tujuan untuk mengawasi,

menimbang, dan mengatur jalur perdagangan. Dengan perpindahan kantor ini, kota

Medan dengan cepat menjadi pusat aktivitas pemerintahan dan perdagangan sekaligus

menjadi daerah yang paling mendominasi di Indonesia bagian barat. Pesatnya

pertumbuhan perekonomian yang mengubah Deli menjadi pusat perdagangan termakmur

pernah dijuluki sebagai Het Dollar Land ( Tanah Uang ).

Pada tahun 1866, Jansen, P.W. Clemen, Cremer dan J. Nienhuys mendirikan Deli

Maatschappij di daerah labuhan dan kemudian melakukan ekspansi perkebunan baru di beberapa daerah, sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahaan perkebunan di tahun 1874.

Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang, J.

Nienhuys memindahkan kantor perusahaanya dari labuhan ke Kampung Medan Putri.

Dengan perpindahan Beliau ke kampung Medan Putri membuat lingkungan menjadi

semakin ramai dan berkembang. Setelah itu, pada tahun 1879, ibukota Asisten residen

Deli dipindahkan dari Labuhan ke Medan dan pada 1 Maret 1887, ibukota Residen

Sumatera Timur resmi dipindahkan dari Bengkalis ke Medan.

Berkat kemajuan perekonomian dari perkebunan pada tahun 1918, wilayah

tersebut diserahkan oleh Sultan Deli kepada pemerintah Hindia Belanda dan membuat

kota Medan berubah menjadi Gemeente ( Kota Praja ) dengan walikota Baron Daniel

Mackay. Oleh pemerintah Kota Praja, kawasan tersebut ditata ulang dan disusun teratur sedemikian rupa hingga membentuk sebuah kawasan bernama “ Kesawan “. Sejak saat itu berdatanglah perusahaan – perusahaan asing untuk membuka berbagai bank, perusahaan pelayaran, perkantoran, perusahaan perkebunan, kantor pusat, kapal – kapal asing, dan


(37)

lainya hingga “Kesawan“ dapat menjadi sebuah pusat kota. Daerah Kesawan dulunya pernah dijuluki sebagai Paris Van Soematra, hal ini dikarenakan dulunya daerah

Kesawan meniru persis kota di Eropa dimana terdapat sebuah lapangan luas yaitu

Lapangan Merdeka yang disahkan pada 16 Oktober 1945. Dulunya semasa jajahan

Belanda, Lapangan Merdeka ini bernama Waterlooplein dan berubah nama menjadi

Fukuraido semasa jajahan Jepang. Bagian depan Lapangan ini adalah gedung Balai Kota

dan disekitarnya dapat dijumpai Hotel yang bernama Hotel De Boer (Dharma Deli) ,

Bank, Kantor Pos, Stasiun Kereta Api, dan pusat perbelanjaan ( Medan’s Warenhuis ) sebagai supermarket pertama di kota Medan yang sangat megah dan mewah pada

masanya dan bergaya arsitektur Art Deco yang sekarang telah beralih fungsi menjadi

gedung AMPI. Pada sekeliling Lapangan Merdeka Medan juga dapat dijumpai 60 pohon

Trembesi yang didatangkan langsung dari Amerika Latin dan menjadi paru – paru kota yang sangat teduh, hal ini dibuat agar kota Medan menjadi persis seperti kota Paris.

Semua ini dapat terjadi juga dikarenakan peran dari seorang yang berasal dari kantor Deli

Maatschappij yang juga merupakan salah satu suksesor kota Medan selain Jocobus

Nienhuys, yaitu J. T. Cremer yang berperan sebagai manajer perusahaan Deli ( Deli

Maatschappij ).

Setelah kembalinya J. Nienhuys ke Belanda, J. T. Cremer yang menganjurkan agar jaringan Kereta Api di Deli DSM ( Deli Spoorweg Maatschappij ) sesegera mungkin

dapat dibangun dan direalisasikan mengingat pesatnya perkembangan perusahaan

perkebunan Deli. Karena kegiatan ekspor impor melalui transportasi air cenderung lambat

dan kurang layaknya penggunaan jalan raya pos atau dulunya disebut sebagai Groute Pos

Weg, maka dibangunlah jalan Kereta Api sebagai alternatif baru. Perkembangan ekonomi yang pesat ini mendorong kota Medan berkembang menjadi kota yang lebih modern


(38)

yang mengitari Sungai Deli yang sangat berkembang perekonomiannya dikarenakan

sering dilalui sebagai jalur perdagangan antara Istana Maimun dengan daerah Tembakau

Deli. Peran dari Sungai Deli juga tidak boleh diabaikan karena sebagai sarana transportasi

air yang mengubah peradaban kota Medan menjadi lebih baik, ditambah lagi dengan

kedatangan kantor J. Nienhuys De Deli Maatschappij di tepi sungai Deli. Dengan

perubahan ekonomi dan peradaban kota Medan yang berkembang pesat membuat gaya

arsitektur kota Medan yang dulunya bergaya Kolonial Belanda ( Indische Empire )

berubah menjadi gaya arsitektur yang lebih modern, yaitu gaya arsitektur Art Deco.

Kemegahan dan kemewahan dari gaya arsitektur Art Deco merupakan ciri – ciri pesatnya perkembangan perekonomian kota Medan dalam bidang perdagangan internasional.

Pada masa dulunya dapat dirasakan pada jalur Grote Post Weg yang mengitari

sepanjang Sungai Deli dimana pada saat ini jalur tesebut berganti nama menjadi Jl.

Brigjend Katamso hingga terusan jalan Putri Hijau. Dalam proses menganalisa bangunan

sekitar, pada Jl. Bridgjend Katamso Medan terdapat sebuah Gedung Mega Eltra yang

dahulunya adalah kantor dagang perusahaan Belanda bernama Lindeteves – Stokvis yang menjual barang metal dan peralatan perkebunan, terletak beberapa puluh meter saja dari

Istana Maimun. Secara historis nilai bangunan Mega Eltra tersebut tidak dapat digantikan.

Hal ini dikarenakan bangunan Mega Eltra merupakan sebuah bukti kejayaan kota Medan

dalam bidang perdagangan international. Bangunan Mega Eltra ini juga merupakan

perpaduan dari gaya arsitektur Eropa dan tropis, yang sangat dipengaruhi oleh gaya Art

Deco dan membuat kesan mewah dan megah dengan penggunaan kaca – kaca patri yang sangat indah. Kemewahan dari gaya Art Deco dapat terasa pada beberapa bangunan di

daerah Grote Pos Weg. Gaya arsitektur ini juga terdapat pada bangunan AMPI ( Ex.

Depnaker ) dulunya pada masa Belanda bangunan ini berfungsi sebagai supermarket


(39)

niet duueder yang berarti lebih bagus tapi tidak mahal. Gedung Medan’s Warenhuis ini dibangun oleh arsitek G. Bos dan disahkan oleh walikota pertama yaitu Baron Daniel

Mackay. Bangunan ini menggunakan struktur konstruksi berlantai cor beton, kolom

sistim bearing wall dan atap berangka kayu, dan menggunakan bahan bermaterial variatif.

Lantainya dicor beton dan ada yang menggunakan kayu, dinding berbahan bata, dan

atapnya dipasang genteng. Dengan gaya bangunan Art Deco, gedung ini dilengkapi

dengan dua buah menara – satu di sudut Jl. Hindu dan satu lagi tepat di seberang Jl. H. A Syhiba / Jl. Mayor sehingga menghasilkan efek vista bagi warga kota yang melihatnya.

Kejayaan Medan’s Warenhuis pada masa itu memang telah menjadi suatu fakta yang telah membuktikan pesatnya perekonomian kota Medan yang telah dirancang oleh

Kolonial Belanda untuk menjadikannya sebagai Parijs Van Sumatra. Dalam kurun waktu

yang singkat ini, Medan telah dikarakteristikkan oleh suatu atmosfir international dengan

perusahaan Amerika, Belanda, Inggris, Belgia, Perancis, Jerman, dan China. Kota Medan

dengan atmosfir kosmopolitan dan sosialitanya yang pluralistic juga telah dikenal oleh

kota – kota international sekitarnya sebagai kota yang maju.

Gaya arsitektur Art Deco dalam pengertian tertentu merupakan gabungan dari

berbagai gaya dan gerakan pada awal abad ke – 20, termasuk Konstruktsionisme, Kubisme, Modernisme, Bauhaus, Art Nouveau, dan Futurisme yang lahir dari perang

dunia pertama (World War 1). Dikarenakan dulunya orang tidak ingin mengingat

sakitnya, kekejamanya dari kejadian - kejadian perang dunia pertama, terciptalah gaya

arsitektur yang merupakan peralihan gaya arsitektur lama menjadi gaya yang

mengadaptasi unsur – unsur modern. Karena menurut gaya arsitektur Modern, “ Ornament Is A Crime “, maka gaya arsitektur Art Deco meggunakan ornament zig zag, kubisme, aerodinamis atau streamline deco, dan pengulangan – pengulangan. Gaya Artsitektur Art Deco diadaptasi oleh beberapa bangunan bersejarah yang merupakan bukti


(40)

berkembangnya peradaban kota pada masa dulunya di kawasan tersebut karena

kemegahan, kemewahan, keromantisan dan keanggunan.

Beranjak dari sejarah singkat perkembangan kawasan kota Medan yang sangat

dipengaruhi oleh Sungai Deli sebagai pembawa peradaban kota Medan hingga

munculnya gaya arsitektur yang melambangkan kejayaan kota Medan dalam perdagangan

internasional yaitu Art Deco dan kaitanya dengan Konteks Preservasi, Modern, dan


(41)

BAB IV

“Harmonisasi 3 Pilar Utama“

Terdapat tiga elemen atau pilar utama dalam perancangan penulis terhadap

proyek ini yaitu tema proyek (arsitektur kontekstual), lokasi site riverfront, dan kasus

proyek yang akan dirancang yaitu hotel bisnis dan mall. Dalam mengintegrasikan ketiga

unsur tersebut, penulis berusaha untuk menghubungkan bangunan baru dengan

lingkungan di sekitarnya, seperti yang dituturkan oleh Brent C Brolin dalam Architecture

in Context. Adapun ciri – ciri dari kontekstual menurut beliau adalah “ pengulangan terhadap motif dari desain bangunan sekitar, pendekatan baik dari bentuk pola, irama,

ornamen, dan lain – lain terhadap bangunan disekitar konteks lingkunganya “. Hal ini dibuat dengan tujuan untuk tetap menjaga karakter suatu tempat, dan ditujukan untuk

meningkatkan kualitas hidup yang ada. Tanpa meninggalkan esensi utama dari Arsitektur

kontekstual yaitu mengharmonisasikan lingkungan, konteks preservasi dan modern pada

lingkungan di sekitar site. Beberapa contoh dari Arsitektur kontekstual yang

mengharmonisasikan bangunan dengan lingkunganya seperti, Louvre Pyramid yang

berada di kota Paris, dan Victorian Homes yang biasanya di kenal sebagai Poscard Row,

yang menarik dari pemukiman bergaya Victoria ini adalah walaupun pemiliknya

mempunyai selera tersendiri terhadap gaya dari simbol – simbolnya, namun bangunan ini tetap kontekstual terhadap bangunan disekitarnya. Sehingga yang terlihat adalah

bangunan yang bersifat harmoni dan selaras.

Pendekatan terhadap Arsitektur Kontekstual yang memperhatikan bangunan baru

yang menciptakan keselarasan dan keharmonian terhadap kesan modern dengan

bangunan preservasi di sekitar site dan lingkungannya membuat penulis memiliki ide

untuk mengharmonisasikan konteks modern dan preservasi menjadi sebuah gaya


(42)

beberapa bangunan di kawasan sekitar site, seperti bangunan Waren Huis ( AMPI ( Ex

Depanker )), Cornfield Magajin ( BATA ), Mega Eltra ( Centrium ) , Lonsum, Bank of

China ( Bank Danamon ) mengadopsi gaya arsitektur modern tanpa melupakan unsur preservasinya yaitu gaya arsitektur Art Decoratif. Adapun gaya Arsitektur Art Decoratif

sebenarnya bermula dari keinginan warga Eropa untuk melupakan kenangan buruk pasca

Perang Dunia I, sehingga dibangunlah bangunan bergaya Art Deco yang murni

merupakan sebuah seni yang yang mengadopsi unsur – unsur modern seperti Modernisme, Bauhaus, Kubisme, Art Nouveau, dan Futurisme. Kepopuleran dari gaya ini bermula dari diselenggarakannya “ Exposition Internationale des Art Decoratif et

Industriels Modernes “ pada tahun 1925 di Paris, sehingga sejak saat itu nama Art Decoratif atau Art Deco menjadi populer seiring dengan munculnya beberapa artikel

dalam media cetak.

Dalam mengharmonisasikan unsur Art Deco dengan tema utama Riverfront,

Hotel, dan Mall, peran dari Sungai Deli tidak dapat diabaikan karena dapat terlihat pada

konteks sejarah kota Medan yang bermula dari Sungai Deli sebagai jalur transportasi air

hingga kedatangan J. Nienhuys, dan J. T. Cremer yang mendirikan kantor Deli

Maatschappij dan DSM ( Deli Spoorweg Maatschappij ) yang disebabkan kurang

layaknya jalur raya pos ( Groute Pos Weg ) yang pada saat itu merupakan jalur

perdagangan darat yang mengikuti aliran sepanjang Sungai Deli. Dengan berdirinya

perusahaan tersebut, kota Medan pun turut berkembang secara perlahan – lahan tetapi pasti hingga membuat daerah Tanah Deli pernah disebut sebagai Het Dollar Land atau

tanah uang. Atmosfer kota Medan yang dilalui oleh jalur raya pos ( Groute Pos Weg )

membuat daerah – daerah disekitarnya terimbas oleh perkembangan ekonomi yang sangat pesat, sehingga gaya arsitektur pada beberapa bangunan yang dilalui Groute Pos Weg


(43)

gaya arsitektur Art Deco sebagai lambang kejayaan peradaban kota Medan dalam jalur

perdagangan international. Konteks Art Deco pada bangunan Waren Huis dapat dirasakan

pada bangunan tersebut, terlihat dari penggunaan material dan ornamen – ornamen yang diterapkan pada bangunan tersebut. Dengan mengkaji konteks – konteks pada daerah di sekitar site, penulis menyimpulkan bahwa proyek bangunan fungsi ganda ( Mixed Use )

yaitu Hotel Bisnis dan Mall rekreasi yang akan dirancang juga harus mengadopsi gaya

bangunan Art Decoratif yang kemudian akan diaplikasikan pada detail – detail ornamen bangunan yang akan dirancang.

Konsep perancangan pada Hotel dan Mall bermula dari hasil analisa penulis

terhadap kebutuhan bangunan pada daerah di sekitar site yang dapat terlihat pada analisa

tata guna lahan dan hasil analisa terhadap bangunan Podomoro Deli Grand City yang

tepat berada di sebelah site. Pada bangunan Podomoro Deli Grand City, tidak terdapatnya

fasilitas Hotel, membuat pembangunan hotel ini tidak akan bersaing terhadap proyek

Podomoro Deli Grand City. Kemudian, hasil dari analisa tata guna lahan yang dirangkum

oleh penulis dan kelompok survey juga memperlihatkan kurangnya kebutuhan Hotel

untuk keperluan orang bisnis serta kurangnya fasilitas Mall rekreasi sebagai pendukung

fungsi Hotel.

Konsep rancangan hotel bisnis dan mall akan menerapkan Art Deco sebagai gaya

arsitektur bangunan. Penerapan Art Deco pada bangunan akan dirasakan pada detail – detail bangunan, terutama pada ornament yang digunakan. Adanya menara pada puncak

bangunan, dan Streamline Modern melambangkan ciri khas dari gaya arsitektur Art Deco.

Kurangnya fasilitas rekreasi yang terbuka dan hijau pada kawasan di sekitar mendorong

penulis untuk merancang sebuah ruang terbuka publik yang memiliki 3 karakter penting

yakni: Memiliki makna (meaningful), dapat mengakomodir kebutuhan para penggunanya


(44)

adanya diskriminasi (democratic). Selain ketiga fungsi yang disebutkan diatas, tujuan

utama dari ruang terbuka publik adalah dapat berperan sebagai paru – paru kota. Setelah melakukan analisa terhadap gaya arsitektur bangunan dan sejarah – sejarah kawasan kota Medan penulis kemudian melanjutkan studi banding terhadap proyek sejenis mengenai

hotel – hotel yang bergaya Art Deco dikarenakan studi banding itu penting sebelum memulai konsep desain. Beberapa contoh karya bangunan Art Deco yang terkenal di

dunia seperti Hotel Savoy Honmann Bandung dan Hotel Burj The Lake ( The Address,

Dubai ) memiliki beberapa kemriripan dalam penggunaan Stream Line Modern[1] yang

merupakan ciri khas dari gaya arsitektur Art Deco

Savoy Honmann hotel merupakan hotel yang

bertaraf internasional dengan kemewahan hotel

berbintang empat yang memiliki nilai history

yang baik. Hotel ini terletak di Jl. Asia – Afrika ( dahulu Jalan Raya Pos disebut juga sebagai

Groute Pos Weg ) No. 112, Cikawao, oleh Albert Aalbers. Bangunan ini dirancang dengan

konsep Art Deco yang menyerupai gelombang

Samudera, lengkungan ini sering disebut

sebagai Stream Line Moderne.

The Address Downtown Dubai, merupakan hotel pencakar

yang memiliki 63 lantai dengan tinggi 302 m ( 991ft ).

Hotel ini berfasilitas bintang 5 dengan 196 kamar dan 626

apartemen, Bangunan ini memiliki podium yang berlekuk -

lekuk menyerupai gelombang – gelombang air, dan memiliki puncak menara yang merupakan ciri khas gaya

4.1 Gambar Hotel Savoy Honmann Sumber : Hasil Olah Data Primer


(45)

arsitektur Art Deco. Pada daerah podium merupakan mall yang sangat mewah dan Megah

dan pada bagian towernya merupakan area hotel dan apartemen. Bangunan ini dirancang

oleh aristek ternama yaitu Atkins dengan menggunakan developer yaitu Emaar Property.

Pengembangan terhadap kawasan tepian sungai (Waterfront development)

merupakan trend yang sudah melanda kota – kota besar dunia sejak tahun 1980, dan tetap akan digemari hingga masa – masa yang akan datang. Jenis pengembangan terhadap kawasan tepian air mulai dirintis sejak tahun 60-an oleh kota – kota berpantai di Amerika yang memanfaatkan lahan – lahan kosong bekas pelabuhan lama untuk dikembangkan menjadi kawasan bisnis, hiburan, serta permukiman. Kesuksesan pada Amerika ini

langsung ditiru oleh kota – kota pelabuhan di Eropa dan kemudian menyebar ke segala penujuru dunia. Seperti yang dikemukakan oleh Wrenn (1983), waterfront development didefinisikan sebagai “interfrace between land and water“. Kata “interface” sendiri memiliki pengertian terhadap adanya kegiatan aktif yang memanfaatkan pertemuan antara

daratan dan perairan menjadi sebuah simbiosis yang saling mendukung. Adanya kegiatan

inilah yang membedakannya dengan kawasan lain yang tidak dapat disebut sebagai

waterfront development yaitu meskipun memiliki unsur air namun apabila konteks

terhadap air tersebut tetap dibiarkan pasif dan tidak dikembangkan ataupun tidak adanya

sinergi antara daratan dan perairan, tetap tidak dapat disebut sebagai waterfront

development walaupun terdapat unsur air dalam kasus tersebut. Dengan demikian,

pengertian terhadap waterfront development dapat diartikan sebagai pengolahan atau

pengembangan terhadap kawasan tepian air yaitu kawasan pertemuan antara daratan dan

perairan dengan adanya generator aktivitas atau kegiatan aktif. Perairan yang dimaksud

bisa berupa unsur air alami ataupun buatan, unsur air yang alami seperti laut, kanal,

danau, sungai dan unsur air buatan dapat berupa kolam ataupun danau buatan. Sedangkan


(46)

memanfaatkan pemandangan perairan sebagai objek pemadangan utama, serta adanya

daerah bermain ataupun rekreasi untuk anak – anak sebagai pengguna utama, ditambah lagi dengan daerah pertemuan untuk kebutuhan bisnis.

Pada zaman yang semakin modern ini, kecenderungan orang untuk meninggalkan

air tidak lain dikarenakan tercemarnya atau terggangunya air sejak industri berkembang

pesat di kota – kota besar dunia, yaitu sekitar pertengahan abad 19. Dimana volume kegiatan – kegiatan di sekitar pelabuhan menjadi berlipat ganda, dan gudang – gudang yang besar bahkan pabrik didirikan di sekitar kawasan tepi sungai. Akibat dari

didirikanya industri – industri ini menyebabkan pemandangan ke arah perairan menjadi terhalang. Kawasan tepi sungai menjadi tempat yang tidak nyaman dan tidak aman bagi

warga kota untuk bersantai, berjalan – jalan menikmati keindahan pemandangan sungai, dan kawasan luas di sekitar tepi sungai yang dibiarkan terbengkalai juga sering digunakan

sebagai sarang dari beberapa kriminalitas. Tidak hanya itu, kecenderungan kota – kota besar untuk membangun jalan raya bebas hambatan yang dibuat mengelilingi kota (ring

road) ikut memperburuk keadaan, sebab menjadikan kawasan tepi sungai dan pelabuhan

semakin terisolasi dari bagian kota lainnya.

Dalam konsep perancangan landscape bangunan yang akan dirancang, penulis

mengutamakan orang – orang untuk cenderung kembali mendekati kawasan tepi sungai dengan membangun promenade ataupun esplanade. Hal ini dimaksudkan oleh penulis

dalam pengembangan terhadap kawasan tepi sungai akan memunculkan generator

aktivitas baru yang tidak dimiliki di daerah sekitar kota Medan lainnya, karena ini

merupakan konsep pertama yang ada di kota Medan dengan menggunakan kawasan muka

sungai sebagai salah satu generator aktivitas dan paru – paru kota, juga kerinduan dari masyarakat sekitar terhadap atmosfer atau suasana kehidupan perairan yang telah lama


(47)

oleh penulis yang bermula sejak Sungai Deli semakin tidak terjaga dan kumuh,

dikarenakan pada masa dulunya Sungai Deli sangatlah bersih dan lebar hingga dapat

dilalui oleh beberapa kapal pengangkut barang. Pemikiran terhadap konsep rancangan ini

kemudian penulis telusuri dari pengamatan terhadap hal serupa yang juga pernah dirintis

di Amerika Serikat dengan pembangunan kawasan eks – pelabuhan dengan proyek “ Inner Marbor “ di Baltimore, Marryland pada tahun 60-an dan disusul dengan proyek serupa di Boston serta kota – kota pelabuhan lainnya. Proyek – proyek ini dianggap sebagai pelopor terhadap waterfront development yang kemudian menggejala di berbagai

belahan dunia sejak tahun 80-an.

Terdapat beberapa studi kasus serupa sebagai bahan referensi terhadap pembangunan

promenade di dunia seperti :

a. Paskal Promenade

Promenade yang memiliki pengertian

jalan di tepian sungai, mengadaptasi

konsep ini ke dalam desainnya. Hal ini

merupakan arah baru untuk perancangan

Mall dalam kota. Didesain dengan 2

bangunan yang terpisah dan disatukan

oleh jembatan dengan aliran yang tidak

memiliki ujung, sehingga para

pelanggan beranggapan bahwa Mall ini

tidak memiliki ujung. Atriumnya didesain dengan open space yang bertindak sebagai

persimpangan menuju escalator atau jembatan antara gedung – gedung. Sehingga membawa pelanggan untuk merasakan pengalaman “ Promenade “.

Gambar 4.3 Paskal Promenade Sumber : Olah Data Primer


(1)

1865 Nienhuys mendirikan perusahaan Deli Mij tepat di Kampung Medan dan membangun kantor di pinggir Sungai Deli. Kantor Deli Mij memicu perkembangan Medan sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan terbesar di Indonesia bagian barat. Tanah Deli juga sempat disebut sebagai “ Het

Dollar Land “ alias tanah uang. Jalur perdagangan

sungai (riverine) merupakan entrance ke pusat perdagangan seperti Kota Cina dan Kota Rentang melalui sungai Deli, sungai Wampu dan sungai Sunggal yang bermuara ke Belawan (Belawan ertuary). Tentang hal ini, Anderson (1823) telah mengingatkan pentingnya jalur-jalur Sungai besar dan bermuara langsung ke Belawan. Lagipula, temuan bongkahan perahu yang ditemukan di kedua lokasi (Kota Rentang dan Kota Cina) menjadi bukti nyata bahwa kedua area ini menjadi bandar niaga yang padat dan sibuk. Hanya saja proses sedimentasi yang berlangsung ratusan tahun ini telah mengakibatkan kedua daerah ini seakan menjauh dari laut.

Labuhan Deli dulunya merupakan cikal bakal lahirnya Pelabuhan Belawan. Labuhan Deli dulunya merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Deli yang kesohor di kawasan Sumatera Timur. Bandar Labuhan Deli terletak di tepi Sungai Deli. Di sebelah Utara mengalir Sungai Belawan. Konon kawasan Labuhan Deli berdiri di abad ke VII Masehi. Hal ini ditandai dengan penemuan arkeologi berupa uang logam di Labuhan Deli yang bertarikh 800 Masehi. Ternyata sejak abad ke-VII Masehi, kawasan Labuhan Deli merupakan pusat perdagangan para pedagang dari Cina dan India. Malah pada jaman purba, Labuhan Deli yang terletak di Pantai timur Sumatera sudah dihuni manusia. Fakta sejarah menyebutkan mereka datang dari Cina dan India. Sejak lama kedua bangsa ini telah melakukan hubungan dagang. Pada awalnya hubungan dagang antara Cina dan India dilakukan dengan jalan darat yang dikenal dengan “Jalan

Sumatera” atau “Silk Road”. Karena pertimbangan

aspek keamanan perhubungan perdagangan dilakukan lewat laut. Akibat perubahan ini Selat Malaka semakin ramai. Hal ini berdampak pada kian sibuknya pelabuhan-pelabuhan di sepanjang pantai Timur Sumatera. Ketika itu Labuhan Deli sudah merupakan pelabuhan besar dan menjadi pusat perdagangan. Pernah ditemukan patung Buddha Siwa, dan uang syiling zaman Tang dan Song.

Sungai Deli dari jembatan kantor Walikota Medan

1869 Deli Maatschappij ( Deli Maskapai )

The Deli Perusahaan ini didirikan pada 1869 oleh Jacob Nienhuys dan Peter Wilhelm Janssen tembakau perusahaan yang berkembang dengan konsesi untuk Kesultanan Deli di Sumatera , Hindia Belanda . Dalam Perusahaan Deli adalah 50 % diikuti oleh Trading Company Belanda .Pada abad kesembilan belas Perusahaan Deli dioperasikan 120.000 hektar . Kegiatan masyarakat membentuk dorongan yang kuat untuk pertumbuhan kota Medan . Bekas markas Masyarakat Deli di Medan hari ini adalah istana Gubernur Sumatera Utara. Setelah Perang Dunia Kedua , Indonesia merdeka . Pada tahun 1958 , operasi tembakau dinasionalisasi oleh negara . Karena pengetahuan tentang tembakau adalah Perusahaan Deli pada tahun 1959 dengan perusahaan homogen Tobacco Leaf ( HTL ) .

Pada tahun 1986 , Perusahaan Deli diakuisisi oleh Universal Leaf Tobacco Company ( ULTC ) . Perusahaan ini dibagi menjadi kegiatan yang terkait dengan tembakau ( ULTC ) dan perusahaan perdagangan untuk produk lain , Deli Universal ( DU ) dipanggil . Sejak 1 September 2006, Deli Universal diprivatisasi melalui manajemen dan kegiatan dilanjutkan dengan nama Deli Company . The Deli Perusahaan berkantor pusat di Rotterdam Wijnhaven . Hal ini terletak di tabaksveem dikonversi mantan Deli Company . Kegiatan tembakau tetap di luar pembelian dan sekarang terjadi di bawah nama Deli - HTL . Dari awal

Jacobus Nienhuys ( 1836-1928 )


(2)

sampai akuisisi pada tahun 1986 adalah Perusahaan Deli sebagai kepala dana yang terdaftar di bursa saham Amsterdam

Medan tidak mengalami perkembangan pesat hingga tahun 1860-an, ketika penguasa-penguasa Belanda mulai membebaskan tanah untuk perkebunan tembakau. Jacob Nienhuys, Van der Falk, dan Elliot, pedagang tembakau asal Belanda memelopori pembukaan kebun tembakau di Tanah Deli. Nienhuys yang sebelumnya berbisnis tembakau di Jawa, pindah ke Deli diajak seorang Arab Surabaya bernama Said Abdullah Bilsagih, Saudara Ipar Sultan Deli, Mahmud Perkasa Alam Deli. Nienhuys pertama kali berkebun tembakau di tanah milik Sultan Deli seluas 4.000 Bahu di Tanjung Spassi, dekat Labuhan. Maret 1864, Nienhuys mengirim contoh tembakau hasil kebunnya ke Rotterdam, Belanda untuk diuji kualitasnya. Ternyata, daun tembakau itu dianggap berkualitas tinggi untuk bahan cerutu. Melambunglah nama Deli di Eropa sebagai penghasil bungkus cerutu terbaik.

Pesatnya perkembangan Kampung "Medan Putri", juga tidak terlepas dari perkebunan tembakau yang sangat terkenal dengan tembakau Delinya, yang merupakan tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Perjanjian tembakau ditanda tangani Belanda dengan Sultan Deli pada tahun 1865. Selang dua tahun, Nienhuys bersama Jannsen, P.W. Clemen, dan Cremer mendirikan perusahaan De Deli Maatschappij yang disingkat Deli Mij di Labuhan. Pada tahun 1869, Nienhuys memindahkan kantor pusat Deli Mij dari Labuhan ke Kampung Medan. Kantor baru itu dibangun di pinggir sungai Deli, tepatnya di kantor PTPN II (eks PTPN IX) sekarang. Dengan perpindahan kantor tersebut, Medan dengan cepat menjadi pusat aktivitas pemerintahan dan perdagangan, sekaligus menjadi daerah yang paling mendominasi perkembangan di Indonesia bagian barat. Pesatnya perkembangan perekonomian mengubah Deli menjadi pusat perdagangan yang mahsyur dengan julukan het dollar land alias tanah uang. Kemudian pada tahun 1866, Jannsen, P.W. Clemen, Cremer dan Nienhuys mendirikan Deli Maatschappij di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal( 1869 ), Sungai Beras dan Klumpang (1875), sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahaan perkebunan pada tahun 1874. Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang, Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung "Medan Putri". Dengan demikian "Kampung Medan Putri" menjadi semakin ramai dan selanjutnya berkembang dengan nama yang lebih dikenal sebagai "Kota Medan". Perkembangan Medan Putri menjadi pusat perdagangan telah mendorongnya menjadi pusat pemerintahan. Tahun 1879, Ibukota Asisten Residen Deli dipindahkan dari Labuhan ke Medan, 1 Maret 1887, ibukota Residen Sumatera Timur dipindahkan pula dari Bengkalis ke Medan, Istana Kesultanan Deli yang semula berada di Kampung Bahari (Labuhan) juga pindah dengan selesainya pembangunan Istana Maimoon pada tanggal 18 Mei 1891, dan dengan demikian Ibukota Deli telah resmi pindah ke Medan. Pada tahun 1915 Residensi Sumatera Timur ditingkatkan kedudukannya menjadi Gubernemen. Pada tahun 1918 Kota Medan resmi menjadi Gemeente (Kota Praja) dengan Walikota Baron Daniel Mackay. Berdasarkan "Acte van Schenking" (Akte Hibah) Nomor 97 Notaris J.M. de-Hondt Junior, tanggal 30 Nopember 1918, Sultan Deli menyerahkan tanah kota Medan kepada Gemeente Medan, sehingga resmi menjadi wilayah di bawah kekuasaan langsung Hindia Belanda. Pada masa awal Kotapraja ini, Medan masih terdiri dari 4 kampung, yaitu Kampung Kesawan, Kampung Sungai Rengas, Kampung Petisah Hulu dan Kampung Petisah Hilir.

Perkebunan Tembakau Loeboe Dalam, dari Deli Maatschappij


(3)

1958 Kantor PTP IX Setelah berdirinya Perusahaan Deli pada tahun 1870 , di tempat ini , dekat desa Medan Putri , kantor pertama dari Perusahaan Deli yang dibangun atas dasar Sultan Deli. The Deli Company menjadi perusahaan perkebunan besar di wilayah tersebut . Pada tahun 1910 ia digantikan oleh mantan gedung kantor pusat di British gaya klasik kolonial minim , dirancang oleh D. Berendse . Dari kantor ini telah aktif bekerja untuk membangun kota Medan . Tanah di mana Esplanade dibangun dimiliki oleh Perusahaan Deli dan perusahaan diprakarsai dan didanai banyak fasilitas kota ( kereta api , air, telepon , listrik, jalan , perawatan kesehatan ) . Selama Perang Dunia II , Jepang menggunakan sebagai seperempat markas militer . Setelah perang difungsikan lagi sebagai markas bagi Perusahaan Deli sampai perusahaan dinasionalisasi pada tahun 1958 dan berganti nama menjadi perusahaan perkebunan PTPN IX . Pada tahun 2004 bangunan itu dijual kepada investor swasta , dan tidak jelas apa yang akan terjadi .

PTP IX ( 1958 )

16-08-1945 Lapangan Merdeka( Ex. Esplanade ) Pada zaman Belanda bernama Waterlooplein.

Pada zaman jepang bernama Fukuraido.

Lapangan Merdeka memiliki nilai sejarah sebagai lokasi rapat umum rakyat ketika proklamasi, sosialisasi sumpah pemuda, dan penyatuan ikrar menolak PKI. Jejak di lapangan Merdeka, tempat pahlawan Nasional, Muhammad Hasan, Mantan Gubernur Sumatera ketika membacakan proklamasi Kemerdekaan untuk pertama kali, tanda warga Sumatera juga ikut merasakan kemerdekaan 16 oktober 1945. Lapangan yang pada zaman penjajahan Belanda disebut sebagai Waterlooplein, dan pada masa penjajahan Jepang disebut Fukuraido, setelah dibacakanya proklamasi baru berubah nama menjadi Lapangan Merdeka. Lapangan ini awalnya dibangun terkait dengan niat Belanda untuk mengembangkan infrastruktur tanah jajahan. Belanda lalu menetapkan distrik Esplanade sebagai pusatnya. Disekitarnya, Belanda kemudian membangun stasiu Kereta Api, Hotel De Boer ( saat ini bernama Dharma Deli ), Kantor Pos perhubungan daerah ( saat ini menjadi bank Indonesia ), dan balaikota ( Old City Hall ). Esplanade kerap dipakai sebagai lokasi hiburan Belanda seperti pasar malam serta Liga sepakbola. Ketika Belanda kemudian memenangkan peperangan di Aceh Tamiang, didirikanlah monument Tamiand di Esplanade. Namun kemudian, bangunan tersebut lalu dihancurkan oleh PKI pada tahun 1950, oleh sebab kebencian terhadap penjajah Belanda. Pada zaman penjajahan Belanda, lapangan ini disebut Waterlooplein. Sementara pada zaman penjajahan Jepang, lapangan ini disebut Fukuraido. Sejak Indonesia merdeka, tempat tersebut kemudian dinamai Lapangan Merdeka.Lapangan ini mempunyai kepadatan bangunan bersejarah sangat tinggi, didukung pohon-pohon raksasa yang menghiasi alaun-alun, sebelas bangunan tua yang masih utuh seperti saat didirikan. Seperti halnya pagar Lapangan Merdeka, bentuk trotoar dan lampu jalanan dengan suasana sekitar yang masih bergaya bangunan tempo dulu, seperti halnya gedung kantor pos, gedung balaikota, Gedung PT London Sumatra, Gedung Wali Kota Medan, Hotel Darma Deli, Menara Air Tirtanadi (yang merupakan ikon kota Medan) dan Titi Gantung, sebuah jembatan di atas relkereta api, serta kawasan Kesawan, yang juga memililiki bangunan dan rumah-rumah toko tua.

Lapangan Merdeka dulunya

Disebut sebagai Waterlooplein semasa jajahan Belanda dan pada masa jajahan

jepang bernama Fukuraido

12-02-1916 Sejarah Gedung AMPI Medan ( Ex. Depnaker ) (Waren

Houis )

Medan’s Warenhuis sempat digunakan sebagai

tempat Kantor Departemen Tenaga Kerja Tk. I Sumut, sebelum akhirnya seperti sekarang sebagai tempat organisasi kepemudaan AMPI. Gedung ini dulunya merupakan tempat department store/ swalayan yang sagat elit di kalangan Belanda yang ada di Medan. Perkebunan di Deli ini sendiri tidak hanya dimainkan perannya oleh pengusaha individu, tapi juga perusahaan besar. Kita dapat melihat betapa luas jangkauan perusahaan dari berbagai Negara, hal inilah yang mencerminkan karakter internasional dari kota Medan sejak masa kolonial. Firma dari Negara Jerman, Huttenbach & Co. adalah perusahaan perdagangan asing pertama yang ada di Medan dan yang tertua di Pantai Timur Sumatera, didirikan tahun 1875. Perusahaan ini memiliki perkebunan dan aktif dalam produk


(4)

berskala luas seperti asuransi, tekstil, makanan dan minuman. Atas jasa perusahaan ini dalam pesatnya perkembangan Sumatera Timur maka ada nama jalan di Medan yang diberikan kepadanya sebagai bentuk penghormatan, yaitu Huttenvachstraat. Perusahaan ini jugalah yang mengoperasikan toko

Medan’s Warenhuis ( Schadee 1918 – 1919 II : 250, Wright & Breakspear 1909 : 573, Feldwick & Morton – Cameron 1917 : 1185, 1187, 1192 ).

Gedung Medan’s Warenhuis ini dirancang oleh

arsitek G. Bos, kemudian pada tanggal 16 Februari 1919 diadakan acara perletakan batu pertama oleh Walikota Medan Daniel Baron Mackay, dan selesai setahun kemudiannya. Dengan struktur konstruksi berlantai cor beton, kolom system bearing wall dan atap berangka kayu, bangunan ini menggunakan bahan bermaterial variatif. Lantainya dicor beton da nada yang menggunakan kayu, dinding berbahan bata, dan atapnya dipasang genteng. Dengan gaya bangunan Art Deco, gedung ini dilengkapi dua menara – satu di sudut Jl. Hindu dan satu lagi tepat di seberang Jl. H.A Syhiba / jl. Mayor sehingga menghasilkan efek vista bagi warga kota yang melihatnya, dimana hal ini merupakan suatu ide rancangan yang dipengaruhi gaya Renaissace.

Kejayaan Medan’s Warenhuis pada masa itu

memang telah menjadi suatu fakta yang telah membuktikan pesatnya perekonomian kota Medan yang telah dirancang sebagaimana oleh kolonial Belanda unutk menjadikannya sebagai Parijs Van Sumatra.Dalam waktu yang seingkat ini pula, Medan Dalam waktu yang sesingkat ini pula, Medan telah dikarakteristikkan oleh suatu atmosfir internasional dengan perusahaan Amerika, Belanda, Cbina, Inggris, Perancis, Belgia, dan Jerman.

Bergaya Art Deco

Gedung AMPI memiliki motto Wel beter niet duurder

(Lebih Bagus tapi tidak mahal )

Sejarah terbentuk Jalan Kesawan Medan

Sejarahwan, Drs H Muhammad Tok Wan Haria yang lebih dikenal dengan nama Muhammad TWH

mengatakan, nama “Kesawan” sudah berumur

sangat tua. Nama itu diambil dari karo dari akar kata

kesawahen” yang artinya adalah. Kesawahen juga

berarti halaman atau lapangan besar untuk tempat pertemuan, menyabung ayam, lomba lari, rapat dan

berburu. Menurut Luckman, “kesawahen” bermakna

ke sawah. Lalu artikulasi masyarakat pun berubah-ubah hingga akhirnya menjadi Kesawan.Menurut versi Luckman, Kesawan dibuka pada zaman

cicitnya Guru Patimpus bernama “Masannah” yang

merupakan Datuk pertama Kesawan. Bersama adiknya, Ahmad, mereka membuka kawasan Jalan Jendral A Yani atau yang dulunya lebih dikenal dengan sebutan Kampung Kesawan. Sementara menurut versi TWH, kawasan yang sekarang bernama Jalan Jendral A Yani ini dulunya adalah sebuah tempat persinggahan para pedagang yang datang untuk berdagang hingga menyabung ayam.

“Semua kegiatan dilakukan di sana. Berdagang,

menyabung ayam, dan lain-lainnya, ya, di lakukan

di kesawahen itu,” katanya kepada beberapa waktu

lalu. Menurut dia, nama daerah datar ini diartikan sebagai tempat yang lengang, sunyi, sekaligus

“rawan” bagi para puak suku Karo. Pada masa dulu

kala, orang-orang Karo yang membawa hasil hutannya untuk dijual ke Penang (Malaysia, red) harus melewati dataran Sungai Deli. Sementara di dataran ini, tepatnya di sekitar belakang Balai Kota, menurut TWH, sempat dikenal tempat beroperasinya para perampok. Saat mereka akan menukar hasil hutannya dengan garam di daerah tepi Sungai itu, mereka pun harus melalui daerah

itu.“Dulu sungai itu sangat besar hingga dapat dilalui dengan kapal. Kalau Kesawan hanya merupakan tempat titik pertemuan perdagangan dari tanah Karo melalui sungai. Di belakang balai kota itulah banyak terjadi perampokan karena saking lengang dan sepinya. Setelah kota Medan mulai mengalami perkembangan, barulah kawasan itu

ramai,” jelasnya. Tempat ini merupakan sentral

penduduk yang berasal dari Serdang yang akan menuju ke Sunggal atau dari Percut ke Hamparan Perak, bahkan yang dari Labuhan ke Deli Tua. Kampung kesawahen inilah yang kini kemudian menjadi kesawan. Menurut legenda, kawasan ini sudah ada di zaman Putri Hijau. Kalau menurut versi Luckman Sinar, oleh De Deli Maatschappij

yang didirikan oleh J Nienhuys, Kesawan ini

Rumah Tjoeng Afie

Suasana Kota Kesawan Tempoe Dulu


(5)

dimasukkan ke dalam konsesi Perkebunan Mabar Deli Tua. Setelah tahun 1874, Kantor Besar De Deli Maatschappij pindah ke daerah Medan Putri, yaitu tempat pertemuannya dua sungai yakni Sungai Deli

dan Sungai Babura. “Kesawan itu masuk ke dalam

wilayah perkebunan. Kemudian berkembanglah tempat itu. Maka banyaklah pertokoan-pertokoan yang dibuat oleh orang-orang Cina disitu,” terang Luckman. Meskipun dulunya para etnik Tionghoa ini adalah kuli kontrak, namun mereka memutuskan untuk memperpanjang kontraknya sebagai pekerja kasar di perkebunan. Mereka juga meminta setapak tanah kepada De Deli Maatschappij untuk membuka kios atau warung. Oleh De Deli Maatschappij, sepetak tanah ini pun mereka berikan dengan pertimbangan, sepanjang masa konsesinya maka hal itu tak menjadi persoalan.

25-07-1886 PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI)

Pembangunan jaringan Kereta Api di tanah Deli merupakan inisiatif J. T. Cremer yakni manajer perusahaan Deli (Deli Matschappij) yang menganjurkan agar jaringan Kereta Api di Deli sesegera mungkin dapat dibangun dan direalisasikan mengingat pesatnya perkembangan perusahaan perkebunan Deli. Beliau juga telah menganjurkan pembukaan jalan yang menghubungkan antara Medan-Berastagi dengan fasilitas hotel seperti hotel grand Berastagi dan Bukit Kubu sekarang sebagai tempat peristirahatan pengusaha perkebunan. Pembangunan jaringan Kereta Api ini dimungkinkan oleh pemberlakuan UU Agraria Tahun 1870 dimana penguasa kolonial Belanda dimungkinkan untuk menyewa tanah dalam waktu lama yang tidak saja diprioritaskan bagi perkebunan. Disamping itu, berkembangnya Belawan sebagai kapal ekspor hasil perkebunan ke Eropa telah pula mendorong laju percepatan pembangunan jaringan Kereta Api yang menghubungkan daerah-daerah perkebunan di Sumatra Timur. Kecuali itu, jalur transportasi sungai dinilai cukup lambat dalam proses angkutan hasil produksi perkebunan menuju Belawan. Berdasarkan surat Keputusan Gubernur Jenderal Belanda maka pada tanggal 23 Januari 1883, permohonan konsesi dari pemerintah Belanda untuk pembangunan jaringan kereta api yang menghubungkan Belawan-Medan-Delitua-Timbang Langkat (Binjai) direalisasikan. Pada bulan Juni 1883, izin konsesi tersebut dipindah tangankan pengerjaannya dari Deli Matschappij kepada Deli Spoorweg Matschappij (DSM). Pada tahun itu pula, presiden komisaris DSM, Peter Wilhem Janssen merealisasikan pembangunan rel kereta api pertama sekali di Sumatra Timur yang menghubungkan Medan-Labuhan yang diresmikan penggunaanya pada tanggal 25 Juli 1886.

Bangunan Stasiun Kereta Api yang bergaya Art Deco


(6)

Gambar Konsep Perancangan Poster Di Desain Oleh Penulis

Sumber : Olah Data Primer