BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian  ini  dilakukan  selama  tiga  bulan,  terhitung  mulai  tanggal  1  April sampai 31 Juni 2013  dibeberapa tempat laboratorium, yaitu:
1. Laboratorium  Rekayasa  Material,  Pusat  Penelitian  Fisika  P2F  Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI kawasan Puspiptek, Serpong. 2.
Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi P2ET LIPI Bandung. 3.
Pusat Laboratorium Terpadu PLT Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2. Bahan dan Peralatan Penelitian
3.2.1.  Bahan
a. Hematit Fe
2
O
3
, berfungsi sebagai bahan baku utama dalam pembuatan magnet Barium heksaferit.
Universitas Sumatera Utara
b. Barium Karbonat BaCO
3
, berfungsi sebagai bahan baku utama dalam pembuatan magnet.
c. Tembaga Oksida  CuO, sebagai sumber Cu dan merupakan bahan additve untuk menggantikan posisi ion Fe.
d. Polimer Celuna WE – 518, berfungsi sebagai perekat matriks bahan magnet .
e. Aquades,berfungsi sebagai media pencampur wet milling bahan baku pada saat proses milling dengan menggunakan ballmill
3.2.2.  Peralatan Penelitian
a. Planetary  Ball  Mill  PBM  digunakan  untuk  menggiling  campuran  bahan
baku sehingga relatif lebih homogen b.
Magnetizer, berfungsi untuk memberikan medan magnetik luar pada sampel agar memiliki magnet .
c. Furnace  High  Temperature  Thermolyne  tipe  46200,  digunakan  untuk
proses kalsinasi dan proses sintering sampel d.
Oven, berfungsi untuk mengeringkan serbuk campuran setelah proses milling e.
Magnetic Field Press berfungsi untuk menyearahkan domain partikel magnet. f.
Hydraulic Press  Hydraulic Jack berfungsi  untuk mencetak serbuk magnet dengan cara cold compaction sehingga terbentuk sampel uji.
g. Magnet-Physic  Dr.  Steingroever  GmbH  Permagraph  C  yang  digunakan
sebagai alat untuk mendapatkan kurva histerisis  BH Curve h.
X-Ray  Difraktometer  XRD,  berfungsi  sebagai  alat  karakterisasi  struktur kristal fasa dari sampel.
i. Vector  Network  Analyzer  VNA  berfungsi  sebagai  alat  karakterisasi
penyerapan gelombang mikro. j.
Gaussmeter, berfungsi sebagai alat untuk mengukur besarnya medan magnet flux density sampel.
k. Jangka Sorong, berfungsi untuk mengukur diameter dan tebal sampel.
Universitas Sumatera Utara
l. Neraca  Digital,  fungsinya  untuk  menimbang  bahan-bahan  yang  akan
digunakan dalam pembuatan magnet. m.
Molding  digunakan  untuk  mencetak  sampel  berbentuk  pelet  desk  yang berdiameter 2 cm.
n. Spatula, sebagai alat bantu untuk mengambil sampel yang berbentuk serbuk.
o. Gelas  ukur  pyrex,  1000  ml  untuk  mengukur  volume  aquades,  proses
pencampuran  serbuk  dan  sebagai  tempat  aquades    saat  pengukuran  densitas sampel.
p. Mortar, berfungsi sebagai alat bantu penghancuran serbuk sehingga menjadi
butiran kecil. q.
Seive 400 mesh, berfungsi sebagai pengayak serbuk magnet r.
Cawan  keramik,  berfungsi  sebagai  tempat  meletakkan  sampel  saat  proses sintering.
s. Jarmill, sebagai tempat milling bahan baku magnet dalam serbuk.
t. Bola-bola  besi,  sebagai  pengaduk  bahan  pada  saat  proses  milling  agar
homogen.
Universitas Sumatera Utara
3.2.3. Tahapan Penelitian
Berikut ini adalah tahapan penelitian yang akan dilakukan :
Analisi DTA Serbuk CuO
x = 0; 0,1 ; 0,2 ; 0,3 ; 0,4 ; 0,5;0,6; 1; 2; 3 dan 4
Serbuk Fe
2
O
3
Serbuk BaCO
3
Timbang
Pengeringan  100
o
C selama 24 jam Campur dan Wet Milling
Analisis XRD Kalsinasi berdasarkan hasil
Pencetakan dengan kompaksi sekaligus diorientasikan dengan
medan magnet luar150
kgfcm
2
Sintering 1100
o
C ditahan selama 2 jam
Magnetisasi Karakterisasi fisis  densitas,porositas
Penggilingan hingga  400 mesh
Karakterisasi sifat magnetik : permagraph Karakterisasi penyerapan gelombang
reflection loss : VNA Ditambah
Polimer Celuna
WE – 518
30 wt
Gambar 3.1 Tahapan Penelitian Pembuatan Magnet Permanen Barium Heksaferit dengan
Substitusi CuO
Universitas Sumatera Utara
Penelitian  yang  dilakukan  meliputi  :  preparasi  serbuk,  pencampuran  dalam  media aquades menggunakan ballmill, pengeringan, kalsinasi, penghalusan butiran media penggerusan
dengan mortar, pencetakan, proses sinter, magnetisasi, dan pengukuran karakterisasi bahan.
3.2.4.  Pencampuran Bahan Baku
Tahapan  preparasi  serbuk  Barium  Heksaferit  dengan  substitusi  Tembaga  Oksida dilakukan  menggunakan  Hematit    Fe
2
O
3
dan  Barium  Carbonat  BaCO
3
pada perbandingan  1:6mole  ratio  dan  bahan  substitusi  Tembaga  Oksida  CuO  dengan
perbandingan X= 0.1,0.2,0.3,0.4,0.5,0.6,1,2,3 dan 4 mol. Adapun reaksi pencampurannya adalah :
BaCO3 + 6Fe2O3 + xCuO                    BaFe
12-x
Cu
x
O
19
+ CO
2
Ketiga  bahan  direaksikan  dengan  cara  dicampur  melalui  proses  pencampuran menggunakan  media  ballmill.  Proses  pencampuran  selama  20  jam  dilakukan  setelah
ketiga bahan dilarutkan dalam aquades 250ml.
3.2.5.  Proses Kalsinasi
Tahap  selanjutnya  adalah  kalsinasi  yang  dilakukan  pada  temperatur  1000
o
C dengan  kenaikan  3
C  per  menit  ditahan  selama  2  jam.  Tujuan  dari  kalsinasi  ini  untuk memulai  proses  pembentukan  ferit,  dan  mendapatkan  serbuk  keramik  dengan  ukuran
yang maksimum serta menguraikan  senyawa-senyawa dalam bentuk garam atau dihidrat menjadi oksida, membentuk fasa kristalin.
Pemansan  saat  kalsinasi  membuat  sampel  mengeras  dan  berubah  menjadi gumpalan, oleh karena itu setelah kalsinasi dilakukan penghalusan menggunakan mortar
dengan cara digerus. Untuk mengetahui fasa dari serbuk hasil kalsinasi, maka dilakukan analisa struktur dengan menggunakan X-Ray Diffractometer XRD.
Universitas Sumatera Utara
3.2.6.  Pembuatan Sampel Uji
Pembuatan sampel uji dilakukan dengan cara dry Pressing  cetak kering. Proses pembentukan sampel dengan penekanan dry pressing ini dengan tambahan Celuna WE-
518  sebagai  bahan  perekat  yang  dicampurkan  sebanyak  3wt.  Sebelum  sampel dimasukkan  ke  dalam  cetakan,  dinding  cetakan  terlebih  dahulu  dilapisi  diolesi  dengan
pelumas agar mempermudah proses kompaksi penekanan. Serbuk magnet sebanyak 10,3 gram yang telah dicampur dengan Celuna WE-518
3wt  dimasukkan  ke  dalam  cetakan  dan  dilakukan  penekanan  dengan  magnetic  field press  ditahan  selama  2  menit  kemudian  dilakukan  penekanan  kompaksi  dengan
hydraulic press kapasitas 150 ton150kgcm
3
ditahan selama 1 menit.  Proses kompaksi ini  melalui  orientasi  partikel  magnet  di  medan  listrik  menggunakan  coil  yang  di  desain
sesuai dengan cetakan untuk memperoleh sampel dengan kekuatan yang mencukupi agar mudah  dikeluarkan  dari  cetakan  dan  tidak  hancur  pada  saat  pengeringan.  Hasil  cetakan
berupa  pelet  dengan  ukuran  rata-rata  diameter  luar  70  mm  dan  diameter  dalam  20  mm dan tebal 10 mm.
3.2.7.  Proses Sintering
Sintering  adalah  pengikatan  massa  partikel  pada  sampel  oleh  interaksi  antar molekul  atau atom melalui perlakuan panas dengan temperatur sintering  mendekati titik
leburnya  sehingga  terjadi  pemadatan.  Tahap  sintering  merupakan  tahap  yang  paling penting dalam pembuatan magnet permanen keramik ini.
Proses  sintering  pada  magnet    dilakukan  dengan  cara  pemanasan  sampel  yang telah  dicetak  dalam  tungku  listrik  furnace  pada  suhu  1100
C  dengan  variasi  X= 0.1,0.2,0.3,0.4,0.5,0.6,1,2,3  dan  4  ditahan  selama  2  jam.  Sampel  yang  telah  disintering
kemudian dimagnetisasi dengan Magnetizer pada tegangan 1500 volt.
Universitas Sumatera Utara
3.3. Variabel Eksperimen
3.3.1.  Variabel Penelitian
Variasi  komposisi  temabaga  oksida  yaitu  X=  0,1;0,2;0,3;0,4;0,5;0,6;1;2;3  dan  4 mol
3.3.2.  Variabel Percobaan yang Diuji
a. Sifat Fisis
- Densitas Density dan Porositas Porosity
b. Analisis Struktur Kristal
- XRD X-Ray Diffractometer
- SEM
c. Analisis Kuat Medan Magnet
- Magnet – Physic Dr. Steingroever GmbH Permagraph C
d. Analisis Penyerapan Gelombang Mikro
- VNA Vector Network Analyzer
3.4. Karakterisasi
Karakterisasi  yang  dilakukan  dalam  penelitian  ini  meliputi  :  sifat  fisis  densitas dan  porositas,  analisis  struktur  kristal,  analisis  kuat  medan  magnet  dan  analisis
penyerapan gelombang mikro.
3.4.1.  Densitas
Universitas Sumatera Utara
Nilai densitas suatu sampel adalah ukuran kepadatan dari suatu sampel yang dapat dihasilkan  dari  beberapa  cara,  diantaranya  dengan  menggunakan  metode  Archimedes
dengan  air  sebagai  medianya.  Langkah  kerja  untuk  menentukan  besarnya  densitas grcm
3
suatu sampel yaitu: 1.
Menyiapkan  sampel,aquades,  gelas  beaker,  neraca  digital  dan  kawat  penimbang sampel di dalam air.
2. Tuangkan aquades kira-kira ¾ dari volume gelas beaker.
3. Letakkan penyagga pada neraca digital,kemudian kalibrasi.
4. Letakkan kawat penyangga, kemudian ditimbang sebagai massa kawat kering.
5. Celupkan kawat ke dalam aquades pada gelas beaker, ditimbang sebagai massa kawat
basah. 6.
Dihitung beda massa kawat kering dan basah sebagi ∆M. 7.
Kalibrasi neraca setelah kawat dan tiang penyangga diletakkan diatas neraca. 8.
Menimbang  massa  sampel  di  udara  dengan  menggunakan  kawat  sebagai  massa sampel kering Mk.
9. Dicelupkan sampel ke dalam gelas beaker yang berisi aquades, sebagai massa sampel
dalam  air  Mb,  kemudian  ditimbang  sebagai  massa  sampel  dengan  persamaan berikut:
Dimana : ρ =  Densitas sampel gcm
3
ρ
air
=  Densitas air gcm
3
= Massa sampel setelah dikeringkan di oven g = Massa sampel setelah direndam 24 jamdirebus 1 jam g
= Massa kawat g
3.4.2.  Porositas
Universitas Sumatera Utara
Porositas didefenisikan sebagai  banyaknya lubang  atau pori  yang terdapat  dalam suatu  sampel  yang  telah  selesai  dibuat.  Pengujian  ini  juga  menghasilkan  perbandingan
sampel mana yang memeiliki nilai terbaik. Langkah kerja untuk menentukan besarnya porositas suatu sampel yaitu:
1. Sampel yang telah disinter dikeringkan di oven pada temperatur 100
C selama 4 jam, kemudian ditimbang sebagai masa kering Mk.
2. Tuangkan  aquadesh  kira-kira  ¾  dari  volume  gelas  beaker  ke  dalam  beaker  gelas,
kemudian panaskan menggunakan kompor listrik sampai suhu kira-kira 70 C.
3. Sampel dicelupkan ke dalam gelas beaker yang berisi air panas selama 2 jam.
4. Tuangkan aquades ke dalam gelas beaker kira-kira ¾ dari volume gelas beaker.
5. Sampel yang telah direndam dalam aquades panas kemudian direndam dalam aqudes
dingin selama 24 jam. 6.
Sampel ditimbang sebagai massa basah Mb. 7.
Dihitung densitas sampel dengan persamaan sebagai berikut:
Dimana: P = Porositas
= Massa sampel setelah dikeringkan di oven g = Massa sampel setelah direndam 24 jamdirebus 1 jam g
3.4.3.  Sifat Magnet
Untuk karakterisasi  sifat magnet  menggunakan alat permagraph  yaitu alat  yang dapat menganalisis sampel dengan output berupa kurva histerisis yang dilengkapi dengan
nilai  induksi  remanensi  Br  dan  gaya  koersif  Hc.  Pada  saat  pengukuran  berlangsung
Universitas Sumatera Utara
terjadi  proses  magnetisasi  pada  sampel,  sehingga  sampel  akan  memiliki  sifat  magnet setelah pengujian dilakukan.
3.4.4.   Struktur Kristal
Struktur kristal dapat ditentukan salah satunya dengan  menggunakan  pengujian X-Ray  Diffraction  XRD.  X-Ray  Diffraction  adalah  alat  yang  dapat  memeberikan  data-
data  difraksi  dan  kuantitas  intensitas  difraksi  pada  sudut-sudut  difraksi  2 ϴ  dari  suatu
sampel. Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah untuk mengetahui perubahan fasa struktur bahan dan mengetahui fasa-fasa apa saja  yang terbentuk selama
proses pembuatan sampel uji.
3.4.5.  Sifat Penyerap Gelombang Mikro
Untuk pengujian penyerapan gelombang mikro, sampel dicetak berbentuk lembaran.  Sampel  yang  berbentuk  pelet  didemagnetisasi  dan  dihancurkan
kemudian dicetak kembali dengan bentuk lembaran dengan ketebalan 3,57 mm. Dalam  pengujian  penyerapan  gelombang  mikro  dilakukan  dengan
menggunakan  alat  Vector  Network  Analyzer  VNA.    Ketika  signal  datang  dari pemancar radar menuju objek, sebagian signal akan terserap dan terpantul. Radar
dapat  mendeteksi  objek  dengan  menerima  signal  yang  terpantul.  Reflection  loss RL adalah parameter untuk mengetahui penyerapan gelombang mikro.
Frekuensi  yang  digunakan  dalam  pengujian  ini  adalah  4  GHz  sampai  10 GHz C band.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Uji DTA
Pada  Gambar  4-1  menunjukkan  kurva  DTA  dari  material  magnet  barium  heksaferit  yang disubstitusi dengan bahan tembaga oksida CuO atau diformulasikan sebagai BaFe
12-x
Cu
x
O
19
.
Pada suhu   840 C terjadi reaksi  endoterm  yang  menunjukkan bahwa telah terjadi pembentukan
fasa  barium  heksaferit.  Reaksi  eksoterm  menunjukkan  terjadinya  pelepasan  CO
2
.  Berdasarkan hasil DTA tersebut maka pada penelitian ini dilakukan kalsinasi dengan temperatur 1000
C. Gambar 4.1 Kurva DTA dari BaF
e12-x
Cu
x
O
19
840 C
Universitas Sumatera Utara
4.2. Karakterisasi Struktur
4.2.1. XRD
Untuk mengetahui dan mengidentifikasi sample uji, dilakukan pengujian difraksi sinar-X XRD.  Dari  hasil  pengujian  tersebut  didapatkan  hasil  berupa  grafik  difraktogram  sebagai
berikut  sehingga  diketahui  unsur  penyusun  dan  komposisi  dari  magnet  barium  heksaferit  yang disubstitusi dengan bahan tembaga oksida CuO
Penelitian  mengambil  hanya  satu  sampel  saja  yang  di  XRD  karena  terlihat  dari  hasil pengujian  densitas,  porositas  dan  sifat  magnet  sebelumnya  terdapat  nilai  pengujian  yang  tidak
signifikan  pada  sampel  dengan  suhu  1100 C.  Apabila  dilihat  dari  unsur-unsur  yang  dominan
terkandung  pada  bahan  magnet  terdiri  dari  Ba,  Fe  dan  Cu,  sedangkan  unsur  minor  yang merupakan  bahan  pengotor  adalah  Mn  dan  Zn.  Berdasarkan  hasil  identifikasi  XRD  dapat
diperkirakan  bahwa  sampel  tersebut  setelah  disinter  pada  suhu  1100
o
C  telah  terbentuk  fasa BaFe
12
O
19
sebagai  fasa  dominan.    Parameter  kisi  a  =  b  =    5,865  dan  c  =  23,099.  Dari  hasil parameter kisi yang diperoleh maka dapat menunjukkan adanya perubahan yang cukup besar dari
Gambar 4.2. Hasil XRD magnet barium heksaferit yang disubstitusi dengan bahan tembaga oksida CuO
Universitas Sumatera Utara
nilai  konvensialnya    a=b=  5,892  dan  c=  23,183  .  Penurunan  parameter  kisi  ini  disebabkan karena adanya perbedaan ukuran atom antara Fe dengan atom Cu.
4.2.2. SEM
Untuk mengetahui komposisi kimia dari bahan magnet Barium Heksaferit yang didoping dengan  ion  Cu  BaFe
12-x
Cu
x
O
19
yang  telah  dibuat,  dilakukan  pengujian  Scanning    Electron Microscope  SEM.  Pada  gambar  4.3  menunjukkan  morfologi    dari  BaFe
12-x
Cu
x
O
19
dengan ukuran  butir  berkisar  4,49  µm.  a  perbesaran  500x  dan  b  perbesaran  2500x,  dari  gambar
terlihat bahwa terdapat banyak pori diantara butir.
Pada  gambar  4.4  menunjukkan  hasil  analisis  unsur,  yang  juga  diperlihatkan  pada  tabel 4.1,  hasilnya  menunjukkan  persentase  dari  ion  Fe,  Ba,  Al  dan  ion  lain.  Pada  gambar  terlihat
adanya  ion  Al  sebagai  pengotor  yang  merupakan  bahan  non-magnetic.  Ion  Al  cenderung bereaksi  dengan  ion  Fe  yang  merupakan  bahan  magnetic    menyebabkan    nilai  koersivitas  Hc
akan semakin meningkat Mangquan Liu, et al, 2011. Gambar 4.3.  Morfologi BaFe
12-x
Cu
x
O
19
a b
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 persen massa komposisi unsur
Ion Persen Massa
C 0.99
O 27.83
Al 6.73
Si 0.31
Fe 52.61
Ba 11.52
4.3. Karakterisasi Fisis
Sifat  fisis  yang  dimaksud  adalah  densitas  dan  porositas  dari  material  magnet  barium heksaferit  yang  disubstitusi  dengan  bahan  tembaga  oksida  CuO  atau  diformulasikan  sebagai
BaFe
12-x
Cu
x
O
19
. Pengukuran densitas dan porositas ini mengacu pada hukum Archimedes yang memenuhi  persamaan  2-2  dan  2-3  .  Hasil  perhitungan  densitas  magnet  Ba.Fe
12-x
.Cu
x
.O
19
, Gambar 4.4. Komposisi unsur pada BaFe
12-x
Cu
x
O
19
. dengan SEMEDX
Universitas Sumatera Utara
ditunjukkan seperti pada tabel 4.2. Nilai X merupakan komposisi Cu yang divariasikan mulai X = 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, 0.6, 1, 2, 3 dan 4 dalam  mol.
Tabel 4.2 Nilai densitas dari magnet BaFe
12-x
Cu
x
O
19
sebelum dan sesudah disinter.
\
Dari  hasil  perhitungan  densitas  material  magnet  Ba.Fe
12-x
.Cu
x
.O
19
sebelum  Densitas awal dan sudah disinter Densitas akhir  dapat dibuat dalam bentuk grafik sebagai fungsi fungsi
komposisi, Cu = X  mol, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5. Komposisi, Cu = X
mol Densitas Awal
, ρ
awal
gcm
3
Densitas Akhir , ρ
akhir
gcm
3
0,1 2,69
3,88 0,2
2,673 3,90
0,3 2,85
4,07 0,4
2,79 4,13
0,5 2,75
4,15 0,6
2,81 4,21`
1 2,85
4,28 2
2,97 4,34
3 3,03
4,78 4
3,91 5,25
Universitas Sumatera Utara
Dari  hasil  pengukuran  menunjukkan  bahwa  penambahan  komposisi  Cu    mol berbanding lurus terhadap nilai densitas awal, artinya dengan penambahan komposisi Cu maka
nilai densitasnya cenderung meningkat. Kemudian setelah material magnet Ba.Fe
12-x
.Cu
x
.O
19
ini dibakar  pada  suhu  1000
o
C,  juga  terjadi  peningkatan  nilai  densitas  akhir.  Hal  ini  menunjukkan adanya korelasi antara densitas awal dan densitas akhir terhadap penambahan komposisi Cu
mol. Nilai optimum yang diperoleh yaitu 5,25 grcm
3
pada komposisi x=4. Dari penelitian P. Gramatyk pembuatan Soft magnetic Fe
73.5
Cu
1
Nb
3
Si
13.5
B
9
dan serbuk Fe dengan  variasi  komposisi  70:30  ,60:40,50:50    volume,  nilai  densitas  mengalami  kenaikan
dengan  bertambahnya  komposisi  bahan  aditif.  Nilai  densitas  material  magnet  tidak  hanya dipengaruhi oleh suhu sintering tetapi juga dipengaruhi oleh kombinasi dan komposisi bahan.P.
Gramatyk,et al, 2006 Muhammad  Javed  Iqbal  dan  Muhammad  Naeem  Ashiq  telah  melakukan  penelitian
dengan  komposisi  x=0-0,8  pada  suhu  780 C,  dihasilkan  nilai  densitas  yang  semakin  tinggi
dengan  bertambahnya  nilai  x  dan  nilai  porositas  yang  semakin  menurun  dengan  bertambahnya nilai  x, hal  ini disebabkan karena  Zr-Cu memiliki nilai  densitas dan ukuran partikel  yang lebih
besar.M. Iqbal, et al,  2007 Gambar 4.5. Hubungan antara densitas sebelum dan setelah disinter
terhadap   komposisi, Cu dalam  mol.
Universitas Sumatera Utara
Pengujian  porositas  magnet  magnet  Ba.Fe
12-x
.Cu
x
.O
19
,  ditunjukkan  seperti  pada  Tabel 4.3. Nilai X merupakan komposisi Cu yang divariasikan mulai X = 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, 0.6,
1, 2, 3 dan 4 dalam  mol.
Tabel 4.3. Nilai densitas dari magnet BaFe
12-x
Cu
x
O
19
sesudah disinter. Komposisi, Cu = X
mol Porositas
0,1 10,76
0,2 10,63
0,3 8,62
0,4 7,91
0,5 7,63
0,6 5,45
1 8,01
2 3,17
3 5,33
4 1,66
Dari  hasil  perhitungan  densitas  material  magnet  Ba.Fe
12-x
.Cu
x
.O
19
dapat  dibuat  dalam bentuk  grafik  sebagai  fungsi  fungsi  komposisi,  Cu  =  X    mol,  seperti  ditunjukkan  pada
Gambar 4.5.
Gambar 4.6. Hubungan antara porositas terhadap komposisi Cu, x= 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 1; 2; 3 dan 4 dalam  mol.
Universitas Sumatera Utara
Dari  hasil  pengukuran  menunjukkan  bahwa  penambahan  komposisi  Cu    mol berbanding  terbalik  terhadap  nilai  porositas,  artinya  dengan  penambahan  komposisi  Cu  maka
nilai porositasnya cenderung menurun. Adanya penurunan porositas ini menunjukkan terjadinya proses  pemadatan  rongga-rongga  yang  ada  pada  masing-masing  sampel.  Nilai  optimum  yang
diperoleh yaitu 1,66  pada komposisi x=4. Densitas dan porositas  memiliki hubungan berbanding terbalik   Wina  I.  Lavina, 2012.
Semakin besar nilai densitas maka nilai porositas akan semakin menurun.
4.4. Karakterisasi Magnetik