BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan, terhitung mulai tanggal 1 April sampai 31 Juni 2013 dibeberapa tempat laboratorium, yaitu:
1. Laboratorium Rekayasa Material, Pusat Penelitian Fisika P2F Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI kawasan Puspiptek, Serpong. 2.
Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi P2ET LIPI Bandung. 3.
Pusat Laboratorium Terpadu PLT Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2. Bahan dan Peralatan Penelitian
3.2.1. Bahan
a. Hematit Fe
2
O
3
, berfungsi sebagai bahan baku utama dalam pembuatan magnet Barium heksaferit.
Universitas Sumatera Utara
b. Barium Karbonat BaCO
3
, berfungsi sebagai bahan baku utama dalam pembuatan magnet.
c. Tembaga Oksida CuO, sebagai sumber Cu dan merupakan bahan additve untuk menggantikan posisi ion Fe.
d. Polimer Celuna WE – 518, berfungsi sebagai perekat matriks bahan magnet .
e. Aquades,berfungsi sebagai media pencampur wet milling bahan baku pada saat proses milling dengan menggunakan ballmill
3.2.2. Peralatan Penelitian
a. Planetary Ball Mill PBM digunakan untuk menggiling campuran bahan
baku sehingga relatif lebih homogen b.
Magnetizer, berfungsi untuk memberikan medan magnetik luar pada sampel agar memiliki magnet .
c. Furnace High Temperature Thermolyne tipe 46200, digunakan untuk
proses kalsinasi dan proses sintering sampel d.
Oven, berfungsi untuk mengeringkan serbuk campuran setelah proses milling e.
Magnetic Field Press berfungsi untuk menyearahkan domain partikel magnet. f.
Hydraulic Press Hydraulic Jack berfungsi untuk mencetak serbuk magnet dengan cara cold compaction sehingga terbentuk sampel uji.
g. Magnet-Physic Dr. Steingroever GmbH Permagraph C yang digunakan
sebagai alat untuk mendapatkan kurva histerisis BH Curve h.
X-Ray Difraktometer XRD, berfungsi sebagai alat karakterisasi struktur kristal fasa dari sampel.
i. Vector Network Analyzer VNA berfungsi sebagai alat karakterisasi
penyerapan gelombang mikro. j.
Gaussmeter, berfungsi sebagai alat untuk mengukur besarnya medan magnet flux density sampel.
k. Jangka Sorong, berfungsi untuk mengukur diameter dan tebal sampel.
Universitas Sumatera Utara
l. Neraca Digital, fungsinya untuk menimbang bahan-bahan yang akan
digunakan dalam pembuatan magnet. m.
Molding digunakan untuk mencetak sampel berbentuk pelet desk yang berdiameter 2 cm.
n. Spatula, sebagai alat bantu untuk mengambil sampel yang berbentuk serbuk.
o. Gelas ukur pyrex, 1000 ml untuk mengukur volume aquades, proses
pencampuran serbuk dan sebagai tempat aquades saat pengukuran densitas sampel.
p. Mortar, berfungsi sebagai alat bantu penghancuran serbuk sehingga menjadi
butiran kecil. q.
Seive 400 mesh, berfungsi sebagai pengayak serbuk magnet r.
Cawan keramik, berfungsi sebagai tempat meletakkan sampel saat proses sintering.
s. Jarmill, sebagai tempat milling bahan baku magnet dalam serbuk.
t. Bola-bola besi, sebagai pengaduk bahan pada saat proses milling agar
homogen.
Universitas Sumatera Utara
3.2.3. Tahapan Penelitian
Berikut ini adalah tahapan penelitian yang akan dilakukan :
Analisi DTA Serbuk CuO
x = 0; 0,1 ; 0,2 ; 0,3 ; 0,4 ; 0,5;0,6; 1; 2; 3 dan 4
Serbuk Fe
2
O
3
Serbuk BaCO
3
Timbang
Pengeringan 100
o
C selama 24 jam Campur dan Wet Milling
Analisis XRD Kalsinasi berdasarkan hasil
Pencetakan dengan kompaksi sekaligus diorientasikan dengan
medan magnet luar150
kgfcm
2
Sintering 1100
o
C ditahan selama 2 jam
Magnetisasi Karakterisasi fisis densitas,porositas
Penggilingan hingga 400 mesh
Karakterisasi sifat magnetik : permagraph Karakterisasi penyerapan gelombang
reflection loss : VNA Ditambah
Polimer Celuna
WE – 518
30 wt
Gambar 3.1 Tahapan Penelitian Pembuatan Magnet Permanen Barium Heksaferit dengan
Substitusi CuO
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan meliputi : preparasi serbuk, pencampuran dalam media aquades menggunakan ballmill, pengeringan, kalsinasi, penghalusan butiran media penggerusan
dengan mortar, pencetakan, proses sinter, magnetisasi, dan pengukuran karakterisasi bahan.
3.2.4. Pencampuran Bahan Baku
Tahapan preparasi serbuk Barium Heksaferit dengan substitusi Tembaga Oksida dilakukan menggunakan Hematit Fe
2
O
3
dan Barium Carbonat BaCO
3
pada perbandingan 1:6mole ratio dan bahan substitusi Tembaga Oksida CuO dengan
perbandingan X= 0.1,0.2,0.3,0.4,0.5,0.6,1,2,3 dan 4 mol. Adapun reaksi pencampurannya adalah :
BaCO3 + 6Fe2O3 + xCuO BaFe
12-x
Cu
x
O
19
+ CO
2
Ketiga bahan direaksikan dengan cara dicampur melalui proses pencampuran menggunakan media ballmill. Proses pencampuran selama 20 jam dilakukan setelah
ketiga bahan dilarutkan dalam aquades 250ml.
3.2.5. Proses Kalsinasi
Tahap selanjutnya adalah kalsinasi yang dilakukan pada temperatur 1000
o
C dengan kenaikan 3
C per menit ditahan selama 2 jam. Tujuan dari kalsinasi ini untuk memulai proses pembentukan ferit, dan mendapatkan serbuk keramik dengan ukuran
yang maksimum serta menguraikan senyawa-senyawa dalam bentuk garam atau dihidrat menjadi oksida, membentuk fasa kristalin.
Pemansan saat kalsinasi membuat sampel mengeras dan berubah menjadi gumpalan, oleh karena itu setelah kalsinasi dilakukan penghalusan menggunakan mortar
dengan cara digerus. Untuk mengetahui fasa dari serbuk hasil kalsinasi, maka dilakukan analisa struktur dengan menggunakan X-Ray Diffractometer XRD.
Universitas Sumatera Utara
3.2.6. Pembuatan Sampel Uji
Pembuatan sampel uji dilakukan dengan cara dry Pressing cetak kering. Proses pembentukan sampel dengan penekanan dry pressing ini dengan tambahan Celuna WE-
518 sebagai bahan perekat yang dicampurkan sebanyak 3wt. Sebelum sampel dimasukkan ke dalam cetakan, dinding cetakan terlebih dahulu dilapisi diolesi dengan
pelumas agar mempermudah proses kompaksi penekanan. Serbuk magnet sebanyak 10,3 gram yang telah dicampur dengan Celuna WE-518
3wt dimasukkan ke dalam cetakan dan dilakukan penekanan dengan magnetic field press ditahan selama 2 menit kemudian dilakukan penekanan kompaksi dengan
hydraulic press kapasitas 150 ton150kgcm
3
ditahan selama 1 menit. Proses kompaksi ini melalui orientasi partikel magnet di medan listrik menggunakan coil yang di desain
sesuai dengan cetakan untuk memperoleh sampel dengan kekuatan yang mencukupi agar mudah dikeluarkan dari cetakan dan tidak hancur pada saat pengeringan. Hasil cetakan
berupa pelet dengan ukuran rata-rata diameter luar 70 mm dan diameter dalam 20 mm dan tebal 10 mm.
3.2.7. Proses Sintering
Sintering adalah pengikatan massa partikel pada sampel oleh interaksi antar molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan temperatur sintering mendekati titik
leburnya sehingga terjadi pemadatan. Tahap sintering merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan magnet permanen keramik ini.
Proses sintering pada magnet dilakukan dengan cara pemanasan sampel yang telah dicetak dalam tungku listrik furnace pada suhu 1100
C dengan variasi X= 0.1,0.2,0.3,0.4,0.5,0.6,1,2,3 dan 4 ditahan selama 2 jam. Sampel yang telah disintering
kemudian dimagnetisasi dengan Magnetizer pada tegangan 1500 volt.
Universitas Sumatera Utara
3.3. Variabel Eksperimen
3.3.1. Variabel Penelitian
Variasi komposisi temabaga oksida yaitu X= 0,1;0,2;0,3;0,4;0,5;0,6;1;2;3 dan 4 mol
3.3.2. Variabel Percobaan yang Diuji
a. Sifat Fisis
- Densitas Density dan Porositas Porosity
b. Analisis Struktur Kristal
- XRD X-Ray Diffractometer
- SEM
c. Analisis Kuat Medan Magnet
- Magnet – Physic Dr. Steingroever GmbH Permagraph C
d. Analisis Penyerapan Gelombang Mikro
- VNA Vector Network Analyzer
3.4. Karakterisasi
Karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi : sifat fisis densitas dan porositas, analisis struktur kristal, analisis kuat medan magnet dan analisis
penyerapan gelombang mikro.
3.4.1. Densitas
Universitas Sumatera Utara
Nilai densitas suatu sampel adalah ukuran kepadatan dari suatu sampel yang dapat dihasilkan dari beberapa cara, diantaranya dengan menggunakan metode Archimedes
dengan air sebagai medianya. Langkah kerja untuk menentukan besarnya densitas grcm
3
suatu sampel yaitu: 1.
Menyiapkan sampel,aquades, gelas beaker, neraca digital dan kawat penimbang sampel di dalam air.
2. Tuangkan aquades kira-kira ¾ dari volume gelas beaker.
3. Letakkan penyagga pada neraca digital,kemudian kalibrasi.
4. Letakkan kawat penyangga, kemudian ditimbang sebagai massa kawat kering.
5. Celupkan kawat ke dalam aquades pada gelas beaker, ditimbang sebagai massa kawat
basah. 6.
Dihitung beda massa kawat kering dan basah sebagi ∆M. 7.
Kalibrasi neraca setelah kawat dan tiang penyangga diletakkan diatas neraca. 8.
Menimbang massa sampel di udara dengan menggunakan kawat sebagai massa sampel kering Mk.
9. Dicelupkan sampel ke dalam gelas beaker yang berisi aquades, sebagai massa sampel
dalam air Mb, kemudian ditimbang sebagai massa sampel dengan persamaan berikut:
Dimana : ρ = Densitas sampel gcm
3
ρ
air
= Densitas air gcm
3
= Massa sampel setelah dikeringkan di oven g = Massa sampel setelah direndam 24 jamdirebus 1 jam g
= Massa kawat g
3.4.2. Porositas
Universitas Sumatera Utara
Porositas didefenisikan sebagai banyaknya lubang atau pori yang terdapat dalam suatu sampel yang telah selesai dibuat. Pengujian ini juga menghasilkan perbandingan
sampel mana yang memeiliki nilai terbaik. Langkah kerja untuk menentukan besarnya porositas suatu sampel yaitu:
1. Sampel yang telah disinter dikeringkan di oven pada temperatur 100
C selama 4 jam, kemudian ditimbang sebagai masa kering Mk.
2. Tuangkan aquadesh kira-kira ¾ dari volume gelas beaker ke dalam beaker gelas,
kemudian panaskan menggunakan kompor listrik sampai suhu kira-kira 70 C.
3. Sampel dicelupkan ke dalam gelas beaker yang berisi air panas selama 2 jam.
4. Tuangkan aquades ke dalam gelas beaker kira-kira ¾ dari volume gelas beaker.
5. Sampel yang telah direndam dalam aquades panas kemudian direndam dalam aqudes
dingin selama 24 jam. 6.
Sampel ditimbang sebagai massa basah Mb. 7.
Dihitung densitas sampel dengan persamaan sebagai berikut:
Dimana: P = Porositas
= Massa sampel setelah dikeringkan di oven g = Massa sampel setelah direndam 24 jamdirebus 1 jam g
3.4.3. Sifat Magnet
Untuk karakterisasi sifat magnet menggunakan alat permagraph yaitu alat yang dapat menganalisis sampel dengan output berupa kurva histerisis yang dilengkapi dengan
nilai induksi remanensi Br dan gaya koersif Hc. Pada saat pengukuran berlangsung
Universitas Sumatera Utara
terjadi proses magnetisasi pada sampel, sehingga sampel akan memiliki sifat magnet setelah pengujian dilakukan.
3.4.4. Struktur Kristal
Struktur kristal dapat ditentukan salah satunya dengan menggunakan pengujian X-Ray Diffraction XRD. X-Ray Diffraction adalah alat yang dapat memeberikan data-
data difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut difraksi 2 ϴ dari suatu
sampel. Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah untuk mengetahui perubahan fasa struktur bahan dan mengetahui fasa-fasa apa saja yang terbentuk selama
proses pembuatan sampel uji.
3.4.5. Sifat Penyerap Gelombang Mikro
Untuk pengujian penyerapan gelombang mikro, sampel dicetak berbentuk lembaran. Sampel yang berbentuk pelet didemagnetisasi dan dihancurkan
kemudian dicetak kembali dengan bentuk lembaran dengan ketebalan 3,57 mm. Dalam pengujian penyerapan gelombang mikro dilakukan dengan
menggunakan alat Vector Network Analyzer VNA. Ketika signal datang dari pemancar radar menuju objek, sebagian signal akan terserap dan terpantul. Radar
dapat mendeteksi objek dengan menerima signal yang terpantul. Reflection loss RL adalah parameter untuk mengetahui penyerapan gelombang mikro.
Frekuensi yang digunakan dalam pengujian ini adalah 4 GHz sampai 10 GHz C band.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Uji DTA
Pada Gambar 4-1 menunjukkan kurva DTA dari material magnet barium heksaferit yang disubstitusi dengan bahan tembaga oksida CuO atau diformulasikan sebagai BaFe
12-x
Cu
x
O
19
.
Pada suhu 840 C terjadi reaksi endoterm yang menunjukkan bahwa telah terjadi pembentukan
fasa barium heksaferit. Reaksi eksoterm menunjukkan terjadinya pelepasan CO
2
. Berdasarkan hasil DTA tersebut maka pada penelitian ini dilakukan kalsinasi dengan temperatur 1000
C. Gambar 4.1 Kurva DTA dari BaF
e12-x
Cu
x
O
19
840 C
Universitas Sumatera Utara
4.2. Karakterisasi Struktur
4.2.1. XRD
Untuk mengetahui dan mengidentifikasi sample uji, dilakukan pengujian difraksi sinar-X XRD. Dari hasil pengujian tersebut didapatkan hasil berupa grafik difraktogram sebagai
berikut sehingga diketahui unsur penyusun dan komposisi dari magnet barium heksaferit yang disubstitusi dengan bahan tembaga oksida CuO
Penelitian mengambil hanya satu sampel saja yang di XRD karena terlihat dari hasil pengujian densitas, porositas dan sifat magnet sebelumnya terdapat nilai pengujian yang tidak
signifikan pada sampel dengan suhu 1100 C. Apabila dilihat dari unsur-unsur yang dominan
terkandung pada bahan magnet terdiri dari Ba, Fe dan Cu, sedangkan unsur minor yang merupakan bahan pengotor adalah Mn dan Zn. Berdasarkan hasil identifikasi XRD dapat
diperkirakan bahwa sampel tersebut setelah disinter pada suhu 1100
o
C telah terbentuk fasa BaFe
12
O
19
sebagai fasa dominan. Parameter kisi a = b = 5,865 dan c = 23,099. Dari hasil parameter kisi yang diperoleh maka dapat menunjukkan adanya perubahan yang cukup besar dari
Gambar 4.2. Hasil XRD magnet barium heksaferit yang disubstitusi dengan bahan tembaga oksida CuO
Universitas Sumatera Utara
nilai konvensialnya a=b= 5,892 dan c= 23,183 . Penurunan parameter kisi ini disebabkan karena adanya perbedaan ukuran atom antara Fe dengan atom Cu.
4.2.2. SEM
Untuk mengetahui komposisi kimia dari bahan magnet Barium Heksaferit yang didoping dengan ion Cu BaFe
12-x
Cu
x
O
19
yang telah dibuat, dilakukan pengujian Scanning Electron Microscope SEM. Pada gambar 4.3 menunjukkan morfologi dari BaFe
12-x
Cu
x
O
19
dengan ukuran butir berkisar 4,49 µm. a perbesaran 500x dan b perbesaran 2500x, dari gambar
terlihat bahwa terdapat banyak pori diantara butir.
Pada gambar 4.4 menunjukkan hasil analisis unsur, yang juga diperlihatkan pada tabel 4.1, hasilnya menunjukkan persentase dari ion Fe, Ba, Al dan ion lain. Pada gambar terlihat
adanya ion Al sebagai pengotor yang merupakan bahan non-magnetic. Ion Al cenderung bereaksi dengan ion Fe yang merupakan bahan magnetic menyebabkan nilai koersivitas Hc
akan semakin meningkat Mangquan Liu, et al, 2011. Gambar 4.3. Morfologi BaFe
12-x
Cu
x
O
19
a b
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 persen massa komposisi unsur
Ion Persen Massa
C 0.99
O 27.83
Al 6.73
Si 0.31
Fe 52.61
Ba 11.52
4.3. Karakterisasi Fisis
Sifat fisis yang dimaksud adalah densitas dan porositas dari material magnet barium heksaferit yang disubstitusi dengan bahan tembaga oksida CuO atau diformulasikan sebagai
BaFe
12-x
Cu
x
O
19
. Pengukuran densitas dan porositas ini mengacu pada hukum Archimedes yang memenuhi persamaan 2-2 dan 2-3 . Hasil perhitungan densitas magnet Ba.Fe
12-x
.Cu
x
.O
19
, Gambar 4.4. Komposisi unsur pada BaFe
12-x
Cu
x
O
19
. dengan SEMEDX
Universitas Sumatera Utara
ditunjukkan seperti pada tabel 4.2. Nilai X merupakan komposisi Cu yang divariasikan mulai X = 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, 0.6, 1, 2, 3 dan 4 dalam mol.
Tabel 4.2 Nilai densitas dari magnet BaFe
12-x
Cu
x
O
19
sebelum dan sesudah disinter.
\
Dari hasil perhitungan densitas material magnet Ba.Fe
12-x
.Cu
x
.O
19
sebelum Densitas awal dan sudah disinter Densitas akhir dapat dibuat dalam bentuk grafik sebagai fungsi fungsi
komposisi, Cu = X mol, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5. Komposisi, Cu = X
mol Densitas Awal
, ρ
awal
gcm
3
Densitas Akhir , ρ
akhir
gcm
3
0,1 2,69
3,88 0,2
2,673 3,90
0,3 2,85
4,07 0,4
2,79 4,13
0,5 2,75
4,15 0,6
2,81 4,21`
1 2,85
4,28 2
2,97 4,34
3 3,03
4,78 4
3,91 5,25
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa penambahan komposisi Cu mol berbanding lurus terhadap nilai densitas awal, artinya dengan penambahan komposisi Cu maka
nilai densitasnya cenderung meningkat. Kemudian setelah material magnet Ba.Fe
12-x
.Cu
x
.O
19
ini dibakar pada suhu 1000
o
C, juga terjadi peningkatan nilai densitas akhir. Hal ini menunjukkan adanya korelasi antara densitas awal dan densitas akhir terhadap penambahan komposisi Cu
mol. Nilai optimum yang diperoleh yaitu 5,25 grcm
3
pada komposisi x=4. Dari penelitian P. Gramatyk pembuatan Soft magnetic Fe
73.5
Cu
1
Nb
3
Si
13.5
B
9
dan serbuk Fe dengan variasi komposisi 70:30 ,60:40,50:50 volume, nilai densitas mengalami kenaikan
dengan bertambahnya komposisi bahan aditif. Nilai densitas material magnet tidak hanya dipengaruhi oleh suhu sintering tetapi juga dipengaruhi oleh kombinasi dan komposisi bahan.P.
Gramatyk,et al, 2006 Muhammad Javed Iqbal dan Muhammad Naeem Ashiq telah melakukan penelitian
dengan komposisi x=0-0,8 pada suhu 780 C, dihasilkan nilai densitas yang semakin tinggi
dengan bertambahnya nilai x dan nilai porositas yang semakin menurun dengan bertambahnya nilai x, hal ini disebabkan karena Zr-Cu memiliki nilai densitas dan ukuran partikel yang lebih
besar.M. Iqbal, et al, 2007 Gambar 4.5. Hubungan antara densitas sebelum dan setelah disinter
terhadap komposisi, Cu dalam mol.
Universitas Sumatera Utara
Pengujian porositas magnet magnet Ba.Fe
12-x
.Cu
x
.O
19
, ditunjukkan seperti pada Tabel 4.3. Nilai X merupakan komposisi Cu yang divariasikan mulai X = 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, 0.6,
1, 2, 3 dan 4 dalam mol.
Tabel 4.3. Nilai densitas dari magnet BaFe
12-x
Cu
x
O
19
sesudah disinter. Komposisi, Cu = X
mol Porositas
0,1 10,76
0,2 10,63
0,3 8,62
0,4 7,91
0,5 7,63
0,6 5,45
1 8,01
2 3,17
3 5,33
4 1,66
Dari hasil perhitungan densitas material magnet Ba.Fe
12-x
.Cu
x
.O
19
dapat dibuat dalam bentuk grafik sebagai fungsi fungsi komposisi, Cu = X mol, seperti ditunjukkan pada
Gambar 4.5.
Gambar 4.6. Hubungan antara porositas terhadap komposisi Cu, x= 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 1; 2; 3 dan 4 dalam mol.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa penambahan komposisi Cu mol berbanding terbalik terhadap nilai porositas, artinya dengan penambahan komposisi Cu maka
nilai porositasnya cenderung menurun. Adanya penurunan porositas ini menunjukkan terjadinya proses pemadatan rongga-rongga yang ada pada masing-masing sampel. Nilai optimum yang
diperoleh yaitu 1,66 pada komposisi x=4. Densitas dan porositas memiliki hubungan berbanding terbalik Wina I. Lavina, 2012.
Semakin besar nilai densitas maka nilai porositas akan semakin menurun.
4.4. Karakterisasi Magnetik