KEWENANGAN DINAS KEHUTANAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN DALAM PEMUNGUTAN PAJAK SARANG BURUNG WALET UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

(1)

ABSTRAK

KEWENANGAN DINAS KEHUTANAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN DALAM PEMUNGUTAN PAJAK SARANG BURUNG WALET UNTUK

MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Oleh

Haqki Prakasa Kalbi

Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan merupakan dinas yang bertugas di bidang kehutanan dan juga mengurus di luar lingkungan kehutanan salah satu diantaranya adalah pemungutan Pajak, karena Daerah Kabupaten Lampung Selatan memiliki banyak potensi pajak, salah satunya adalah Pajak Sarang Burung Walet yang diatur didalam Peraturan Daerah No 11 Tahun 2011 tentang Pajak Sarang Burung Walet akan tetapi ada banyak Wajib Pajak yang tidak membayar pajak tepat waktu dan mereka yang memiliki usaha Sarang Burung Walet tidak jujur dengan hasil usaha pengambilan Sarang Burung Walet. Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana kewenagan Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan dalam pemungutan Pajak Sarang Burung Walet Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, dan bagaimana kontribusi pemungutan Pajak Sarang Burung Walet dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Lampung Selatan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif empiris yang bersumber dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data berdasarkan studi kepustakaan dan studi lapangan. Setelah data dikumpulkan, penulis melakukan pengolahaan data dan dianalisis secara deskriptif kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan tidak efektif melaksanakan kewenangannya dalam Pemungutanan Pajak Sarang Burung Walet untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Lampung Selatan karena gedung-gedung yang ada saat ini banyak yang masih kosong dan pengusaha Sarang Burung Walet banyak yang bukan berdomisili di Kabupaten Lampung Selatan. hal ini yang membuat Pajak Sarang Burung Walet tidak memenuhi target yang sudah di tentukan Pemerintah Daerah dan mengakibatkan tidak terealisasinya Pendapatan Asli Daerah di sektor Pajak Sarang Burung Walet. Pajak Sarang Burung Walet di Kabupaten Lampung Selatan belum berkontribusi untuk Pendapatan Asli Daerah Karena tidak memenuhi target, kendala yang di hadapi adalah Wajib Pajak selalu menutupi hasil usaha pengambilan Sarang Burung Walet, itu menyebabkan Pemerintah Daerah tidak mendapatkan data potensi yang sebenarnya dari usaha tersebut. Sebagian Wajib Pajak yang memiliki usaha atau pengusaha Sarang Burung Walet mereka adalah bukan penduduk asli Kabupaten Lampung Selatan tetapi mereka dari luar Daerah. Hal itu yang membuat Wajib Pajak tidak melakukan kewajiban mereka dalam melakukan penyetoran atas Pajak Terutang Sarang Burung Walet, hal ini yang menyebabkan tidak tercapainya target pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan.


(2)

ABSTRACT

THE AUTHORITY FORESTRY DEPARTMENT OF SOUTH LAMPUNG DISTRICT IN COLLECTY THE SWALLOW NEST TAX TO FOR INCREASE

LOCAL INCOME By

Haqki Prakasa Kalbi

Forestry department of south lampung is an official served in forestry sector and also it has to manage the outside forestry department. One of them is to collect tax because south lampung regency has many taxs potential. One of them is swallow nest tax which is regulate in the area of regulations no.11 2011 about swallow nest tax. But however there are many tax payers not pay the tax on time and they have nest swallow dishonest with result of operations. Based on the research above, the writer concluded formulation of problem is how the authority forestry department of south Lampung in collect the swallow nest tax to increase the local income. How about the collect contribute of swallow nest tax to increase the local income.

The method which is use in this research is empiris normative that is source from primary data and secondary data. To collecting data based on the study of library and field study. After data was collected, the writer made data process and analysis with Quantitative Deskriptif.

The result it showed that forestry department of south Lampung in effective implement the authority to collect swallow nest tax to increase the local income in South Lampung. Because a lot of buildings still empty and the owner is not domicile in south Lampung. It is make the tax nest swallow is not fullfill with determined target by the goverment and it caused is not realization with local income by swallow nest tax sector. The swallow nest tax in south Lampung is not contribute to local

income because it doesn’t fullfill the target, the faced problem is the owner always

close the result operations nest swallow. It caused the government is not get the data potential actually from it. Most of the tax payers who have effort or the owner is not native of South Lampung but they come from out side the region. It is make they

don’t do obligation them in collecting for tax nest swallow. It caused is not reach the government of South Lampung.


(3)

KEWENANGAN DINAS KEHUTANAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN DALAM PEMUNGUTAN PAJAK SARANG BURUNG WALET UNTUK

MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

Oleh

HAQKI PRAKASA KALBI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kampung way tuba, kecamatan Gunung Labuhan Kabupaten waykanan pada tanggal 04 januari 1992. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Jumahir Basir dan Ibu Saodah.

Pendidikan pertama penulis di Sekolah Dasar Negeri 1 way tuba Kecamatan Gunung labuhan Kabupaten Way Kanan lalu pindah ke Sekolah pada kelas 5 ke Sekolah Dasar Negeri 6 Pahlawan Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Pertama di SMP AL-AZHAR 3 Way Halim Bandar Lampung di selesaikan pada tahun 2008. Kemudian dilanjutkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 5 Bandar Lampung hingga tahun 2011.

Pada Tahun 2011 penulis melanjutkan studi ke perguruan tinggi dan diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pada tahun 2014, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Gunung Timbul Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul KEWENANGAN DINAS KEHUTANAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN DALAM PEMUNGUTAN PAJAK SARANG BURUNG WALET UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ”.

Penulisan juga menyadari bahwa tanpa bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak penulis tidak akan samapi pada tahap ini. Maka, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak berterimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Yuswanto, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I atas semua bimbingan, saran dan masukan dalam penulisan sekripsi ini.

2. Ibu Marlia Eka Putri A.T., S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang dengan sabar dan teliti meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

3. Ibu Nurmayani, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas I yang telah memberikan saran, kritik dan masukan yang membangun bagi penulis.

4. Ibu Eka Deviani, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas II yang telah memberikan saran, kritik dan masukan demi sempurnanya skripsi ini.

5. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(8)

6. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H., selaku Ketua Jurusan Hukum Administrasi Negara.

7. Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H., selaku Sekretaris Jurusan Hukum Administrasi Negara.

8. Bapak Defri Liber Sonata, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis.

9. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

10.Bapak Ir Priyanto Putro, selaku Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan, Ir Murad Tahun Jaya Muraselaku Sekretaris Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan, Ibu Ristika SP selaku Kasubag Umum Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan, Ibu Margaretta S.E, M.M selaku Kasubag Keuangan Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan, Sungkono, S.Hut. Selaku Kasubag Perencanaan Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan dan seluruh staff kantor Dinas Kehutanan yang telah membantu dan meluangkan waktunya untuk memberikan informasi sehingga membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Bapak Jumahir Basir dan Ibu Saodah selaku kedua orangtua yang terbaik di dunia ini yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil, kepercayaan, kesabaran, pengorbanan, kasih sayang dan doa bagi kesuksesan haqki selama ini.

12.Tina Nur Annisa dan Putri Maharani selaku adik kandungku yang selalu memberi semangat dan memotivasi ku.

13.Herlinda Ratna Octaviani selaku teman spesial yang selalu memberikan motivasi serta doa tiada hentinya bagi kesuksesan haqki.


(9)

14.Bapak Drs. Juanda Basir, M.M. dan Ibu Rosmala Dewi S.Pd. selaku Paman dan Bibi yang telah merawatku dan memotivasiku hingga saat ini bagi kesuksesan ku.

15.Gemma Reka Yasa selaku kakak sepupu dan Muhammad Jaendra Rabbani dan Viera Rininda Mauli Dinar selaku adik sepupu yang telah memberikan semangat bagi kesuksesan Atin.

16.Riki Firman, Syahrun Najah Ahmad, Syendi Surya Admaja, Gitorolis, Muhammad Fadel Noerman, Riski Prasetya Nugraha, Fanysa Fitri Faisal, Egi Yuzario, Ivan Savero,Syech Julian Hartawan, dan seluruh teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu terimakasih atas segala bentuk persahabatan selama ini, dukungan, bantuan, doa dan semangat dari kalian semua, semoga persahabatan kita tetap terjaga.

17.Keluarga KKN Desa Gunung Timbul bang Pranca Muhammad Riyadi, Riki Firman, Putra Baladika, Dwiky Caprinara, Pandiya Panditatwa, Peni Yulianti, Qurrotun Ayuniyah, serta Putu Diana Putri terimakasih atas 40 hari penuh kesan, kekeluargaan dan kebersamaannya.

18.Semua pihak yang tidak dapat di sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan dukungannya. Semoga kebaikan kalian di balas Allah SWT. 19.Almamater Tercinta.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan karna keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, oleh karna itu kritik dan saran sangat di harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan wacana bagi semua pihak yang membutuhkan.


(10)

Bandarlampung, Desember 2015 Penulis

Haqki Prakasa Kalbi


(11)

DAFTAR ISI Halaman COVER LUAR ABSTRACK ABSTRAK COVER DALAM RIWAYAT HIDUP MOTTO PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...5

1.3 Tujuan Penelitian ...5

1.4 Kegunaan penelitian ...6

1.4.1 Kegunaan Teoritis ...6

1.4.2 Kegunaan Praktis ...6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kewenanagan ...7

2.1.1 Pengertian ...7

2.1.2 Sumber Kewenangan ...11

2.2 Pendapatan Asli Daerah ...11

2.3 Pajak Daerah ...15

2.3.1 Pengertian ...15

2.3.2 Jenis-Jenis Pajak Daerah ...17

2.3.3 Asas-Asas Pemungutan Pajak ...19

2.4 Pemungutan Pajak Daerah ...21

2.4.1 Prinsip ...21

2.4.2 Sistem ...22

2.5 Pajak Sarang Burung Walet ...22

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ...25

3.2 Sumber Data ...26

3.2.1 Data Primer ...26


(12)

3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data...28

3.3.1 Pengumpul Data ...28

3.3.2 Pengolahan Data...29

3.4 Analisis Data ...29

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...30

4.1.1 Potensi Sarang Burung Walet Di Kabupaten Lampung Selatan ...30

4.1.2 Visi dan Misi Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan ...30

4.1.3 Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan ...31

4.2 Kewenangan Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan dalam Pemungutan Pajak Sarang Burung Walet untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ...34

4.2.1 Pendataan, Pengenaan dan penetapan pajak ...39

4.2.2 Syarat, Pemungutan, Pembayaran dan Penagihan Pajak ...45

4.3 Kontribusi pemungutan pajak Sarang Burung Walet dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Lampung Selatan...51

4.3.1 Kontribusi ...51

BAB V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan ...57

5.2 Saran ...58

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I . Data Wajib Pajak Sarang Burung Walet tahun 2014 di wilayah

Kabupaten Lampung Selatan ...52 Tabel II. Realisasi Penerimaan Pajak Sarang Burung Walet dari


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Mekanisme Pemungutan Pajak Sarang Burung Walet ...37 Gambar 1.2. Flowchart Proseedur pengenaan Pajak Sarang Burung Walet ...42


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab Kepada Daerah secara profesional. Hal ini diwujudkan dalam peraturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Di samping itu penyelenggaraan Otonomi Daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Untuk itu setiap pemerintah daerah beserta masyarakatnya berhak untuk mengelola potensi daerahnya masing-masing guna terlaksananya pemerintahan yang baik, serta adanya perubahan yang lebih maju dari sebelumnya, dan bagi pemerintahan itu sendiri guna meningkatkan pelayanan di daerahnya.


(16)

2

Di dalam UU No 23 Tahun 2014 dan UU No 33 Tahun 2004, Otonomi Daerah diletakkan secara utuh pada Daerah Kabupaten / Kota. Dalam kedudukannya sebagai Daerah Otonom mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Dengan diberlakukannya Otonomi Daerah diharapkan adanya perubahan secara bertahap bagi daerah, yaitu menuju pada kemandirian daerah. Penyerahan atau pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota telah memberikan keleluasaan bagi Pemerintah Daerah untuk mengelola potensi daerah dan melaksanakan pembangunan daerahnya.

Untuk pelaksanaan pembangunan daerah diperlukan sumber pembiayaan, baik dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan maupun pinjaman daerah. Untuk menjamin sumber pembiayaan tersebut, pemerintah daerah harus mampu memainkan peranannya agar dapat mengoptimalkan penerimaan-penerimaan tersebut khususnya dari penerimaan PAD yang berasal dari pajak dan retribusi daerah, karena pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara di Indonesia. Pajak dipilih sebagai salah satu sumber penerimaan negara karena adanya potensi atas penerimaan masyarakat yang terus mengalami peningkatan, sehingga penerimaan negara dari segi pajak juga akan mengalami peningkatan. Pada masa orde baru, pemisahan kekuasaan negara Indonesia dilakukan secara sentralisasi dimana kekuasaan penuh berada di tangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah hanya bertugas untuk menjalankan kebijakan serta peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Namun setelah berakhirnya masa orde baru, Indonesia menerapkan sistem desentralisasi dan hal ini memberikan


(17)

3

keuntungan bagi Pemerintah Daerah karena diberikan kesempatan untuk mengelola penerimaan pajaknya sendiri serta mengalokasikan penerimaan yang diperolehnya dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan di daerahnya guna meningkatkan dan meratakan kesejahteraan masyarakat. Dan melalui adanya pemisahan kekuasaan desentralisasi, masing-masing Pemerintah Daerah diharapkan mampu melaksanakan otonomi daerahnya yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, disamping penerimaan yang berasal dari Pemerintah Pusat berupa subsidi/bantuan dan bagi hasil pajak dan bukan pajak.

Menurut Pasal 1 angka ke-10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Jenis Pajak Daerah dibagi menjadi dua yaitu Pajak Provinsi serta Pajak Kabupaten/Kota. Sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) huruf i UU No 28 Tahun 2008 bahwa Sarang Burung Walet merupakan jenis pajak kabupaten atau kota.

Di Kabupaten Lampung Selatan terdapat banyak sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yang dimana salah satunya berasal dari pajak Sarang Burung Walet. Usaha penangkaran walet mulai ada di Desa Pematang Pasir Kecamatan Ketapang


(18)

4

yaitu pada tahun 2004, awalnya salah satu warga di Desa Pematang Pasir membuat rumah yang cukup tinggi dan tiba-tiba banyak walet yang hinggap di rumah tersebut, setelah itu beberapa warga yang memiliki keinginan dan modal juga membuat gedung yang tinggi supaya burung walet hinggap di atasnya, Hingga saat ini jumlah gedung walet yang terdapat di Desa Pematang Pasir sudah cukup banyak.1 Selain di Desa Pematang pasir gedung atau tempat penangkaran sarang burung walet di Kabupaten Lampung Selatan semakin banyak diantaranya di Kecamatan Natar, Tanjung bintang, Kalianda, Palas dan Gunung Rajabasa.

Di Lampung Selatan ada 500 unit gedung walet,tetapi yang produksi hanya 58 unit dan pemiliknya tidak berdomisili di Lampung Selatan sehingga target pendapatan sulit tercapai, Bupati Lampung Selatan Rycko Menoza menjelaskan dari 500 unit yang ada di kabupaten ini yang produksi hanya 58 unit, selain itu tidak tercapainya target PAD yang di tetapkan karna pemilik gedung sarang burung walet tidak berdomisili di kabupaten setempat.2 Di Lampung Selatan, Pemungutan Pajak Sarang Burung Walet didasarkan pada Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Sarang Burung Walet.

Kewenangan pemungutan Pajak Sarang Burung Walet diberikan kepada Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Rtribusi Daerah, Dinas Kehutanan dapat memungut Pajak Daerah Sarang Burung Walet, dinas kehutanan dituntut untuk dapat memasukan dan meningkatkan pendapatan daerah semaksimal mungkin sesuai peraturan

1

Muhammad, gedung walet, 2010, sumber http://digilib.unila.ac.id.

2


(19)

5

Daerah Kabupaten Lampung Selatan. Tetapi dalam kenyataan nya Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan belum berhasil mengelola dan mengkordinir pemungutan Pajak Sarang Burung Walet tersebut. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti merasa perlu untuk mengadakan penelitian tentang Kewenangan Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan dalam Pemungutan Pajak Sarang Burung Walet untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Lampung Selatan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas penelitian merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana kewenangan Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan dalam

pemungutan Pajak Sarang Burung Walet untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah?

2. Bagaimana kontribusi pemungutan Pajak Sarang Burung Walet dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Lampung Selatan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah merupakan suatu penelitian ilmiah, dimana berbagai data dan informasi yang dikumpulkan dan diolah serta di analisis yang bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan juga dalam rangka membantu memecahkan suatu masalah yang sedang di hadapi. Sesuai dengan permasalahan di atas, maka penulis menentukan tujuan penelitian yang akan di teliti.

1. Untuk mengetahui kewenangan Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan dalam pemungutan pajak sarang burung walet sebagai PAD.


(20)

6

2. Untuk mengetahui kontribusi pemungutan pajak sarang burung walet dalam peningkatan PAD Kabupaten Lampung Selatan.

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum khususnya Hukum Administrasi Negara yakni Hukum Pajak Daerah, yakni Pemungutan Pajak Sarang Burung Walet.

1.4.2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pemerintah daerah Kabupaten Lampung Selatan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, bagi wajib pajak Sarang Burung Walet agar taat membayar Pajak dan bagi masyarakat pada umumnya sebagai pengetahuan, peneliti, dan sebagai bacaan bagi peminat masalah perpajakan daerah sehingga dapat di jadikan salah satu referensi, dan dapat menjelaskan pengaturan hukum pajak sarang burung walet dan pelaksanaan pemungutannya di lapangan dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Lampung Selatan, serta mengetahui kendala dalam penerapan Pajak sarang burung walet dan upaya untuk mengatasinya.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kewenangan

2.1.1. Pengertian

Menurut kamus besar bahasa indonesia, kata wewenang disamakan dengan kata kewenangan, yang diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang/badan lain.3

Menurut H.D Stout wewenang adalah pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai seluruh aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang-wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik didalam hubungan hukum publik.4

Menurut Bagir Manan wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan. Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat dan tidak berbuat. Wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban.5

3

Kamal Hidjaz, Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Pustaka Refleksi, Makasar, 2010, hlm. 35.

4

Ridwan HR, Hukum Administrasi Daerah, Rajawali pres, Depok, 2010, hlm. 98. 5

Nurmayani , Hukum Administrasi Daerah, Universitas Lampung Bandarlampung, 2009 , hlm. 26.


(22)

8

Menurut Goorden wewenang adalah keseluruhan hak dan kewajiban yang secara eksplisit diberikan oleh pembuat Undang-undang kepada subjek hukum publik.6 Kewenangan memiliki kedudukan yang penting dala kajian hukum tata negara dan hukum administrasi negara. Begitu pentingnya kedudukan kewenangan ini, sehingga F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek menyebut sebagai konsep inti dalam hukum tata negaa dan hukum administrasi negara.7

Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa kewenangan diperoleh melalui 3 sumber yaitu, Atribusi, Delegasi, dan Mandat. Suatu atribusi menunjuk kepada kewenangan yang asli atas dasar ketentuan hukum tata negara. Atribusi merupakan wewenang untuk membuat keputusan (besluit) yang langsung bersumber kepada undang-undang dalam arti materiil. Rumusan lain mengatakan bahwa atribusi merupakan pembentukan wewenang tertentu dan pemberiannya kepada organ tertentu. Yang dapat membentuk wewenang adalah organ yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan.8

Pada konsep delegasi menegaskan suatu pelimpahan wewenang kepada badan pemerintahan yang lain. Dalam delegasi, tidak ada penciptaan wewenang dari pejabat yang satu kepada yang lainnya, atau dari badan administrasi yang satu pada yang lainnya. Penyerahan wewenang harus dilakukan dengan bentuk peraturan hukum tertentu. Pihak yang menyerahkan wewenang disebut delegans, sedangkan pihak yang menerima wewenang tersebut disebut delegataris. Setelah delegans menyerahkan wewenang kepada delegataris, maka tanggung jawab

6

Ridwan HR, Loc.cit. 7

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009. hlm. 99. 8

Nur Basuki minarno, Penyalahgunaan Wewenang Dan Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2010, hlm. 70.


(23)

9

intern dan tanggung jawab intern dan tanggung jawab ekstern pelaksanaan wewenang sepenuhnya berada pada delegataris tersebut.

Dalam pemberian/pelimpahan wewenang ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu:

1. Delegasi harus definitif, artinya delegans tidak lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu.

2. Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan itu dalam peraturan perundang-undangan.

3. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hirarkhi kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi.

4. Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan), artinya delegans berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut.

5. Peraturan kebijakan (beleidsregelen), artinya delegans memberikan instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.9

Atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru, sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada (oleh organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada organ lain) kepada organ yang berada dibawahnya.

Menurut pendapat Brouwer J.G. dan Schilder, mengemukakan bahwa ada perbedaan yang mendasar lain antara kewenangan atribusi dan delegasi, yaitu:

9


(24)

10

“Pada atribusi, kewenangan yang siap ditransfer, tidak demikian dengan delegasi.

Dalam kaitan dengan asas legalitas kewenangan tidak didelegasikan secara besar-besaran, akan tetapi hanya mungkin di bawah kondisi bahwa peraturan hukum menentukan mengenai kemungkinan delegasi. Adapun perolehan wewenang secara mandat merupakan suatu pelimpahan wewenang dari atasan kepada bawahan, dengan maksud untuk membuat keputusan atas nama pejabat tata usaha negara yang memberi mandat.10 Jadi dalam hal pemberian mandat, pejabat yang diberi mandat (mandataris) bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat (mandans). Di dalam pemberian mandat, pejabat yang memberi mandat (mandans) menunjuk pejabat lain (mandataris) untuk bertindak atas nama mandans (Pemberi mandat).

Kewenangan menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, ketentuan umum Pasal 1 poin ke-6 yang selanjutnya disebut Kewenangan adalah kekuasaan badan dan/atau pejabat pemerintah atau penyelenggara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik. Kewenangan dapat di peroleh melalui Atribusi, Delegasi, dan Mandat. Yang artinya antara lain: Atribusi adalah pemberian Kewenangan kepada Badan atau Pejabat Pemerintah oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau Undang-Undang. Delegasi adalah pelimpahan Kewenangan dari Badan atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi. Mandat adalah pelimpahan Kewenangan dari Badan atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada

10


(25)

11

Badan atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat.

2.1.2. Sumber Kewenangan

Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa kewenangan diperoleh melaluli tiga sumber, yaitu atribusi, delegasi dan mandat. Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan negara oleh undang-undang dasar, kewenangan delegasi dan mandat adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan. Bedanya kewenangan delegasi dan kewenangan mandat yaitu pada kewenangan delegasi terdapat adanya pemindahan/pegalihan kewenangan yang ada, atau dengan kata lain pemindahan kewenangan atribusi kepada pejabat dibawahnya dengan dibarengi pemindahan tanggung jawab. Sedangkan pada kewenangan mandat yaitu dalam hal ini tidak ada sama sekali pengakuan kewenangan atau pengalihtanganan kewenangan, yang ada hanya janji-janji kerja intern antara penguasa dan pegawai (tidak adanya pemindahan tanggung jawab atau tanggung jawab tetap ada yang memberi mandat).11

2.2. Pendapatan Asli Daerah

Menurut keterangan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang di akui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam priode anggaran tertentu pendapatan daerah berasal dari penerimaan dari dana perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal dari daerah itu sendiri yaitu Pendapatan Asli Daerah serta lain-lain pendapatan yang sah. Menurut keterangan Pasal 2 Undang-Undang

11


(26)

12

Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat Daerah, Perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah adalah sistem pembagian keuangan yang adil, propesional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besarnya penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Pendapatan Asli Daerah adalah segala sumber keuangan yang di dapat atau digali oleh daerah itu sendiri sesuai dengan peraturan perundang undangan yang Pengertian Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 yaitu Sumber Keuangan Daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil restribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

Menurut Nurcholis Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah dari penerimaan pajak daerah, restribusi daerah, dan lain-lain yang sah.dari beberapa pendapat di atas maka penulis dapat mengartikan bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah semua penerimaan keuangan yang di dapatkan dari potensi-potensi yang ada di daerah tersebut, misalnya pajak daerah, restribusi daerah, dan lain-lain, serta penerimaan keuangan yang di atur oleh peraturan daerah.

Pemerintah Daerah memperoleh penerimaan yang berasal dari pajak daerah yang dipungut atau dikenakan atas daerahnya. Jenis pajak daerah dibagi menjadi dua yaitu Pajak Provinsi serta Pajak Kabupaten/Kota. Pajak adalah iuran rakyat


(27)

13

kepada kas negara berdasarkan undang-undang,sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung.12

Untuk lebih jelas mengenai Pendapatan Asli Daerah dapat diuraikan satu persatu sebagai berikut:

1. Pajak Daerah

Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.13 Sedangkan menurut Soetrisno, pajak daerah adalah pungutan daerah berdasarkan peraturan yang diteapkan daerah guna pembiayaan pengeluaran-pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik, sedangkan lapangan pajak daerah belum digunakan dan diusahakan oleh negara.

2. Retribusi daerah

Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orng pribadi atau badan.14 Retribusi Daerah menurut Soetrisno adalah pungutan yang dilakukan pemerintah karena seorang atau badan hukum mengunakan jasa dan barang pemerintah yang langsung dapat ditunjuk. Dibandingkan pajak daerah, retribusi daerah mempunyai kelebihan-kelebihan ini merupakan ciri yang membedakan pajak daerah dan retribusi daerah.

12

Adrian Sutedi, Hukum Pajak, sinar grafika, jakarta, 2011, hlm. 2. 13

Roristu Pandiangan, Hukum Pajak, graha ilmu, yogyakarta, 2015, hlm. 197. 14


(28)

14

Perbedaan-perbedaan antara keduannya adalah

a. Lapangan pajak daearah adalah lapangan yang belum diusahakan oleh pemerintah atasnnya, jadi lapangan pajak yang sama tidak boleh diusahkan/dipungut oleh dua atau lebih instansi. Kekembaran dalam lapangan pajak tidak diperbolehkan sedangkan dalam retribusi dibolehkan. b. Pajak daerah dipungut tanpa mempersoalkan ada atau tidaknya pemberian jasa oleh daerah dan sedikit banyak didasarkan atas paksaan dengan melalui peraturan perudang undangan. Sedangkan pemungutan retribuso daerah didasarkan atas pemberian jasa kepada pemakai jasa.

c. Pajak dibayar oleh orang-orang tertentu yaitu: wajib pajak, tetapi retribusi daerah dibayar oleh siapa saja yang telah menenyam jasa dari pemerintah daerah.

d. Pada umumnnya pajak dikneakan setahun sekali, pembayaran pajak dapat dilakukan sekalihus atau cicilan. Pemungutan retribusi dapat dilakukan berulang kali pula menikmati jasa yang disediakan.

3. Lain-lain Usaha Daerah yang sah

Lain-lain usaha daerah yang sah adalah hasil daerah yang diperoleh dari hasil yang diperoleh dari hasil usaha perangkat pemerintah daerah yang bukan merupakan hasil kegiatan dan pelaksanaan tugas dan wewenang perangkat pemerintah daerah yang bersangkutan.

Hal-hal yang menyangkut usaha daerah yang sah adalah

1. Usaha daerah (bukan usaha perusahaan daerah), dapat dilakukan oleh suatu aparat pemerintah daerah (dinas) yang dala kegiatannya


(29)

15

menghasilkan sesuatu barang dan jasa yang dapat digunakan leh masyarakat dengan suatu gantu rugi, seperti bibit tanaman, bibit ternak, dan bibit ikan.

2. Usaha daerah yang sah sebagai sumber dari pendapatan asli daerah harus disetor kekas daerah dan diatur dengan peraturan daerah.

2.3. Pajak Daerah

2.3.1. Pengertian

Menurut Prof.Dr.P.J.A. Adriani Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat di paksakan,yang terutang oleh wajib pajak pembayaran nya menurut peraturan dengan tidak mendapat imbalan kembali, yang langsung dapat di tunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas pemerintah.15

Menurut prof.Dr.MJH. Smeeths, pajak adalah prestasi pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukan dalam hal individual, maksudnya adalah membiayai pengeluaran pemerintah.16 Menurut Rachmat Sumitro, Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan ), yang langsung dapat di tunjuk dan di gunakan untuk membiayai pembangunan.17

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

15

Bohari .H, pengantar hukum pajak, rajawali pers, jakarta, 2012, hlm.23. 16

Ibid. hlm. 23. 17


(30)

16

berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung. Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang di sebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau orang yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Dari definisi pajak tersebut di atas jelas bahwa pajak merupakan kewajiban kenegaraan dan pengabdian peran aktif warga negara dalam upaya pembiayaan pembangunan nasional kewajiban perpajakan setiap warga negara diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan-peraturan pemerintah. Perpajakan memberikan kepercayaan kepada setiap wajib pajak untuk melakukan kegiatan perpajakannya sendiri mulai dari menghitung, membayar, dan melaporkan kewajiban perpajakannya ke kantor pelayanan pajak. Pajak yang dibayar oleh wajib pajak dimaksudkan untuk membantu pemerintah dalam membiayai keperluan penyelenggaraan kenegaraan yakni pembangunan nasional, dimana pelaksanaan pembangunan nasional diatur dalam Undang-Undang dan peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara.

Kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan system perpajakan yang dianut oleh pemerintah yakni sistem self-assessment yang berarti wajib pajak melakukan sendiri kewajiban perpajakannya. Dengan adanya sistem self-assessment tersebut, pemerintah mengharapkan kejujuran dan kesadaran dari


(31)

17

setiap wajib pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya sesuai dengan Undang-Undang perpajakan yang berlaku.

2.3.2. Jenis-Jenis Pajak Daerah

Pada umumnya Pajak dapat dikelompokkan menjadi: Menurut Golongannya :

1. Pajak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya tidak dapat di limpahkan kepada pihak lain,tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak Penghasilan.

2. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pembebanannya dapat di limpahkan kepihak lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.18

Menurut Sifatnya

1. Pajak subjektif, yaitu Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh Pajak Penghasilan. 2. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah.19

Menurut Lembaga Pemungutnya

1. Pajak Pusat adalah Pajak yang pengelolaannya ditangani oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini oleh presiden melalui menteri keuangan dengan pelaksanaannya berada pada Direktorat Jendral Pajak. Contoh: Pajak

18

Sonny Agustinus dan Isnianto kurniawan, Panduan Praktis Perpajakan, Andi, yogyakarta, 2009, hlm. 2.

19


(32)

18

Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

2. Pajak Daerah adalah pajak yang pengelolaannya ditangani oleh pemerintahan daerah, dalam hal ini kepala daerah, Gubernur, Walikota, Bupati. Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel dan Pajak Rrestoran, Pajak Hiburan, dan Pajak Penerangan Jalan.20

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdapat 5 (lima) jenis pajak provinsi dan 11 (sebelas) jenis pajak kabupaten/kota. Antara lain yaitu:

Pajak yang dikelola Pemerintahan Provinsi: 1. Pajak Kendaraan Bermotor.

2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. 4. Pajak Air Permukaan.

5. Pajak Rokok.

Pajak yang dikelola Pemerintahan Kabupaten/Kota: 1. Pajak Hotel.

2. Pajak Restoran. 3.Pajak Hiburan. 4. Pajak Reklame.

5. Pajak Penerangan Jalan.

6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.

20

Joko Muljono, Hukum Pajak Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis,Andi, yogyakarta, 2010, hlm. 9.


(33)

19

7. Pajak Parkir. 8. Pajak Air Tanah.

9. Pajak Sarang Burung Walet.

10. Pajak Bumi dan Bagunan Pedesaan dan Perkotaan. 11. Bea Prolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

2.3.3. Asas-Asas Pemungutan Pajak

Asas-asas pemungutan pajak yang dikemukakan oleh Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations bahwa pungutan pajak didasarkan pada :

1. Equality (asas persamaan) adalah asas ini menekankan bahwa pada warga

negara atau wajib pajak tiap negara seharusnya memberikan sumbangannya kepada negara, sebanding dengan kemampuan mereka masing-masing, yaitu sehubungan dengan keuntunganyang mereka terima dibawah perlindungan negara.

2. Certainty (asas kepastian) adalah asas ini menekankan bahwa bagi wajib

pajak, harus jelas dan pasti tentang waktu, jumlah, dan cara pembayaran pajak.

3. Conveniency of payment (asas menyenangkan) adalah pajak seharusnya

dipungut pada waktu dengan cara yang paling menyenangkan bagi para wajib pajak, misalnya: pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap para petani, sebaiknya dipungut pada saat mereka memperoleh uang yaitu pada saat panen.

4. Low cost of Collection (asas efisiensi) adalah asas ini menekankan bahwa

biaya pemungutan pajak tidah boleh lebih dari hasil pajak yang akan diterima.21

21


(34)

20

Asas-asas pemungutan pajak yang dikemukakan oleh W.J. Langen, adalah sebagai berikut :

1. Asas Daya Pikul adalah besar kecil pajak yang di pungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak, semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.

2. Asas Manfaat adalah pajak yang di pungut oleh negara harus di gunakan untuk kegiatan – kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.

3. Asas Kesejahteraan adalah pajak yang di pungut oleh negara di gunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

4. Asas Kesamaan adalah dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama.

5. Asas beban yang sekecil-kecilnya adalah Pemungutan pajak di usahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai objek pajak. Sehingga tidak memberatkan para wajib pajak. 22

Asas-asas pemungutan pajak yang dikemukakan oleh Adolf Wagner adalah sebagai berikut :

1. Asas Politik Finansial adalah pajak yang di pungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.

2. Asas ekonomi adalah penentuan obyek pajak harus tepat.

3. Asas keadilan adalah pungutan pajak berlaku secara umum tanpa deskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.

4. Asas administrasi adalah menyangkut masalah kepastian perpajakan

22


(35)

21

( kapan, dimanan harus membayar pajak) keluwesan penagihan ( bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.

5. Asas yuridis adalah segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.23

2.4. Pemungutan Pajak Daerah

2.4.1. Prinsip

Menurut Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah menyatakan ada beberapa perinsip Pemungutan Pajak Daerah yaitu :

1. Pemberian kewenanagan memungut Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak terlalu membebani rakyat dan relatif netral terhadap fiskal nasional.

2. Jenis Pajak dan Retribusi yang dapat di pungut oleh daerah hanya yang di tetapkan oleh Undang-Undang.

3. Pemberian kewenangan kepada Daerah untuk menetapkan tarif pajak Daerah dalam batas tarif minimum dan maksimum yang di tetapkan dalam Undang-Undang.

4. Pemerintah Daerah dapat tidak memungut jenis Pajak dan Retribusi yang tercantum dalam Undang-Undang sesuai kebijakan Pemerintah Daerah.

5. Pengawasan pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dilakukan secara preventif dan korektif. Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur pajak dan retribusi harus mendapat persetujuan pemerintah sebelum di tetapkan menjadi Peraturan Daerah (perda).

23


(36)

22

2.4.2. Sistem

1. Self Assesment System melalui sistem menghitung, memperhitungkan, dan

membayar sendiri pajak yang terutang, sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan diharapkan dapat di laksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana, dan mudah di pahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak.

2. Official Assesment System melalui sistem ini besarnya pajak di tentukan oleh

fiskus dengan mengeluarkan surat ketetapan pajak (SKP Rampung).

3. Withholding Tax System Dengan sistem ini pemungutan dan pemotonganpajak

dilaksanakan melalui pihak ketiga.24

2.5. Pajak Sarang Burung Walet

Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collacalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia

esculanta, collocalia linchi. Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling

tinggi sebesar 10% Pasal 75 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.

Pajak Sarang Burung Walet di pungut atas setiap kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.

Tidak termasuk objek pajak sebagaimana dimaksud adalah:

24


(37)

23

1. Pengambilan sarang burung walet yang telah dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

2. Kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet lainnya yang bertujuan untuk penelitian/pengembangan budidaya burung walet dan bukanuntuk tujuan komersil.

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 11 Tahun 2011 Pasal 5 menyatakan Tarif Pajak Sarang Burung Walet adalah 5% (lima persen). Subjek Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet dan Wajib Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet, dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah nilai jual sarang burung wallet. Nilai jual sarang burung walet sebagaimana dimaksud dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum sarang burung walet yang berlaku di Daerah Kabupaten Lampung Selatan dengan volume sarang burung walet.

Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 11 Tahun 2011 Pasal 8 menyatakan masa pajak sarang burung walet yang terutang dihitung berdasarkan jangka waktu 1 (satu) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang. Tahun Pajak sarang burung walet adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kalender, kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender, yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk melaporkan pajak tahun terutang. Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pengambilan/panen sarang burung walet.


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.25

Penelitian hukum normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan baku utama, menelaah hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum, konsepsi hukum, pandangan dan doktrin-doktrin hukum, peraturan dan sistem hukum dengan menggunakan data sekunder, diantaranya asas, kaidah, norma dan aturan hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya, dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan erat dengan penelitian.

Penelitian hukum empiris dilakukan dengan meneliti secara langsung ke lapangan untuk melihat secara langsung penerapan perundang-undangan atau aturan hukum

25

Muhammad Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 134.


(39)

26

yang berkaitan dengan penegakan hukum, serta melakukan wawancara dengan beberapa informan yang dianggap dapat memberikan informasi mengenai pelaksanaan penegakan hukum tersebut.

3.2. Sumber Data

3.2.1. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung berupa keterangan-keterangan dan pendapat dari para informan dan kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan melalui wawancara dengan pejabat terkait yaitu Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan yang berwenang dan berkompeten, observasi dan dokumentasi.

3.2.2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum, dan dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Data sekunder yang di gunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer yaitu data yang diambil dari sumber aslinya yang berupa undang-undang yang memiliki otoritas tinggi yang bersifat mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat.26 Dalam penelitian ini bahan hukum primer terdiri dari:

26


(40)

27

1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan.

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

5. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 449 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Sarang Burung Walet.

6. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 1999 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet.

7. Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Sarang Burung Walet.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder yaitu merupakan bahan hukum yang memberikan keterangan terhadap bahan hukum primer dan diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya atau dengan kata lain dikumpulkan oleh pihak lain,27 berupa buku jurnal hukum, dokumen-dokumen resmi, penelitian yang berwujud laporan dan buku-buku hukum.

27


(41)

28

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tarsier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang lebih dikenal nama acuan bidang hukum,seperti:

1) Kamus Besar Bahasa Indonesia 2) Literatur-literatur dan hasil penelitian

3) Media massa, pendapat sarjana dan ahli hukum, surat kabar, website, buku, dan hasil karya ilmiah para sarjana.

3.3. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.3.1. Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini ditempuh prosedur sebagai berikut:

a. Studi Pustaka

Metode ini dilakukan dengan cara melakukan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah, mencatat, dan membuat ulasan bahan-bahan pustaka yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan diteliti.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dengan menggunakan teknik wawancara langsung dengan informan yang telah direncanakan sebelumnya. Wawancara dilaksanakan secara langsung dan terbuka dengan mengadakan tanya jawab untuk mendapatkan keterangan atau jawaban yang bebas sehingga data yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.


(42)

29

3.3.2. Pengolahan Data

Data yang terkumpul kemudian diproses melalui pengolahan dan pengkajian data. Data tersebut diolah melalui proses :

1. Editing, yaitu memeriksa data yang didapatkan untuk mengetahui apakah data yang didapat itu relevan dan sesuai dengan bahasan. Apabila terdapat data yang salah maka akan dilakukan perbaikan.

2. Klasifikasi Data, yaitu data yang telah selesai diseleksi kemudian diklasifikasi sesuai dengan jenisnya dan berhubungan dengan masalah penelitian.

3. Sistemasi Data, yaitu menempatkan data pada masing-masing bidang pembahasan yang dilakukan secara sistematis.

3.4. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan mendeskripsikan serta menggambarkan data dan fakta yang dihasilkan dari suatu penelitian di lapangan dengan suatu interpretasi, evaluasi, dan pengetahuan umum. Data kemudian dianalisis dengan metode induktif, yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan yang bersifat khusus untuk mengajukan saran-saran.


(43)

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah di uraikan sebelumnya, maka dapat dibuat suatu kesimpulan sebagai berikut :

Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan tidak efektif melaksanakan kewenangannya dalam pemungutan Pajak Sarang Burung Walet untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Lampung Selatan karena gedung-gedung Sarang Burung Walet yang ada saat ini banyak yang masih kosong dan penggusaha Sarang Burung Walet banyak yang bukan berdomisili di Kabupaten Lampung Selatan yang membuat pajak sarang burung walet tidak memenuhi target yang sudah di tentukan Pemerintah Daerah dan mengakibatkan tidak terealisasinya Pendapatan Asli Daerah di sektor Pajak Sarang Burung Walet.

Pajak Sarang Burung Walet di Kabupaten Lampung Selatan belum berkontribusi untuk Pendapatan Asli Daerah karena tidak memenuhi target, Kendala yang di hadapi adalah Wajib Pajak menutupi hasil usaha pengambilan Sarang Burung Walet, sehingga Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan tidak mendapat data potensi yang sebenarnya dari usaha satu pengambilan Sarang Burung Walet. Serta Wajib Pajak yang memiliki usaha atau pengusaha Sarang Burung Walet sebagian


(44)

58

besar bukan penduduk asli Kabupaten Lampung Selatan melainkan dari pengusaha luar daerah seperti Jakarta, sehingga Wajib Pajak terkait tidak melakukan kewajiban mereka dalam melakukan penyetoran atas pajak terutang Sarang Burung walet. Hal ini yang menyebabkan Target yang di tetapkan Pemerintah setiap tahunnya tidak tercapai dan tidak menambah Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Selatan. Oleh karena itu, kontribusi Pajak Sarang Burung Walet Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Selatan sangat Kecil padahal potensinya Sangat besar.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti mencoba memberikan saran bagi pihak-pihak terkait demi perbaikan di masa yang akan datang sebagai berikut :

Sebaiknya pemerintah kabupaten lampung selatan lebih cermat dalam penetapan pajak seperti pajak sarang burung walet karena apabila tidak memberikan kontribusi sebaiknya pemerintah daerah tidak membuat peraturan tersebut karena membuat peraturan yang tidak ada kontribusi nya bagi pendapatan asli daerah akan sia-sia.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdulkadir Muhammad,Hukum dan Penelitian Hukum,Citra Aditya Bakti,Bandung,2004.

Agustinus Sonny dan Kurniawan Isnianto, Panduan Praktis Perpajakan, Andi, Yogyakarta, 2009.

Bohari H, Pengantar Hukum Pajak, rajawali pers, Jakarta, 2012.

Darwin, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010.

Hidjaz Kamal, Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem

Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Pustaka Refleksi, Makasar, 2010.

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009.

, Hukum Administrasi Daerah, Rajawali Pres, Depok, 2010. Minarno Basuki Nur, Penyalahgunaan Wewenang dan Tindak Pidana Korupsi

Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, Laksbang Mediatama,

Yogyakarta, 2010.

Muljono Joko, Hukum Pajak Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis, Andi, Yogyakarta ,2010.

Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2006, Andi, Yogyakarta, 2006.

Nurmayani, Hukum Administrasi Daerah, Universitas Lampung, Bandarlampung, 2009.


(46)

602

Peter Muhmud Marzuki,Penelitian Hukum,Kencana Prenada Group,Jakarta,2005. Santoso Brothodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Refika Aditama, Bandung,

2008.

Sutedi Adrian, Hukum Pajak, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah. Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara

perpajakan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan No. 11 Tahun 2011 tentang Pajak Sarang Burung Walet.


(1)

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tarsier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang lebih dikenal nama acuan bidang hukum,seperti:

1) Kamus Besar Bahasa Indonesia 2) Literatur-literatur dan hasil penelitian

3) Media massa, pendapat sarjana dan ahli hukum, surat kabar, website, buku, dan hasil karya ilmiah para sarjana.

3.3. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.3.1. Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini ditempuh prosedur sebagai berikut:

a. Studi Pustaka

Metode ini dilakukan dengan cara melakukan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah, mencatat, dan membuat ulasan bahan-bahan pustaka yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan diteliti.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dengan menggunakan teknik wawancara langsung dengan informan yang telah direncanakan sebelumnya. Wawancara dilaksanakan secara langsung dan terbuka dengan mengadakan tanya jawab untuk mendapatkan keterangan atau jawaban yang bebas sehingga data yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.


(2)

29

3.3.2. Pengolahan Data

Data yang terkumpul kemudian diproses melalui pengolahan dan pengkajian data. Data tersebut diolah melalui proses :

1. Editing, yaitu memeriksa data yang didapatkan untuk mengetahui apakah data yang didapat itu relevan dan sesuai dengan bahasan. Apabila terdapat data yang salah maka akan dilakukan perbaikan.

2. Klasifikasi Data, yaitu data yang telah selesai diseleksi kemudian diklasifikasi sesuai dengan jenisnya dan berhubungan dengan masalah penelitian.

3. Sistemasi Data, yaitu menempatkan data pada masing-masing bidang pembahasan yang dilakukan secara sistematis.

3.4. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan mendeskripsikan serta menggambarkan data dan fakta yang dihasilkan dari suatu penelitian di lapangan dengan suatu interpretasi, evaluasi, dan pengetahuan umum. Data kemudian dianalisis dengan metode induktif, yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan yang bersifat khusus untuk mengajukan saran-saran.


(3)

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah di uraikan sebelumnya, maka dapat dibuat suatu kesimpulan sebagai berikut :

Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan tidak efektif melaksanakan kewenangannya dalam pemungutan Pajak Sarang Burung Walet untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Lampung Selatan karena gedung-gedung Sarang Burung Walet yang ada saat ini banyak yang masih kosong dan penggusaha Sarang Burung Walet banyak yang bukan berdomisili di Kabupaten Lampung Selatan yang membuat pajak sarang burung walet tidak memenuhi target yang sudah di tentukan Pemerintah Daerah dan mengakibatkan tidak terealisasinya Pendapatan Asli Daerah di sektor Pajak Sarang Burung Walet.

Pajak Sarang Burung Walet di Kabupaten Lampung Selatan belum berkontribusi untuk Pendapatan Asli Daerah karena tidak memenuhi target, Kendala yang di hadapi adalah Wajib Pajak menutupi hasil usaha pengambilan Sarang Burung Walet, sehingga Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan tidak mendapat data potensi yang sebenarnya dari usaha satu pengambilan Sarang Burung Walet. Serta Wajib Pajak yang memiliki usaha atau pengusaha Sarang Burung Walet sebagian


(4)

58

besar bukan penduduk asli Kabupaten Lampung Selatan melainkan dari pengusaha luar daerah seperti Jakarta, sehingga Wajib Pajak terkait tidak melakukan kewajiban mereka dalam melakukan penyetoran atas pajak terutang Sarang Burung walet. Hal ini yang menyebabkan Target yang di tetapkan Pemerintah setiap tahunnya tidak tercapai dan tidak menambah Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Selatan. Oleh karena itu, kontribusi Pajak Sarang Burung Walet Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lampung Selatan sangat Kecil padahal potensinya Sangat besar.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti mencoba memberikan saran bagi pihak-pihak terkait demi perbaikan di masa yang akan datang sebagai berikut :

Sebaiknya pemerintah kabupaten lampung selatan lebih cermat dalam penetapan pajak seperti pajak sarang burung walet karena apabila tidak memberikan kontribusi sebaiknya pemerintah daerah tidak membuat peraturan tersebut karena membuat peraturan yang tidak ada kontribusi nya bagi pendapatan asli daerah akan sia-sia.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdulkadir Muhammad,Hukum dan Penelitian Hukum,Citra Aditya Bakti,Bandung,2004.

Agustinus Sonny dan Kurniawan Isnianto, Panduan Praktis Perpajakan, Andi, Yogyakarta, 2009.

Bohari H, Pengantar Hukum Pajak, rajawali pers, Jakarta, 2012.

Darwin, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010.

Hidjaz Kamal, Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem

Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Pustaka Refleksi, Makasar, 2010.

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009.

, Hukum Administrasi Daerah, Rajawali Pres, Depok, 2010. Minarno Basuki Nur, Penyalahgunaan Wewenang dan Tindak Pidana Korupsi

Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, Laksbang Mediatama,

Yogyakarta, 2010.

Muljono Joko, Hukum Pajak Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis, Andi, Yogyakarta ,2010.

Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2006, Andi, Yogyakarta, 2006.

Nurmayani, Hukum Administrasi Daerah, Universitas Lampung, Bandarlampung, 2009.


(6)

602

Peter Muhmud Marzuki,Penelitian Hukum,Kencana Prenada Group,Jakarta,2005. Santoso Brothodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Refika Aditama, Bandung,

2008.

Sutedi Adrian, Hukum Pajak, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah. Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara

perpajakan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan No. 11 Tahun 2011 tentang Pajak Sarang Burung Walet.