dilihat dari segi kekayaan alam, Indonesia kaya akan tanaman yang menjadi bahan baku pembuatan minyak atsiri.
Dari 70 jenis minyak yang diperdagangkan di pasar dunia pada tahun 1994, 40 jenis di antaranya bisa diproduksi di Indonesia. Maka selain faktor
budidaya tanaman, faktor teknologi proses pembuatan dan pengola han minyak atsiri perlu dikembangkan dengan harapan bisa meningkatkan kuantitas dan
kualitas minyak atsiri domestik. Pada tahun 2003 Agus Sutejo telah membuat alat untuk membuat
minyak dari buah jeruk limo dengan metoda uap langsung pada suhu yang terkontrol dengan memanfaatkan energi listrik sebagai sumber energi. Dengan
merubah bentuk ruang ekstraksi, alat ini bisa digunakan untuk membuat minyak atsiri dengan metode pelarutan oleh pelarut organik, sehingga alat bisa
lebih luas pemanfaatannya dan potensi sumber daya alam yang tersedia bisa lebih dimanfaatkan.
B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Mendesain dan membuat chamber ekstraksi dan destilasi pembuat minyak alpukat dengan teknik penyulingan menggunakan pelarut heksan
C
6
H
14
. 2.
Menguji kinerja alat dan menghitung nilai effisiensi alat pada kapasitas laboratorium.
3. Menghasilkan minyak alpukat tanpa menguji mutu minyak lebih lanjut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TANAMAN ALPUKAT
Total produksi alpukat dunia dari tahun ke tahun menurut data dari FAO yang dikeluarkan pada tahun 2001 selalu menunjukkan peningkatan. Pada
tahun 1961 total produksi dunia mencapai 697 900 ton dengan luas total areal tanam 76 800 ha, angka ini meningkat menjadi 2 303 400 ton total produksi
dan 339 100 ha total luas tanam pada tahun 1996 dengan rata-rata peningkatan total produksi sebesar 19 dan rata-rata perluasan lahan sebesar 24. Pada
kurun waktu yang sama rata-rata peningkatan total produksi Asia dan rata -rata perluasan lahan di Asia adalah 37 dan 35, ini bisa dilihat pada Lampiran 1.
Jumlah produksi alpukat Indonesia dari kurun waktu 1961 – 1996 menjadi nomor satu di Asia. Pada tahun 1996 produksi buah alpukat Indonesia
mencapai 143 200 ton atau lebih dari 45 total produksi Asia, sedangkan produksi Israel yang merupakan negara ke dua penghasil terbesar di Asia pada
tahun yang sama mencapai 75 900 ton atau kurang dari 60 total produksi Indonesia. Pada tahun yang sama jumlah produksi Asia menyumbang sekitar
14 dari total produksi dunia. Tabel 1. Total produksi alpukat di beberapa negara di Asia FAOSTAT, 2001
Total produksi selama kurun waktu 1961-1996 ‘000 t Negara
1961 1966
1971 1976
1981 1986
1991 1996
Cina -
- -
- -
- -
45.0 Siprus
0.04 0.05
0.06 0.06
0.06 0.5
0.83 1.4
Indonesia 30.0
50.0 28.0
44.0 72.2
71.1 91.4
143.2 Israel
0.8 2.3
7.6 18.5
8.0 68.0
52.7 75.9
Filipina 13.3
15.9 15.2
24.0 25.3
21.9 22.0
45.8 Turki
- -
- -
- -
0.1 0.2
Alpukat berasal dari bagian tropis benua Amerika dan telah menyebar ke seluruh bagian tropis dan sub-tropis bumi di abad ke-19. Di antara buah-
buahan, rasa alpukat unik. Rasanya bukan manis atau masam, tetapi rasanya seperti kacang-kacangan. Rasa ini berasal dari daging buah yang
konsistensinya menyerupai mentega. Alpukat dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan
bentangan elevasi 0-1000 dpl dan dapat ditanam di hampir semua iklim dari
daerah beriklim A1 sampai dengan daerah berikim C, dengan syarat ketersediaan air tanah ada di antara 50-200 cm Baga, 1999
Buah alpukat bentuknya bulat sampai lonjong, beratnya dari 300 gr sampai 800 gr perbuah dan berbiji tunggal. Daging buah terlepas dari biji,
hanya dilapisi oleh selaput kulit biji yang tebal, setelah buah alpukat tua benar atau matang pohon, apabila digoyang akan mengeluarkan suara kopla k,
selaput bijinya akan berubah menjadi coklat keabu-abuan atau mudah terlepas dari bijinya. Warna buah ada yang hijau-ungu sampai merah kehitaman. Daun
alpukat bisa dipakai sebagai obat sakit pinggang dan batang pohonnya baik untuk bahan bangunan namun mempunyai energi yang rendah bila dipakai
sebagai kayu bakar. Soenarjono, 1998 Masih menurut Soenarjono, sentra produksi buah alpukat tersebar di tiga
pulau, yakni Pulau Jawa Jawa Barat dan Jawa Timur, Pulau Sumatera Sumatera Barat dan Sumatera Utara dan Nusa Tenggara. Cikajang, Garut,
Bandung dan Lembang menjadi sentra produksi buah alpukat untuk daerah Jawa Barat; untuk daerah Jawa Timur sentra produksi alpukat terdapat di
Lodoyo, Pacitan, Sukowono, Waru, Magetan, Pasuruan dan Ngawi; untuk derah Sumatera terletak di Pariaman Sumatera Barat dan Kerinci Sumatera
Utara; sedangkan untuk wilayah Nusa Tenggara terdapat di daerah Timor Tengah Nusa Tenggara Timur
Kadar lemak akan bertambah dengan cepat pada masa pertumbuhan buah alpukat sebelum matang, tetapi pada waktu tahap matang pertambahan
kadar lemak menjadi lambat dan berhenti. Biji buah alpukat menghasilkan cairan seperti susu yang baunya seperti almond. Cairan ini akan berubah
warnanya menjadi hitam-merah dan pada waktu bangsa Spanyol menaklukkan Amerika Selatan digunakan sebagai tinta yang tak dapat dimakan.
Alpukat mampu menurunkan resiko terkena stroke dan serangan jantung, karena alpukat merupakan satu-satunya buah yang kaya lemak, bahkan
kadarnya lebih dari dua kali kandungan lemak dalam durian. Lemak alpukat termasuk lemak sehat, karena didominasi asam lemak tak jenuh tunggal oleat
yang bersifat antioksidan kuat. Lemak alpukat membantu menurunkan kadar
kolesterol jahat LDL sambil menaikkan kolesterol baik HDL, sehingga secara nyata menekan resiko terkena stroke dan serangan jantung.
Tabel 2. Kandungan lemak dalam beberapa buah-buahan Gayo, 1994 Buah
Kadar lemak bb Mangga
0.2 Pisang
0.2 Cempedak
0.4 Manggis
0.6 Durian
3.0 Alpukat
6.5 Berbeda dari buah-buahan lain, alpukat hampir tidak mengandung pati,
sedikit mengandung gula buah, tapi berlimpah serat selulose. Faktor ini menjadikan alpukat dianjurkan sebagai bagian dari menu untuk
mengendalikan diabetes.
Gambar 1. Buah Alpukat Segar. Zat besi dan zat tembaga yang berlimpah membuat alpukat penting
dalam pembentukan sel darah merah dan pencegahan anemia gizi. Paduan antara vitamin C, vitamin E, zat besi, kalium dan mangannya menjadikan
alpukat baik untuk menjaga kesehatan kulit dan rambut. Dengan adanya asam folat dan vitamin B, serta vitamin-vitamin B lainnya, alpukat ideal untuk
merangsang pembentukan jaringan kolagen. Komposisi kimia buah alpukat dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi kimia per 100 gram buah alpukat segar Knight, 2001 dan Setyaningsih, 1997
Kadar Komponen
Watt dan Merril 1975
Setyaningsih 1997
Air gr 73.6
81.9 Energi kcal
171.0 -
Protein g 2.2
2.3 Lemak
17.0 6.6
Karbohidrat g 6.0
7.4 Serat g
1.5 1.1
Mineral mg : Kalsium
Phosfor Zat besi
Sodium Potasium
10.0 42.0
0.6 4.0
604.0 -
- -
- -
Vitamin iµ untuk A lainnya mg : A
Thiamin Riboflavin
Niasin 290.0
0.1 0.2
1.6 -
- -
- B.
EKSTRAKSI
Menurut S. Ketaren 1986, ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung
minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi ini bermacam-macam, yaitu rendering
dry rendering dan wet rendering, mechanical expression dan solvent extraction.
1. Rendering
Pada semua cara rendering, penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik, yang bertujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding
sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung di dalamnya.
a. Wet Rendering
Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan
sejumlah air selama berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang terbuka atau tertutup dengan menggunakan
temperatur yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60 pound tekanan uap 40 – 60 psi. Penggunaan temperatur rendah dalam proses wet
rendering dilakukan jika diinginkan flavor netral dari minyak atau
lemak. Bahan yang akan diekstraksi ditempatkan pada ketel yang dilengkapi dengan pengaduk, kemudian air ditambahkan dan campuran
tersebut dipanaskan perlahan-lahan sampai suhu 50
o
C sambil diaduk. Minyak yang terekstraksi akan naik dan kemudian dipisahkan. Proses
wet rendering dengan menggunakan temperatur rendah kurang begitu
populer, sedangkan proses wet rendering dengan menggunaka n temperatur yang tinggi disertai uap air dipergunakan untuk
memperoleh minyak atau lemak dengan jumlah yang besar. Peralatan yang digunakan adalah autoclave atau digester. Air dan bahan yang
akan diekstraksi dimasukkan ke dalam digester dengan tekanan uap air sekitar 40 sampai 60 pound selama 4 – 6 jam.
b. Dry Rendering
Dry rendering adalah cara rendering tanpa penambahan air selama
proses berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan diperlengkapi dengan steam jacket serta alat pengaduk agitator.
Bahan yang diperkirakan mengandung minyak atau lemak dimasukkan ke dalam ketel tanpa penambahan air. Bahan tadi dipanasi sambil
diaduk. Pemanasan dilakukan pada suhu 105 C – 110
C. Ampas bahan yang telah diambil minyaknya akan diendapkan pada dasar ketel.
Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan dari ampas yang telah mengendap dan pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel.
2. Pengepresan Mekanis Mechanical Expression
Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian, cara ini
dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi 30 - 70. Pada pengepresan mekanis diperlukan perlakuan
pendahuluan sebelum lemak atau minyak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup pembuatan serpih, perajangan,
dan penggilingan serta tempering atau pemasakan. a. Pengepresan Hidraulik Hydraulic Pressing
Pada cara hydraulic pressing bahan ditekan dengan tekanan sekitar 140.6 kgcm
2
atau setara dengan 136 atm. Banyaknya lemak atau minyak yang dapat diekstraksi tergantung dari lamanya pengepresan,
tekanan yang dipergunakan, serta kandungan minyak dalam bahan asal. Sedangkan banyaknya minyak yang tersisa pada bungkil
bervariasi sekitar 4 sampai 6 persen, tergantung lamanya bungkil ditekan di bawah tekanan hidraulik.
b. Pengepresan Berulir Expeller Pressing Cara expeller pressing memerlukan perlakuan pendahuluan yang
terdiri dari proses tempering atau pemasakan. Proses pemasakan berlangsung pada temperatur 115.5
C dengan tekanan sekitar 15-20 toninch
2
, kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan sekitar 2.5 - 3.5, sedangkan minyak tersisa pada bungkil sekitar 4 -5.
3. Ekstraksi dengan Pelarut Solvent Extraction Prinsip dari proses ini adalah ekstra ksi dengan melarutkan minyak
dalam pelarut minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang rendah yaitu sekitar 1 persen atau lebih rendah, dan
mutu minyak kasar yang dihasilkan cenderung meyerupai hasil dengan cara expeller pre ssing karena sebagian fraksi bukan minyak akan ikut
terekstraksi. Pelarut minyak atau lemak yang biasa dipergunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum eter, gasoline
karbon disulfida, karbon tetraklorida, benzena dan n-heksan.
Pelarut yang umum digunakan adalah pelarut heksan. Heksan adalah senyawa hidrokarbon gugus alkana. Alkana adalah senyawa nonpolar,
akibatnya gaya tarik menarik antar molekul lemah. Alkana rantai lurus sampai dengan butana adalah gas pada suhu kamar, sementara alkana C5
sampai dengan C17 berbentuk cairan, sedangkan alkana rantai lurus dengan 18 atau lebih atom C adalah padat. Fessenden dan Fessenden,
1982. Heksan C
6
H
14
berwujud cair, tidak berwarna dan berbau, mempunyai berat jenis kurang dari 0.66 kgl dan mendidih pada suhu
68.9
o
C. C.
MINYAK ALPUKAT
Minyak alpukat termasuk ke dalam minyak atsiri atau lebih sering dikenal dengan nama essential oil , yakni minyak yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan dengan titik uap pada suhu kamar, tanpa mengalami dekomposisi. Minyak alpukat tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik S.
Ketaren, 1990. Minyak alpukat mudah dicerna dan tidak banyak mengandung asam
lemak jenuh. Perbandingan antara kadar asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh adalah 22 : 78 Rismunandar, 1986. Minyak ini dapat digunakan
pada industri kosmetika sebagai komponen pelembab dalam pembuatan sabun, shampo, dan juga krim wajah. Namun, sebelum digunakan sebaiknya minyak
alpukat kasar dimurnikan terlebih dahulu. Berdasarkan penelitian Tri Ariani Retnasari pada tahun 2000, ada dua
metode yang dapat digunakan untuk memproduksi minyak alpukat dari daging buah alpukat. Cara tersebut adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut
dengan sebelumnya dilakukan pengeringan terhadap daging buah alpukat segar terlebih dahulu dan ekstraksi secara mekanis dengan menggunakan pres
hidraulik. Skema pembuatan minyak alpukat dengan dua metode di atas bisa
dilihat pada Gambar 2. Buah alpukat
Pengupasan Kulit biji
Perajangan Daging buah
Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Minyak Alpukat Retnasari, 2000 .
1. Pengaruh Bahan Baku dan Suhu Pengeringan terhadap Rendemen
Minyak Alpukat
Jenis alpukat yang dipakai, komposisi kandungan zat dalam daging buah dan suhu pengeringan mempengaruhi rendemen dan mutu minyak
alpukat yang dihasilkan. Jenis alpukat yang paling banyak ditemukan di pasar adalah alpukat jenis hijau panjang, hijau lonjong dan hijau bulat.
Pada tahun 2000 Malau melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara jenis alpukat dengan mutu dan rendemen yang diperoleh.
Jenis alpukat yang dipakai adalah alpukat hijau panjang, hijau lonjong dan hijau bulat, alasan pemilihan ketiga jenis alpukat ini karena ketiga jenis
alpukat ini mudah dijumpai di pasar. Alpukat diperoleh dari daerah Garut. Sifat fisik ketiga jenis alpukat bisa dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Sifat fisik 3 buah jenis alpukat Malau, 2000 Jenis alpukat
Parameter Hijau Panjang
Hijau Bulat Hijau Lonjong
13.7 13.45
7.852 12.71
10.34 7.9
12.68 11.7
6.71
2 4
6 8
10 12
14 16
Rendemen bb
Buah Segar
Bobot gr Panjang cm
Bentuk buah Warna kulit
215.0 13.5
Ujung bulat, pangkal agak
mengecil. Hijau tua dan
agak merah tua di pangkal
buah. 272.3
9.2 Ujung bulat,
pangkal tumpul.
Kuning berbintik
coklat, kasar. 294.8
12.0 Ujung tumpul,
pangkal mengecil, leher
pendek. Hijau tua
Kulit
Bobot gr Tebal mm
25.0 1.0
32.9 1.0
32.3 1.5
Daging buah
Bobot gr Tebal cm
Warna 161.0
1.1 Kuning
kehijauan 169.7
1.1 Kuning
209.1 1.4
Kuning kehijauan
Biji
Bobot gr Diameter cm
29.0 4.5 x 3.5
69.7 4.5 x 4.0
53.4 4.0 x 4.0
Dari ketiga jenis alpukat di atas, alp ukat hijau panjang merupakan jenis alpukat yang mempunyai bobot daging buah per berat keselurahan
tertinggi, yakni sekitar 75 kemudian alpukat hijau lonjong sebesar 71 dan yang terakhir alpukat jenis hijau bulat dengan rasio berat daging buah
per berat keseluruhannya sebesar 62. Hubungan antara bahan baku dan suhu pengeringan, masing-masing
dalam sekali percobaan disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Rendemen Minyak Alpukat pada Beberapa Jenis Alpukat dan Suhu Pengeringan Berbeda Malau, 2000.
Pada gambar di atas bisa dilihat bahwa pada suhu pengeringan 60 C
rendemen ketiga jenis alpukat mempunyai nilai yang tinggi dari pada rendeman pada suhu pengeringan 65
C dan 70 C. Rata-rata nilai rendemen
tertinggi diperoleh dari alpukat jenis hijau panjang, kemudian hijau lonjong dan yang terakhir hijau bulat.
Rendemen minyak alpukat yang diperoleh berbanding lurus dengan rasio antara bobot daging buah dan bobot buah secara keseluruhan.
2. Pengaruh Cara Ekstraksi dan Tebal Rajangan terhadap Rendemen
Minyak Alpukat
Metode pengambilan minyak dari buah alpukat kering mempengaruhi banyaknya rendeman yang ada. Cara pengambilan minyak
dari daging buah alpukat menurut Retnasari pada tahun 2000 ada dua cara, yang pertama adalah pengambilan dengan cara pengepresan hidrolik dan
dengan melarutkannya dengan pelarut organik, pelarut organik yang dipakai adalah heksan. Pengambilan minyak dengan pelarut heksan
dilakukan pada suhu 50 C selama 30 menit, sedangkan dengan pres
hidrolik dilakukan dengan memberikan tekanan sebesar 150-200 bar selama 2-3 menit.
Pengaruh cara ekstraksi dan tebal rajangan terhadap rendemen minyak alpukat disajikan pada Gambar 4.
Dari gambar di bawah diperoleh informasi bahwa cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut heksan rata -rata mempunyai rendemen
13.82
7.65 14.75
4.5 1.97
2.44 3.38
4.87
2 4
6 8
10 12
14 16
Bubur 1-3 mm
4-6 mm 7-9 mm
Tebal Rajangan Rendemen bb
Pelarut Heksan Hydroulic Presser
yang lebih tinggi dari pada cara ekstraksi dengan menggunakan pres hidrolik. Rendemen tertinggi diperoleh dengan kombinasi ekstraksi
dengan pelut dan tebal rajangan 4-6 mm, yakni sebesar 14.75 bb.
Gambar 4. Grafik Rendemen Minyak Alpukat pada Beberapa Cara Ekstraksi dan Tebal Rajangan Berbeda Retnasari, 2000.
Cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut menguap tergantung kepada jenis pelarut dan lama suhu pada saat proses berlangsung,
sedangkan pada ekstraksi dengan pres hidrolik tergantung pada lama dan besarnya tekanan yang diberikan selama proses.
D. PERANCANGAN DESAIN