15
I. PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Surfaktan adalah senyawa aktif penurun tegangan permukaan surface active agent
yang dapat diproduksi secara sintesis kimiawi dan biokimiawi. Geogiou et al., 1992. Surfaktan atau yang sering juga disebut emulsifier
mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik dalam satu molekul yang sama. Senyawa ini aka n meningkatkan kestabilan emulsi dengan menurunkan
tegangan antar muka antara fase minyak dan air Rieger, 1985. Surfaktan digunakan sebagai bahan adhesif, penggumpal, pembasah,
pembusaan, emulsifier dan penetrasi. Surfaktan telah banyak diaplikasikan dalam industri kimia, farmasi, kosmetika, dan industri pangan Geogiou et al.,
1992. Kebutuhan surfaktan terus meningkat setiap tahunnya. Kebutuhan surfaktan Indonesia pada tahun 2002 mencapai 20.000 ton dan meningkat
3.490 ton dari kebutuhan pada tahun sebelumnya BPS, 2003. Produksi surfaktan berbasis bahan alami saat ini sedang ditingkatkan
untuk memenuhi kebutuhan industri. Salah satu jenis surfaktan berbasis bahan alami adalah monogliserida dan digliserida M-DG yang dapat diproduksi
dari minyak kedelai, minyak kelapa, minyak sawit dan minyak jarak. Apabila dibandingkan dengan surfaktan sintetis, surfaktan berbasis bahan alami mudah
didegradasi secara biologis dan mampu disintesa dari bahan-bahan yang dapat diperbaharui. Surfaktan hampir seluruhnya mer upakan bahan impor. Saat ini
banyak industri yang berminat memproduksi surfaktan sebagai bahan untuk industri. Hal ini membuat pasar komoditi surfaktan maupun teknologinya
mempunyai prospek ekonomi dalam jangka dekat LIPI, 2003. Tanaman jarak Ricinus communis merupakan komoditi non migas
yang potensial jika dilihat dari kandungan minyak dan produksinya sebagai bahan baku pembuatan surfaktan M-DG. Kandungan minyak dalam biji jarak
sebesar 54 persen Swern, 1979. Selain itu, produksi tanaman jarak cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Produksi jarak pada tahun 2000
sebesar 1.504 ton meningkat menjadi 2.798 ton pada tahun 2003 Departemen
16 Pertanian, 2004. Perkembangan luas area, produksi, dan produktivitas jarak di
Indonesia disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan luas area, produksi, dan produktivitas jarak di
Indonesia
Tahun Luas area jarak
ha Produksi jarak
ton Produktivitas jarak
kgha
2000 12.791
1.504 226,27
2001 21.347
2.908 204,53
2002 9.617
2.229 293,6
2003 8.972
2.798 334,73
Sumber : Departemen Pertanian 2004
Selama ini biji jarak ditingkatkan nilai tambahnya dengan mengolahnya menjadi minyak jarak. Minyak jarak dipasar dunia di jual dengan harga US
21,13kg Healingwithin.com, 2005. Biji jarak dapat lebih ditingkatkan nilai tambahnya dengan mengolahnya menjadi surfaktan. Selain itu, dengan
mengolah biji jarak menjadi surfaktan dapat mengurangi volume impor surfaktan di Indonesia. Surfaktan M-DG dijual dengan harga US 51,28kg
Healingwithin.com, 2005. Produksi surfaktan M-DG dapat dilakukan dengan hidrolisis. Hidrolisis yang biasa dilakukan di industri adalah hidrolisis
menggunakan tekanan dan suhu yang tinggi Sonntag, 1979. Hidrolisis juga dapat dipercepat dengan adanya asam, basa, dan enzim Winarno, 1997.
Hidrolisis menggunakan tekanan dan suhu tinggi serta menggunakan asam dan basa, memiliki kelemahan yaitu memerlukan energi dalam jumlah besar,
menggunakan bahan-bahan yang tidak dapat diperbaharui serta menghasilkan produk dengan warna yang gelap dan flavor yang menyimpang. Hidrolisis
secara enzimatis menghasilkan produk yang berkualitas dan memerlukan energi yang rendah Ionita, 2001.
Pengolahan secara enzimatis memerlukan biaya yang cukup besar karena harga enzim relatif mahal. Alternatif untuk mengatasi kendala tersebut
adalah memanfaatkan enzim yang ada dalam suatu bahan yang mengandung minyak. Pada penelitian ini akan dilakukan hidrolisis enzimatis secara in situ
dalam produksi surfaktan dengan memanfaatkan enzim lipase yang
17 terkandung dalam biji jarak serta mengatur kondisi proses sehingga
mikroorganisme penghasil lipase dapat tumbuh. Kondisi hidrolisis in situ yang optimum memungkinkan kerja lipase
dalam biji jarak dapat maksimal dan berkembangnya mikroorganisme penghasil lipase spesifik ataupun non spesifik sehingga dapat dihasilkan
produk yang diinginkan. Mikroorganisme penghasil lipase dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Mikroorganisme penghasil lipase
Mikroorganisme Spesifikasi
Aspergilus niger
a
Regio 1,3 Mucor javanicus
a
Regio 1,3 Rhizo mucor miehei
a
Regio 1,3 Candida rugosa
a
Non spesifik Staphylococcus aureus
b
Non spesifik Rhizopus arrhizus
b
Regio 1,3 Geotrichum candidu m
b
None spesifik
Sumber:
a
Lai et al. 1999
b
Kotting et al. 1994
Banyak faktor yang menunjang keberhasilan hidrolisis in situ, diantaranya adalah laju alir udara dan lama inkubasi. Kedua faktor ini
mempengaruhi aktivitas lipase dan pertumbuhan mikroorganisme penghasil lipase. Kekurangan oksigen, maka akan menghambat pertumbuhan kapang,
sedangkan terlalu banyak udara juga akan menyebabkan pertumbuhan kapang terhambat karena permukaan media kering Iljas et al., 1973. Untuk menjaga
agar media tidak kering maka ditambahkan udara lembab sehingga kadar air di media dapat terjaga Sato et al., 1983. Lama inkubasi mempengaruhi aktivitas
enzim. Aktivitas enzim meningkat dalam waktu inkubasi empat sampai enam hari Stark et al., 1994. Pada penelitian ini digunakan inkubator silinder
berputar berbahan plat besi dengan variabel proses laju alir udara dan lama inkubasi.
18
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menentukan pengaruh laju alir udara dan lama inkubasi biji jarak pada
proses hidrolisis in situ terhadap parameter tegangan permukaan, tegangan antar muka, stabilitas emulsi, dan pH.
2. Menentukan kondisi optimum proses hidrolisis in situ terhadap sifat fisik surfaktan yaitu tegangan permukaan menggunakan Metode Permukaan
Respon Response Surface Methode.
19
II. TINJAUAN PUSTAKA