Kajian proses produksi biodiesel melalui transesterifikasi in situ biji jarak pagar (jatropha curcas l.) pada skala pilot

(1)

KAJIAN PROSES PRODUKSI BIODIESEL MELALUI

TRANSESTERIFIKASI IN SITU BIJI JARAK PAGAR

(JATROPHA CURCAS L.) PADA SKALA PILOT

SKRIPSI

PUTRI YULIANINGTYAS

F34061826

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

STUDY OF BIODIESEL PRODUCTION BY IN SITU

TRANSESTERIFICATION OF JATROPHA SEED

(JATROPHA CURCAS L.) ON PILOT SCALE

Ika Amalia Kartika and Putri Yulianingtyas

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural and Engineering Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, Bogor, West Java,

Indonesia.

e-mail: putri.yulianingtyas@yahoo.com

ABSTRACT

At present, energy demands have been steadily increasing along with growth of human population and industrialization. Common sources of energy are fossil-based fuels. This growing consumption of energy has rapidly depleted non-renewable sources of energy. The increasing cost and depletion of fossil fuels have motivated researchers to find an alternative source of renewable energy. Moreover, there are many disadvantages of fossil-based fuels, such as atmospheric pollution and environmental issues. Biodiesel (fatty acids methyl esters, FAME) is a promising alternative fuel to replace petroleum-based diesel that is obtained from renewable sources as vegetable oil, animal fat, and waste cooking oil. Vegetable oil are more suitable source for biodiesel production compared to animal fat and waste cooking since they are renewable in nature. Jatropha curcas L. (JCL) is an acceptable choice for biodiesel production because it is non-edible and can be easily grown. Conventional production of biodiesel from Jatropha seeds involve two main processing steps : oil extraction and transesterification to FAME. In this study, feasibility in situ transesterification of Jatropha seeds was investigated on pilot plant. It was found that methanol/hexane/seed ratio effected the yield significantly. With the following reaction conditions: reaction periode 6 hours, 600 rpm stiring speed, 400C reaction temperature, methanol/hexane/seed ratio 3:3:1, and 7 wt% of KOH, the biodiesel yield can reached 89.19%. This single step of in situ alkaline transesterification process therefore can be a potential route for biodiesel production that reduces processing steps and cost.


(3)

Putri Yulianingtyas. F34061826. Kajian Proses Produksi Biodiesel Melalui Transesterifikai in situ Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Skala Pilot. Di bawah bimbingan Ika Amalia Kartika.

2011.

RINGKASAN

Dewasa ini kebutuhan manusia akan bahan bakar semakin meningkat. Namun hal ini tidak dapat dipenuhi karena semakin langkanya bahan bakar yang berasal dari fosil. Selain itu dampak yang ditimbulkan dalam pemakaian bahan bakar fosil ini juga menjadikan bumi semakin panas dan tercemar polusi. Oleh karena itu, perlu dikembangkan sumber energi alternatif yang alami dan dapat diperbaharui. Jarak pagar merupakan tanaman yang mudah dibudidayakan. Tanaman ini dapat dibudidayakan di hampir semua lahan di Indonesia. Tanaman jarak pagar dapat menghasilkan minyak nabati yaitu minyak jarak. Biji jarak pagar mengandung minyak sangat tinggi yaitu berkisar antara 30-60% sehingga sangat prospektif untuk digunakan sebagai bahan baku untuk bahan bakar alternatif.

Biodiesel adalah bahan bakar diesel alternatif yang terbuat dari sumber daya hayati terbarukan. Biodiesel atau monoalkil ester dihasilkan dari reaksi antara trigliserida dan alkohol dengan bantuan katalis (transesterifikasi). Selama ini proses transesterifikasi dilakukan dengan mengekstraksi minyak terlebih dahulu dari bahan sumber minyak untuk selanjutnya dilakukan proses transesterifikasi. Pada penelitian ini dilakukan proses transesterifikasi in situ yaitu transesterifikasi langsung dari bahan sumber minyak, dalam hal ini digunakan biji jarak pagar.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proses produksi biodiesel melalui transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada skala pilot. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kecepatan pengadukan, waktu reaksi, serta rasio metanol/heksan/bahan dalam proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar skala pilot. Penelitian ini menggunakan biji jarak pagar dengan kadar air < 2% dan ukuran + 20 mesh. Kondisi operasi dilakukan pada variasi waktu reaksi yaitu 4 jam dan 6 jam, kecepatan pengadukan sebesar 200 rpm dan 600 rpm, serta rasio metanol/heksan/bahan (v/v/b) sebesar 3:3:1, 4:2:1, dan 5:1:1. Suhu reaksi ditetapkan pada 400C.

Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa rasio metanol/heksan/bahan berpengaruh nyata pada rendemen biodiesel. Berdasarkan uji lanjut Duncan yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa rasio 5:1:1 berbeda nyata dengan rasio 4:2:1 dan 3:3:1. Rendemen biodiesel berkisar antara 82.19-89.19%. Rendemen tertinggi (89.19%) diperoleh dari perlakuan waktu reaksi selama 6 jam, kecepatan pengadukan sebesar 600 rpm, dan rasio metanol/heksan/bahan sebesar 3:3:1.Waktu reaksi, kecepatan pengadukan, dan rasio metanol/heksan/bahan tidak berpengaruh nyata terhadap bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, dan viskositas. Bilangan asam biodiesel berkisar antara 0.20-0.26 mg KOH/g. Bilangan penyabunan dan bilangan ester biodiesel masing-masing berkisar antara 186.54-194.10 mg KOH/g dan 186.34- 193.84 mg KOH/g. Viskositas biodiesel berkisar antara 3.45- 5.42 cSt. Kadar abu biodiesel untuk seluruh perlakuan adalah 0%, kecuali pada perlakuan A1B1C3 (0.008%), A1B2C3 (0.018%), dan A2B2C3 (0.02%). Biodiesel yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi Standar Biodiesel Indonesia. Ampas yang dihasilkan dari penelitian ini mempunyai kadar total volatile matter dan kadar bahan terekstrak masing-masing berkisar antara 0.90-4.27% dan 4.20-11.81%. Ampas ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku briket, biokomposit, pupuk organik, dan lain-lain.


(4)

KAJIAN PROSES PRODUKSI BIODIESEL MELALUI

TRANSESTERIFIKASI IN SITU BIJI JARAK PAGAR

(JATROPHA CURCAS L.) PADA SKALA PILOT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

PUTRI YULIANINGTYAS

F34061826

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(5)

Judul Skripsi : Kajian Proses Produksi Biodiesel Melalui Transesterifikasi In Situ Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada Skala Pilot

Nama : Putri Yulianingtyas NIM : F34061826

Menyetujui, Pembimbing,

(Dr. Ir. Ika Amalia Kartika MT.) NIP 19680505 199702 2 001

Mengetahui : Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP. 19621009 198903 2 001


(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Putri Yulianingtyas NIM : F34061826

Departemen : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian

Universitas : Institut Pertanian Bogor

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Proses Produksi Biodiesel Melalui Transesterifikasi In Situ Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Skala Pilot merupakan karya tulis saya pribadi dengan bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas disebut rujukannya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa tekanan dari pihak manapun.

Bogor, Agustus 2011 Penulis,

(Putri Yulianingtyas) F34061826


(7)

© Hak cipta milik Putri Yulianingtyas, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya


(8)

RIWAYAT HIDUP

Putri Yulianingtyas. Lahir di Klaten, 23 Juli 1989 dari ayah Priyono Budi Santoso dan ibu Warsini, sebagai putri kedua dari dua bersaudara. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD N 2 Borongan pada tahun 1994-2000, Pendidikan lanjutan Pertama di SLTP N 1 Polanharjo pada tahun 2000-2003, dan Pendidikan Lanjut Tingkat Atas di SMA N 1 Karanganom pada tahun 2003-2006. Pada tahun 2006, Penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama perkuliahan, selain mengikuti kegiatan akademis penulis juga berpartisipasi dalam organisasi kemahasiswaan yaitu Forum For Scientific Studies serta organisasi mahasiswa daerah dan berbagai kepanitiaan. Pada tahun 2009 penulis melaksanakan kegiatan Praktek Lapangan di PT. Kebon Agung PG. Trangkil, Pati dengan topik “Studi Penyediaan Bahan Baku dan Teknologi Proses Produksi di PT. Kebon Agung Pabrik Gula Trangkil”. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul Kajian proses Produksi Biodiesel Melalui Transesterifikasi In Situ Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Skala Pilot, di bawah bimbingan Dr. Ir. Ika Amalia Kartika MT.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Proses Produksi Biodiesel Melalui Transesterifikasi In Situ Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Skala Pilot. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis selama masa perkuliahan hingga skripsi ini selesai, diantaranya :

1. Dr. Ika Amalia Kartika, MT selaku Pembimbing Akademik atas segala bantuan, bimbingan, kritik dan sarannya yang sangat berguna sehingga dapat tersusunnya skripsi ini.

2. Dr. Ir. Moh. Yani, M.Eng selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran serta ilmu yang bermanfaat.

3. Ir. Muslich, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran serta ilmu yang bermanfaat.

4. Seluruh staff pengajar Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah memberikan banyak bekal ilmu yang sangat bermanfaat.

5. Bapak Gunawan, Bapak Dicky, Bapak Sugiarto, Bu Ega, Bu Sri, Bu Rini, serta semua laboran Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. 6. Bapak dan Ibu atas doa, kasih sayang, perhatian, inspirasi, motivasi dan bantuannya. Semoga

karya tulis ini dapat membuat Bapak dan Ibu bangga.

7. Mas Deddy, Mbak Nhia, Dek Angga, Ayah Rohim dan Dek Kahla atas semua doa, kasih sayang, motivasi, inspirasi, kesabaran, dan bantuannya selama ini.

8. Teman-teman Wisma Keputren dan KMK 43, atas persahabatan, kebersamaan, motivasi, dan keceriannya selama ini.

9. Rekan seperjuangan, Alifah dan Zuan di bawah bimbingan Bu Ika atas persahabatan, dukungan, kerjasama dan bantuannya selama perkuliahan dan penelitian serta penyelesaian skripsi ini. 10. Rekan seperjuangan nge-lab dan akademik, Riryn, Ecy, Essy, Gilda, Fata, Tyas, Icha, Muthi,

Nunung, Hanna, Eki, Imam, Dewi, Olin, Devi, Nita, Ayang, Depe, Farid, RB dan teman-teman lain yang tidak bisa saya sebut satu persatu.

11. Sahabat-sahabat TIN 43 dan TIN 44 atas keceriaan, kebersamaan, kekompakkan, dan bantuannya selama perkuliahan, semoga persahabatan ini akan tetap terjaga selamanya.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membacanya.

Bogor, Agustus 2011


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR ... 3

B. METIL ESTER (BIODIESEL) ... 5

C. TRANSESTERIFIKASI IN SITU ... 8

D. PENGGANDAAN SKALA (SCALE UP) ... 10

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 11

A. ALAT DAN BAHAN ... 11

B. METODE PENELITIAN ... 11

C. RANCANGAN PERCOBAAN ... 14

D. ANALISIS ... 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

A. PENELITIN PENDAHULUAN ... 15

B. PENELITIAN UTAMA ... 16

1. Rendemen ... 19

2. Kualitas Biodiesel ... 21

a. Bilangan Asam ... 22

b. Bilangan Penyabuanan ... 23

c. Bilangan Ester ... 24

d. Viskositas ... 25

e. Kadar Abu ... 26

3. By Product ... 28

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

A. KESIMPULAN ... 31

B. SARAN ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Spesifikasi mutu minyak jarak pagar ... 4

Tabel 2. Komposisi asam lemak pada minyak jarak pagar ... 5

Tabel 3. Kandungan metil ester asam lemak pada biodiesel jarak pagar ... 6

Tabel 4. Standar mutu biodiesel Indonesia ... 8

Tabel 5. Komposisi biji jarak pagar ... 16

Tabel 6. Kadar abu biodiesel hasil transesterifikasi in situ ... 32

Tabel 7. Karakteristik gliserol ... 34

Tabel 8. Kandungan hara ampas jarak dan pupuk kandang ... 34


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman jarak pagar dan biji jarak pagar ... 3

Gambar 2. Reaksi transesterifikasi biodiesel ... 9

Gambar 3. Tahapan proses penggandaan skala biodiesel ... 11

Gambar 4. Diagram alir tahap persiapan bahan baku ... 12

Gambar 5. Diagram alir proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar ... 14

Gambar 6. Reaksi hidrolisis trigliserida oleh anion hidroksida ... 17

Gambar 7. Reaksi penyabunan trigliserida ... 17

Gambar 8. Reaksi penyabunan asam lemak bebas ... 18

Gambar 9. Proses transesterifikasi in situ... 19

Gambar 10. Mekanisme proses transesterifikasi dengan katalis basa ... 20

Gambar 11. Biodiesel hasil proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar ... 21

Gambar 12. Rendemen biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada berbagai perlakuan ... 22

Gambar 13. Tahapan reaksi transesterifikasi ... 25

Gambar 14. Asam lemak dominan penyusun minyak jarak pagar ... 26

Gambar 15. Bilangan asam biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada berbagai perlakuan ... 27

Gambar 16. Bilangan penyabunan biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada berbagai perlakuan... 28

Gambar 17. Bilangan ester biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada berbagai perlakuan ... 29

Gambar 18. Viskositas biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada berbagai perlakuan ... 30

Gambar 19. Pemisahan gliserol dari metil ester (biodiesel) dan gliserol ... 33


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat ... 40

Lampiran 2. Prosedur analisis karakteristik biodiesel (SNI 04-7182-2006) ... 43

Lampiran 3. Prosedur analisis ampas ... 46

Lampiran 4. Karakteristik mutu biodiesel hasil transesterifikasi in situ biji jarak pagar ... 47

Lampiran 5. Analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk rendemen (α = 0.05) ... 48

Lampiran 6. Analisis sidik ragam untuk bilangan asam (α = 0.05) ... 49

Lampiran 7. Analisis sidik ragam untuk bilangan penyabunan (α = 0.05) ... 50

Lampiran 8. Analisis sidik ragam untuk bilangan ester (α = 0.05) ... 51

Lampiran 9. Analisis sidik ragam untuk bilangan viskositas (α = 0.05) ... 52


(14)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak yang berasal dari fosil memberi dampak yang besar terhadap perekonomian di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh bahan bakar minyak yang dikonsumsi oleh penduduk Indonesia tidak hanya berasal dari hasil kilang minyak sendiri tetapi juga merupakan hasil impor. Oleh karena itu, semakin meningkatnya harga minyak dunia berarti semakin besar subsidi negara yang diberikan untuk ketersediaan bahan bakar minyak, sehingga semakin besar anggaran yang harus ditanggung negara dalam APBN. Keadaan ini diperparah lagi dengan kenyataan bahwa jumlah konsumsi dan permintaan terhadap bahan bakar minyak semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sementara itu ketersediaan bahan bakar minyak yang berasal dari fosil semakin menipis. Menurut Kulkarni dan Dalai (2006), konsumsi dunia terhadap petroleum diesel adalah 934 juta ton per tahun. Melihat kondisi ini, pemerintah Indonesia mulai mencari alternatif pengganti bahan bakar minyak dengan pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) yang berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbaharuhi, seperti biodiesel.

Pencarian alternatif bahan bakar nabati juga didukung oleh pakar lingkungan. Hal ini disebabkan oleh bahan bakar yang berasal dari fosil memberikan kontribusi terbesar terhadap polusi udara. Hasil pembakaran bahan bakar fosil seperti NOx, SOx, hidrokarbon, dan komponen karsinogenik lainnya meningkatkan efek rumah kaca dan berdampak pada global warming (National Biodiesel Board, 2010).

Biodiesel adalah salah satu alternatif bahan bakar yang terbuat dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui, seperti minyak nabati dan minyak hewani. Biodiesel merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan, tidak beracun, dan bersifat renewable (Encinar et al., 2005). Biodiesel yang berasal dari bahan bakar nabati memiliki beberapa sifat diantaranya adalah alternatif bahan bakar diesel yang tidak beracun, biodegradable, ramah lingkungan, pembakaran sempurna, dan menghasilkan bilangan setana yang lebih tinggi daripada bahan bakar dari fosil (Su et al., 2009; Shiu et al., 2010).

Biodiesel dapat diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya adalah minyak kelapa, minyak biji bunga matahari, minyak kedelai, mikroalga, minyak jelantah, dan sebagainya. Jarak pagar merupakan salah satu tanaman yang berpotensi untuk menghasilkan biodiesel. Hal ini didukung dengan kemudahan budidaya tanaman jarak pagar. Selain itu, minyak jarak pagar yang dihasilkan dari tanaman jarak pagar bukan merupakan edible oil sehingga tidak bersaing dengan konsumsi minyak sebagai bahan pangan.

Biodiesel dari minyak jarak pagar dihasilkan melalui proses transesterifikasi. Tujuan dari proses ini adalah menurunkan viskositas atau kekentalan minyak jarak pagar sehingga diperoleh viskositas yang sama dengan solar. Transesterifikasi mengubah trigliserida yang terdapat pada minyak jarak pagar menjadi biodiesel dan gliserol. Pada proses transesterifikasi ini dibutuhkan alkohol sebagai pereaksi dan katalis (Georgogianni et al., 2008). Pada umumnya tahapan yang dilakukan untuk mendapatkan biodiesel jarak pagar dimulai dari proses ekstraksi minyak biji jarak pagar. Ekstraksi minyak jarak pagar ini dapat dilakukan dengan cara pengepresan atau ekstraksi dengan pelarut. Minyak yang


(15)

2

dihasilkan dari proses ekstraksi ini akan mengalami pemurnian terlebih dahulu yang meliputi proses degumming dan netralisasi (Ketaren, 2008). Minyak murni yang dihasilkan kemudian mengalami proses transesterifikasi dengan bantuan pereaksi alkohol (metanol atau etanol) dan katalis yang dapat berupa asam atau basa.

Metode tersebut diatas disebut juga metode konvensional. Proses transesterifikasi menggunakan metode ini merupakan proses yang panjang dan lama. Pada metode konvensional, 70% biayanya digunakan untuk memproduksi biodiesel jarak pagar digunakan untuk proses ekstraksi dan pemurnian minyak jarak pagar (Shuit et al., 2010). Reaksi yang panjang dan lama pada proses transesterifikasi konvensional dapat dipersingkat menggunakan proses transesterifikasi in situ, yang merupakan langkah yang lebih sederhana dalam memproduksi biodiesel dengan cara mengeliminasi proses ekstraksi dan pemurnian (Haas et al., 2004). Selain itu, keunggulan-keunggulan transesterifikasi in situ lainnya adalah waktu reaksi yang lebih cepat, proses lebih sederhana, rendemen biodiesel yang lebih tinggi (> 90%), serta energi yang digunakan lebih sedikit (Shuit et al., 2010).

Beberapa penelitian tentang transesterifikasi in situ biji jarak pagar diantaranya dilakukan oleh Shuit et al. (2010) dan Utami (2010). Pada penelitian Shuit et al. (2010), digunakan biji jarak pagar dengan ukuran partikel bahan < 0.355 mm. Rendemen biodiesel tertinggi (99.8%) diperoleh dari kondisi proses dengan suhu reaksi 600C, waktu reaksi selama 24 jam, rasio metanol/bahan sebesar 7.5 ml/g dan menggunakan katalis asam (H2SO4) sebanyak 15% serta penambahan heksan sebanyak 10% (v/b). Sedangkan pada penelitian Utami (2010), rendemen biodiesel tertinggi yang didapat sebesar 82.51% pada suhu reaksi 500C, waktu reaksi selama 5 jam, rasio metanol/heksan/bahan (v/b) sebesar 6:1:1 dengan katalis basa (KOH) sebanyak 0.075 mol/L (7%). Kedua penelitian skala laboratorium ini telah memberikan rendemen dan mutu biodiesel yang baik.

Dengan keunggulan-keunggulan proses produksi biodiesel melalui transesterifikasi in situ, maka diharapkan proses ini dapat diaplikasikan pada skala industri. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada skala pilot sebagai jembatan penghubung antara proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada skala laboratorium dan pada skala industri. Transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada skala pilot digunakan untuk menganalisis kondisi-kondisi proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar yang sesuai pada skala industri. Selain itu, penelitian skala pilot ini juga digunakan untuk menganalisis kelayakan industri biodiesel jarak pagar menggunakan proses transesterifikasi in situ.

B.

TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mempelajari proses produksi biodiesel melalui transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada skala pilot.

2. Mempelajari pengaruh kecepatan pengadukan, waktu reaksi, serta rasio metanol/heksan/bahan dalam proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar skala pilot.


(16)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR

Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman yang telah dikenal masyarakat Indonesia sejak zaman pendudukan Jepang yaitu sekitar tahun 1942. Jarak pagar termasuk dalam famili Euphorbiaceae. Jarak pagar merupakan tanaman yang berasal dari Amerika (Pramanik, 2003). Namun pada umumnya tanaman jarak pagar dapat tumbuh di negara beriklim tropis dan sub-tropis, seperti Afrika, India, Asia Tenggara, dan Cina (Tamalampudi et al., 2008).

Di Indonesia terdapat berbagai jenis tanaman jarak, antara lain: jarak kepyar (Ricinus communis), jarak bali (Jatropha podagrica), jarak ulung (Jatropha gossypifolia L.) dan jarak pagar (Jatropha curcas L.). Pada umumnya jenis tanaman jarak yang paling sering digunakan untuk biodiesel dan produk oleokimia adalah jarak pagar dan jarak kepyar (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2006).

Tanaman jarak merupakan tanaman perdu dengan ketinggian mencapai 3 hingga 7 meter. Tanaman ini memiliki cabang yang tidak teratur. Jarak pagar dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan ketinggian 0-1.700 di atas permulaan laut dan suhu 19-38oC. Kisaran curah hujan pada daerah penyebarannya bervariasi antara 200-2.000 mm/tahun, tetapi ada pula yang sampai lebih dari 4.000 mm/tahun. Secara umum, jarak pagar dapat tumbuh pada daerah yang kurang subur (Heyne, 1987). Tanaman jarak pagar dan bijinya dapat dilihat pada Gambar 1.

   

Gambar 1. Tanaman jarak pagar dan biji jarak pagar

Jarak pagar memiliki buah yang terdiri dari daging buah, cangkang biji, dan inti biji. Buah berbentuk bulat dengan diameter 2-4 cm, berwarna hijau ketika masih muda dan kuning apabila sudah masak. Biji jarak biasanya sudah matang pada 3-4 bulan setelah pembungaan dan masing-masing tanaman akan menghasilkan biji selama 50 tahun. Menurut Ketaren (2008), ketepatan waktu panen sangat penting. Hal ini dikarenakan jika terjadi keterlambatan dalam pemanenan maka kulit biji akan pecah dan biji terlempar keluar. Biji jarak mengandung sekitar 40% minyak (Jain dan Sharma, 2010).

Klasifikasi tanaman jarak pagar menurut Heyne(1987) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae


(17)

4

Subdivisi : Angiospermae Class : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha

Spesies : Jatropha curcas L.

Tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang mudah dibudidayakan. Tanaman ini dapat dibudidayakan di hampir semua lahan di Indonesia. Tanaman jarak pagar dapat menghasilkan minyak nabati yaitu minyak jarak, yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Pembudidayaan tanaman jarak pagar selain memberikan keuntungan sebagai penghasil minyak jarak, juga merupakan salah satu upaya konservasi lahan (Waluyo, 2007).

Keuntungan tanaman jarak pagar lainnya adalah penggunaan minyak jarak pagar untuk menghasilkan biodiesel. Dalam hal ini minyak jarak pagar tidak termasuk dalam kategori minyak makan (edible oil) sehingga pemanfaatannya tidak mengganggu persediaan kebutuhan minyak makan (Jain dan Sharma, 2010). Minyak jarak pagar tidak dapat dikonsumsi manusia secara langsung sebelum melalui proses detoksifikasi, mengingat kandungan racun yang disebabkan adanya senyawa forbol ester dan cursin (Gubitz et al., 1999). Minyak jarak pagar mengandung 21 % asam lemak jenuh dan 79% asam lemak tak jenuh (Nanewar, 2005). Standar mutu minyak jarak pagar terdapat pada Tabel 1. Sedangkan komposisi asam lemak pada minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Spesifikasi mutu minyak jarak pagar

Parameter Nilai

Densitas pada 150C (g cm-3) 0.920

Viskositas 300C (cSt) 52

Titik nyala (0C) 110-240

Bilangan asam (mg KOH/g) 0.92

Kandungan energi (MJ/kg) 39.6-41.8

Titik beku (0C) 2.0

Monogliserida (% massa) Negatif

Digliserida (% massa) 2.7

Trigliserida (% massa) 97.3

Fosfor (mg/kg) 290

Kalsium (mg/kg) 56

Magnesium (mg/kg) 103

Besi (mg/kg) 2.4


(18)

5

Tabel 2. Komposisi asam lemak pada minyak jarak pagar

Asam lemak Struktur Komposisi (%)

Asam palmitat C16 13.4-15.3

Asam stearat C18 6.4-6.6

Asam oleat C18:1 36.5-41

Asam linoleat C18:2 35.3-42.1

Asam lainnya 0.8

Sumber : Jain dan Sharma (2010) dan Pinzi et al. (2009)

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) memiliki produktivitas yang tinggi. Klasifikasi teknis usaha tani jarak pagar dapat dibedakan menurut status teknologinya yaitu: (1) tingkat rendah dengan produktivitas mencapai 4.35 ton/ha/tahun, dimana jarak pagar ditanam tidak teratur, presentase tumbuh ± 65%, pemakaian pupuk dan obat-obatan lebih sedikit; (2) tingkat sedang dan tinggi dengan produktivitas mencapai 6.5 ton/ha/tahun, dimana jarak pagar ditanam teratur, jumlah bibit 2750 bibit, ukuran lubang teratur (10 x 20 cm), presentase tumbuh lebih tinggi 80% untuk teknologi sedang dan 90% untuk teknologi tinggi, pemakaian pupuk dan obat-obatan lebih banyak, tenaga kerja lebih tinggi dari status teknologi rendah; dan (3) teknologi tinggi dengan produktivitas sebesar 8.7 ton/ha/tahun (Departemen Pertanian, 2008).

B.

METIL ESTER (BIODIESEL)

Metil ester atau biodiesel merupakan salah satu jenis bahan bakar yang bersifat terbarukan karena bersumber dari sumber daya hayati, seperti minyak nabati. Minyak nabati mempunyai potensi sebagai bahan bakar yang terbarukan, sekaligus sebagai alternatif bahan bakar minyak yang berbasis minyak bumi (Korus et al., 2000). Biodiesel sebagai bahan bakar alternatif memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar diesel petroleum (Haryanto, 2007). Kelebihan tersebut antara lain (1) merupakan bahan bakar yang tidak beracun dan dapat dibiodegradasi, (2) mempunyai bilangan setana yang tinggi, (3) mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan NOx, dan (4) terdapat dalam fasa cair. Juan et al. (2010) menambahkan bahwa penggunaan biodiesel memiliki keuntungan antara lain emisi biodiesel yang bebas sulfur, meningkatkan pendapatan petani, mengurangi beban impor akan bahan bakar, serta karakteristik biodiesel tidak berbeda jauh dengan solar.

Dengan keunggulan-keunggulan di atas, biodiesel dapat menjadi bahan bakar minyak yang dapat dikomersialisasikan dan memiliki nilai tambah lebih tinggi daripada solar. Berikut ini adalah komposisi metil ester asam lemak biodiesel dari minyak jarak pagar ( Tabel 3).


(19)

6

Tabel 3. Kandungan metil ester asam lemak pada biodiesel jarak pagar

Jenis asam lemak Konsentrasi (%)

Metil palmitat (16:0) 15.6

Metil palmitoleat (16:1) 0.9

Metil stearat (18:0) 6.7

Metil oleat (18:1) 42.6

Metil linoleat (18:2) 33.9

Metil linolenat (18:3) 0.2

Metil arachidat (20:0) 0.1

Sumber : Pramanik (2003)

Legowo (2001) menjelaskan karakteristik biodiesel secara umum meliputi bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, densitas, viskositas, kadar abu, bilangan setana, kalor pembakaran, titik tuang, titik pijar, dan titik awan. Bilangan asam adalah jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak. Bilangan asam digunakan untuk mengukur asam lemak bebas yang terdapat pada minyak serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak (Ketaren, 2008). Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah contoh minyak. Bilangan penyabunan dinyatakan dalam jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak. Besarnya bilangan penyabunan dapat tergantung dari berat molekul. Minyak dengan berat molekul yang rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang tinggi. Bilangan ester adalah jumlah asam lemak yang bersenyawa sebagai ester. Bilangan ester dapat dihitung sebagai selisih antara bilangan penyabunan dengan bilangan asam.

Berat jenis adalah perbandingan berat contoh pada suhu 25oC dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Berat jenis minyak biasanya diukur pada suhu 250 C, akan tetapi dapat pula diukur pada suhu 400C atau 600C untuk minyak dengan titik cair yang tinggi (Ketaren, 2008). Densitas biodiesel berkaitan dengan proses penginjeksian bahan bakar melalui pompa ke ruang bakar sehingga diperoleh jumlah bahan bakar yang tepat pada proses pembakaran. Jumlah bahan bakar yang diinjeksikan, waktu injeksi dan pola penyemprotan dipengaruhi oleh densitas bahan bakar. Meningkatnya densitas akan meningkatkan droplet bahan bakar. Bahan bakar dengan densitas rendah akan meningkatkan atomisasi sehingga dicapai campuran bahan bakar dan udara yang baik. Semakin besar densitas bahan bakar maka akan semakin besar daya yang dihasilkan, namun demikian densitas bahan bakar juga mempengaruhi emisi yang dihasilkan. Densitas berkaitan dengan particulat matter dan emisi NOx. Bahan bakar dengan densitas tinggi akan menghasilkan particulate matter dan emisi NOx yang juga tinggi (Canakci dan Sanli, 2008). Densitas biodiesel dipengaruhi oleh jumlah tri-, di- dan monogliserida dalam biodiesel. Semakin rendah jumlah senyawa tersebut dalam biodiesel maka akan semakin kecil nilai densitas, artinya semakin banyak trigliserida yang terkonversi menjadi metil ester maka akan semakin rendah nilai densitas biodiesel (Ehimen et al., 2010).

Viskositas merupakan ukuran kemudahan bahan bakar untuk mengalir dalam mesin. Viskositas kinematis yang ditetapkan ASTM D445 antara 1.9-6.0 cSt pada suhu 40oC. Knothe (2005) menyatakan bahwa viskositas meningkat seiring dengan panjang


(20)

7

rantai asam lemak dan derajat kejenuhan, semakin banyak asam lemak tidak jenuh maka viskositas semakin rendah. Sistem pembakaran membutuhkan bahan bakar yang dapat membentuk partikulat halus ketika bahan bakar tersebut diinjeksi. Viskositas berpengaruh secara langsung pada penetrasi pola semprotan pada bilik pembakaran, sehingga juga berpengaruh pada atomisasi bahan bakar, efisiensi pembakaran, dan faktor ekonomi lainnya. Menurut Van Gerpen (2004), jika viskositas bahan terlalu rendah, akan menyebabkan kebocoran sehingga daya pembakaran berkurang, dan jika viskositas terlalu tinggi, maka bahan bakar akan sulit di suplai ke ruang pembakaran.

Kadar abu merupakan salah satu parameter biodiesel yang penting. Kandungan abu yang tinggi menunjukkan adanya residu alkali dalam biodiesel sisa penggunaan katalis basa. Proses pencucian biodiesel yang kurang sempurna dapat mengakibatkan tingginya kadar abu pada biodiesel yang dihasilkan. Kandungan abu dalam biodiesel dapat mengakibatkan penyumbatan pada sistem bahan bakar (Tyson, 2004).

Bilangan setana adalah bilangan yang menunjukkan kemampuan bahan bakar motor diesel menyala dengan sendirinya dalam ruang bakar motor. Bilangan setana juga menunjukkan indeks kualitas pembakaran atau kemudahan bahan bakar untuk terbakar jika diinjeksikan dalam ruang bakar motor (Mahfud, 2009). Spesifikasi Baku ASTM untuk Minyak Bahan Bakar Biesel (D975) menyatakan bahwa syarat bilangan setana bergantung pada rancangan mesin, ukuran, sifat variasi kecepatan dan beban, dan kondisi atmosferik pengawalan (starting mesin). Bahan bakar diesel dengan bilangan setana yang lebih rendah dari syarat minimum mesin dapat menyebabkan operasi mesin yang kasar, starting yang sulit, terutama di daerah yang dingin dan dataran tinggi. Selain itu juga mempercepat pembentukan gumpalan minyak pelumas dan meningkatkan deposit mesin sehingga menimbulkan asap yang lebih banyak, emisi mesin yang lebih tinggi, dan mesin yang lebih cepat aus. Angka setana berhubungan dengan volatilitas bahan bakar, dimana bahan bakar yang lebih volatile memiliki angka setana yang lebih tinggi.

Titik tuang adalah suhu terendah dimana bahan bakar masih dapat mengalir. Bahan bakar jet, diesel, dan bahan bakar minyak rumah tangga biasanya mengandung wax terlarut dalam jumlah yang kecil yang jika mengendap akan menyumbat saringan dan pompa bakar. Knothe (2004) menyatakan bahwa pada suhu dimana gumpalan-gumpalan kristal wax mulai banyak terbentuk dan menghalangi bahan bakar untuk mengalir secara bebas ditentukan dengan pengukuran terhadap titik tuangnya. Titik tuang yang terlalu tinggi akan menghambat penyalaan bahan bakar (Hadjono, 2000). Metode standar penentuan titik tuang adalah ASTM D97.

Kemudahan dan keamanan bahan bakar untuk ditangani dan disimpan ditunjukkan dengan nilai titik pijar. Titik pijar yang lebih tinggi menunjukkan bahwa bahan bakar tersebut lebih aman dan lebih mudah dalam penggunaannya. Metode baku untuk uji titik pijar adalah ASTM D93. Titik awan merupakan suhu dimana kristal wax mulai muncul dengan diameter lebih dari 0.5 µm (Knothe, 2004). Pada suhu di bawah titik awan, masalah pada operasi mesin dapat muncul.

Titik nyala adalah suhu terendah dimana bahan bakar dalam campurannya dengan udara akan menyala. Titik nyala yang terlampau tinggi dapat menyebabkan keterlambatan penyalaan, sementara apabila tiik nyala terlampau rendah akan menyebabkan timbulnya detonasi yaitu ledakan-ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan bakar masuk ruang bakar. Hal ini juga meningkatkan resiko bahaya pada saat penyimpanan. Titik nyala yang terdapat pada biodiesel secara umum adalah 1300C.


(21)

8

Titik awan digunakan untuk menentukan temperatur saat kristal muncul dan mulai mengendap. Dengan komposisi asam lemak yang didominasi oleh asam lemak tak jenuh, metil ester jarak pagar memiliki titik awan yang relatif rendah.

Biodiesel yang diproduksi dalam jumlah besar dalam rangka sebagai alternatif bahan bakar yang berasal dari fosil, harus diketahui standarisasinya. Tabel 4 dibawah ini memperlihatkan standar mutu biodiesel di Indonesia.

Tabel 4. Standar mutu biodiesel Indonesia

Parameter Satuan Batas nilai Metode uji Metode setara

Berat jenis (400C) kg/m3 850 – 890 ASTM D 1298 ISO 3675 Viskositas (400C) cSt 2.3 – 6 ASTM D 445 ISO 3104

Angka setana - Min 51 ATM D 613 ISO 5165

Titik nyala 0C Min 100 ASTM D 93 ISO 2710

Titik kabut 0C Maks 18 ASTM D 2500 -

Korosi tembaga - Maks 51 ASTM D 130 ISO 2160 Residu Karbon % berat Maks 0.05 ASTM D 4530 ISO 10370 Air dan sedimen % volume Maks 0.05 ASTM D 2790 -

Temperatur destilasi 0C Maks 360 ASTM D 1160 -

Abu tersulfatkan % berat Maks 0.02 ASTM D 874 ISO 3987 Bilangan asam mg KOH/g Maks 0.8 AOCS Cd 3-36 FBI_A01-03 Bilangan iod G iod/100g Maks 115 Metode Hanus Metode Witjs Gliserol bebas % berat Maks 0.02 AOCS Ca 14-56 FBI_A02-03 Gliserol total % berat Maks 0.24 AOCS Ca 14-56 FBI_A02-3 Kadar ester alkil % berat Min 96.5 - FBI_A03-03

Uji halphen - - AOCS Cd 1-25 FBI_A06-03

Sumber : SNI 04-7182-2006

C.

TRANSESTERIFIKASI

IN SITU

Biodiesel dari minyak jarak pagar dapat dihasilkan melalui proses transesterifikasi minyak jarak pagar. Transesterifikasi adalah penggantian gugus alkohol dari ester dengan alkohol lain dalam suatu proses yang menyerupai hidrolisis. Menurut Swern (1982), transesterifikasi adalah reaksi ester untuk menghasilkan ester baru yang mengalami penukaran posisi asam lemak. Reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 2. Alkohol yang digunakan pada umumnya adalah metanol atau etanol. Namun metanol lebih sering digunakan daripada etanol. Hal ini karena harga metanol lebih murah dan waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi lebih cepat (Purba, 2008) serta merupakan sumber alkohol yang rantainya lebih pendek (Ma dan Hanna, 1999). Proses transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan maka diperlukan alkohol dalam jumlah berlebih untuk mendorong reaksi berjalan ke kanan sehingga dihasilkan biodiesel (Ma dan Hanna, 1999). Namun menurut (Shiu et al., 2010), penggunaan metanol yang berlebihan dapat menurunkan rendemen biodiesel, hal ini karena metanol yang berlebih


(22)

9

akan digunakan untuk melarutkan komponen lain yang lebih polar daripada minyak seperti protein.

Gambar 2. Reaksi transesterifikasi biodiesel

Proses transesterifikasi membutuhkan katalis untuk mempercepat reaksi. Katalis yang digunakan dapat berupa katalis asam atau basa. Menurut Georgogianni et al. (2008), jumlah katalis yang digunakan bergantung pada pH (tingkat keasaman) minyak. Katalis basa dinilai lebih baik dari katalis asam karena reaksinya sangat cepat, sempurna, dan dapat dilakukan pada suhu rendah. Adapun reaksi dengan katalis asam membutuhkan suhu yang lebih tinggi (Dmytryshyn et al., 2004). Katalis basa yang biasa digunakan adalah KOH atau NaOH. Katalis asam digunakan pada minyak dengan kadar asam lemak bebas > 1%. Katalis asam yang biasa digunakan dalam proses transesterifikasi adalah H2SO4 (Shuit et al., 2010).

Transesterifikasi bertujuan untuk menurunkan viskositas minyak nabati dan meningkatkan daya pembakaran sehingga dapat digunakan sesuai standar minyak diesel untuk kendaraan bermotor (Hambali et al., 2006). Namun proses transesterifikasi yang selama ini dilakukan di industri-industri besar adalah transesterifikasi konvensional. Pada pembuatan biodiesel secara konvensional, transesterifikasi dilakukan setelah proses ekstraksi dan pemurnian minyak jarak. Transesterifikasi konvensional memerlukan waktu yang lama dan proses yang panjang.

Transesterifikasi in situ merupakan langkah sederhana dalam menghasilkan biodiesel yaitu dengan cara mengeliminasi proses ekstraksi dan pemurnian minyak sehingga dapat menghemat biaya produksi (Haas et al., 2004). Trigliserida yang digunakan dalam proses transesterifikasi in situ adalah trigliserida yang berasal dari sumber bahan baku dan bukan dari minyak hasil ekstraksi dan pemurnian (Qian et al., 2008). Mekanisme proses transesterifikasi in situ adalah kontak langsung antara bahan baku sumber minyak dengan larutan alkohol dan katalis asam atau basa (Georgogianni et al., 2008). Dalam hal ini Haas et al. (2004) menambahkan bahwa fungsi dari alkohol adalah untuk menghancurkan sel-sel yang mengandung minyak dan melarutkan minyak tersebut. Shuit et al. (2010) dan Georgogianni et al. (2008) menambahkan pula bahwa transesterifikasi in situ menggunakan alkohol yang dapat berperan ganda yaitu sebagai pelarutpada proses ekstraksi minyak dan sebagai reaktan pada proses transesterifikasi.

Faktor-faktor penting yang berpengaruh pada proses produksi biodiesel secara in situ diantaranya adalah kadar air bahan, ukuran partikel bahan, waktu reaksi, kecepatan pengadukan, suhu reaksi, penggunaan katalis, dan penggunaan co-solvent (Georgogianni et al., 2008; Shuit et al., 2010; Utami, 2010). Menurut Kurashige et al. (1993), efek air terhadap kinetika reaksi hidrolisis sangat penting karena air dapat menyebabkan proses hidrolisis minyak. Selain itu menurut Keim (1945), kadar air bahan akan berpengaruh

CH2-OOC-R1 R1-COO-R’ CH2-OH

Katalis

CH-OOC-R2 + 3R’OH R2-COO-R’ + CH-OH

CH2-OOC-R3 R3-COO-R’ CH2-OH


(23)

10

pada kadar FFA (Free Fatty Acid) bahan. FFA ini akan berpengaruh pula pada jenis katalis yang akan digunakan. Jika kadar FFA < 2% maka proses transesterifikasi menggunakan katalis basa, tetapi jika FFA > 2% maka harus melalui proses esterifikasi dengan katalis asam kemudian dilanjutkan proses transesterifikasi dengan katalis basa. Jika kadar asam lemak bebas pada minyak tinggi dan katalis yang digunakan adalah katalis basa, maka akan menghasilkan reaksi penyabunan yang mengakibatkan kesulitan dalam proses pemisahan sehingga rendemen biodiesel menjadi rendah (Jain dan Sharma, 2010). Kadar minyak berpengaruh pada rendemen biodiesel yang dihasilkan. Ukuran partikel bahan berpengaruh pada proses ekstraksi minyak oleh pelarut alkohol. Semakin luas ukuran bahan maka akan memperluas kontak antara minyak dengan pelarut (Shuit et al., 2010). Waktu reaksi serta suhu reaksi merupakan kondisi yang sangat berpengaruh dalam menghasilkan biodiesel dengan rendemen yang tinggi dan kualitas yang memenuhi standar mutu biodiesel di Indonesia (Shuit et al., 2010; Utami, 2010)

Beberapa penelitian yang terkait dengan transesterifikasi in situ diantaranya telah dilakukan pada bahan baku sumber minyak seperti biji bunga matahari, biji kedelai, dan rice bran. Proses transesterifikasi in situ dapat menghasilkan biodiesel dengan rendemen dan kualitas yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan perbedaan jenis bahan baku maupun perbedaan perlakuan dan kondisi yang digunakan. Pada transesterifikasi in situ biji bunga matahari, Siler-Marinkovic dan Tomasevic (1998) mendapatkan rendemen biodiesel sebanyak 98% pada kondisi suhu 64.5oC, waktu reaksi 1 jam, dengan perbandingan molar metanol/bahan/H2SO4 adalah 300:1:9. Georgogianni et al. (2008) juga melakukan penelitian transesterifikasi in situ biji bunga matahari. Pada penelitiannya dilakukan perbandingan rendemen biodiesel melalui proses transesterifikasi konvensional dan transesterifikasi in situ. Pada transesterifikasi konvensional dengan kondisi kecepatan pengadukan 600 rpm, waktu reaksi 20 menit, dan pelarut metanol, didapat 95% biodiesel, sedangkan pada transesterifikasi in situ dengan kondisi kecepatan pengadukan 600 rpm, waktu reaksi 40 menit, dan pelarut etanol, dihasilkan biodiesel sebesar 98%. Penelitian pada transesterifikasi in situ rice bran, Ozgul-Yucel dan Turkay (2003) mendapatkan hasil bahwa penggunaan metanol pada proses transesterifikasi in situ menghasilkan rendemen biodiesel yang lebih tinggi dibandingkan alkohol jenis lainnya.

Beberapa penelitian tentang transesterifikasi in situ biji jarak pagar juga telah dilakukan oleh beberapa ilmuwan. Salah satu diantaranya adalah penelitian dari Shuit et al. (2010). Pada penelitiannya, Shuit et al. (2010) mendapatkan rendemen biodiesel sebanyak 99.8% pada kondisi suhu 600C, waktu reaksi 24 jam, rasio metanol/bahan sebesar 7.5 ml/g dengan katalis asam (H2SO4) sebanyak 15% dan penambahan heksan sebanyak 10% (v/b). Utami (2010) meneliti proses transesterifikasi in situ menggunakan biji jarak pagar dengan kadar air < 1% dan ukuran partikel 35 mesh. Pada penelitiannya digunakan katalis KOH sebanyak 7% dan pelarut metanol serta co-solvent heksan dengan perbandinga metanol/ heksan/bahan (v/b) yaitu 6:1:1. Dari hasil penelitiannya diperoleh kondisi optimum untuk proses transesterifikasi in situ dengan katalis basa yaitu pada suhu 40oC, kecepatan pengadukan sebesar 700 rpm, dan waktu proses selama 3 jam. Dari hasil penelitian Utami (2010) menunjukkan bahwa kecepatan pengadukan, waktu reaksi, dan suhu reaksi tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen biodiesel yang dihasilkan.


(24)

11

D.

PENGGANDAAN SKALA (

SCALE UP

)

Percobaan skala pilot adalah percobaan awal dalam skala kecil yang dilakukan sebelum skala industri dengan volume yang lebih besar. Penelitian skala pilot digunakan untuk menganalisis kelayakan atau untuk meningkatkan desain penelitian skala laboratorium. Pada umumnya skala pilot berkisar antara 10 liter hingga 50 liter (Timmerhaus, 2004).

Penggandaan skala diperlukan untuk meningkatkan skala produksi biodiesel dari kapasitas laboratorium menjadi skala yang lebih besar (pilot plant atau industri). Melalui penggandaan skala akan diperoleh rancangan proses produksi biodiesel kapasitas yang lebih besar untuk mutu atau kualitas produk biodiesel yang sama dengan produksi skala laboratorium (Dadang, 2008). Tahapan proses penggandaan skala dapat dilihat pada Gambar 3.

Produksi biodiesel skala pilot dapat dilakukan setelah diperoleh kondisi optimum proses pembuatan biodiesel pada skala laboratorium. Proses penggandaan skala proses produksi biodiesel dari minyak jarak melibatkan tiga tahap (Dadang, 2008): 1.Penggandaan skala untuk proses transesterifikasi

2.Penggandaan skala untuk proses pemisahan fasa metil ester dan gliserol 3.Penggandaan skala untuk proses pencucian (pemurnian)

Produk akhir

Gambar 3. Tahapan proses penggandaan skala biodiesel (Dadang, 2008). Penggandaan skala

Formula laboratorium

Desain produk dan pabrik Diagram proses

Penggandaan skala Pemilihan alat

Optimasi skala laboratorium Desain skala kecil


(25)

12

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

ALAT DAN BAHAN

1.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor volume 10 liter, pengaduk, pemanas, kondensor, termometer, penyaring, pompa vacuum, labu pemisah, viskometer Ostwald, oven, buret, cawan porselen, labu Kjeldhal, soxhlet apparatus, autoclave, dan peralatan gelas.

2.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jarak pagar varietas IP3 yang diperoleh dari kebun induk jarak pagar BALITRI, Sukabumi. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini meliputi metanol, KOH, heksan, akuades, HCl, etanol, indikator phenolptalin, CuSO4, Na2SO4, asam borat, NaOH, H2So4, indikator mensel, dan alkohol.

B.

METODE PENELITIAN

1.

Persiapan Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji jarak kering dengan kadar air 4 – 5%. Biji jarak kering ini dipersiapkan melalui pengupasan buah jarak untuk memisahkan biji dari cangkangnya dan pengeringan biji jarak pada suhu 50oC selama 48 jam (Gambar 4). Biji jarak selanjutnya dianalisis kadar air, protein, lemak, abu, dan serat kasarnya. Prosedur analisis parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 4. Diagram alir tahap persiapan bahan baku. Buah jarak

Pengupasan Cangkang

Biji jarak

Pengeringan (suhu 50oC, 48 jam)

Biji jarak kering


(26)

13

2.

Penelitian Utama

Penelitian utama yang dilakukan meliputi kajian proses produksi biodiesel melalui transesterifikasi in situ biji jarak pada berbagai kondisi operasi. Faktor– faktor yang dipelajari adalah pengaruh kecepatan pengadukan, waktu reaksi, dan rasio metanol/heksan/bahan terhadap rendemen biodiesel dan kualitasnya.

Proses transesterifikasi in situ dilakukan pada kondisi proses tertentu yaitu kadar air biji jarak < 2% dan ukuran partikel bahan 20 mesh (Kartika et al., 2009). Untuk mendapatkan kondisi proses tersebut, biji jarak kering dari tahap persiapan bahan baku dikeringkan kembali pada suhu 70-90oC selama 24-48 jam. Analisis kadar air dilakukan untuk memastikan kadar air biji jarak < 2%. Selanjutnya biji jarak tersebut diperkecil ukurannya.

Proses transesterifikasi in situ dilakukan dalam skala pilot menggunakan reaktor volume 10 liter. Kondisi operasi divariasikan pada waktu reaksi selama 4 dan 6 jam, kecepatan pengadukan 200 dan 600 rpm, serta perbandingan metanol/ heksan/bahan yaitu 3:3:1; 4:2:1; dan 5:1:1. Suhu reaksi ditetapkan pada 400C.

Katalis KOH dilarutkan dalam metanol dan direaksikan dengan pengadukan sampai terbentuk larutan metanolik-KOH. Konsentrasi KOH optimum adalah 0.075 mol/L metanol (Kartika et al., 2009). Selanjutnya ke dalam larutan metanolik-KOH dimasukkan biji jarak yang telah dihaluskan dengan rasio metanol/bahan (v/b) sesuai dengan perlakuan. Setelah biji jarak dimasukkan, ke dalam campuran tersebut ditambahkan heksan dengan rasio (v/b) juga sesuai dengan perlakuan yang akan diteliti. Campuran terus diaduk dengan kecepatan pengadukan, dan waktu tertentu sesuai dengan perlakuan. Adapun diagram alir dari proses ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Setelah proses selesai, campuran dibiarkan mengendap selama semalam. Kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan ampas dari filtrat. Ampas ini kemudian dikeringanginkan dan dilakukan uji kadar total total volatile matter dan kadar bahan terekstrak. Filtrat yang diperoleh dari penyaringan merupakan campuran dari minyak, metil ester, gliserol, metanol, dan heksan. Filtrat dievaporasi menggunakan rotary evaporator untuk memisahkan minyak, metil ester, dan gliserol dari metanol dan heksan. Metanol dan heksan teruapkan dan menyisakan campuran minyak, metil ester, dan gliserol. Campuran ini kemudian dipisahkan dengan labu pemisah. Lapisan gliserol berada di bagian bawah dan berwujud semi padat. Lapisan metil ester dan minyak berada di bagian atas. Pemisahan kedua lapisan ini berdasarkan densitas dari gliserol dan metil ester. Setelah dipisahkan, minyak dan metil ester kemudian dicuci dengan akuades hingga pH netral. Akuades yang mempunyai densitas lebih besar daripada metil ester, akan mengendap di bagian bawah untuk selanjutnya dibuang.


(27)

14

Gambar 5. Diagram alir proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar (Kartika et al., 2009) Pencucian

Biodiesel

Karakterisasi Biodiesel

Metanol KOH

Biji jarak

Pencampuran

Pengeringan

Penghancuran

Serbuk biji jarak (KA < 2%, 20 mesh)

Transesterifikasi in situ (suhu 400C)

Pendinginan

Penyaringan

Heksan Larutan

KOH-Metanolik

Ampas

Filtrat

Campuran minyak, metil ester, dan gliserol

Pemisahan

Evaporasi Metanol dan heksan

Gliserol


(28)

15

C.

RANCANGAN PERCOBAAN

Penelitian ini dirancang berdasarkan rancangan percobaan acak lengkap faktorial dan dievaluasi secara statistik dengan menggunakan ANOVA (α = 0.05) dan uji lanjut Duncan (α = 0.05). Terdapat tiga variabel perlakuan yang digunakan dalam proses transesterifikasi in situ, yaitu waktu reaksi (A), kecepatan pengadukan (B), dan rasio metanol/heksan/bahan (C).

Waktu reaksi terdiri dari dua taraf, yaitu 4 jam (A1) dan 6 jam (A2). Kecepatan pengadukan terdiri dari dua taraf, yaitu 200 rpm (B1) dan 600 rpm (B2). Rasio metanol/heksan/bahan terdiri dari tiga taraf, yaitu 3:3:1 (C1), 4:2:1 (C2), dan 5:1:1 (C3). Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak dua kali. Model matematik yang digunakan untuk percobaan ini berdasarkan Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah:

Yijkl = µ + Ai + Bj + Ck + (AB)ij + (AC)ik + (BC)jk + (ABC)ijk + εijkl Keterangan :

i : jumlah taraf A = 2 j : jumlah taraf B = 2 k : jumlah taraf C = 3 l : jumlah ulangan = 2

Yijkl : variabel respon atau hasil pengamatan karena pengaruh bersama faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j, faktor C taraf ke-k, dan ulangan ke-l

µ : pengaruh rata-rata sebenarnya (rata-rata umum) Ai : pengaruh dari faktor A taraf ke-i

Bj : pengaruh dari faktor B taraf ke-j Ck : pengaruh dari faktor C taraf ke-k

(AB)ij : pengaruh interaksi antara faktor A taraf ke-i terhadap faktor B taraf ke-j

(AC)ik : pengaruh interaksi antara faktor A taraf ke-i terhadap faktor C taraf ke-k

(BC)jk : pengaruh interaksi antara faktor B taraf ke-j terhadap faktor C taraf ke-k

(ABC)ijk : pengaruh interaksi antar faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j, dan faktor C taraf ke-k

εijkl : pengaruh galat atau error dari faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j, faktor C taraf ke-k, dan ulangan ke-l

D.

ANALISIS

Parameter-parameter yang diukur untuk mengkarakterisasi biodiesel yang dihasilkan meliputi rendemen, bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, viskositas, dan kadar abu. Sedangkan parameter yang digunakan untuk analisis ampas meliputi kadar total total volatile matter dan kadar bahan terekstrak. Prosedur lengkap untuk menganalisis parameter-parameter diatas dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3.


(29)

16

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

PERSIAPAN BAHAN BAKU

Persiapan bahan baku dilakukan untuk mengetahui karakteristik biji jarak pagar yang digunakan pada penelitian utama. Pada Persiapan bahan baku, biji jarak yang sudah kering dilakukan analisis proksimat yang meliputi analisis kadar air, minyak, protein, serat kasar, abu serta karbohidrat. Hasil analisis proksimat biji jarak pagar disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi biji jarak pagar

Parameter Uji Hasil

Penelitian (%bb)

Penelitian Sebelumnya Achten et al.

(2008)

Utami (2010)

Kadar air 5.66 4.48 6.29

Kadar minyak 36.16 54.59 36.91

Kadar serat kasar 36.24 2.82 8.63

Kadar abu 3.76 4.13 4.20

Kadar protein 17.19 24.85 19.43

Kadar karbohidrat (by difference) 1.00 9.13 24.54

Dari hasil persiapan bahan baku yang dapat dilihat pada Tabel 5 menunjukkan bahwa karakteristik biji jarak pagar yang digunakan pada penelitian ini mempunyai kadar air, minyak, abu, dan protein yang hampir sama dengan karakteristik biji jarak pagar pada penelitian Utami (2010). Pada penelitian ini biji jarak yang digunakan adalah biji jarak pagar varietas Lampung IP-3 yang didapat dari Balitri Sukabumi. Biji jarak pagar yang digunakan pada penelitian Utami merupakan biji jarak pagar varietas Lampung IP-2. Varietas Lampung IP-3 merupakan hasil seleksi rekuren pada populasi IP-2. Keunggulan-keunggulan dari varietas IP-3 diantaranya adalah produktivitas sekitar 2.2-2.5 ton biji kering /ha pada tahun pertama. Pada kondisi hujan yang optimal serta ketersediaan hara yang cukup populasi IP-3 mampu menghasilkan 5-6 ton/ha pada tahun ke-3 atau 8-9 ton/ha pada tahun ke-4 sampai tanaman berumur 30 tahun. Kandungan minyak pada IP-3 berkisar 33-36% yang bervariasi menurut musim panen. Hasil persiapan bahan baku pada Tabel 5 menunjukkan bahwa biji jarak pagar dengan varietas yang sama dan tempat tumbuh kembang yang sama pada umumnya memiliki karakteristik yang sama pula.

Perbedaan kadar minyak dapat terjadi karena perbedaan umur panen biji jarak pagar. Biji jarak pagar pada penelitian Utami (2010) kemungkinan lebih matang daripada biji jarak pagar pada penelitian ini. Namun perbedaan ini tidak terlalu signifikan. Perbedaan nilai kadar serat kasar dapat disebabkan pula oleh perbedaan umur panen biji jarak pagar, selain itu dapat juga disebabkan oleh pengaruh musim yang sedang terjadi pada saat budidaya tanaman jarak pagar. Sedangkan jika dibandingkan dengan komposisi biji jarak pagar pada penelitian Achten et al.(2008), terlihat bahwa karakteristik biji jarak pagar yang digunakan dalam penelitiannya mempunyai komposisi berbeda. Pada


(30)

17

penelitiannya, Achten et al. (2008) hanya menggunakan kernel biji jarak pagar bukan biji jarak pagar yang utuh. Hal ini dapat dilihat pada kadar minyak dan kadar protein yang berbeda signifikan.

Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh dua faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kondisi dan karakteristik biji jarak pagar yang digunakan. Sedangkan faktor eksternal meliputi ukuran partikel bahan, suhu, kecepatan pengadukan, jenis katalis, waktu reaksi serta jenis alkohol yang digunakan. Karakteristik biji jarak pagar yang berpengaruh penting adalah kadar air dan kadar minyak yang terdapat pada biji jarak pagar. Semakin tinggi kadar minyak yang terdapat pada biji jarak pagar maka rendemen biodiesel yang dihasilkan akan semakin tinggi. Hal ini karena trigliserida yang dikonversi menjadi metil ester juga tinggi. Kandungan air akan menyebabkan terjadinya hidrolisis, reaksi hidrolisis ini dapat menjadi reaksi saingan bagi reaksi transesterifikasi. Reaksi hidrolisis terjadi karena adanya anion OH- yang dapat menyerang ikatan ester pada trigliserida (Gambar 6). Sebaliknya kandungan air yang rendah di dalam minyak tidak akan mengganggu reaksi transesterifikasi, karena anion metoksida (CH3O-) lebih kuat dibanding dengan anion hidroksida (OH-) dari air, sehingga pembentukan metil ester dengan alkohol lebih dominan terjadi dibandingkan reaksi hidrolisis. Terjadinya reaksi hidrolisis akan menyebabkan semakin meningkatnya asam lemak bebas dalam minyak.

Gambar 6. Reaksi hidrolisis trigliserida oleh anion hidroksida

Kandungan asam lemak bebas akan berpengaruh terhadap penggunaan katalis dalam proses transesterifikasi. Pada proses transesterifikasi in situ, kadar asam lemak bebas > 2% pada minyak disarankan untuk menggunakan katalis asam. Jika menggunakan katalis basa, maka akan terjadi peristiwa penyabunan (Gambar 7 dan 8). Katalis basa akan digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas sehingga keefektifan katalis untuk mempercepat reaksi transesterifikasi menjadi berkurang yang berakibat pada hasil rendemen biodiesel yang juga akan berkurang. Selain itu, sabun yang terbentuk juga akan menyebabkan kesulitan dalam pemisahan gliserol dengan monoalkil ester yang dihasilkan. 

Gambar 7. Reaksi penyabunan trigliserida

CH2-OOC-R1 CH2-OOC-R1

OH- + CH-OOC-R2 H-OOC-R + CH-O

CH2-OOC-R3 CH2-OOC-R2

Anion Trigliserida Asam Lemak Anion

Hidroksida Bebas Trigliserida

CH2-COO-R1 O CH2-OH

H2O

CH-COO-R2 + 3 KOH 3 R-C-OK + CH-OH

CH2-COO-R3 CH2-OH


(31)

18

Gambar 8. Reaksi penyabunan asam lemak bebas

B.

PENELITIAN UTAMA

Penelitian utama meliputi proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada berbagai kondisi proses dan karakterisasi mutu metil ester (biodiesel) yang dihasilkan. Penelitian ini dilakukan pada suhu yang sudah ditetapkan yaitu 400C, dengan faktor yang dipelajari adalah waktu reaksi, kecepatan pengadukan, serta rasio metanol/heksan/bahan terhadap rendemen dan kualitas biodiesel yang dihasilkan.

Transesterifikasi in situ adalah metode transesterifikasi yang menggabungkan proses ekstraksi minyak dan proses transesterifikasi. Ukuran partikel bahan berpengaruh pada proses ekstraksi minyak dari biji jarak pagar. Ukuran partikel yang lebih kecil mempunyai permukaan yang lebih luas yang memudahkan ekstraksi minyak dari biji. Sedangkan biji dengan ukuran partikel yang lebih besar akan terjadi keterbatasan transfer massa minyak ke metanol karena minyak terperangkap lebih dalam pada inti biji pada waktu diekstraksi. Pada penelitian ini biji dihancurkan menggunakan mesin penghancur hingga didapat ukuran partikel bahan sebesar + 20 mesh.

Alkohol yang digunakan dalam proses transesterifikasi pada penelitian ini adalah metanol. Metanol dipilih karena harganya lebih murah serta lebih cepat bereaksi, hal ini dikarenakan metanol merupakan sumber alkohol dengan rantai yang pendek, sehingga lebih cepat diputus dan bereaksi dengan trigliserida (Ma dan Hanna, 1999). Pada perbandingan secara stokhiometri, proses transesterifikasi membutuhkan 3 mol metanol untuk mengkonversi 1 mol trigliserida menjadi 3 mol metil ester dan 1 mol gliserol. Pada reaksi ini terjadi keseimbangan sehingga reaksi akan bersifat reversible. Pada proses transesterifikasi in situ, metanol berperan ganda sebagai pelarut dalam proses ekstraksi trigliserida dari biji jarak pagar dan sebagai pereaksi pada proses transesterifikasi, oleh karena itu metanol dibutuhkan dalam jumlah berlebih sehingga reaksi akan lebih mengarah ke produk dan rendemen metil ester yang didapatkan lebih tinggi.

Pada Gambar 9 dijelaskan proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar. Di dalam sel minyak pada tanaman biji jarak pagar terdapat trigliserida. Trigliserida-trigliserida tersebut akan diekstraksi oleh metanol sehingga Trigliserida-trigliserida akan keluar dari sel. Pada proses ekstraksi ini, metanol berfungsi sebagai pelarut. Pada proses ekstraksi ditambahkan co-solvent yaitu heksan yang membantu metanol mengeluarkan trigliserida dari sel. Heksan hanya berfungsi pada proses ekstraksi tetapi tidak berperan pada proses transesterifikasi. Setelah trigliserida keluar dari sel, trigliserida akan bereaksi dengan metanol dalam proses transesterifikasi yang menghasilkan metil ester dan gliserol.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya tentang proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar oleh Shuit et al. (2010) dan Utami (2010), dapat dilihat bahwa penggunaan heksan sangat berpengaruh terhadap rendemen biodiesel yang dihasilkan. Heksan merupakan pelarut non polar, sehingga diharapkan dapat mengekstraksi minyak

R-COOH + KOH R-COOK + H2O

Asam Lemak Kalium Sabun Air


(32)

19

lebih optimal dan konversi minyak menjadi metil ester juga akan semakin tinggi. Heksan bertindak sebagai co-solvent yang berfungsi untuk membantu metanol mengekstraksi minyak dengan cara meningkatkan transfer massa minyak ke metanol (Shuit et al., 2010). Oleh karena itu dalam penelitian ini, dilakukan pengembangan kondisi proses dengan rasio metanol/heksan/bahan sebesar 3:3:1, 4:2:1, dan 5:1:1.

Keterangan:

TG : Trigliserida ME : Metil Ester Me : Metanol He : Heksan Gl : Gliserol

Gambar 9. Proses transesterifikasi in situ

Selain metanol dan heksan, digunakan pula katalis untuk mempercepat reaksi transesterifikasi dengan cara menurunkan energi aktivasi. Pada umumnya ada dua macam katalis yaitu katalis asam dan katalis basa. Katalis basa lebih sering digunakan karena katalis basa lebih cepat bereaksi dan dapat digunakan pada suhu rendah (Georgogianni et al., 2008). Katalis basa yang banyak digunakan pada industri-industri biodiesel adalah KOH dan NaOH. Pada penelitian ini digunakan katalis basa yaitu KOH. Hal ini karena KOH bersifat lebih elektropositif daripada NaOH. Selain itu, KOH merupakan jenis katalis yang mudah didapat dan residu akhirnya dapat diolah kembali menjadi pupuk potasium sehingga tidak terbuang percuma. KOH akan membentuk ion metoksida ketika bereaksi dengan metanol. Larutan KOH metanolik ini akan lebih mudah menukar gugus karbonil pada asam lemak. Konsentrasi katalis KOH yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0.075 mol/L metanol yang merupakan hasil optimum dari penelitian Kartika et al. (2009).

Reaksi antara metanol dengan KOH akan menghasilkan senyawa CH3O-K dan air (Gambar 10). Senyawa CH3O-Na ini terdiri dari molekul CH3O- dan K+. Molekul

ekstraksi

Transesterifikasi

+

Ekstraksi

ME

TG

TG

TG

TG TG

TG TG

Me

He

Me

He

Me

Me

Me Me

Me

He

Me TG


(33)

20

CH3O- akan menyerang trigliserida untuk membentuk ester dan anion trigliserida. Akibat reaksi antara asam lemak dengan molekul CH3O- untuk membentuk ester, maka molekul trigliserida kekurangan elekron untuk membentuk digliserida. Kekurangan elektron ini akan diambil dari molekul metanol sehingga terbentuk digliserida dan senyawa metoksida. Senyawa metoksida yang dihasilkan akan kembali menyerang molekul digliserida dengan proses yang sama seperti yang ditunjukkan pada tahap 2 sampai akhirnya seluruh trigliserida akan dikonversi menjadi metil ester.

Tahap 1:

CH3OH + KOH CH3O-K + H2O

Tahap 2:

CH2-OOC-R1 CH2-OOC-R1

CH3O- + CH-OOC-R2 CH3-OOC-R + CH-O

-CH2-OOC-R3 CH2-OOC-R2

Metoksida Trigliserida Metil Ester Anion Trigliserida

Tahap 3:

CH2-OOC-R1 CH2-OOC-R1

CH-O- + CH3OH CH-OH + CH3O

CH2-OOC-R2 CH2-OOC-R2

Anion Metanol Digliserida Metoksida Trigliserida

Gambar 10. Mekanisme proses transesterifikasi dengan katalis basa

Beberapa faktor penting yang mempengaruhi rendemen biodiesel lainnya adalah suhu, waktu reaksi, serta kecepatan pengadukan. Suhu dapat mempengaruhi kecepatan reaksi dan rendemen bodiesel pada proses transesterifikasi dengan katalis basa (Liu et al., 2008). Semakin tinggi suhu, semakin banyak energi yang dapat digunakan reaktan untuk mencapai energi aktivasi. Energi ini didapat dari tumbukan-tumbukan molekul reaktan yang semakin sering. Energi kinetik dari molekul-molekul reaktan meningkat dan menyebabkan peningkatan kecepatan transfer massa antara reaktan dan katalis. Pemanasan menyebabkan molekul-molekul minyak terdispersi dan terdistribusi ke dalam molekul-molekul metanol dan bereaksi sehingga memutuskan ikatan gliserida membentuk metil ester (Noureddini dan Zhu, 1997).

Waktu reaksi transesterifikasi merupakan salah satu faktor yang juga mempengaruhi rendemen biodiesel yang dihasilkan. Semakin lama waktu reaksi yang diberikan, maka rendemen biodiesel akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan waktu untuk molekul-molekul reaktan bertumbukan semakin lama, sehingga waktu konversi trigliserida menjadi metil ester lebih tinggi. Namun, jika sudah mencapai titik keseimbangan reaksi maka waktu reaksi tidak berpengaruh pada rendemen metil ester.


(34)

21

Jain dan Sharma (2010) mengemukakan bahwa konversi trigliserida menjadi metil ester akan meningkat dengan cepat selama 180 menit pertama hingga mencapai rendemen sebesar 98% dan lebih dari 180 menit waktu tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen biodiesel.

Pengadukan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pencampuran antara pelarut dengan bahan baku biodiesel (minyak nabati). Pada proses metanolisis terdapat masalah utama yaitu alkohol mempunyai daya larut yang buruk terhadap bahan berlemak. Ketika metanol dan katalis dicampurkan dengan bahan, akan terbentuk dua fase yaitu fase metanol di bagian atas dan fase minyak di bagian bawah. Adanya pemisahan fase ini menghambat laju reaksi, karena rendahnya peluang kontak antara minyak, metanol dan katalis (Boocock, 1998). Proses pengadukan akan meningkatkan kontak antara minyak, metanol, dan katalis sehingga meningkatkan kecepatan reaksi pembentukan metil ester. Korus et al. (2000) menyatakan diperlukan pengadukan yang sangat cepat untuk membantu homogenasi campuran. Namun hal yang sangat penting berkaitan dengan kecepatan pengadukan pada proses transesterifikasi in situ yaitu perlu dilakukan variasi kecepatan pengadukan sehingga diperoleh besarnya kecepatan yang sesuai dengan proses transesterifikasi. Pengadukan yang terlalu cepat dapat mengakibatkan kehilangan kontak antara pereaksi dengan sumber bahan minyak.

Karakterisasi biodiesel yang dihasilkan dalam penelitian ini meliputi rendemen dan mutu biodiesel. Rendemen menunjukkan hasil konversi trigliserida menjadi metil ester. Pada penelitian ini, rendemen biodiesel dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Rendemen biodiesel B x A % Keterangan:

A : Bobot biodiesel yang dihasilkan setelah pencucian B : Bobot minyak yang terkandung dalam biji jarak pagar

Mutu biodiesel yang dipelajari diantaranya adalah bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, viskositas, dan kadar abu. Ampas hasil transesterifikasi in situ biji jarak pagar dikarakterisasi kadar total volatile matter dan kadar bahan terekstraknya. Penampakan biodiesel hasil penelitian ini seperti terlihat pada Gambar 11.


(35)

22

1.

Rendemen

 

Rendemen biodiesel yang didapatkan dari penelitian ini berkisar antara 82.19 – 89.19%. Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa semakin meningkatnya waktu reaksi dari 4 jam ke 6 jam, rendemen biodiesel yang dihasilkan juga mengalami peningkatan kecuali pada perlakuan A1B1C2 dan A1B2C2. Pada perlakuan tersebut, rendemen biodiesel mengalami penurunan masing-masing sebesar 0.23% dan 0.14%. Namun penurunan ini tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan kenaikan rendemen biodiesel pada perlakuan lainnya. Berdasarkan variasi kecepatan pengadukan, didapat hasil bahwa semakin tinggi kecepatan pengadukan maka rendemen biodiesel yang dihasilkan juga semakin tinggi kecuali pada perlakuan A1B1C3 dan A2B1C3. Namun secara keseluruhan rendemen biodiesel mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan kecepatan pengadukan. Sedangkan berdasarkan rasio metanol/heksan/bahan, rendemen biodiesel meningkat secara signifikan seiring dengan penambahan heksan.

Keterangan:

A : waktu reaksi (A1 = 4 jam dan A2 = 6 jam)

B : kecepatan pengadukan (B1 = 200 rpm dan B2 = 600 rpm)

C : rasio metanol/heksan/bahan (C1 = 3:3:1, C2 = 4:2:1, dan C3 = 5:1:1)

Gambar 12. Rendemen biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada berbagai perlakuan

Rendemen biodiesel tertinggi yaitu 89.19% didapatkan dari perlakuan A2B2C1 (waktu reaksi selama 6 jam, kecepatan pengadukan sebesar 600 rpm, dan rasio metanol/heksan/bahan sebesar 3:3:1). Hasil analisis sidik ragam terhadap rendemen diperoleh hasil bahwa waktu reaksi dan kecepatan pengadukan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen biodiesel. Sedangkan rasio metanol/heksan/bahan berpengaruh nyata terhadap rendemen biodiesel. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa rasio metanol/heksan/bahan sebesar 5:1:1 berbeda nyata terhadap rasio 3:3:1 dan 4:2:1. Namun rasio 3:3:1 tidak berbeda nyata

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

A1 A2

Rendemen (%

)

Perlakuan

B1 C1

B1 C2

B1 C3

B2 C1

B2 C2


(36)

23

dengan rasio 4:2:1. Dari Gambar 12 juga terlihat bahwa perbedaan penambahan heksan sangat berpengaruh. Jika dibandingkan antara rasio 5:1:1 dengan rasio 4:2:1 terlihat peningkatan rendemen biodiesel berkisar antara 0.62 - 3.54%. Sedangkan jika dibandingkan antara rasio 5:1:1 dengan rasio 3:3:1, terlihat bahwa terjadi peningkatan rendemen biodiesel sebesar 2.96 - 4.53%.

Dari segi biaya produksi, konsumsi energi, serta efek yang ditimbulkan terhadap lingkungan, kondisi proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar yang sebaiknya dipilih adalah perlakuan A1B1C2 (waktu reaksi selama 4 jam, kecepatan pengadukan sebesar 200 rpm, dan rasio metanol/heksan/bahan sebesar 4:2:1), pada kondisi ini rendemen biodiesel yang dihasilkan yaitu sebesar 85.66%. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu reaksi dan semakin besar kecepatan pengadukan maka semakin tinggi pula konsumsi energi yang diperlukan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan waktu reaksi dan kecepatan pengadukan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen. Selain itu harga heksan lebih mahal daripada harga metanol dan efek buruk penggunaan heksan terhadap lingkungan. Heksan merupakan salah satu bahan kimia yang sangat toksik, sehingga perlu dilakukan pengoptimalan dalam penggunaannya.

Pada penelitian Utami (2010), rendemen biodiesel tertinggi sebesar 82.51% diperoleh pada kondisi proses dengan suhu reaksi 500C, kecepatan pengadukan sebesar 800 rpm, waktu reaksi selama 5 jam, dan rasio metanol/heksan/bahan sebesar 6:1:1. Hasil penelitian ini lebih baik daripada penelitian Utami (2010). Hal ini dikarenakan penelitian ini dilakukan pada suhu 400C dan kecepatan pengadukan sebesar 600 rpm, sehingga energi yang digunakan pada penelitian ini lebih rendah. Selain itu rendemen biodiesel yang dihasilkan pada penelitian ini juga lebih tinggi yaitu 89.19%. Penelitian transesterifikasi in situ biji jarak pagar juga dilakukan oleh Shuit et al. (2010). Pada penelitiannya, rendemen biodiesel yang dihasilkan sebanyak 99.8% pada kondisi suhu 600C, waktu reaksi 24 jam, rasio metanol/bahan sebesar 7.5 ml/g dengan katalis asam (H2SO4) sebanyak 15% dan penambahan heksan sebanyak 10% (v/b). Jika dibandingkan dengan penelitian ini, penggunaan katalis basa ternyata lebih efektif daripada katalis asam karena waktu reaksi dengan katalis basa hanya selama 4 jam, sedangkan dengan katalis asam waktu yang diperlukan selama 24 jam. Selain itu penggunaan katalis asam sendiri diperlukan dalam jumlah yang lebih banyak daripada katalis basa. Pada penelitiannya dibutuhkan katalis asam sebanyak 15% sedangkan pada penelitian ini dibutuhkan katalis basa sebanyak 7%. Pada penelitiannya juga digunakan metanol yang lebih banyak jumlahnya.

Penelitian Utami (2010) dan Shuit et al. (2010) ini merupakan proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada skala laboratorium. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa peningkatan skala operasi dengan kondisi proses yang sesuai juga memberikan hasil peningkatan rendemen biodiesel yang dihasilkan. Hasil dari penelitian skala pilot ini dapat menjadi acuan kondisi proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada skala industri untuk mendapatkan rendemen biodiesel yang tinggi dengan kualitas biodiesel yang memenuhi Standar Biodiesel Indonesia. Penelitian transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada skala pilot ini merupakan faktor penting dalam menuju komersialisasi biodiesel. Hasil proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada skala laboratorium tidak dapat secara langsung


(37)

24

diterapkan pada skala industri. Penelitian pada skala pilot menunjukkan pengembangan proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar yang lebih optimal.

Beberapa proses pembuatan biodiesel biji jarak pagar yang telah dilakukan pada skala pilot diantaranya dilakukan oleh Syah (2006). Katalis yang digunakan adalah KOH 1%, suhu reaksi sebesar 600 C dan waktu reaksi selama 90 menit. Syah (2006) mereaksikan 25 kg minyak jarak pagar dengan 5 kg metanol serta katalis KOH sebanyak 0.25 kg. Dari proses transesterifikasi diperoleh 24.13 kg biodiesel, 4.54 kg gliserol, dan 1.71 kg emulsi. Selain itu ada pula produksi biodiesel kapasitas 1.5 ton/hari yang dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Produksi biodiesel ini dilakukan di Puspitek Serpong. PT. Energi Alternatif Indonesia (PT EAI, tahun 2005) juga memproduksi biodiesel dengan kapasitas 1 ton/ hari, pabrik ini berlokasi di Jakarta Utara. PT. Rajawali Nusantara Indonesia juga membuka pabrik biodiesel jarak pagar pada skala 250 liter/hari di Jatitujuh, Jawa Barat. Pabrik biodiesel lainnya yang berproduksi pada skala pilot adalah PT. Multi Inovasi Mandiri (MIM) yang memproduksi biodiesel minyak jarak pagar pada skala 30 liter/hari di Mojokerto, Jawa Timur.

Aplikasi proses transesterifikasi in situ biji jarak pagar pada skala industri perlu memperhatikan pula penanganan bahan, terutama metanol dan heksan. Berdasarkan Material Safety Data Sheet (MSDS), metanol merupakan bahan kimia yang mudah terbakar dan bersifat sangat toksik pada pernafasan. Sedangkan heksan juga merupakan bahan kimia yang sangat mudah terbakar. Oleh karena itu perlu dilakukan penanganan dan penyimpanan bahan dengan benar. Metanol dan heksan harus disimpan pada wadah yang tertutup rapat di tempat yang berventilasi baik dan jauh dari sumber nyala dan panas, penyimpanan sebaiknya di tempat dengan suhu < 300C.

2.

Kualitas Biodiesel

 

Karakterisasi mutu biodiesel yang dilakukan pada penelitian ini meliputi bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, viskositas, dan kadar abu. Bilangan asam merupakan salah satu parameter penting dalam standar biodiesel. Bilangan asam menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang dihitung berdasarkan bobot molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH 0.1 N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram sampel biodiesel. Berdasarkan nilai ini, dapat diketahui jumlah asam lemak bebas yang masih bersisa dalam biodiesel yang dihasilkan. Nilai bilangan asam biodiesel seharusnya sekecil mungkin, karena asam lemak bebas bersifat korosif yang akan menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen mesin diesel. Selain itu, bilangan asam yang tinggi dapat menyebabkan deposit bahan bakar sehingga menyebabkan pompa dan filter lebih cepat mengalami kerusakan.

Bilangan penyabunan dinyatakan dalam jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram sampel biodiesel. Pada analisis biodiesel jarak pagar, nilai ini menunjukkan konsentrasi molar gugus fungsi ester pada metil ester jarak pagar. Bilangan penyabunan minyak jarak pagar menggambarkan besarnya bobot molekul minyak, dimana keduanya berbanding terbalik. Semakin tinggi bobot molekul minyak, maka bilangan penyabunan akan semakin rendah.


(38)

25

Bilangan penyabunan juga dipengaruhi oleh senyawa-senyawa seperti tri-, di-, dan mono gliserida yang masih terdapat setelah proses transesterifikasi (Gambar 13). Keberadaan senyawa-senyawa tersebut akan menyebabkan bilangan penyabunan biodiesel menjadi lebih rendah karena bobot molekulnya yang tinggi. Jika konversi trigliserida menjadi metil ester sempurna maka bilangan penyabunan akan menjadi tinggi karena bobot molekul metil ester lebih rendah. Selain itu bilangan penyabunan juga dipengaruhi oleh komposisi asam lemak pada bahan baku. Minyak yang didominasi asam lemak tidak jenuh mempunyai bilangan penyabunan yang lebih kecil.

Gambar 13. Tahapan reaksi transesterifikasi

Bilangan ester dihitung sebagai selisih antara bilangan penyabunan dan bilangan asam. Meskipun tidak menunjukkan kuantitas senyawa ester sebenarnya, tetapi secara teoritis, bilangan ini dapat memperkirakan jumlah asam lemak yang bersenyawa sebagai ester. Semakin tinggi bilangan penyabunan dan bilangan ester, maka semakin murni biodiesel yang dihasilkan dan semakin efektif proses transesterifikasi karena trigliserida yang dikonversi menjadi metil ester semakin banyak.

Viskositas adalah parameter utama dalam proses transesterifikasi. Hal ini dikarenakan tujuan utama proses transesterifkasi adalah untuk menurunkan viskositas yang tinggi pada minyak hasil ekstraksi. Viskositas pada minyak lebih tinggi daripada metil ester. Hal ini disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen intermolekular dalam asam lemak di luar grup karboksil. Viskositas akan meningkat seiring dengan panjang rantai asam lemak dan alkohol dalam ester asam atau dalam hidrokarbon alifatik. Percabangan memiliki efek yang tidak signifikan terhadap viskositas dibandingkan adanya ikatan rangkap, namun posisi ikatan rangkap tidak terlalu mempengaruhi viskositas. Alkohol bercabang tidak mempengaruhi viskositas secara signifikan dibandingkan rantai lurus, sedangkan adanya asam lemak bebas akan meningkatkan viskositas secara nyata (Knothe dan Steidley, 2005).

Viskositas biodiesel juga dipengaruhi oleh kandungan trigliserida yang tidak bereaksi dengan metanol, komposisi asam lemak penyusun metil ester serta senyawa intermediet seperti monogliserida dan digliserida yang mempunyai polaritas dan bobot molekul yang cukup tinggi. Minyak yang mengandung asam-asam lemak berbobot molekul rendah cenderung memiliki viskositas lebih rendah dibandingkan minyak dengan derajat ketidakjenuhan sama yang hanya mengandung asam-asam lemak berbobot molekul tinggi (Formo, 1979). Viskositas juga diartikan sebagai ukuran ketahanan bahan bakar untuk mengalir. Viskositas berpengaruh secara langsung pada penetrasi pola semprotan pada bilik pembakaran, sehingga juga berpengaruh pada atomisasi bahan bakar, efisiensi pembakaran. Semakin tinggi kandungan metil ester, maka semakin rendah nilai viskositasnya. Dilihat dari asam

Trigliserida (TG) + R’OH Digliserida (DG) + R’COOR1 Digliserida (DG) + R’OH Monogliserida (MG) + R’COOR2 Monogliserida (MG) + R’OH Gliserol (GL) + R’COOR3


(39)

26

lemak penyusunnya, viskositas biodiesel berkurang seiring bertambahnya ketidakjenuhan (Allen et al., 1999). Menurut Jain dan Sharma (2010) komposisi minyak jarak pagar didominasi oleh asam lemak tidak jenuh (Gambar 14) yaitu asam oleat (36.5-41%) dan asam linoleat (35.3-42.1%), oleh karena itu viskositas biodiesel jarak pagar lebih rendah dibandingkan dengan biodiesel minyak nabati lainnya, seperti minyak kelapa. Asam lemak dominan pada minyak kelapa merupakan asam lemak jenuh yaitu asam laurat (46.7%) dan asam miristat (18.3%).

Gambar 14. Asam lemak dominan penyusun minyak jarak pagar

a. Bilangan Asam

Berdasarkan penelitian ini, bilangan asam biodiesel yang dihasilkan berkisar antara 0.20 – 0.26 mg KOH/g. Berdasarkan Standar Biodiesel Indonesia untuk bilangan asam biodiesel ditentukan maksimal 0.8 mg KOH/g, sehingga biodiesel yang dihasilkan dari penelitian ini sudah memenuhi standar dan layak untuk digunakan. Dari Gambar 15 dapat dilihat bahwa waktu reaksi, kecepatan pengadukan, serta rasio metanol/heksan/bahan tidak memberikan pengaruh terhadap bilangan asam biodiesel. Nilai bilangan asam biodiesel hampir semuanya bernilai 0.2 mg KOH/g kecuali pada perlakuan A2B1C3 dan A2B2C3 yang bernilai 0.26 mg KOH/g. Perbedaan nilai ini tidak terlalu signifikan. Tingginya nilai bilangan asam pada perlakuan A2B2C3 dan A2B1C3 dapat dikarenakan sebagian trigliserida yang terdapat pada bahan belum terkonversi menjadi metil ester secara sempurna.

H (CH2)7COOH C

cis C

H (CH2)7CH3 Asam oleat

H (CH2)7COOH C

cis C

H CH2

H C

cis C

CH3(CH2)4 H


(1)

48

Lampiran 4. Karakteristik mutu biodiesel hasil transesterifikasi in situ biji jarak pagar

No. Perlakuan Rendemen (%)

Karakterisasi Mutu Biodiesel Karakterisasi Ampas Bilangan asam (mg KOH/g) Bilangan Penyabunan (mg KOH/g) Bilangan Ester (mg KOH/g) Viskositas (cSt) Kadar Abu (%)

Kadar Total Volatille Matter (%) Kadar Bahan Terekstrak (%)

1. A1B1C1 85.99 0.20 193.95 193.76 4.31 0.000 3.88 11.81

2. A1B2C1 86.14 0.20 190.44 190.24 3.73 0.000 3.85 10.27

3. A1B1C2 85.66 0.20 189.20 189.00 3.52 0.000 3.96 10.49

4. A1B2C2 85.73 0.20 190.99 190.78 3.49 0.000 2.08 7.99

5. A1B1C3 82.65 0.20 188.69 188.49 3.45 0.008 0.90 7.06

6. A1B2C3 82.19 0.20 187.63 187.42 3.50 0.018 4.27 9.29

7. A2B1C1 87.77 0.20 188.82 188.62 5.42 0.000 1.53 4.20

8. A2B2C1 89.19 0.20 186.54 186.34 4.21 0.000 1.40 7.09

9. A2B1C2 85.43 0.20 190.42 190.22 3.51 0.000 1.20 6.74

10. A2B2C2 85.59 0.20 187.79 187.58 3.49 0.000 1.28 7.18

11. A2B1C3 84.81 0.26 194.10 193.84 3.48 0.000 1.71 8.19


(2)

49

Lampiran 5. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk rendemen (α = 0.05)

Analisis Ragam untuk Rendemen

Sumber keragaman DF Type I SS Mean

Square

F-Value Pr > F

waktu reaksi 1 13.74106667 13.74106667 4.59 0.0535

kecepatan pengadukan 1 0.24000000 0.24000000 0.08 0.7820

waktu*kec.pengadukan 1 0.45926667 0.45926667 0.15 0.7023

rasio metanol/heksan/bahan 2 54.77777500 27.38888750 9.14 0.0039 waktu*rasio me/hek/bahn 2 8.61315833 4.30657917 1.44 0.2757

kec.pengadukan*rasio me/hek/bahn

2 1.21822500 0.60911250 0.20 0.8188

waktu*kec.pengadukan*rasio me/hek/bahn

2 0.39140833 0.19570417 0.07 0.9371

Uji lanjut Duncan untuk rasio metanol/heksan/bahan

Duncan Grouping Mean N Rasio

metanol/heksan/bahan

A 87.2738 8 1

A

A 85.6025 8 2


(3)

50

Lampiran 6. Analisis ragam untuk bilangan asam

Sumber keragaman DF Type I SS Mean

Square

F-Value Pr > F

waktu reaksi 1 0.00240000 0.00240000 0.57 0.4643

kecepatan pengadukan 1 0.00240000 0.00240000 0.57 0.4643

waktu*kec.pengadukan 1 0.00240000 0.00240000 0.57 0.4643

rasio metanol/heksan/bahan 2 0.00120000 0.00060000 0.14 0.8683

waktu*rasio me/hek/bahn 2 0.00120000 0.00060000 0.14 0.8683 kec.pengadukan*rasio

me/hek/bahn

2 0.00120000 0.00060000 0.14 0.8683

waktu*kec.pengadukan*rasio me/hek/bahn


(4)

51

Lampiran 7. Analisis ragam untuk bilangan penyabunan

Sumber keragaman DF Type I SS Mean

Square

F-Value Pr > F

waktu reaksi 1 5.96006667 5.96006667 0.21 0.6571

kecepatan pengadukan 1 1.44060000 1.44060000 0.05 0.8267

waktu*kec.pengadukan 1 15.52041667 15.52041667 0.54 0.4767 rasio metanol/heksan/bahan 2 13.44645833 6.72322917 0.23 0.7951

waktu*rasio me/hek/bahn 2 30.27310833 15.13655417 0.53 0.6038 kec.pengadukan*rasio

me/hek/bahn

2 34.71497500 17.35748750 0.60 0.5627

waktu*kec.pengadukan*rasio me/hek/bahn


(5)

52

Lampiran 8. Analisis ragam untuk bilangan ester

Sumber keragaman DF Type I SS Mean

Square

F-Value Pr > F

waktu reaksi 1 2.47683750 2.47683750 0.08 0.7825

kecepatan pengadukan 1 0.11070417 0.11070417 0.00 0.9534

waktu*kec.pengadukan 1 22.75653750 22.75653750 0.73 0.4090 rasio metanol/heksan/bahan 2 6.81152500 3.40576250 0.11 0.8971

waktu*rasio me/hek/bahn 2 37.02562500 18.51281250 0.60 0.5667 kec.pengadukan*rasio

me/hek/bahn

2 29.71160833 14.85580417 0.48 0.6314

waktu*kec.pengadukan*rasio me/hek/bahn


(6)

53

Lampiran 9. Analisis ragam untuk viskositas

Sumber keragaman DF Type I SS Mean

Square

F-Value Pr > F

waktu reaksi 1 0.41870417 0.41870417 0.64 0.4407

kecepatan pengadukan 1 2.45120417 2.45120417 3.72 0.0777

waktu*kec.pengadukan 1 0.41343750 0.41343750 0.63 0.4435

rasio metanol/heksan/bahan 2 1.89992500 0.94996250 1.44 0.2745

waktu*rasio me/hek/bahn 2 0.32800833 0.16400417 0.25 0.7835 kec.pengadukan*rasio

me/hek/bahn

2 1.87930833 0.93965417 1.43 0.2780

waktu*kec.pengadukan*rasio me/hek/bahn