Diagnosa Avian Influenza Vaksinasi Avian Influenza

Virus influenza merupakan nama generik dalam keluarga Orthomyxoviridae dan diklasifikasikan dalam tipe A, B atau C berdasarkan perbedaan sifat antigenik dari nucleoprotein dan matrix proteinnya Harder dan Werner 2005. Virus influenza A menginfeksi burung, kuda, babi, mink, anjing laut, dan ikan paus, dan juga manusia; virus infuenza B hanya patogen pada manusia. Virus influenza A dari babi atau burung dan manusia mengalami penataan kembali genetiknya pada manusia, babi, atau unggas untuk menghasilkan subtipe baru perubahan antigenik, yang menyebabkan pandemik influenza pada manusia Fenner et al. 1995. Determinan antigenik utama dari virus influensa A dan B adalah glikoprotein transmembran hemaglutinin H atau HA dan neuroaminidase N atau NA, yang mampu memicu terjadinya respon imun dan respon yang spesifik terhadap subtipe virus Harder dan Werner 2005. Sampai saat ini berdasarkan struktur HA terdapat 16 subtipe varian, H1-H16 dan berdasarkan NA terdapat 9 subtipe, N1-N9 OIE 2005. Dengan demikian virus influenza mempunyai 144 subtipe kemungkinan. Frekuensi variasi antigenik diantara virus avian influenza yang tinggi terjadi dalam dua cara, drift dan shift Calnek 1997. Pada antigenic drift terjadi perubahan asam amino yang minimal pada protein HA dan NA virus, namun tidak menyebabkan terbentuknya virus subtipe baru, tetapi bisa menyebabkan epidemik. Antigenic shift adalah perubahan yang mendadak dimana seluruh RNA virus diganti oleh RNA baru, sehingga terbentuk virus subtipe baru Rahardjo 2004.

2.1.1 Diagnosa Avian Influenza

Diagnosa penyakit flu burung menurut Ditjennak 2005 adalah sebagai berikut : 1. Diagnosa lapangan dengan melihat gejala klinis, yaitu : jengger, pial, kulit perut yang tidak ditutupi bulu berwarna biru keunguan sianosis; kadang- kadang ada cairan dari mata dan hidung; pembengkakan di daerah muka dan kepala; pendarahan di bawah kulit sub kutan; pendarahan titik ptekie pada daerah dada, kaki, dan telapak kaki; kematian tinggi. 2. Jika dilakukan bedah bangkai akan tampak : pendarahan subkutan, bintik- bintik pendarahan pada otot dan jaringan lemak; pendarahan pada organ trakhea, pankreas, dan peradangan pada usus, hati dan limpa; bintik-bintik pendarahan merata pada ovarium, serta pendarahan pada kaki yang sering diikuti edema. 3. Diagnosa Laboratorium Sampel diambil dari unggas hidup, unggas yang memperlihatkan gejala klinis dan unggas yang mati. Preparat ulassampel swab kloaka, trakhea, atau feses segar dan serum diambil dari unggas yang masih hidup. Dari unggas yang mati, dilakukan pemeriksaan jaringan saluran pencernaan proventrikulus, intestinum, caeca tonsil dan jaringan saluran pernafasan trakhea dan paru-paru. Pengiriman sampel harus dijaga dalam keadaan dingin tidak beku dan dikirimkan ke Balai Besar Veteriner BBVet, Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner BPPV Regional terdekat dan Balai Penelitian Veteriner Balitvet. Menurut OIE 2005, teknik diagnostik untuk avian influenza meliputi, identifikasi agen, penilaian patogenisitas, uji serologis, serta pengembangan diagnostik melalui deteksi antigen dan deteksi RNA secara langsung.

2.1.2 Vaksinasi Avian Influenza

Pemberian vaksin avian influenza tidak hanya bertujuan untuk memberikan perlindungan secara individual atau kelompok terhadap infeksi baru, tetapi juga untuk mengurangi eks kresi virus yang menginfeksi Indriani et al. 2005. Vaksinasi juga dapat digunakan baik sebagai alat untuk mendukung pemberantasan atau sebagai alat untuk mengendalikan penyakit dan mengurangi beban yang diakibatkan oleh virus di lingkungan FAO 2004 dalam CIDRAP 2007. Tiga bidang kategori strategi vaksinasi flu burung menurut FAO 2004 dalam CIDRAP 2007 adalah sebagai berikut : 1. Vaksinasi dalam respon terhadap out break menggunakan pendekatan ring vaksinasi atau vaksinasi yang hanya didisain untuk unggas beresiko tinggi, pendekatan ini digunakan dan diikuti dengan culling unggas terinfeksi. 2. Vaksinasi dalam respon terhadap trigger, misalnya informasi survailen membuktikan bahwa HPAI telah masuk ke dalam suatu wilayah, pendekatan ini dapat dilakukan dalam situasi dengan potensi untuk meningkatkan biosekuriti terbatas. 3. Vaksinasi dasar awal, misalnya vaksinasi unggas selama pengisian kembali pada farm dalam area yang sebelumnya terinfeksi. Menurut Direktorat Kesehatan Hewan 2005 pelaksanaan vaksinasi yang efektif untuk flu burung adalah dengan menggunakan vaksin inaktif. Ada dua jenis yaitu : vaksin inaktif homolog galur vaksin yang digunakan sama dengan galur yang ada di lapangan, misalnya H5N1 dan vaksin inaktif heterolog galur vaksin yang digunakan memiliki antigen H Hemaglutinin yang sama dengan kasus di lapangan, tetapi antigen N Neuraminidase yang berbeda, misalnya H5N2. Aspek positif dari vaksin inaktif adalah proteksi klinis yang luas, dapat dipergunakan untuk semua spesies unggas, aman, yaitu standar vaksin mudah dikontrol, serta tidak direkomendasikan untuk unggas sebelum umur 8-10 hari. Aspek negatifnya konsentrasi HA tidak terstandarisasi, beresiko bila menggunakan high pathogenic, diperlukan booster, dan pengawasan yang lebih kompleks dengan antibodi berbeda-beda untuk AGPT, HA dan ELISA Rahardjo 2004

2.2 Marmot Cavia porcellus