Hasil Uji Kuantitatif HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Uji Kuantitatif

1. Hasil Uji Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan dilakukan terhadap monolit berbentuk kubus dengan panjang sisi masing-masing 5 cm sebanyak 3 buah, untuk tiap variasi komposisi campuran menggunakan alat pengukur kuat tekan dengan kekuatan pembebanan berkisar antara 2-3 kg cm -2 s -1 hingga monolit pecah. Pada pengujian kuat tekan monolit dilakukan variasi sebagai berikut: a. Variasi massa kapur dalam campuran, yaitu dengan komposisi AL: S: K = 55: 45: 0, 55: 45: 5, 55: 45: 10 dan 55: 45: 15. b. Variasi Faktor Air Semen FAS, yaitu 0,480 dan 0,503 dengan pengenceran 30x dan FAS 0,409 dengan pengenceran 100x. c. Variasi konsentrasi dengan pengenceran limbah 30x dan 100x. Pengujian monolit-monolit tersebut dilakukan setelah proses curing selama 28 hari. Dari kokoh beton yang diperoleh dilakukan konversi untuk mendapatkan nilai kuat tekan yang setara dengan standar uji melalui kalkulasi umur beton 28 hari, hal ini dilakukan karena monolit diuji pada umur lebih dari 28 hari. 1 Pengaruh variasi massa kapur pada campuran dan FAS terhadap kuat tekan monolit rata-rata Pengujian dilakukan untuk FAS monolit yang berbeda pada konsentrasi ion logam yang sama. Nilai kuat tekan rata-rata monolit disajikan dalam tabel 3. Tabel 3. Pengaruh variasi massa kapur pada campuran dan FAS terhadap kuat tekan monolit Kuat tekan rata-rata kg cm 2 Perbandingan massa abu layang, semen dan kapur AL : S : K Air : padatan 45 : 100 FAS = 0,503 Air : padatan 47,5 : 100 FAS = 0,480 55 : 45 : 0 151,3803 143,0770 55 : 45 : 5 197,4520 166,9233 55 : 45 : 10 198,7683 200,0427 55 : 45 : 15 192,1867 132,4787 Hubungan variasi massa kapur dalam campuran dan FAS terhadap kuat tekan rata-rata monolit disajikan dalam gambar 8. 50 100 150 200 250 55:45:00 55:45:05 55:45:10 55:45:15 Perbandingan Massa AL:S:K K u at T e ka n R a ta- rat a K g cm2 Pengenceran 30x FAS 0,503 Pengenceran 100x FAS 0,480 Gambar 8. Grafik hubungan perbandingan massa AL:S:K dengan kuat tekan rata-rata Dari harga tabel dan pola grafik di atas, teramati bahwa kuat tekan monolit yang terbentuk pada kedua nilai konsentrasi berbeda terus meningkat, berturut-turut mulai dari massa kapur 0 gram, 5 gram dan 10 gram, kemudian menurun pada massa kapur 15 gram. Penambahan kapur CaO mampu meningkatkan sifat pengikat abu layang. Peningkatan massa kapur yang ditambahkan menyebabkan semakin banyak senyawa CaOH 2 yang terbentuk, menghasilkan semakin banyak senyawa kalsium silikat hidrat dan kalsium aluminat hidrat yang meningkatkan sifat pengikat abu layang, sehingga menambah kuat tekan monolit yang terbentuk. Penurunan kekuatan tekan pada penambahan kapur 15 gram diakibatkan oleh sifat kapur yang berkecenderungan membentuk rongga pada monolit setelah mengeras, sehingga monolit menjadi keropos. Pada FAS yang lebih besar, komponen-komponen dalam campuran dapat bercampur rata sehingga reaksi antara komponen- komponen tersebut cenderung lebih mungkin Bertambahnya jumlah zat cair yang ditambahkan, menyebabkan semakin banyak senyawa kalsium silikat hidrat dan kalsium alumina hidrat yang dihasilkan dari proses hidrasi semen. Senyawa kalsium silikat hidrat dan kalsium aluminat hidrat tersebut selanjutnya membentuk massa yang lebih rapat, menghasilkan padatan yang keras sehingga monolit memiliki kuat tekan tinggi. Air yang cukup akan memudahkan pengerjaan adukan campuran sehingga homogenisasi maksimal. Penambahan limbah cair yang lebih sedikit mengakibatkan homogenisasi pasta yaitu melalui proses pengadukan manual menjadi lebih sulit, karena pasta agak kaku sehingga homogenitas campuran kecil dan reaksi hidrasi semen menjadi kurang sempurna, akibatnya kuat tekan semen menjadi rendah. Pada penambahan massa kapur yang sama, kuat tekan monolit menurun, sebanding dengan penurunan FAS, kecuali pada penambahan massa kapur 10 gram. Terjadinya pengecualian yaitu kenaikan kuat tekan yang berbanding terbalik dengan penurunan FAS tersebut disebabkan oleh homogenitas yang kurang sempurna pada proses pengerasan monolit, yang menyebabkan reaksi pembentukan senyawa kalsium silikat hidrat dan kalsium aluminat hidrat tidak optimum sehingga kecenderungan pembentukan rongga lebih banyak, akibatnya monolit yang dihasilkan memiliki kuat tekan rendah. Pada perbandingan massa AL:S:K = 55:45:10 untuk FAS 0,503 kemungkinan besar adukan pasta pada saat proses pencetakan monolit mengalami kelebihan air yang menyebabkan pelebaran jarak antar bahan pengikat sehingga massa padatan menjadi kurang berkaitan akibat rongga udara dari air yang menguap selama masa pengerasan monolit. 2 Pengaruh Konsentrasi Ion Logam dengan Kuat Tekan Rata rata Pada penelitian digunakan dua macam pengenceran limbah, yaitu 30x dan 100x untuk mendapatkan variasi konsentrasi ion logam besi dan seng. Dalam pembuatan bahan uji tidak digunakan limbah asli tanpa pengenceran, hal ini disebabkan oleh pertimbangan sebagai berikut: a. Keasaman limbah dan konsentrasi awal ion logam yang terlalu tinggi, yaitu: 1. pH awal limbah : 0,4 2. Konsentrasi awal Fe : 102.725, 1183 ppm 3. Konsentrasi awal Zn 2+ : 25.570, 40533 ppm. dikhawatirkan menyebabkan proses stabilisasi tidak berlangsung baik. b. Keadaan fisik limbah yang terlalu pekat dan kental menyulitkan proses homogenisasi campuran. c. Waktu pengerasan pasta yang melebihi 7 hari tidak sesuai dengan ketentuan umum uji kuat tekan. Hasil uji kuat tekan rata-rata berdasarkan data yang diperoleh disajikan pada tabel 4. berikut: Tabel 4. Pengaruh konsentrasi ion logam dengan kuat tekan rata-rata Kuat tekan rata-rata kg cm 2 Perbandingan massa abu layang, semen dan kapur AL : S : K C Fe = 3424,171 ppm C Zn = 852,352 ppm C Fe = 1027,251 ppm C Zn = 255,706 ppm 55 : 45 : 0 151,3803 294,8617 55 : 45 : 5 197,4520 308,0257 55 : 45 : 10 198,7683 315,9237 55 : 45 : 15 192,1867 308,0253 Hubungan variasi massa dan FAS terhadap kuat tekan rata-rata monolit disajikan dalam grafik di bawah ini: 50 100 150 200 250 300 350 55:45:00 55:45:05 55:45:10 55:45:15 Perbandingan Massa AL:S:K K u a t T ek an R a ta -r at a K g cm 2 Pengenceran 30x FAS 0,503 Pengenceran 100x FAS 0,480 Gambar 9. Grafik Hubungan perbandingan konsentrasi ion logam dengan kuat tekan rata-rata 0,409 Terlihat bahwa kuat tekan monolit berbanding terbalik dengan konsentrasi awal ion logam besi dan seng. Makin kecil faktor pengenceran, dalam hal ini berarti keadaan konsentrasi ion logam lebih besar, nilai kuat tekan memiliki kecenderungan makin kecil. Hal ini dikarenakan homogenitas yang kurang dan keterbatasan jumlah pori dari senyawa silikat yang terbentuk sehingga pada konsentrasi tinggi, ion logam tidak seluruhnya mampu dijebak dalam kisi padatan yang terbentuk. Keasaman limbah yang cukup tinggi yaitu: 1. pH limbah dengan pengenceran 30x : 1,9 2. pH limbah dengan pengenceran 100x : 2,7 juga ikut andil dalam rendahnya kuat tekan monolit yang terbentuk, karena reaksi hidrasi semen menjadi terhambat. Pada keadaan yang lebih asam, reaksi hidrasi menjadi sedikit terganggu karena terjadi reaksi penetralan terlebih dahulu sehingga pembentukan kalsium silikat hidrat dan kalsium aluminat hidrat terhambat. Adapun reaksi penetralan yang dimaksudkan di atas, dapat dituliskan sebagai berikut: CaO + H 2 O CaOH 2 CaOH 2 + H + H 2 O + Ca 2+ Namun demikian, pada sisi lain reaksi netralisasi sangat penting karena dapat membentuk pasta yang mendekati keadaan netral sehingga memenuhi syarat reaksi hidrasi untuk keadaan reaksi pada suasana yang netral. Semakin besar massa kapur yang ditambahkan pada adukan pasta monolit, kuat tekan semakin meningkat. Namun terjadi kelebihan setelah penambahan kapur sebanyak 15 gram, hingga menyebabkan terbentuk rongga pemacu kekeroposan dan terlampauinya kondisi yang mendekati netral menjadi basa. Akibatnya kuat tekan akan mengalami penurunan pada komposisi campuran AL:S:K = 55:45:10. Pada konsentrasi lebih rendah, kepekatan dan kekentalan limbah berkurang, sehingga homogenitas campuran pembentuk pasta pada saat pengadukan lebih tinggi, menghasilkan padatan yang lebih rapat dan kompak. Penambahan massa kapur yang meningkat pada konsentrasi ion logam yang sama meningkatkan pula kuat tekan monolit hingga mencapai titik optimum, yaitu pada perbandingan massa AL: S: K = 55: 45: 10 dan menurun kembali pada penambahan massa kapur 15 gram. Secara umum berdasarkan hasil pengujian kuat tekan monolit yang terbentuk, dapat dikatakan bahwa monolit hasil stabilisasi ion logam berat besi Fe 3+ dan seng Zn 2+ limbah cair proses hot dipp galvanizing memiliki rata-rata kuat tekan yang cukup tinggi. Kuat tekan yang dapat dicapai monolit, baik pada keadaan optimum maupun tidak, untuk berbagai variasi FAS memenuhi standar kuat tekan tekMIRA, yaitu 70-101 kg cm 2 . Kokoh beton monolit pada berbagai variasi massa kapur dengan pengenceran limbah 100x dan FAS 0,409 memiliki rata-rata kuat tekan di atas standar kuat tekan semen portland komposit berdasarkan SNI-15-7064-2004 yang menetapkan kuat tekan rata-rata 250 kg cm 2 pada umur 28 hari. Hal ini berarti monolit hasil stabilisasi memiliki ketahanan tekan yang baik dan dapat digunakan sebagai bahan bangunan tertentu.

2. Hasil Uji Leaching

Uji leaching dilakukan terhadap monolit serbuk dan padatan untuk mengetahui leachebilitas Fe dan Zn yang telah terjebak dalam kisi padatan monolit sesudah melewati tahapan leaching menggunakan leachant larutan asam nitrat dengan pH 1, 3, 4 dan 5. Penentuan konsentrasi logam Fe dan Zn yang terleaching dilakukan menggunakan SSA dengan metode kurva kalibrasi. Selanjutnya, persamaan regresi linier yang diperoleh digunakan sebagai acuan penentuan konsentrasi ion logam. Data absorbansi larutan standar Fe dapat diamati pada tabel 5. Tabel 5. Absorbansi larutan standar Fe Konsentrasi larutan standar logam Fe ppm Absorbansi 0,0 0,000 2,5 0,034 5,0 0,077 7,5 0,122 10,0 0,167 Sehingga dapat ditentukan kurva kalibrasinya sebagai berikut: Grafik Absorbansi Standar Fe y = 0.0169x - 0.0044 R 2 = 0.9972 -0.05 0.05 0.1 0.15 0.2 2 4 6 8 10 12 Konsentrasi ppm A b so rb a n si Gambar 10. Kurva kalibrasi larutan standar Fe Dari kurva tersebut diperoleh persamaan regresi linier: y = 0,01688x – 0,0044 dengan r = 0,99861 Sedangkan data absorbansi larutan standar Zn dapat diamati pada tabel 6. berikut: Tabel 6. Absorbansi larutan standar Zn Konsentrasi larutan standar logam Zn ppm Absorbansi 0,00 0,000 0,25 0,041 0,50 0,079 1,00 0,177 2,00 0,352 Sehingga dapat ditentukan kurva kalibrasinya sebagai berikut: Grafik Absorbansi Standar Zn y = 0.1776x - 0.0034 R 2 = 0.9992 -0.05 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.5 1 1.5 2 2.5 Konsentrasi ppm A b so rb a n si Gambar 11. Kurva kalibrasi larutan standar Zn Dari kurva tersebut diperoleh persamaan regresi linier: Y = 0,1776x – 0,034 dengan r = 0,99961724 1 Leaching monolit dalam bentuk serbuk a. Pengaruh variasi pH dan massa kapur dalam campuran terhadap leachebilitas ion logam Fe dan Zn Hasil uji pengaruh variasi pH dan massa kapur dalam campuran terhadap leachebilitas monolit serbuk hasil stabilisasi ion logam Fe pada pH 1,3, 4 dan 5 dengan konsentrasi awal 3424,170611 ppm, selama 18 jam disajikan dalam tabel 7. Tabel 7. Pengaruh variasi pH dan massa kapur dalam campuran terhadap leachebilitas ion logam Fe. Leachebilitas Fe 3+ pH AL:S:K 55:45:5 AL:S:K 55:45:10 AL:S:K 55:45:15 1 5,284 1,898 ttd 3 3,636 1,641 ttd 4 3,597 ttd ttd 5 1,779 ttd ttd Dari tabel terlihat bahwa Fe terleaching lebih banyak pada kondisi pH rendah atau sangat asam. Leachebilitas Fe mengalami penurunan dengan adanya kenaikan pH leachant. Pada massa kapur yang sama, kenaikan pH menyebabkan kondisi makin basa, sehingga asam yang bertugas sebagai penyerang menjadi semakin lemah. Saat penambahan massa kapur 10 gram, ion logam Fe hanya terleaching pada pH 1 dan 3, sedangkan saat penambahan massa kapur 15 gram sama sekali tidak ada ion logam Fe yang terleaching. Penambahan kapur dalam campuran pembentuk monolit menyebabkan monolit bersifat basa. Kenaikan massa kapur dalam campuran AL:S:K menurunkan leachebilitas Fe, hal ini dikarenakan sifat alkalis monolit. Semakin basa monolit maka akan semakin sulit ditembus oleh leachant, karena larutan asam nitrat telah ternetralkan pada permukaan monolit. Adapun hasil uji leaching monolit serbuk hasil stabilisasi ion logam Zn pada pH 1,3, 4 dan 5 dengan konsentrasi awal 852,352 ppm, selama 18 jam disajikan dalam tabel 8. Tabel 8. Pengaruh variasi pH dan massa kapur dalam campuran terhadap leachebilitas ion logam Zn. Leachebilitas Zn 2+ pH AL : S : K 55 : 45 : 5 AL : S : K 55 : 45 : 10 AL : S : K 55 : 45 : 15 1 2,399 0,090 ttd 3 2,215 ttd ttd 4 1,751 ttd ttd 5 1,397 ttd ttd Analog dengan hasil uji leaching ion logam Fe, leachebilitas ion logam Zn semakin menurun dengan kenaikan pH dan penambahan massa kapur dalam campuran AL:S:K. Saat penambahan massa kapur 10 gram, ion logam Zn hanya terleaching pada pH 1 dan saat penambahan massa kapur 15 gram, ion logam Zn tidak terleaching sama sekali. Sifat alkalis campuran AL:S:K yang tinggi memaksa sebagian besar asam nitrat yang bertugas sebagai leachant untuk menetralkan alkalinitas monolit sebelum menyerang, sehingga hanya mampu memutus sebagian kecil ikatan logam yang terdapat dalam monolit yang terbentuk.

b. Pengaruh variasi pH dan konsentrasi awal logam terhadap

leachebilitas logam Fe dan Zn Hasil uji pengaruh variasi pH dan konsentrasi awal logam terhadap leachebilitas monolit serbuk hasil stabilisasi ion logam Fe pada pH 1,3, 4 dan 5 dengan perbandingan massa AL:S:K = 55:45:10, selama 18 jam disajikan dalam tabel 9. Tabel 9. Pengaruh variasi pH dan konsentrasi awal terhadap leachebilitas ion logam Fe. Leachebilitas Fe 3+ pH C = 3424,17060 ppm C = 1027,25118 ppm 1 1,898 0,900 3 1,641 ttd 4 ttd ttd 5 ttd ttd Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi pH, leachebilitas Fe makin kecil. Ion logam Fe terleaching hanya pada pH 1 dan 3, untuk konsentrasi Fe 3424,17061 ppm dan pada pH 1 untuk konsentrasi Fe 1027,25118 ppm. Hal ini berarti bahwa semakin kecil konsentrasi Fe yang digunakan dalam proses stabilisasi, maka semakin optimal ikatan logam yang terbentuk dalam kisi padatan, sehingga semakin sulit untuk diputus oleh leachant. Semakin tinggi konsentrasi ion logam, kisi-kisi padatan yang terbentuk tidak seluruhnya mampu menjebak ion-ion di sekitarnya, karena keterbatasan jumlah pori senyawa silikat dalam monolit. Sedangkan hasil uji leaching monolit serbuk hasil stabilisasi ion logam Zn pada pH 1,3, 4 dan 5 dengan perbandingan massa AL:S:K = 55:45:10, selama 18 jam disajikan dalam tabel 10. Tabel 10. Pengaruh variasi pH dan konsentrasi awal terhadap leachebilitas ion logam Zn. Leachebilitas Zn 2+ pH C = 839,01350 ppm C = 251,70405 ppm 1 2,399 ttd 3 2,215 ttd 4 1,751 ttd 5 1,397 ttd Leachebilitas ion logam Zn hanya teramati pada pH 1 untuk konsentrasi Zn 852,35234 ppm, sedangkan pada konsentrasi Zn 255,70570 ppm ion logam Zn tidak ada yang terleaching. Hal ini memperlihatkan bahwa kation logam dalam larutan selama proses stabilisasi berlangsung telah terikat dalam kisi padatan yang sangat kompak, sehingga mampu bertahan dari serangan asam kuat dari luar.

c. Pengaruh variasi pH dan waktu leaching terhadap leachebilitas

logam Fe dan Zn Hasil uji pengaruh variasi pH dan waktu leaching terhadap leachebilitas logam Fe dan Zn dalam monolit serbuk hasil stabilisasi ion logam Fe dan Zn pada pH 1,3 dan 5 disajikan dalam tabel 11. Tabel 11. Pengaruh variasi pH dan waktu leaching terhadap leachebilitas ion logam Fe dan Zn. Leachebilitas Fe 3+ C = 3424,171 ppm Leachebilitas Zn 2+ C = 852,352 ppm pH t = 1 jam t = 18 jam t = 1 jam t = 18 jam 1 0,253 1,898 ttd 0,090 3 ttd 1,641 ttd ttd 5 ttd ttd ttd ttd Tabel 11. di atas memperlihatkan bahwa pada proses leaching ion logam selama 1 jam hanya mampu memaksa lepas ion logam Fe pada pH 1 sebanyak 0,253 ppm, sedangkan ion logam Zn tidak terleaching sama sekali. Waktu kontak antara asam nitrat dan monolit selama proses penggojogan yang lebih singkat menyebabkan interaksi antara leachant dengan ikatan logam Fe dan Zn dalam monolit lebih sedikit, sehingga kesempatan untuk memutus ikatan logam tersebut menjadi terbatas. Pada rentang waktu leaching 18 jam, tersedia cukup waktu bagi asam nitrat untuk menyerang ikatan logam dalam monolit, sehingga mampu meleaching ion logam Fe dan Zn pada pH yang rendah, yaitu pada pH 1 dan 3 untuk ion logam Fe dan pada pH 1 untuk ion logam Zn.

d. Pengaruh pH dan curing terhadap leachebilitas logam Fe dan Zn

Proses curing menjaga monolit tetap berada dalam keadaan segar dn lembab sehingga segala proses kimia dan fisika di dalam monolit dapt berlangsung sempurna dan tidak terjadi keretakan pada permukaan monolit. Monolit tanpa curing disimpan dalam wadah polietilen rapat selama proses pengerasan hingga masa pengujian. Umur monolit dengan dan tanpa curing sama pada saat dilakukan uji leaching. Hasil uji pengaruh variasi pH dan curing terhadap leachebilitas logam Fe dan Zn dalam monolit serbuk hasil stabilisasi pada pH 1,3 dan 5 disajikan dalam tabel 12. Tabel 12. pengaruh variasi pH dan curing terhadap leachebilitas logam Fe dan Zn dalam monolit serbuk hasil stabilisasi Leachebilitas Fe 3+ C = 3424,171 ppm Leachebilitas Zn 2+ C = 852,352 ppm pH Dengan curing Tanpa curing Dengan curing Tanpa curing 1 1,898 0,555 0,090 ttd 3 1,641 0,275 ttd ttd 5 ttd ttd ttd ttd Leachebilitas ion logam Fe dan Zn yang telah melalui proses curing lebih tinggi dibandingkan leachebilitas ion logam tanpa curing. Hal ini dimungkinkan terjadi karena selama proses curing monolit berinteraksi dengan aquades sebagai curing agent selama 28 hari terus menerus sehingga menyebabkan monolit selalu berada dalam kondisi lembab, akibatnya dapat mempermudah leachant untuk menembusnya. 2 Leaching monolit dalam bentuk padatan Leaching monolit dalam bentuk padatan utuh pada monolit tanpa curing dilakukan dengan kondisi pH awal 3 dan perbandingan komposisi campuran AL:S:K = 55:45:10. Adapun perbandingan hasil leaching monolit dalam bentuk padatan utuh dengan monolit dalam bentuk serbuk dapat diamati pada tabel 13. Tabel 13. Perbandingan hasil leaching monolit padatan utuh dengan monolit serbuk Konsentrasi akhir ppm No. Bentuk monolit Massa gram Volume HNO 3 ml Fe 3+ Zn 2+ 1. Padatan 20,41 408,20 15,174 3,180 2. Serbuk 3,00 60,00 0,275 ttd Konsentrasi ion logam hasil leaching lebih besar untuk monolit dalam bentuk padatan utuh daripada monolit dalam bentuk serbuk. Hal ini dimungkinkan oleh kondisi monolit yang tidak melewati masa curing dengan aquades, akibatnya kelembaban monolit menjadi rendah, sehingga pembentukan kisi padatannya kurang sempurna jika dibandingkan dengan monolit yang melewati masa curing sebelum dileaching. Monolit yang melewati masa curing lebih dapat menyempurnakan diri dengan adanya bantuan aquades sebagai curing agent . Pembentukan kisi padatan yang kurang sempurna mengakibatkan ion-ion logam berat besi dan seng tidak terjebak secara kuat, sehingga lebih mudah terleaching dengan adanya serangan asam dari luar. Keasaman monolit tanpa curing setelah proses leaching mengalami penurunan, yaitu dari pH=3 menjadi 0,4. Fenomena ini juga merupakan imbas lain dari tidak dicuringnya monolit sebelum proses leaching. Penurunan pH monolit tersebut disebabkan karena limbah cair yang digunakan dalam pembuatan pasta bersifat sangat asam dan cenderung mengumpul di dasar cetakan selama proses pengerasan, sehingga pada akhir masa leaching dengan asam nitrat, akan terikut dalam leachant. Sedangkan untuk monolit dengan curing, H + yang mengumpul di dasar cetakan telah terikut bersama aquades setelah monolit diangkat dari wadah curing, sehingga monolit pada akhir proses leaching bersifat lebih basa dan pH akhir leachant mengalami kenaikan. Leachebilitas ion logam berat besi Fe 3+ dan seng Zn 2+ monolit hasil stabilisasi, baik dengan maupun tanpa curing sangat kecil dibandingkan dengan konsentrasi Fe dan Zn dalam limbah cair yang digunakan. Hal ini dapat tercapai karena monolit yang terbentuk mampu bertindak sebagai padatan yang menjebak ion-ion logam Fe dan Zn dalam kisi padatan yang kompak sehingga ion-ion logam Fe dan Zn tersebut mampu bertahan, tetap stabil dan akan sulit untuk diputus, terlepas maupun keluar oleh adanya serangan leachant pada pH sangat asam sekalipun. Adapun perbandingan berat dalam gram antara ion logam dengan campuran AL:S:K = 55:45:10 adalah sebagai berikut: 1. Ion logam Fe = 1 : 580,6 2. Ion logam Zn = 1 : 2.334,4

3. Penentuan Nilai Kapasitas Netralisasi Asam

Pada penentuan nilai KNA digunakan leachant berupa asam nitrat dengan pH 1, 3, 4 dan 5 sebagai pH awal leaching. Pengamatan dititikberatkan pada perbedaan pH awal dan pH akhir selama proses penentuan nilai KNA. Selisih pH tersebut merupakan jumlah ion H + yang terlibat dalam proses leaching. Nilai KNA ditentukan berdasarkan selisih jumlah mol ion H + awal dan akhir proses untuk tiap gram monolit. 1 Pengaruh variasi pH dan massa kapur dalam campuran AL:S:K terhadap nilai KNA Penentuan nilai KNA dengan variasi pH dan massa kapur dalam campuran AL:S:K disajikan dalam tabel 14. Tabel 14. Pengaruh variasi pH dan massa kapur dalam campuran AL:S:K terhadap nilai KNA KNA mol.g -1 pH leachant 55 : 45 : 5 55 : 45 : 10 55 : 45 : 15 1 3,33333.10 -2 3,33333.10 -2 3,33333.10 -2 3 3,33333.10 -4 3,33333.10 -4 3,33333.10 -4 4 3,33333.10 -5 3,33333.10 -5 3,33333.10 -5 5 3,33333.10 -6 3,33333.10 -6 3,33333.10 -6 Terlihat bahwa nilai KNA tersebut tidak dipengaruhi oleh perubahan massa kapur dalam campuran AL - S – K. Harga KNA turun sebesar 10 -1 setiap kenaikan satu satuan pH. 2 Pengaruh variasi pH dan konsentrasi awal logam terhadap nilai KNA Penentuan nilai KNA dengan variasi pH dan konsentrasi awal logam disajikan dalam tabel 15. Tabel 15. Pengaruh variasi pH dan konsentrasi awal logam terhadap nilai KNA KNA mol.g -1 pH leachant C 0.1 Fe = 424,17060ppm Zn = 839,01350ppm C 0.2 Fe = 1027,25118ppm Zn = 251,70405 ppm 1 3,33333.10 -2 3,33333.10 -2 3 3,33333.10 -4 3,33333.10 -4 4 3,33333.10 -5 3,33333.10 -5 5 3,33333.10 -6 3,33333.10 -6 Terlihat bahwa harga KNA tersebut tidak dipengaruhi oleh konsentrasi awal logam Fe dan Zn. Harga KNA turun sebesar 10 -1 setiap kenaikan satu satuan pH. 3 Pengaruh variasi pH dan waktu leaching terhadap nilai KNA Penentuan KNA dengan variasi pH dan waktu leaching disajikan dalam tabel 16. Tabel 16. Pengaruh variasi pH dan waktu leaching terhadap nilai KNA KNA mol.g -1 pH leachant t 1 = 1 jam t 2 = 18 jam 1 3,33333.10 -2 3,33333.10 -2 3 3,33333.10 -4 3,33333.10 -4 4 3,33332.10 -5 3,33333.10 -5 5 3,33323.10 -6 3,33333.10 -6 Terlihat bahwa nilai KNA tersebut tidak dipengaruhi oleh perubahan waktu leaching. Harga KNA turun sebesar 10 -1 setiap kenaikan satu satuan pH. Berdasarkan hasil penentuan nilai KNA, dapat dikatakan bahwa nilai KNA tidak bergantung pada pH awal, perubahan massa kapur dalam campuran AL:S:K, konsentrasi awal ion logam maupun waktu leaching . Nilai KNA monolit hasil stabilisasi turun secara konstan sebesar 10 -1 kali setiap kenaikan 1 satuan pH. Kemampuan netralisasi asam monolit berkaitan dengan sifat monolit yang sangat basa sehingga mampu bekerja menetralkan asam nitrat yang menyerangnya. Monolit yang terbentuk memiliki kecenderungan kedap terhadap air, sehingga proses penetralan terutama terjadi pada dinding-dinding permukaan monolit tanpa banyak mempengaruhi posisi terikatnya ion logam Fe dan Zn yang terjebak dalam kisi-kisi padatan pembentuk monolit.

B. Hasil Uji Kualitatif