Identifikasi Faktor Penyebab Kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan dari Dimensi Kultural

(1)

SKRIPSI

IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN DI

KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN DARI DIMENSI KULTURAL

OLEH: DIAN FAUJI NIM. 110501096

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN

Nama : Dian Fauji

NIM : 110501096

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Ekonomi Perbankan

Judul Skripsi : Identifikasi Faktor Penyebab Kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan dari Dimensi Kultural

Tanggal Pembimbing,

NIP. 197509202005011002 Paidi Hidayat, S.E., M.Si

Penguji I, Penguji II,


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN PENCETAKAN

Nama : Dian Fauji

NIM : 110501096

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Ekonomi Perbankan

Judul Skripsi : Identifikasi Faktor Penyebab Kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan dari Dimensi Kultural

Tanggal Ketua Program Studi

NIP. 19710503 200312 1 003

Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc.,Ph.D

Tanggal Ketua Departemen

Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec NIP. 19730408 199802 1 001


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsisaya yang berjudul “Identifikasi Faktor Penyebab Kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan Dari Dimensi Kultural” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari lembaga pemerintahan dan masyarakat atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan / atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apa bila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sank sisesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Agustus 2015 Penulis

NIM: 110501096 Dian Fauji


(5)

ABSTRAK

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan dari dimensi kultural. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah proportionate stratified random sampling, cara menentukan sampel dengan menggunakan rumus slovin. Sampel yang digunakan yaitu penduduk miskin yang berada di Kecamatan Medan Perjuangan dengan jumlah sampel 100 responden.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif yaitu dengan cara mendeskripsikan dan menggambarkan kenyataan yang ada dilapangan dan menyusunnya ke dalam tabel sesuai dengan tujuan penelitian kemudian data tersebut dianalisis sehingga dapat terlihat faktor penyebab kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan dari dimensi kultural.

Hasil penelitian menunjukkan (1) Ciri masyarakat miskin di Kecamatan Medan Perjuangan antara lain, umur antara 45-50 Tahun, pendidikan terakhir rata-rata tamat SD, memiliki pendapatan rata-rata-rata-rata antara Rp. 970.000,00 – Rp. 1.500.000,00 dan memiliki tanggungan antara 4-6 orang.(2) Masyarakat miskin di Kecamatan Medan Perjuangan rata-rata bekerja di sektor informal, rata-rata tidak pernah mengikuti kursus / pelatihan, rata-rata tidak memiliki tabungan dan jika pendapatan kurang mereka lebih memilih untuk berhutang, serta tidak menggunakan teknologi dalam melakukan pekerjaan nya. Berdasarkan hal tersebut, faktor penyebab kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan dari dimensi kultural diakibatkan masyarakat miskin memiliki sikap mental yang negatif seperti: sifat boros, cepat merasa puas, sulit menerima inovasi serta memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sesama.


(6)

ABSTRACT

The aim in this study was to determine the causes of poverty in the district of Medan struggle of the cultural dimension. The sampling method used is proportionate stratified random sampling, how to determine the sample by using the formula slovin. The sample used is of poor people who are in the district of Medan struggle with a sample size of 100 respondents.

The data analysis technique used in this research is descriptive analysis technique is a way to describe and illustrate the fact that there are in the field and put them into the table according to the research objectives then the data is analyzed so as to look the causes of poverty in the district of Medan struggle of the cultural dimension.

The results showed (1) Characteristics of poor communities in the district of Medan Struggle among others, aged between 45-50 years, the average education past elementary school, have an average income of between Rp. 970,000.00 - Rp. 1.500.000,00 and dependents between 4-6 people. (2) The poor in the district of Medan Struggle average work in the informal sector, on average never take a course / training, on average, have no savings and if revenue the less they prefer to owe, and not using technology in doing its job. Based on this, the causes of poverty in the district of Medan struggle of the cultural dimension due to the poor have a negative mental attitude such as: the nature of the wasteful, fast satisfied, difficult to accept innovation and have a high dependence on others.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas kasih dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi berjudul

“Identifikasi Faktor Penyebab Kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan Dari Dimensi Kultural”.

Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. Tentunya dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, maka penulis dengan terbuka mengharapkan masukan dari berbagai pihak.

Dalam kesempatan ini, penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini dan juga penyelesaian studi penulis, terutama kepada :

1. Buat kedua orangtua tercinta Jon Epi Jal dan Nur Aznah atas kasih dan sayangnya dan seluruh dukungan baik dana maupun semangat serta untuk keluarga tersayang Bapak Sutrisno, Rhenny Ristanty S.Pd, Kak Dina, Mhd Reza Syahputra SE., Fahri, Rani, Rina, Zidan dan seluruh keluarga besar penulis yang telah banyak memberikan semangat dan dukungannya

2. Bapak Prof. Dr Azhar Maksum SE., Mec., Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan sekaligus dosen penguji yang telah meluangkan waktunya dan memberikan saran dan kritik dalam skripsi ini.

4. Bapak Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc.,Ph.D selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan dosen penguji yang telah meluangkan waktunya dan memberikan saran dan kritik


(8)

5. Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dan memberi masukan dari awal sehingga terselesaikannya skripsi ini

6. Seluruh staf di BPS Kota Medan serta Kecamatan Medan Perjuangan.

7. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, terutama Departemen Ekonomi Pembangunan

8. Kepada semua rekan-rekan seperjuanganku di fakultas dan juga kepada berbagai pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungannya selama ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga hasil penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, termasuk bagi penulis sendiri.

Medan, Agustus 2015 Penulis

110501096 Dian Fauji


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemiskinan ... 5

2.2 Ciri-Ciri Penduduk Miskin ... 6

2.3 Kriteria Penduduk Miskin Menurut BKKBN ... 6

2.4 Kemiskinan Menurut BPS ... 7

2.5 Klasifikasi dan Jenis-Jenis Kemiskinan ... 8

2.6 Pendekatan Masalah Kemiskinan ... 9

2.7 Kemiskinan Menurut Penyebabnya ... 10

2.8 Orientasi Nilai Budaya ... 15

2.9 Upaya Penanggulangan Kemiskinan Kultural ... 18

2.10 Penelitian Terdahulu ... 20

2.11 Kerangka Berpikir ... 22

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 24

3.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 24

3.3 Batasan Operasional ... 24

3.4 Defenisi Operasional ... 25

3.5 Skala Pengukuran Variabel ... 25

3.6 Populasi dan Sampel... 26

3.7 Jenis Data... 27

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 27


(10)

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 29

4.1.1 Gambaran Daerah Penelitian ... 29

4.1.1.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 29

4.1.1.2 Kondisi Demografis ... 30

4.1.1.3 Keadaan Ekonomi ... 35

4.2 Profil Kepala Keluarga ... 37

4.2.1 Umur Kepala Kelarga ... 38

4.2.2 Pendidikan Kepala Keluarga ... 39

4.2.3 Pekerjaan Kepala Keluarga ... 40

4.2.3 Jumlah Tanggungan Kepala Keluarga... 40

4.2.4 Pendapatan Kepala Keluarga ... 41

4.3 Faktor Penyebab Kemiskinan dari Dimensi Kultural ... 42

4.4 Pembahasan ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 50

5.2 Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 52


(11)

DAFTAR GAMBAR

No.Gambar Judul Halaman


(12)

DAFTAR TABEL

No.Tabel Judul Halaman

1.1 Jumlah Penduduk Miskin ... 2

2.1 Variabel Kemiskinan Menurut BPS ... 8

2.2 Skema Kluckhon ... 17

3.1 Skema Kluckhon ... 25

3.2 Pengambilan Sampel ... 27

4.1 Luas Wilayah Kecamatan Medan Perjuangan ... 30

4.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Perjuangan ... 31

4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 32

4.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur ... 33

4.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 35

4.6 Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Keuangan dan Harga ... 35

4.7 Laju Pertumbuhan Ekonomi Dalam Sektor Indutri ... 36

4.8 Laju Pertumbuhan Ekonomi Dalam Sektor Perdagangan 36 4.9 Laju Pertumbuhan Ekonomi Dalam Sektor Jasa ... 37

4.10 Distribusi Menurut Kelompok Umur ... 38

4.11 Distribusi Menurut Tingkat Pendidikan ... 39

4.12 Jenis Pekerjaan Kepla Keluarga ... 40

4.13 Jumlah Tanggungan Kepala Keluarga ... 41

4.14 Distribusi Pendapatan Kepala Keluarga ... 42

4.15 Jawaban Kepala Keluarga Tentang Pekerjaan ... 43

4.16 Jawaban Kepala Keluarga Tentang Kegiatan/kursus ... 43

4.17 Jawaban Kepala Keluarga Tentang Kepemilikan Tabungan ... 44

4.18 Jawaban Kepala Keluarga Tentang Jika Penghasilan Kurang ... 44

4.19 Jawaban Kepala Keluarga Tentang Pekerjaan Sampingan ... 45

4.20 Jawaban Kepala Keluarga Tentang Penggunaan Teknologi ... 45

4.21 Tanggapan Tetangga Terhadap Kebiasaan Kepala Keluarga ... 46


(13)

ABSTRAK

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan dari dimensi kultural. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah proportionate stratified random sampling, cara menentukan sampel dengan menggunakan rumus slovin. Sampel yang digunakan yaitu penduduk miskin yang berada di Kecamatan Medan Perjuangan dengan jumlah sampel 100 responden.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif yaitu dengan cara mendeskripsikan dan menggambarkan kenyataan yang ada dilapangan dan menyusunnya ke dalam tabel sesuai dengan tujuan penelitian kemudian data tersebut dianalisis sehingga dapat terlihat faktor penyebab kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan dari dimensi kultural.

Hasil penelitian menunjukkan (1) Ciri masyarakat miskin di Kecamatan Medan Perjuangan antara lain, umur antara 45-50 Tahun, pendidikan terakhir rata-rata tamat SD, memiliki pendapatan rata-rata-rata-rata antara Rp. 970.000,00 – Rp. 1.500.000,00 dan memiliki tanggungan antara 4-6 orang.(2) Masyarakat miskin di Kecamatan Medan Perjuangan rata-rata bekerja di sektor informal, rata-rata tidak pernah mengikuti kursus / pelatihan, rata-rata tidak memiliki tabungan dan jika pendapatan kurang mereka lebih memilih untuk berhutang, serta tidak menggunakan teknologi dalam melakukan pekerjaan nya. Berdasarkan hal tersebut, faktor penyebab kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan dari dimensi kultural diakibatkan masyarakat miskin memiliki sikap mental yang negatif seperti: sifat boros, cepat merasa puas, sulit menerima inovasi serta memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sesama.


(14)

ABSTRACT

The aim in this study was to determine the causes of poverty in the district of Medan struggle of the cultural dimension. The sampling method used is proportionate stratified random sampling, how to determine the sample by using the formula slovin. The sample used is of poor people who are in the district of Medan struggle with a sample size of 100 respondents.

The data analysis technique used in this research is descriptive analysis technique is a way to describe and illustrate the fact that there are in the field and put them into the table according to the research objectives then the data is analyzed so as to look the causes of poverty in the district of Medan struggle of the cultural dimension.

The results showed (1) Characteristics of poor communities in the district of Medan Struggle among others, aged between 45-50 years, the average education past elementary school, have an average income of between Rp. 970,000.00 - Rp. 1.500.000,00 and dependents between 4-6 people. (2) The poor in the district of Medan Struggle average work in the informal sector, on average never take a course / training, on average, have no savings and if revenue the less they prefer to owe, and not using technology in doing its job. Based on this, the causes of poverty in the district of Medan struggle of the cultural dimension due to the poor have a negative mental attitude such as: the nature of the wasteful, fast satisfied, difficult to accept innovation and have a high dependence on others.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mengalami masalah kemiskinan. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan. Kemiskinan yang terjadi dan dialami oleh segolongan manusia juga akan memberi akibat pada masyarakat, bahkan kemiskinan merupakan bahaya yang vital terhadap keamanan, ketentraman, kesejahteraan, dan kedamaian masyarakat.

Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya mempunyai penduduk miskin berjumlah 20,66 juta jiwa atau sekitar 8,99 persen dari total penduduk Indonesia pada tahun 2009. Pada tahun 2010, jumlah nya bertambah menjadi 22,9 juta jiwa atau 9,98 persen dari total penduduk Indonesia. Pada tahun 2011 jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 31,2 juta jiwa. Persentase itu mencapai 13,33 persen dari total penduduk di Indonesia (BPS, 2014).

Kota Medan yang merupakan salah satu kota besar yang terdapat di Indonesia yang juga memiliki jumlah penduduk miskin yang tinggi. Pada tahun 2009, keluarga miskin di kota Medan berjumlah 393.147 KK. Salah satu kecamatan yang memiliki keluarga miskin yang tinggi adalah Kecamatan Medan Perjuangan. Berikut merupakan tabel angka jumlah penduduk miskin di Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan.


(16)

Tabel 1.1

Jumlah Penduduk Miskin di Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2014

No Kelurahan Jumlah Kepala Keluarga

(KK) Miskin 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tegal Rejo Sidorame Barat I Sidorame Barat II Sei Kera Hilir I Sei Kera Hilir II Sidorame Timur Sei Kera Hulu Pahlawan Pandau Hilir 4.652 1.678 891 2.731 2.237 1.077 1.560 1.221 603

Jumlah 16.650

Sumber : BPS Kota Medan Dalam Angka, 2014

Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kota Medan, kelurahan yang memiliki jumlah KK miskin terbanyak yaitu Kelurahan Tegal Rejo dengan jumlah 4.652 KK, lalu diikuti dengan Kelurahan Sei kera Hilir I berjumlah 2.731 KK, selanjut nya Kelurahan Sei Kera Hilir II dengan jumlah 2.237 KK sedangkan jumlah KK miskin yang paling terkecil pada Kelurahan Pandau Hilir yang berjumlah 603 KK.

Penyebab Kemiskinan yang terjadi ini, dapat terjadi karena kondisi alamiah, kondisi struktural dan kondisi kultural (budaya). Kemiskinan alamiah timbul akibat keterbatasan sumber daya alam, manusia dan sumber daya lain sehingga peluang produksi relatif kecil dan tidak dapat berperan dalam pembangunan. Kemiskinan struktural disebabkan hasil pembangunan yang tidak merata sedangkan kemiskinan kultural disebabkan sikap atau kebiasaan hidup yang tidak produktif.

Pembahasan terhadap faktor penyebab kemiskinan kultural didasarkan pada aspek mental manusia, hal ini dikategorikan sebagai faktor endogen


(17)

penyebab kemiskinan. Sistem nilai budaya dan sikap merupakan faktor-faktor mental yang menyebabkan timbulnya pola-pola berpikir tertentu pada warga masyarakat, terutama warga miskin. Pola-pola berpikir ini kemudian mempengaruhi tindakan dan kelakuan masyarakat, baik dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam membuat keputusan-keputusan yang penting dalam hidup. Upaya perbaikan kesejahteraan rakyat perlu ditopang dengan perbaikan sikap mental masyarakat. Sikap mental juga dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya kemiskinan pada diri seseorang atau sekelompok masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas penulis mencoba untuk mengetahui faktor penyebab kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan dari dimensi kultural dan memberi judul skripsi: “Identifikasi Faktor Penyebab Kemiskinan di

Kecamatan Medan Perjuangan Dari Dimensi Kultural”. 1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah yang dapat diambil sebagai dasar kajian dalam penelitian yang dilakukan adalah factor - faktor apa saja penyebab kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan dari dimensi kultural?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan dari dimensi kultural.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan kepada pemerintah Kota Medan dalam mengambil keputusan tentang kemiskinan khusus nya di Kecamatan Medan Perjuangan.


(18)

2. Menambah wawasan bagi penulis dalam menyusun karya ilmiah dalam bentuk skripsi.

3. Bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dan referensi guna penyempurnaan hasil penelitian yang sudah ada.


(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemiskinan

Secara etimologis, “kemiskinan” berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Badan Pusat Statistik mendefinisikan kemiskinan dari perspektif kebutuhan dasar. Kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002). Lebih jauh disebutkan kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty treshold).

Selanjutnya, menurut Wikipedia, kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup :

1. Gambaran kekurangan materi yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.

2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi.


(20)

3. Gambaran tentang kurang nya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna memadai disini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi diseluruh dunia berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi diseluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek penghasilan diluar profesi secara halal.

2.2 Ciri-Ciri Penduduk Miskin

Beberapa ciri yang melekat pada penduduk miskin, antara lain : a. Pendapatan masih rendah

b. Tidak memiliki pekerjaan tetap

c. Pendidikan rendah bahkan tidak berpendidikan d. Tidak memiliki tempat tinggal

e. Tidak terpenuhinya standar gizi minimal

2.3 Kriteria Kemisikinan Menurut BKKBN

BKKBN membagi kriteria keluarga ke dalam lima tahapan, yaitu Keluarga Pra Sejahtera (Pra-KS), Keluarga Sejahtera I (KS I), Keluarga Sejahtera II (KS II), Keluarga Sejahtera III (KS III) dan Keluarga Sejahtera III Plus (KS III-Plus).

Menurut BKKBN criteria keluarga yang dikategorikan sebagai keluarga miskin adalah keluarga pra sejahtera (Pra-KS) dan Keluarga Sejahtera I, yaitu : (1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai agamayang dianut masing-masing, (2) Seluruh anggota keluarga pada umumnya makan dua kali sehari atau lebih, (3) seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian yang berbeda di rumah, sekolah,


(21)

bekerja dan berpergian, (4) bagian terluas lantai rumah bukan dari tanah, (5) bila anak sakit dibawa ke puskesmas atau rumah sakit.

2.4 Kemiskinan Menurut BPS

Pada tahun 2000, BPS melakukan Studi Penentuan Kriteria Penduduk Miskin (SPKPM 2000) untuk mengetahui karakteristik-karakteristik rumah tangga yang mampu mencirikan kemiskinan secara konseptual. Dari hasil SPKPM 2000, diperoleh delapan variabel yang dianggap layak dan operasional untuk penentuan rumah tangga miskin di lapangan. Skor 1 mengacu kepada sifat-sifat yang mencirikan ketidakmiskinan.

Skor batas yang digunakan adalah 5 (lima) yang didasarkan atas total skor dari variabel yang disajikan. Dengan demikian apabila suatu rumah tangga mempunyai minimal 5 (lima) ciri miskin maka rumah tangga tersebut digolongkan sebagai rumah tangga miskin. Berikut variabel kemiskinan menurut BPS.


(22)

Tabel 2.1

Variabel Kemiskinan Menurut BPS

NO Variabel Skor

Skor 1 Skor 0

1 Luas lantai per kapita ≤ 8 m2 >8 m2 2 Jenis lantai Tanah Bukan Tanah 3 Air Minum/ Ketersediaan Air

bersih

Air hujan/ sumur tidak terlindung

Ledeng/PAM/ Sumur terlindung 4 Jamban/ WC Tidak Ada Bersama/Sendiri 5 Kepemilikan Aset Tidak Punya Asset Punya asset 6 Pendapatan (total pendapatan

per bulan) ≤ Rp. 350.000,00 >Rp.350.000,00 7 Pengeluaran (persentase

pengeluran untuk makan) 80 persen atau lebih <80 persen 8 Konsumsi lauk pauk (daging.

Ikan, telur, ayam)

Tidak ada/ada, tapi

tidak bervariasi Ada, bervariasi

Sumber : BPS, Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan Tahun 2007

2.5 Klasifikasi dan Jenis-Jenis Kemiskinan

Menurut jenisnya, kemiskinan dibedakan menjadi : a. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut adalah keadaan dimana pendapatan kasar bulanan tidak dapat mencukupi untuk membeli keperluan minimum sebuah isi rumah yang diukur berdasarkan tahap perbelajaan minimum.

b. Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang dilihat berdasarkan perbandingan antara tingkat pendapatan dengan yang lainnya. Contohnya : seseorang yang tergolong kaya (mampu) pada masyarakat desa tertentu bisa jadi termiskin pada masyarakat desa yang lain.


(23)

2.6 Pendekatan masalah kemiskinan

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam studi tentang kemiskian, yaitu objektif dan subjektif.

a. Pendekatan objektif yaitu pendekatan dengan menggunakan ukuran kemiskinan yang telah ditentukan oleh pihak lain terutama para ahli yang diukur dari tingkat kesejahteraan sosial sesuai dengan standar kehidupan.

b. Pendekatan subjektif adalah pendekatan dengan menggunakan ukuran kemiskinan yang ditentukan oleh orang miskin itu sendiri yang ukur dari tingkat kesejahteraan sosial dari orang miskin dibandingkan dengan orang kaya yang ada dilingkungannya.

Selanjutnya menurut pendekatan kebutuhan dasar, melihat bahwa kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih, dan sanitasi. Sedangkan menurut pendekatan pendapatan, melihat bahwa kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan aset dan alat – alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian dan perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Berbeda dengan pendekatan sebelumnya, pendekatan hak melihat bahwa kemiskinan didefinisikansebagai kondisi dimana seseorang atau sekeompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar yang diakui secara umum antara lain meliputi terpenuhinya pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih,


(24)

pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki.

2.7 Kemiskinan Menurut Penyebabnya

Dilihat dari segi penyebabnya kemiskinan dapat dibagi menjadi :

2.7.1 Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural adalah kondisi dimana sekelompok orang berada didalam wilayah kemiskinan dan tidak ada peluang untuk keluar dari kemiskinan. Dikatakan tidak menguntungkan karena tatanan itu tidak hanya menerbitkan akan tetapi juga melanggengkan kemiskinan di masyarakat.

2.7.2 Kemiskinan Kultural

Kemiskinan kultural adalah budaya yang membuat orang miskin, seperti masyarakat yang pasrah dengan keadaannya dan menganggap bahwa mereka miskin karaena turunan atau karena dulu orang tuanya atau nenek moyangnya juga miskin, sehingga usahanya untuk maju berkurang.

Menurut Oscar Lewis, kemiskinan kultural terdiri dari nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola kelakuan yang adaptif terhadap lingkungan hidup yang serba kekurangan yang menghasilkan adanya diskriminasi, ketakutan, kecurigaan, dan apatis. Pada lingkungan masyarakat miskin seringkali muncul sikap pemberontakan tersembunyi di masyarakat, tetapi dilain pihak juga terdapat sikap-sikap masa bodoh dan pasrah kepada nasib nya sendiri dan pasrah serta tunduk kepada mereka yang mempunyai kekuasaan ekonomi dan sosial. Begitu mudah


(25)

mereka mengikuti petunjuk tetapi dengan mudah melupakannya, apalagi jika dirasakan sebagai beban hidup atau tidak menguntungkan mereka.

Karakteristik kebudayaan kemiskinan antara lain (i) rendahnya semangat dan dorongan untuk meraih kemajuan, (ii) lemahnya daya juang (fighting spirit) untuk mengubah kehidupan, (iii) rendahnya motivasi bekerja keras, (iv) tingginya tingkat kepasrahan pada nasib-nrimo ing pandum, (v) respons yang pasif dalam menghadapi kesulitan ekonomi, (vi) lemahnya aspirasi untuk membangun kehidupan yang lebih baik, (vii) cenderung mencari kepuasan sesaat (immediate gratification) dan berorientasi masa sekarang (present-time orientation), dan (viii) tidak berminat pada pendidikan formal yang berdimensi masa depan.

Karakteristik kebudayaan kemiskinan ini bertolak belakang dengan ciri-ciri manusia modern menurut gambaran Alex Inkeles dan David Smith dalam Becoming Modern (1974), yang mengutamakan kerja keras, dorongan untuk maju, pencapaian prestasi, dan berorientasi masa depan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa faktor internal yakni mentalitas orang miskin turut memberi sumbangan pada problem kemiskinan, dan bukan semata faktor eksternal atau masalah struktural.

Kebudayaan merupakan hasil cipta rasa dan karsa manusia dimana didalamnya terkandung nilai yang diSepakati dan dijalankan dalam suatu lingkungan tertentu. Budaya adalah suatu pedoman atau pegangan operasional yang dimiliki oleh warga masyarakat dalam menghadapi lingkungan tertentu untuk mereka tetap dapat melangsungkan kehidupan dan untuk dapat hidup lebih baik lagi.


(26)

Berkaitan dengan kemiskinan, kebudayaan merupakan adaptasi atau penyesuaian dan sekaligus juga merupakan reaksi kaum miskin terhadap kedudukan marginal mereka didalam masyarakat yang berstrata kelas, sangat individualistik, dan berciri kapitalis. Teori kemiskinan kebudayaan merupakan : 1. Penolakan terhadap kapitalisme; Budaya kemiskinan sebagai bentuk

ketidakberdayaan menghadapi kekuatan ekonomi kapitalisme yang telah mengeksploitasi kehidupan sekelompok orang.

2. Sebagai proses adaptasi; Kemiskinan sebagai proses adaptasi keluarga miskin karena perubahan sistem ekonomi dari tradisional kepada kapitalisme dalam memenuhi kebutuhannya.

3. Sebagai sub budaya sendiri; Kemiskinan yag diakibatkan oleh faktor dari dalam diri individu sendiri dan kelompok miskin, misalnya ; malas, fatalisme, rendah diri, ketergantungan dan lainnya.

Dari ketiga bentuk teori kemiskinan diatas, dapat dilihat dengan adanya partisipasi yang rendah dari komunitasnya, pada tingkat lokal terlihat kumuh, padat dan tidak terorganisir secara formal, anak-anak yang lebih cepat dewasa dan kurang mendapat pengasihan orang tua, serta tidak berdaya, tergantung dan rendah diri.

Dalam beberapa kasus, kemiskinan budaya merupakan kemiskinan yang diturunkan dari generasi ke generasi dalam lingkaran kemiskinan. Kemiskinan yang diturunkan disini merupakan kemiskinan yang diakibatkan ketidakmampuan orang tua dalam memberikan pendidikan yang layak akibat kemiskinannya. Sehingga anak-anak tersebut tidak memiliki kemampuan dan keterampilan dalam


(27)

bekerja dan dihargai oleh pasar kerja dengan upah yang rendah, kemudian menikah dan memiliki keluarga baru dengan kemiskinan generasi baru pula. 1. Kurang efektifnya partisipasi dan integrasi kaum miskin ke dalam

lembaga-lembaga utama masyarakat. Mereka berpenghasilan rendah namun mengakui nilai-nilai yang ada pada kelas menengah ada pada diri mereka. Mereka sangat sensitif terhadap perbedaan-perbedaan status namun tidak memiliki kesadaran kelas.

2. Di tingkat komunitas, dapat ditemui rumah-rumah bobrok, penuh sesak, bergeerombol dan rendahnya tingkat organisasi di luar keluarga inti dan luas 3. Di tingkat keluarga, ditandai oleh masa kanak-kanak yang singkat dan kurang

pengasuhan oleh orang tua, cepat dewasa, hidup bersama/kawin bersyarat, tingginya jumlah perpisahan antara ibu dan anaknya, cenderung matrilineal dan otoritarianisme, kurangnya hak-hak pribadi, solidaritas semu.

4. Di tingkat individu, ditandai dengan kuatnya perasaan tak berharga, tak berdaya, ketergantungan dan rendah diri (fatalisme).

Sebenarnya budaya kemiskinan menurut beberapa ahli bukanlah faktor utama adanya kemiskinan, melainkan diakibatkan oleh sistem sosial. Mereka miskin karena sifat malas dan enggan menabung mungkin hanya dimiliki oleh sebagian kecil saja dari orang miskin, mereka seperti itu karena keterbatasan mereka dan karena mereka memang miskin dan tidak mampu. Pandangan terhadap orang miskin dalam teori budaya kemiskinan merupakan sebagai psikososialpatologi, masyarakat miskin dipandang sebagai bentuk penyimpangan psikologis yang mendarah daging dalam kehidupannya. Selain itu ada pandangan


(28)

sebagai sesuatu yang warisan, dan merupakan stereotip orang miskin yang memberikan ciri pada kelompok miskin tersebut.

Oscar Lewis, memaknai kemiskinan sebagai ketidaksanggupan seseorang atau sekelompok orang untuk dapat memenuhi dan memuaskan keperluan-keperluan dasar materialnya.Dalam konteks pengertian Lewis itu, kemiskinan adalah ketidakcukupan seseorang untuk bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya, seperti pangan, sandang, dan papan untuk kelangsungan hidup dan meningkatkan posisi sosial-ekonominya. Sumber-sumber daya material yang dimiliki atau dikuasainya betul-betul sangat terbatas, sekadar mampu digunakan untuk mempertahankan kehidupan fisiknya, tidak memungkinkan bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Kemiskinan di masyarakat diakibatkan oleh adanya budaya gadai menggadai dan hutang menghutang untuk dapat hidup serta tidak adanya kesetiaan terhadap satu jenis pekerjaan. Pola hidup pada masyarakat ketika panen raya, adat istiadat yang konsumtif seperti berbagai pesta rakyat atau upacara perkawinan, kelahiran dan bahkan kematian yang dibiayai diluar kemampuan dikarenakan prestise dan keharusan budaya juga turut melanggengkan kemiskinan di masyarakat.

Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Suparlan (1988) mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan pengetahuan yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial, kebudayaan pembangunan juga mempunyai kaitan yang fungsional. Manusia harus dapat beradaptasi dalam menghadapi lingkungan tertentu (fisik/alami, sosial dan


(29)

kebudayaan). Kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat agar mereka dapat tetap melangsungkan kehidupannya yaitu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan untuk dapat hidup secara lebih baik lagi.

Beraneka ragamnya kebutuhan manusia yang harus dipenuhi baik secara terpisah maupun secara bersama sama sebagai suatu satuan kegiatan telah menyebabkan terwujudnya beraneka ragam model pengetahuan yang menjadi pedoman hidup yang berguna untuk usaha memenuhi kebutuhan manusia. Sehingga peranan kebudayaan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia terdiri atas unsur unsur sebagai berikut :

a. Bahasa dan komunikasi b. Ilmu pengetahuan c. Teknologi

d. Ekonomi

e. Organisasi sosial f. Agama

g. Kesenian

2.8 Orientasi Nilai Budaya

Kluckhohn dalam Pelly (1994) mengemukan bahwa ada lima masalah pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat ditemukan secara universal yaitu : (1) Masalah hakekat hidup, (2) Hakekat kerja atau karya manusia, (3) Hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, (4) Hakekat hubungan manusia, dan (5) hakekat dari hubungan manusia dengan manusia sesamanya.


(30)

(1) Masalah hakekat hidup, dalam banyak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama. Agama Budha misalnya menganggap hidup itu buruk dan menyedihkan. Oleh karena itu, pola kehidupan masyarakatnya berusaha untuk memadamkan hidup itu guna mendapatkan nirwana, dan mengenyampingkan segala tindakan yang dapat menambah rangkaian hidup kembali. Pandangan seperti ini sangat mempengaruhi wawasan dam makna kehidupan itu secara keseluruhan. Sebaliknya banyak kebudayaan yang berpendapat bahwa hidup itu baik. Tentu konsep-konsep kebudayaan yang berbeda ini berpengaruh pula pada sikap dan wawasan mereka. (2) Hakekat kerja atau karya manusia, ada kebudayaan yang memandang

bahwa kerja itu sebagai usaha untuk kelangsungan hidup semata. Kelompok ini kurang tertarik pada kerja keras. Akan tetapi adajuga yang menganggap kerja untuk mendapatkan status, jabatan dan kehormatan. Namun, ada yang berpendapat bahwa kerja untuk mempertinggi prestasi. Mereka ini berorientasi kepada prestasi bukan kepada status.

(3) Hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, ada budaya yang memandang penting masa lampau, tetapi ada yang melihat masa kini sebagai fokus usaha dalam perjuangannya. Sebaliknya, ada yang jauh melihatnya kedepan. Pandangan yang berbeda dalam dimensi waktu ini sangat mempengaruhi perencanaan hidup manusia.

(4) Hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar, ada yang percaya bahwa alam itu dahsyat dan mengenai kehidupan manusia. Sebaliknya ada yang menganggap alam sebagai anugrah tuhan yang maha esa untuk dikuasai


(31)

manusia. Akan tetapi, ada juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan keselarasan dengan alam. Cara pandang ini akan berpengaruh terhadap pola aktivitas masyarakatnya.

(5) Hakekat dari hubungan manusia dengan manusia sesamanya, kebudayaan yang menukankan hubungan horizontal antar individu, cenderung untuk mementingkan hak asasi, kemerdekaan dan kemandirian. Sebaliknya, kebudayaan yang menekankan hubungan vertikal cenderung untuk mengembangkan orientasi ke atas (senioritas, penguasa atau pemimpin). Tentu saja pandangan ini sangat memengaruhi proses dinamika dan mobilitas sosial masyarakatnya.

Tabel 2.2

Skema Kluckohn : Lima Masalah Dasar Yang Menentukan Orientasi Nilai Budaya Manusia Sikap Mental Negatif Orientasi Nilai Budaya Masalah dasar Orientasi Nilai Budaya Sikap Mental Positif Fatalis Hidup Buruk dan tidak ada usaha untuk menjadi baik Hakekat Hidup Hidup buruk tetapi manusia wajib berusaha agar hidup menjadi lebih baik Optimis Cepat merasa puas Karya untuk nafkah hidup Hakekat Karya Karya untuk menambah karya di masa

depan

Selalu ingin berprestasi Boros Masa kini Hakekat

waktu Masa depan Hemat Sukar menerima inovasi Tunduk Pada alam Hakekat dengan alam Berhasrat menguasai alam Cepat menerima inovasi Rasa ketergantungan sesamabesar Konformis Hakekat hubungan dengan sesama individualis Menilai tinggi usaha atas diri


(32)

2.9 Upaya Penanggulan Kemiskinan Kultural

Upaya penanggulan masalah kemiskinan kultural diperlukan upaya yang memadukan berbagai kebijakan dan program pembangunan yang tersebar di berbagai sektor. Kebijakan pengentasan kemiskinan menurut Gunawan Sumodiningrat (1998) dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu kebijakan tidak langsung dan kebijakan langsung. Kebijakan tidak langsung meliputi (1) upaya menciptakan ketentraman dan kestabilan situasi ekonomi, sosial dan politik, (2) mengendalikan jumlah penduduk, (3) melestarikan lingkungan hidup dan menyiapkan kelompok masyarakat miskin melalui kegiatan pelatihan. Sedangkan kebijakan yang langsung mencakup : (1) pengembangan database dalam penentuan kelompok sasaran, (2) penyediaan kebutuhan dasar (pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan), (3) menciptakan kesempatan kerja, (4) program pembangunan wilayah, dan (5) pelayanan perkreditan.

Dikarenakan kemiskinan kultural muncul akibat gaya hidup dan perilaku yang memiskinkan, maka strategi pengentasannya menggunakan pengembangan pendidikan watak dan karakter. Pendidikan model ini lebih dikenal dengan pendidikan karakter yang bertujuan untuk memberikan kesadaran kritis tentang kemiskinan itu sendiri sekaligus menumbuhkan nilai-nilai baru yang bersifat produktif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin. Dengan pendidikan karakter ini diharapkan akan menumbuhkan nilai-nilai budaya hemat, produktif, kerja keras dan semangat pantang menyerah. Pembentukan karakter positif tersebut dihasilkan melalui internalisasi nilai-nilai positif baik melalui jalur formal, informal maupun nonformal.


(33)

Teori ekonomi mengatakan bahwa untuk memutus mata rantai lingkaran kemiskinan dapat dilakukan peningkatan keterampilan sumber daya manusianya, penambahan modal investasi, dan mengembangkan teknologi. Melalui berbagai suntikan maka diharapkan produktifitas akan meningkat. Namun, dalam praktek persoalannya tidak semudah itu. Program-program kemiskinan sudah banyak dilaksanakan di berbagai negara. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat program penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi antar negara bagian, memperbaiki kondisi permukiman perkotaan dan perdesaan, perluasan kesempatan pendidikan dan kerja untuk para pemuda, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi orang dewasa, dan pemberian bantuan kepada kaum miskin usia lanjut. Selain program pemerintah, juga kalangan masyarakat ikut terlibat membantu kaum miskin melalui organisasi kemasyarakatan, gereja, dan lain sebagainya.

Menghilangkan kemiskinan fisik semata-mata, tidak akan cukup menghapuskan kebudayaan kemiskinan sehingga diperlukan berbagai upaya yaitu:

1. Tingkatkan taraf hidup mereka dan integrasikan ke dalam kelas menengah. Bila mungkin dengan menggunakan pengobatan psikiatrik

2. Ciptakan perubahan-perubahan struktural yang mendasar dengan mendistribusikan kembali kekayaan, mengorganisasi kaum miskin dan membuat mereka mempunyai perasaan bahwa mereka memiliki kekuatan dan kepemimpinan.


(34)

2.10 Penelitian Terdahulu

Rejekiningsih (2011) dengan judul penelitian : Identifikasi Faktor Penyebab Kemiskinan Dari Dimensi Kultural. Hasil penelitian menunjukkan : (1). Ciri-ciri warga miskin di Kota Semarang antara lain, kepala rumah tangga sebagian besar berpendidikan rendah (tamat SD) dan mempunyai pekerjaan sebagai buruh, serta mempunyai tanggungan sebanyak 3 jiwa. (2). Terjadi ketidakmerataan dalam bantuan distribusi bantuan kepada warga miskin. Hal ini terindentifikasi dengan ditemukannya sekitar 26 persen warga miskin tidak pernah menerima bantuan jenis apapun selama dua tahun terakhir. (3). Warga miskin di Kota Semarang memiliki orientasi nilai budaya dan sikap mental yang positif dalam memandang hakekat hidup, hakekat karya, hakekat waktu, hakekat hubungan dengan alam semesta dan sesama manusia.

Astika (2010) yang berjudul : Budaya Kemiskinan di Masyarakat (Tinjauan Kondisi Kemiskinan dan Kesadaran Budaya Miskin di Masyarakat). Hasil peneliannya menunjukkan : Teori-teori yang berkembang dan dikembangkan oleh para ahlinya, lebih banyak menyatakan bahwa kemiskinan adalah dampak dari masalah kependudukan khususnya migrasi desa-kota yang tidak terkendali. Kemiskinan dan kebudayaan kemiskinan terbentuk dari suatu situasi, yang mengelompokkan masyarakat dalam dua kategori, yaitu miskin dan tidak miskin. Selain itu, kebudayaan kemiskinan membuat sebuah kategorisasi dengan ciri-ciri khusus, dan juga dampak yang ditimbulkannya pada kelompok miskin tersebut. Kebudayaan kemiskinan merupakan adaptasi dan penyesuaian oleh sekelompok orang pada kondisi marginal mereka, tetapi bukan untuk


(35)

eksistensinya karena sejumlah sifat dan sikap mereka lebih banyak terbatas pada orientasi kekinian dominannya sikap rendah diri, apatis, dan sempitnya pada perancanaan masa depan.

Purwandari (2011) dengan judul penelitian : Respon Petani Atas Kemiskinan Struktural (Kasus Desa Perkebunan dan Desa Hutan). Dengan hasil penelitian bahwa dalam konteks Desa Perkebunan dan Desa Hutan, kemiskinan diciptakan melalui paradigm pengelola sumber daya alam yang tidak berbasisi masyrakat lokal. Paradigma yang dipilih pemerintah tersebut member peluang kaum kapitalis untuk semakin kokoh menancapkan kekuasaan nya diatas posisi masyrakat. Dalam berbagai bentuknya kondisi tersebut menghasilkan keterpurukan dikalangan petani. Respon yang muncul akibat tersebut adalah penggalangan kekuatan yang dilakukan anggota komunitas melalui peran kelompok elit.

Karmana (2011) dengan judul penelitian : Analisis faktor-faktor penyebab kemiskinan Petani. Dengan judul penelitian : (1) Karakteristik petani miskin di Kecamatan Kupang Timur adalah tingkat pendidikan renda (mayoritas SD) sehingga menghambat penerapan teknologi modern dan akhirnya petani berpendapatan rendah sehingga tingkat kesejahteraan juga rendah, (2) faktor-faktor penyebab kemiskinan petani di kecamatan Kupang Timur yang dominan yaitu faktor geografi dan lingkungan dimana luas lahan kepemilikan dan akses pasar memberikan pengaruh yang sangat besar bagi kemiskinan petani yakni 82,5% petani dipedesaan diikuti faktor ekonomi sebesar 51% serta faktor sosial


(36)

dan budaya mempengaruhi kemiskinan sebesar 3,2%, pendapatan memberikan pengaruh sebesar 34,4% terhadap kemiskinan dikecamatan Kupang Timur.

Kaplale (2012), dengan judul penelitian : Faktor-faktor yang mepengaruhi tingkat kemiskinan di kota Ambon (studi kasus di dusun Kranjang desa Waiyame kecamatan Teluk Ambon Baguala Kota Ambon). Dengan hasil penelitian : (1) Besarnya jumlah pendapatan pada lokasi penelitian pada dusun Kranjang desa Waiyame adalah Rp 369.057.000 per-tahun. (2) Besarnya jumlah pengeluaran pada lokasi penelitian pada dusun Kranjang desa Waiyame adalah Rp 306.840.500 per-tahun. (3) Berdasarkan pendekatan objektif yang dilihat dari garis kemiskinan pengeluaran versi BPS ditemukan sekitar 28KK tergolong rumah tangga miskin, dilihat dari garis kemiskinan pendapatan ditemukan 28 KK tergolong rumah tangga miskin, (4) Faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan pada rumah tangga di Dusun Kranjang Desa Waiyame dan Desa Waiheru adalah (a) menurunnya produktivitas tanaman, (b) lapangan kerja yang sulit didapat, (c) rendahnya tingkat pendidikan kepala keluarga, (d) ketergantungan masyarakat terhadap alam dan kondisi yang ada, (e) biaya dalam proses ritual adat. (f) terbatasnya akses terhadap modal (uang tunai).

2.11 Kerangka Berpikir

Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan di perkotaan. Banyak faktor yang mempengaruhi dan menyebabkan nya terjadi. Salah satu faktor penyebab kemiskinan adalah faktor internal yang berasal dari dirinya sendiri. Sikap mental dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya kemiskinan pada diri sesorang atau sekelompok masyarakat. Sikap mental ini disebut juga sikap mental


(37)

negatif, yaitu tidak sejalan dengan upaya peningkatan taraf hidupnya. Nilai-nilai budaya dan sikap mental penduduk miskin terhadap lima masalah dasar manusia yaitu hakekat hidup, hakekat waktu, hakekat karya, hakekat hubungan dengan alam dan hakekat hubungan dengan sesama diduga merupakan salah satu faktor penyebab kemiskinan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.1

Skema Kerangka Berpikir

Kultural

Sistem nilai budaya masyarakat yaitu orientasi

il i b d d ik

Faktor Penyebab Kemiskinan

Identifikasi Faktor Penyebab Kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan Dari Dimensi Kultural


(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi sekarang. Tujuan penelitian deskriptif adalah menyajikan gambaran lengkap mengenai fenomena sosial yang terjadi dengan cara mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti sehingga menghasilkan gambaran akurat tentang sebuah kelompok, menggambarkan mekanisme sebuah proses atau hubungan fenomena yang sedang terjadi.

3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian berlokasi di Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan yang terdiri dari 9 Kelurahan yaitu, Kelurahan Tegal Rejo, Kelurahan Sidorame Barat I, Kelurahan Sidorame Barat II, Kelurahan Sidorame Timur, Kelurahan Sei Kera Hilir I, Kelurahan Sei kera Hulu II, Kelurahan Sei kera Hulu, Kelurahan Pahlawan dan Kelurahan Pandau Hilir. Identifikasi faktor penyebab kemiskinan dari segi kultural ini akan dilakukan pada masyarakat yang tergolong miskin di Kecamatan Medan Perjuangan.

3.3 Batasan Operasional

Agar pembahasan penelitian ini tidak melebar dan dapat memberikan pemahaman yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan maka pembatasan masalahnya adalah faktor penyebab masyarakat miskin di Kecamatan Medan


(39)

3.4 Definisi Operasional

Adapun definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini yaitu faktor penyebab kemiskinan dari dimensi kultural yang dimaksud dalam penelitian yaitu faktor dari dalam diri yang menyebabkan masyarakat menjadi miskin yang terdapat di Kecamatan Medan Perjuangan.

3.5 Skala Pengukuran Variabel

Skala pengukuran masyarakat miskin yang dilakukan peneliti yaitu dengan menggunakan pengukuran miskin menurut skema Kluckhon sebagai berikut :

Tabel 3.1

Skema Kluckohn : Lima Masalah Dasar Yang Menentukan Orientasi Nilai Budaya Manusia Sikap Mental Negatif Orientasi Nilai Budaya Masalah dasar Orientasi Nilai Budaya Sikap Mental Positif Fatalis Hidup Buruk dan tidak ada usaha untuk menjadi baik Hakekat Hidup Hidup buruk tetapi manusia wajib berusaha agar hidup menjadi lebih baik Optimis Cepat merasa puas Karya untuk nafkah hidup Hakekat Karya Karya untuk menambah karya di masa

depan

Selalu ingin berprestasi Boros Masa kini Hakekat

waktu Masa depan Hemat Sukar menerima inovasi Tunduk Pada alam Hakekat dengan alam Berhasrat menguasai alam Cepat menerima inovasi Rasa ketergantungan sesamabesar Konformis Hakekat hubungan dengan sesama individualis Menilai tinggi usaha atas diri sendiri


(40)

3.6 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh KK miskin yang berada di Kecamatan Medan Perjuangan yang berjumlah 16.650 KK. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana yang proporsional menurut lingkungan, supaya lebih jelas dapat dilihat tabel 3.2. Penentuan jumlah sampel yang menggunakan rumus slovin sebagai berikut :

n = N / (1+Ne2) Dengan :

n : Sampel

N : Populasi

e : batas toleransi (batas ketelitian)

Sehingga besaran sampel yang akan diambil yaitu :

n = 16.650 / 1+16.650 (0,1)2 = 99 KK (dibulatkan menjadi 100 Kepala Keluarga)

Tabel 3.2

Pengambilan Sampel Penelitian Menurut Kelurahan Di Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2014

No Kelurahan Jumlah KK Slovin ( 10 %)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tegal Rejo Sidorame Barat I Sidorame Barat II Sei Kera Hilir I Sei Kera Hilir II Sidorame Timur Sei Kera Hulu Pahlawan Pandau Hilir 4.652 1.678 891 2.731 2.237 1.077 1.560 1.221 603 15 12 9 13 12 10 10 10 9

Jumlah 16.650 100


(41)

3.7 Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer bersumber data pada masyarakat miskin di Kecamatan Medan Perjuangan Kota medan melalui wawancara dan observasi. Dalam hal ini juga terdapat 99 responden masyarakat miskin yang terdapat di Kecamatan Medan Perjuangan.

3.8 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik komunikasi langsung, alat yang digunakan adalah daftar wawancara yang berisi tentang data responden dan orientasi budaya.

3.9 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif yaitu dengan cara mendeskripsikan dan menggambarkan kenyataan yang ada dilapangan dan menyusunnya ke dalam tabel sesuai dengan tujuan penelitian kemudian data tersebut dianalisis sehingga dapat terlihat faktor penyebab kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan dari dimensi kultural.


(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Gambaran Daerah Penelitian

4.1.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah

Kecamatan Medan Perjuangan adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Medan Perjuangan berbatasan dengan Medan Timur di sebelah barat, Medan Tembung dan kabupaten Deli Serdang di timur, Medan Area dan Medan Kota di selatan, dan Medan Timur dan Kabupaten Deli Serdang di utara.

Kecamatan ini memiliki 9 kelurahan, yaitu : Kelurahan Tegal Rejo, Sidorame I, Sidorame II, Sidorame Timur, Sei Kera Hilir I, Sei Kera Hilir II, Sei Kera Hulu, Pahlawan dan Pandau Hilir. Dari 9 kelurahan di Kecamatan Medan Perjuangan, Kelurahan tegal Rejo memiliki luas wilayah yang terluas yaitu sebesar 1,1 Km2 (25,23%) sedangkan kelurahan Sei Kera Hulu mempunyai luas terkecil yakni 0,31 Km2 (7,11%). Selengkapnya, luas wilayah di Kecamatan Medan Perjuangan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.


(43)

Tabel 4.1

Luas Wilayah Per Kelurahan di Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2014

No Kelurahan Jumlah Penduduk Persentase (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pandau Hilir Sei Kera Hulu Pahlawan Sei kera Hilir I Sei Kera Hilir II Sidorame Timur Sidorame Barat II Sidorame Barat I Tegal Rejo 0,39 0,31 0,36 0,45 0,44 0,50 0,43 0,38 1,10 8,94 7,11 8,26 10,32 10,09 11,47 9,86 8,72 25,23

Jumlah 4,36 100

Sumber : BPS Kota Medan

4.1.2 Kondisi Demografis 4.1.2.1 Jumlah Penduduk

Penduduk merupakan salah satu komponen pembangunan yang memiliki dua sisi yang sangat penting, di satu sisi sebagai subjek pembangunan dan di sisi lain sebagai objek pembangunan. Selain itu, penduduk juga merupakan tenaga kerja bagi pembangunan itu sendiri. Berdasarkan tabel dibawah ini, Kecamatan Medan Perjuangan dihuni oleh 94.088 orang penduduk yang terdiri atas 9 kelurahan. Jumlah penduduk terbanyak berada di Kelurahan Tegal Rejo yakni sebanyak 23.132 orang sedangkan jumlah penduduk terkecil di Kelurahan Pahlwan yakni sebanyak 7.697 orang. Selengkapnya dapat dilihat padat tabel 4.2 berikut.


(44)

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk di Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2014

No Kelurahan Jumlah Penduduk Persentase (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pandau Hilir Sei Kera Hulu Pahlawan Sei kera Hilir I Sei Kera Hilir II Sidorame Timur Sidorame Barat I Sidorame Barat II Tegal Rejo 7.288 8.150 7.697 10.793 8.472 8.892 9.465 9.159 23.132 8,0 8,7 8,2 11,5 9,0 9,5 10,1 9,7 24,6

Jumlah 94.088 100

Sumber : BPS Kota Medan

4.1.2.2Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin bertujuan untuk mengetahui nilai Sex Ratio pada daerah tertentu. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Perjuangan dapat dilihat di tabel 7. Tabel 7 memperlihatkan kecamatan Medan Perjuangan memiliki jumlah penduduk 94.088 jiwa yang terdiri dari 45.405 jiwa laki-laki dan perempuan 48.683 jiwa. Dari total keseluruhan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan terbanyak berada pada Kelurahan Tegal Rejo dengan jumlah penduduk 23.132 jiwa sedangkan penduduk dengan jumlah terkecil adalah kelurahan Pahlawan dengan jumlah penduduk 7.697jiwa.

Perbandingan angka jumlah penduduk laki-laki dan perempuan dapat dihitung dengan rumus :

��������= Jumlah Penduduk Laki−Laki

Jumlah Penduduk Perempuanx 100

Sex Ratio = 45.405 ∕ 48.683 x 100 Sex Ratio = 93


(45)

Dari perhitungan Sex Ratio ditemukan angka Sex Ratio sebesar 93, yang berarti setiap 100 jiwa penduduk perempuan terdapat sebanyak 93 jiwa penduduk laki-laki. Tabel jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.3

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2014

No Kelurahan Jenis Kelamin Total

Laki-Laki Perempuan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pandau Hilir Sei Kera Hulu Pahlawan Sei Kera Hilir I Sei Kera Hilir II Sidorame Timur Sidorame Barat II Sidrame Barat I Tegal Rejo 3.475 3.932 3.692 4.989 3.943 4.899 4.515 4.505 11.455 3.763 4.218 4.005 5.804 4.529 5.083 4.644 4.960 11.677 7.238 8.150 7.697 10.793 8.472 9.982 9.159 9.465 23.132

Jumlah 45.405 48.683 94.088

Sumber : BPS Kota Medan

4.1.2.3Komposisi Penduduk Menurut Umur

Gambaran penduduk berdasarkan umur sangat penting untuk diketahui, karena berdasarkan gambaran tersebut dapat dijelaskan jumlah penduduk yang tergolong usia produktif yaitu 15-64 tahun dan usia belum produktif yaitu 0-14 tahun serta usia tidak produktif 65 tahun keatas. Komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur dapat menggambarkan bagaimana angka kelahiran, angka kematian, dan angka ketergantungan penduduk yang berada di suatu daerah. Keadaan penduduk berdasarkan kelompok umur menggambarkan angka ketergantungan pada suatu daerah, dimana angka ketergantungan akan dikatakan tinggi jika penduduk usia non produktif lebih besar jika dibandingkan dengan


(46)

jumlah penduduk usia produktif. Rasio ketergantungan merupakan salah satu indikator demografi yang penting. Semakin tinggi beban yang ditanggung penduduk produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan persentase rasio ketergantungan semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.

Tabel 4.4

Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2014

NO Kelompok Umur

(Tahun) Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 > 65 8.823 8.263 7.876 9.355 10.811 8.662 7.685 7.059 6.350 5.414 4.547 3.538 2.366 3.339 9,4 8,7 8,4 9,9 11,4 9,3 8,3 7,6 6,7 5,7 4,8 3,7 2,6 3,5

Jumlah 94.088 100

Sumber : BPS Kota Medan

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa kelompok usia produktif (15-64 tahun) sebanyak 65.787 (70 %) dari keseluruhan jumlah penduduk sedangkan kelompok usia non produktif (dibawah 15 tahun dan diatas 65 tahun) sebanyak 28.301 (30 %). Hal ini berarti jumlah penduduk Kecamatan Medan Perjuangan


(47)

usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan usia non produktif. Dari perhitungan Dependency Ratio (angka ketergantungan), dihasilkan angka Dependency Ratio (angka ketergantungan) sebesar 43, yang berarti setiap 100 jiwa penduduk yang berusia produktif terdapat 43 jiwa penduduk yang berusia non produktif.

4.1.2.4Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Komposisi penduduk menurut pencaharian menggambarkan aktivitas penduduk setempat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Percut Sei Tuan dapat dilihat pada tabel 4.5. Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa mayoritas penduduk bermatapencaharian sebagai karyawan swasta dengan jumlah 31,6 % lalu diikuti Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan jumlah 17,2 %, sedangkan mata pencaharian paling sedikit dibidang jasa dengan jumlah 3,7 %.


(48)

Tabel 4.5

Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kecamatan Medan Perjuangan

No Mata Pencaharian Jumlah Penduduk

(Jiwa) Persentase (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 PNS

Polri dan TNI Karyawan Swasta Perdagangan Buruh Konstruksi Jasa Pensiunan Wiraswata Supir 9.671 3.852 17.794 7.386 5.341 2.108 3.145 4.290 2.734 17,2 6,8 31,6 13,1 9,5 3,7 5,6 7,6 4,9

Jumlah 56.321 100

Sumber : kantor BPS Kota Medan

4.1.3 Keadaan Ekonomi

Keadaan ekonomi di kecamatan Medan Perjuangan mengalami laju pertumbuhan diberbagai sektor, seperti : sektor jasa, sektor keuangan dan harga, sektor industri dan sektor perdagangan. Untuk selengkap nya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.6

Laju Pertumbuhan Ekonomi Dalam Sektor Keuangan dan Harga di Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2009-2014 (unit)

No Sektor Keuangan 2010 2011 2012 2013 2014

1 2 3 4 Leasing Bank Koperasi Pegadaian 4 7 5 2 4 7 5 2 4 7 5 2 4 7 5 2 4 7 5 2

Jumlah 18 18 18 18 18

Sumber : BPS Kota Medan

Pada tabel 4.6 diatas dapat diketahui laju pertumbuhan dalam sektor keuangan dan harga di Kecamatan Medan Perjuangan tidak mengalami laju


(49)

pertumbuhan. Sektor keuangan seperti : leasing, bank, koperasi dan pegadaian memiliki jumlah yang tetap dari tahun 2010-2014.

Tabel 4.7

Laju Pertumbuhan Ekonomi Dalam Sektor Indutri di Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2009-2014 (unit)

No Sektor Industri 2010 2011 2012 2013 2014

1 2 3

Besar / sedang Kecil Rumah tangga 4 28 48 4 26 48 7 27 34 7 27 34 6 16 51

Jumlah 80 78 68 68 73

Sumber : BPS Kota Medan

Laju pertumbuhan ekonomi dalam sektor industri di Kecamatan Medan Perjuangan tahun 2009-2014 mengalami fluktuasi (naik-turun) pada industri besar / sedang, kecil maupun rumah tangga. Seperti terlihat pada tabel diatas, sector industri besar / sedang mengalami kenaikan jumlah dari tahun 2011 ke tahun 2012 tetapi pada tahun 2014 mengalami penurunan.

Tabel 4.8

Laju Pertumbuhan Ekonomi Dalam Sektor Perdagangan di Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2009-2014 (unit)

No Sektor Perdagangan 2010 2011 2012 2013 2014

1 2 3 4 5 6 7 8 Pasar Pertokoan

Swalayan / mini market Mall / Plaza

Restoran / rumah makan Warung SPBU Agen minyak 3 21 9 0 29 272 0 42 4 21 12 0 28 273 0 37 4 21 12 0 30 274 0 37 4 21 12 0 30 274 1 37 4 35 12 0 33 281 1 9

Jumlah 376 375 378 379 375

Sumber : BPS Kota Medan

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan ekonomi di Kecamatan Medan Perjuangan dalam sector perdagangan mengalami peningkatan


(50)

di berbagai sektor, yaitu sektor pasar, pertokoan, swalayan / mini market, mall / plaza, restoran / rumah makan dan SPBU sedangkan pada sektor agen minyak mengalami pengurangan unit.

Tabel 4.9

Laju Pertumbuhan Ekonomi Dalam Sektor Jasa di Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2009-2014 (unit)

No Sektor jasa 2010 2011 2012 2013 2014

1 2 3 4 5 6 7 Rumah Sakit Puskesmas Posyandu Klinik Salon Doorsmeer Bengkel 0 3 9 8 52 75 78 0 3 9 8 52 68 70 0 3 9 9 52 68 70 0 3 9 9 52 68 70 0 3 9 9 52 71 69

Jumlah 225 210 211 211 213

Sumber : BPS Kota Medan

Dari tabel 4.9 diatas diketahui bahwa laju perekonomian dalam sektor jasa di Kecamatan Medan Perjuangan mengalami fluktuasi (naik-turun) pada sektor doorsmeer dan bengkel sedangakan pada sektor puskesmas, posyandu, dan salon jumlah unit nya tetap selama periode 2010 – 2014.

4.2 Profil Kepala Keluarga

Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data primer atau hasil pengolohan data dari responden melalui daftar wawancara. Hasil penelitian ini digunakan untuk memperoleh mengenai penyebab kemiskinan dari dimensi kultural. Tingkat kesejahteraan dilihat dari keserasian dalam pemenuhan kebutuhan yang dibahas dalam indikator kesejahteraan yang dibuat oleh BKKBN tahun 2013 menjadi indikator untuk menentukan responden.


(51)

4.2.1 Umur Kepala Keluarga

Umur berpengaruh terhadap produktivitas, pada umumnya pada usia yang lebih muda memiliki kemampuan beraktifivitas lebih optimal dibandingakan umur yang telah lanjut, dengan demikian dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Dengan bertambahnya pendapatan akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga yang bersangkutan. Namun bukan berarti bahwa keluarga yang berusia tua tidak mampu untuk melaksanakan fungsinya karena pada usia ini, mereka telah memiliki pengalaman yang baik di dalam pekerjaanya di bidang nya dengan demikian dapat menambah penghasilan keluarga. Untuk melihat keluarga responden berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.10

Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur di Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2015

No Umur Jumlah Persentase (%)

1 2 3 4 5 6 7

27 – 32 33 – 38 39 – 44 45 – 50 51 – 56 57 – 62 63 – 68

10 14 20 34 14 4 4 10 14 20 34 14 4 4

Jumlah 100 100

Sumber : Data Primer Olahan 2015

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa keluarga responden pada umumnya berusia 45 – 50 tahun dengan jumlah 34 responden (34 %). Selanjutnya pada usia 39 – 44 yaitu sebanyak 20 responden (20 %), selanjutnya dengan usia 51 – 56 yaitu sebanyak 14 responden (14 %) diikuti dengan usia 27-32 sebanyak 10 responden (10 %) dan selanjutnya pada usia 57 – 62 dan 63 – 68 memiliki jumlah 4 responden (4 %). Berdasarkan hasil penelitian terhadap umur responden di


(52)

Kecamatan Medan Perjuangan sebagian besar responden masih tergolong dalam usia produktif.

4.2.2 Pendidikan Kepala Keluarga

Pendidikan responden berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga karena pendidikan berhubungan dengan produktivitas. Orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi lebih mampu untuk mengembangkan usahanya dan memperoleh pekerjaan yang lebih baik, selain itu dalam hal penerimaan teknologi orang yang lebih tinggi pendidikannya lebih mudah memahami dan menerima teknologi untuk mengembangkan usahanya.

Tabel 4.11

Distribusi Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2015

No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

1 2 3 4

Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA

2 59 11 28

1 59 10 28

Jumlah 100 100

Sumber : Data Primer Olahan 2015

Dari tabel 4.11 diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden terbanyak adalah tamat SD sebanyak 59 keluarga (59 %), selanjutnya tamat SMA dengan jumlah responden 28 orang (28 %) diikuti dengan tamat SMP dengan jumlah 11 orang (11 %) dan terkecil tidak tamat SD dengan jumlah 2 responden (2 %).


(53)

4.2.3 Pekerjaan Kepala Keluarga

Pekerjaan responden di Kecamatan Medan Perjuangan umumnya memiliki pekerjaan di bidang sektor informal sebab sektor informal yang memiliki sifat terbuka. Berikut jenis pekerjaan responden di Kecamatan Medan Perjuangan.

Tabel 4.12

Jenis Pekerjaan Kepala Keluarga di Kecamatan Medan Perjuangan

No Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tukang Becak Pedagang Buruh Supir Tukang sapu Kuli bangunan Penata Parkir Penambal ban Penjahit 18 28 15 10 4 4 8 10 3 18 28 15 10 4 4 8 10 3

Jumlah 100 100

Sumber : Data Primer Olahan 2015

Dari tabel 4.12 diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden bermatapencaharian sebagai pedagang dengan jumlah 28 %, selanjutnya tukang becak sebanyak 18 % dan jenis pekerjaan penjahit yang paling minoritas dengan jumlah 1%.

4.2.4 Jumlah Tanggungan Kepala Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga mempengaruhi kesejahteraan keluarga semakin besar jumlah tanggungan maka akan semakin besar tingkat pengeluaran, tetapi tanggungan yang besar dapat juga membantu perekonomian keluarga, sebagian anak di Kecamatan Medan Perjuangan yang sudah bekerja dapat membantu orangtuanya untuk menambah penghasilan keluarga dalam meningkatkan kersejahteraan dan juga membantu orang tuanya dalam bekerja


(54)

bidang sektor informal misalnya membantu orang tuanya berdagang. Dalam penelitian ini yang dimaksud dalam jumlah tanggungan adalah seluruh anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah seperti istri, anak, maupun orang tua dan sanak saudara yang tinggal dengan satu rumah. Untuk mengetahui jumlah tanggungan keluarga dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.13

Jumlah Tanggungan Kepala Keluarga di Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2015

No Jumlah Tanggungan Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

1 – 3 (kecil) 4 – 6 (sedang)

7 – 9 (besar)

31 66 3

31 66 3

Jumlah 100 100

Sumber : Data Primer Olahan 2015

Berdasarkan tabel 4.13 diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar tanggungan keluarga tergolong sedang yaitu sebesar 66 responden (66 %) dan jumlah tanggungan kecil sebanyak 31 responden (31 %) sedangkan jumlah tanggungan yang besar hanya sebanyak 3 responden (3 %). Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah tanggungan keluarga pada umumnya sedanng, dengan demikian jumlah tanggungan keluarga yang mempengaruhi pengeluaran maupun pendapatan tergolong sedang. Pendapatan berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan keluarga. Dimana pendapatan yang tinggi akan mempengaruhi kesejahteraan keluarga.


(55)

4.2.4 Pendapatan Kepala Keluarga

Pendapatan berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan keluarga, untuk melihat pendapatan keluarga dilihat dari Upah Minimum Regional (UMR) tahun 2015 yaitu sebesar. Berikut tabel distribusi pendapatan responden di Kecamatan Medan Perjuangan.

Tabel 4.14

Distribusi Pendapatan Kepala Keluarga di Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2015

No Pendapatan Frekuensi Persentase

(%)

1 2 3

Rp 600.000 – 960.000 Rp 970.000 – 1.500.000 Rp 1.600.000 – 2.000.000

16 64 20

16 59 20

Jumlah 100 100

Sumber : Data Primer Olahan 2015

Dari tabel 4.14 diatas menunjukkan bahwa pendpatan keluarga pekerja sektor informal dengan pendapatan Rp 600.000 – 960.000 sebanyak 16 responden (16 %) keluarga yang memiliki pendapatan Rp 970.000 – 1.500.000 sebanyak 64 responden (59 %) selanjutnya keluarga yang memiliki pendapatan Rp 1.600.000 – 2.000.000 adalah sebanyak 20 responden (20%).

4.3 Faktor Penyebab Kemiskinan Dari Dimensi Kultural

Kemiskinan kultural adalah budaya yang membuat orang miskin, seperti masyarakat yang pasrah dengan keadaannya dan menganggap bahwa mereka miskin karaena turunan atau karena dulu orang tuanya atau nenek moyangnya juga miskin, sehingga usahanya untuk maju berkurang.


(56)

Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Suparlan (1988) mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan pengetahuan yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial, kebudayaan pembangunan juga mempunyai kaitan yang fungsional. Manusia harus dapat beradaptasi dalam menghadapi lingkungan tertentu (fisik/alami, sosial dan kebudayaan). Kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat agar mereka dapat tetap melangsungkan kehidupannya yaitu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan untuk dapat hidup secara lebih baik lagi.

Tabel 4.15

Jawaban Kepala Keluarga Tentang Pekerjaan di Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2015

No Kegiatan Jumlah Persentase (%)

1 2

Bekerja Tidak Bekerja

100 -

100 -

Jumlah 100 100

Sumber : Data Diolah, 2015

Berdasarkan tabel 4.15 diatas dapat diketahui bahwa seluruh KK miskin yang menjadi responden di Kecamatan Medan Perjuangan memiliki pekerjaan dengan jumlah 100 %. Dalam hal ini berarti warga miskin berusaha memenuhi kebutuhan hidup nya dengan bekerja.

Tabel 4.16

Jawaban Kepala Keluarga Tentang Kegiatan Pelatihan Kerja/kursus di Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2015

No Keikutsertaan Pelatihan Kerja Jumlah Persentase (%)

1 2

Ya Tidak

16 84

16 84


(57)

Berdasarkan tabel 4.16 dapat diketahui bahwa sebanyak 84 KK (84 %) miskin tidak mengikuti pelatihan kerja / kursus dan 16 KK miskin (16 %) mengikuti pelatihan kerja / kursus yang diselenggarakan kelurahan / kecamatan maupun dengan biaya sendiri. Masyarakat di Kecamatan ini cenderung pasrah atau tidak percaya diri dalam mengikuti pelatihan kerja dalam hal ini mungkin dikarenakan sebagian besar pendidikan warga miskin hanya setingkat tamat SD sehingga mereka kurang percaya diri.

Tabel 4.17

Jawaban Kepala Keluarga Terhadap Kepemilikan Tabungan di Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2015

No Kepemilikan Tabungan Jumlah Persentase (%)

1 2

Ya Tidak

32 68

32 68

Jumlah 100 100

Sumber : Data Diolah, 2015

Berdasarkan tabel 4.17 diatas dapat diketahui bahwa sebagian KK miskin di Kecamatan Medan Perjuangan tidak memiliki tabungan 68 KK (68 %) sedangkan 32 KK miskin (32 %) memiliki tabungan. Pendapatan yang mereka miliki hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Tabel 4.18

Jawaban Kepala Keluarga Jika Penghasilan Kurang di Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2015

No Penghasilan Kurang Jumlah Persentase (%)

1 2

Berhutang Tidak

56 44

56 44

Jumlah 100 100


(58)

Tabel 4.18 menunjukkan bahwa jumlah KK miskin yang lebih memilih berhutang jika penghasilan kurang sebanyak 56 KK (82 %) dan sebanyak 44 KK (44 %) lebih memilih tidak berhutang jika penghasilan kurang. Dalam hal ini berarti masyarakat miskin masih memiliki rasa ketergantungan yang tinggi antar sesame anggota masyarakat.

Tabel 4.19

Jawaban Kepala Keluarga Terhadap Pekerjaan Sampingan di Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2015

No Pekerjaan Sampingan Jumlah Persentase (%)

1 2

Ya Tidak

13 87

13 87

Jumlah 100 100

Sumber : Data Diolah, 2015

Dari tabel 4.19 dapat diketahui bahwa 87 KK (87 %) tidak memiliki pekerjaan sampingan dan sebanyak 13 Kk (13 %) memiliki pekerjaan sampingan. Masyarakat miskin di Kecamatan Medan perjuangan rata-rata hanya memiliki pekerjaan utama saja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tabel 4.20

Jawaban Kepala Keluarga Penggunaan Teknologi Dalam Melakukan Pekerjaan di Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2015

No Penggunaan Teknologi Jumlah Persentase (%)

1 2

Ya Tidak

37 63

37 63

Jumlah 100 100


(59)

Berdasarkan tabel 4.20 tentang penggunaan teknologi dalam melakukan pekerjaan, sebanyak 37 KK (37 %) memanfaatkan teknologi dalam melakukan pekerjaan sedangkan 63 KK (63 %) tidak memanfaatkan teknologi dalam melakukan pekerjaan.

Tabel 4.21

Tanggapan Tetangga Terhadap Kebiasaan Kepala Keluarga di Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2015

No Kebiasaan KK Jumlah Persentase (%)

1 2

Malas Tidak

46 54

46 54

Jumlah 100 100

Sumber : Data Diolah, 2015

Berdasarkan tabel 4.21 dapat diketahui bahwa berdasarkan pengamatan tetangga, 54 KK (54 %) tidak memiliki kebiasaan malas sedangkan sebanyak 46 KK (46 %) memiliki kebiasaan malas seperti bangun siang serta tidak peduli terhadap lingkungan.

4.4 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap KK miskin tentang faktor penyebab kemiskinan dari dimensi kultural di dapat hasil bahwa masyarakat miskin memiliki Ciri di Kecamatan Medan Perjuangan antara lain, umur antara 45-50 Tahun, pendidikan terakhir rata-rata tamat SD, pekerjaan kepala keluarga rata-rata sebagai pedagang, memiliki pendapatan rata-rata antara Rp. 970.000,00 – Rp. 1.500.000,00 dan memiliki tanggungan antara 4-6 orang. 1. Pekerjaan Kepala Keluarga

Masyarakat miskin di Kecamatan Medan memiliki pekerjaan yang rata-rata berasal dari sektor informal, seperti : tukang becak, pedagang, buruh,


(60)

penambal ban, dll, hal ini dikarenakan sebagian besar hanya tamat SD sehingga mereka tidak memiliki keahlian untuk bekerja di sektor formal. Berdasarkan skema kluckhon, masayarakat miskin tersebut memiliki sikap mental positif yaitu optimis. Walaupun mereka tidak memiliki pendidikan yang tinggi tetapi mereka tetap berusaha untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya.

2. Kegiatan Pelatihan Kerja / Kursus

Berdasarkan hasil penelitian, 84 % kepala keluarga tidak mengikuti kegiatan pelatihan kerja / kursus. Padahal pelatihan kerja ini sangat baik untuk meningkatkan produktivitas kerja masyarakat, sehingga mereka lebih cenderung pasrah menerima pekerjaan tanpa ingin memiliki kemajuan dalam pekerjaan mereka. Dalam hal ini, berdasarkan skema Kluckhon masyarakat miskin ini cepat merasa puas terhadap apa yang telah dimiliki nya. Mereka hanya bekerja untuk nafkah hidup (memenuhi kebutuhan).

3. Kepemilikan Tabungan Kepala Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian, 68% kepala keluarga tidak memiliki tabungan. Kepala keluarga di Kecamatan Medan Perjuangan memiliki hakekat waktu yang hanya berorientasi ke masa sekarang tanpa memikirkan masa depan. Mereka hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tanpa memikirkan pentingnya berhemat untuk keperluan seperti jika sakit.

4. Penghasilan Kurang Kepala Keluarga

Jika penghasilan kurang, 56% kepala keluarga lebih memilih untuk berhutang. Hal ini menandakan bahwa masyarakat memiliki nilai sikap mental yang negatif karena memiliki rasa ketergantungan sesama yang besar.


(61)

5. Pekerjaan Sampingan Kepala Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian, 87 % kepala keluarga tidak memiliki pekerjaan sampingan. Hal ini menunjukkan bahwa masayarakat miskin memiliki sikap mental negatif cepat merasa puas, mereka berusaha mencukupi pendapatan yang mereka dapatkan untuk memenuhi kebutuhan tanpa berusaha untuk mencari pendapatan tambahan.

6. Penggunaan Teknologi Dalam Melakukan Pekerjaan Kepala Keluarga

Sebanyak 63 % kepala keluarga tidak menggunakan teknologi dalam melakukan pekerjaan. Dalam hal ini, mereka memiliki sikap mental negatif karena sukar menerima inovasi (pembaharuan) yang dapat meningkatkan penghasilan mereka.

7. Tanggapan Tetangga Terhadap Kebiasaan Kepala Keluarga

Sebanyak 54 % kepala keluarga memiliki kebiasaan yang tidak malas (berdasarkan pengamatan tetangga). Kepala keluarga tersebut gigih dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhan.

Secara umum penelitian ini mendukung pernyataan Oscar Lewis, yang menyatakan bahwa Karakteristik kebudayaan kemiskinan antara lain (i) rendahnya semangat dan dorongan untuk meraih kemajuan, (ii) lemahnya daya juang (fighting spirit) untuk mengubah kehidupan, (iii) rendahnya motivasi bekerja keras, (iv) tingginya tingkat kepasrahan pada nasib-nrimo ing pandum, (v) respons yang pasif dalam menghadapi kesulitan ekonomi, (vi) lemahnya aspirasi untuk membangun kehidupan yang lebih baik, (vii) cenderung mencari kepuasan sesaat (immediate gratification) dan berorientasi masa sekarang (present-time


(62)

orientation), dan (viii) tidak berminat pada pendidikan formal yang berdimensi masa depan.

Selain itu, berdasarkan teori Kluckhon tentang hakekat dasar manusia. Masyarakat miskin di Kecamatan Medan Perjuangan memiliki sikap mental negatif seperti : sifat boros, cepat merasa puas, sulit menerima inovasi serta memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sesama tetapi mereka juga memilki sikap positif yaitu optimis untuk berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bekerja.


(63)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Ciri masyarakat miskin di Kecamatan Medan Perjuangan antara lain, umur antara 45-50 Tahun, pendidikan terakhir rata-rata tamat SD, memiliki pendapatan rata-rata antara Rp. 970.000,00 – Rp. 1.500.000,00 dan memiliki tanggungan antara 4-6 orang.

2. Masyarakat miskin di Kecamatan Medan Perjuangan rata-rata bekerja di sektor informal, rata tidak pernah mengikuti kursus / pelatihan, rata-rata tidak memiliki tabungan dan jika pendapatan kurang mereka lebih memilih untuk berhutang, serta tidak menggunakan teknologi dalam melakukan pekerjaan nya. Berdasarkan hal tersebut, faktor penyebab kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan dari dimensi kultural diakibatkan masyarakat miskin memiliki sikap mental yang negatif seperti: sifat boros, cepat merasa puas, sulit menerima inovasi serta memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sesama.

2.2 Saran

Sesuai dengan kesimpulan, maka diajukan beberapa saran antara lain : 1. Pemerintah setempat perlu mengadakan pelatihan kerja / kursus bagi

masyarakat miskin di Kecamatan Medan Perjuangan agar dapat meningkatkan kualitas kinerja bagi masyarakat sehingga pendapatan masyarakat juga meningkat.


(64)

2. Meningkatkan rasa percaya diri mereka dengan mengajak keikutsertaan dalam kegiatan yang dilakukan kelurahan maupun kecamatan setempat sehingga timbul rasa percaya terhadap diri sendiri.

3. Meningkatkan pendidikan terutama terhadap anak-anak masyarakat miskin sehingga mereka memiliki pendidikan formal serta keahlian untuk meningkatkan kehidupan perekonomian di masa yang akan datang.


(65)

DAFTAR PUSTAKA

BKKBN, 2013. Indikator dan Kriteria Keluarga

G.P. Wira Saputra, 2011. Nilai Budaya, Sistem Nilai, dan Orientasi Nilai Budaya.

Jafar, Mohammad. 2008. Pengentasan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Masyarakat. Bandung, Irish Press.

Karmana, Maman. 2013. Analisis Faktor – Faktor Penyebab Kemiskinan Petani. Nusa Tenggara Timur.

Kontjaraningrat, 1983. Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, Jakarta, Gramedia.

Mawarni, Siti. 2011. Analisi Tingkat Kesejahteraan Keluarga Pekerja Sector Informal Di Kelurahaan Tegal Rejo Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan (Pendekatan Versi BKKBN). Medan : Skripsi.

Muslow, A.H. 1984. Motivasi dan Kepribadian, Jakarta, PT. Pustaka Binama Pressindo.

Rochmin, Dahuri. 2004. Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan, Jakarta, LP3ES.

Sugiharto, 2010. Pembangunan dan Pengembangan Wilayah, Edisi Revisi IV, Usu Press, Medan.

Supsiloani, 2008. Analisa Nilai Budaya Masyarakat dan Kaitannya dalam Pembangunan Wilayah di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun. Tri Wahyuni Rejekiningsih, 2011. Identifikasi Faktor Penyebab Kemiskinan di

Kota Semarang dari Dimensi Kultural.

Yuliana. 2014. Analisis Pola Konsumsi Keluarga Miskin di Kota Medan.

(5 Nov, 2014).


(1)

orientation), dan (viii) tidak berminat pada pendidikan formal yang berdimensi masa depan.

Selain itu, berdasarkan teori Kluckhon tentang hakekat dasar manusia. Masyarakat miskin di Kecamatan Medan Perjuangan memiliki sikap mental negatif seperti : sifat boros, cepat merasa puas, sulit menerima inovasi serta memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sesama tetapi mereka juga memilki sikap positif yaitu optimis untuk berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bekerja.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Ciri masyarakat miskin di Kecamatan Medan Perjuangan antara lain, umur antara 45-50 Tahun, pendidikan terakhir rata-rata tamat SD, memiliki pendapatan rata-rata antara Rp. 970.000,00 – Rp. 1.500.000,00 dan memiliki tanggungan antara 4-6 orang.

2. Masyarakat miskin di Kecamatan Medan Perjuangan rata-rata bekerja di sektor informal, rata tidak pernah mengikuti kursus / pelatihan, rata-rata tidak memiliki tabungan dan jika pendapatan kurang mereka lebih memilih untuk berhutang, serta tidak menggunakan teknologi dalam melakukan pekerjaan nya. Berdasarkan hal tersebut, faktor penyebab kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan dari dimensi kultural diakibatkan masyarakat miskin memiliki sikap mental yang negatif seperti: sifat boros, cepat merasa puas, sulit menerima inovasi serta memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sesama.

2.2 Saran

Sesuai dengan kesimpulan, maka diajukan beberapa saran antara lain : 1. Pemerintah setempat perlu mengadakan pelatihan kerja / kursus bagi

masyarakat miskin di Kecamatan Medan Perjuangan agar dapat meningkatkan kualitas kinerja bagi masyarakat sehingga pendapatan


(3)

2. Meningkatkan rasa percaya diri mereka dengan mengajak keikutsertaan dalam kegiatan yang dilakukan kelurahan maupun kecamatan setempat sehingga timbul rasa percaya terhadap diri sendiri.

3. Meningkatkan pendidikan terutama terhadap anak-anak masyarakat miskin sehingga mereka memiliki pendidikan formal serta keahlian untuk meningkatkan kehidupan perekonomian di masa yang akan datang.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

BKKBN, 2013. Indikator dan Kriteria Keluarga

G.P. Wira Saputra, 2011. Nilai Budaya, Sistem Nilai, dan Orientasi Nilai Budaya.

Jafar, Mohammad. 2008. Pengentasan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Masyarakat. Bandung, Irish Press.

Karmana, Maman. 2013. Analisis Faktor – Faktor Penyebab Kemiskinan Petani. Nusa Tenggara Timur.

Kontjaraningrat, 1983. Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, Jakarta, Gramedia.

Mawarni, Siti. 2011. Analisi Tingkat Kesejahteraan Keluarga Pekerja Sector Informal Di Kelurahaan Tegal Rejo Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan (Pendekatan Versi BKKBN). Medan : Skripsi.

Muslow, A.H. 1984. Motivasi dan Kepribadian, Jakarta, PT. Pustaka Binama Pressindo.

Rochmin, Dahuri. 2004. Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan, Jakarta, LP3ES.

Sugiharto, 2010. Pembangunan dan Pengembangan Wilayah, Edisi Revisi IV, Usu Press, Medan.

Supsiloani, 2008. Analisa Nilai Budaya Masyarakat dan Kaitannya dalam Pembangunan Wilayah di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun. Tri Wahyuni Rejekiningsih, 2011. Identifikasi Faktor Penyebab Kemiskinan di

Kota Semarang dari Dimensi Kultural.

Yuliana. 2014. Analisis Pola Konsumsi Keluarga Miskin di Kota Medan.

(5 Nov, 2014).


(5)

No. Responden : Angket Penyebab Kemiskinan Kultural

Identitas Responden :

1. Nama :

2. Alamat : 3. Umur : 4. Jenis Kelamin : 1. Apa bapak/ibu bekerja ?

2. Apakah bapak/ibu mengikuti kegiatan (pelatihan kerja) ? 3. Apakah bapak/ibu memiliki tabungan?

4. Jika penghasilan bapak/ ibu kurang, apabapak/ibu akan berhutang? 5. Apakah bapak/ibu memiliki pekerjaan sampingan?

6. Apakah bapak/ibu menggunakan teknologi dalam membantu pekerjaan? 7. Apakah bapak/ibu termasuk pemalas? (Pertanyaan untuk tetangga terdekat)


(6)

LAMPIRAN 2

Tabel Hubungan Orientasi Nilai Budaya dan Sikap Mental Terhadap Lima Dasar Manusia Sikap Mental Negatif Orientasi Nilai Budaya Masalah dasar Orientasi Nilai Budaya Sikap Mental Positif Fatalis Hidup Buruk dan tidak ada usaha untuk menjadi baik Hakekat Hidup Hidup buruk tetapi manusia wajib berusaha agar hidup menjadi lebih baik Optimis Cepat merasa puas Karya untuk nafkah hidup Hakekat Karya Karya untuk menambah karya di masa

depan

Selalu ingin berprestasi

Boros Masa kini Hakekat

waktu Masa depan Hemat Sukar menerima inovasi Tunduk Pada alam Hakekat dengan alam Berhasrat menguasai alam Cepat menerima inovasi Rasa ketergantungan sesamabesar Konformis Hakekat hubungan dengan sesama individualis Menilai tinggi usaha atas diri sendiri