2.2. Indikator Pembangunan Berkelanjutan Daerah
Menurut Agenda 21 2000. Untuk menggambarkan berbagai aspek yang kompleks dan sulit terukur dari masyarakat, seringkali dipakai angka atau suatu nilai,
seperti Pendapatan Domestik Regional Bruto PDRB, pendapatan daerah dan pendapatan per kapita rata–rata. Nilai–nilai tersebut memang kemudian dapat membantu
mengantarkan kepada suatu penilaian tentang keadaan suatu kelompok penduduk dan daerahnya. Tetapi, dari awal pun diketahui bahwa penilaian tersebut mempunyai
kelemahan–kelemahan. PDRB merupakan jumlah dari semua barang dan jasa yang dihasilkan suatu daerah dalam nilai uang. Angka PDRB itu tidak dapat menggambarkan
proses ekonomi yang berlangsung pada kehidupan sehari–hari yang tentunya berbeda antara suatu daerah dengan daerah lainnya. Pendapatan perkapita rata–rata juga tidak
mampu memberikan gambaran secara lebih detail berapa jumlah penduduk yang hidup diatas dan dibawah garis kemiskinan. Angka pendapatan perkapita rata–rata tidak bisa
memberikan gambaran berapa orang kaya dan berapa orang miskin di suatu daerah. Angka dan nilai–nilai tersebut hanya digunakan untuk memudahkan kita melakukan
perkiraan terhadap keadaan makmur-miskin suatu daerah dan penduduknya. Angka dan nilai itu berfungsi sebagai indikator.
Indikator merupakan alat yang dipakai untuk menggambarkan secara sederhana suatu keadaan yang tidak berdiri sendiri, tetapi terkait kedalam sistem yang lebih besar
dan lebih rumit. Indikator tidak dimaksudkan untuk menjadi alat tunggal dalam evaluasi objektif atas suatu keadaan. Selain aspek ekonomi, seperti PDRB, pendapatan daerah dan
pendapatan perkapita rata–rata, juga dipakai indikator–indikator sosial misalnya, tingkat pendidikan penduduk dan lingkungan.
Pada perkembangan selanjutnya, yaitu saat konsep pembangunan berkelanjutan mulai diadopsi dan dilaksanakan, disadari bahwa tolak ukur perkembangan
pembangunan yang murni bersifat ekonomi harus didukung pula oleh tolak ukur yang bersifat non ekonomis. Ukuran ekonomi, seperti GNP, ternyata tidak mampu mengukur
adanya inequality dan kemiskinan serta perkembangan sumberdaya manusia; adanya degradasi serta penyusutan sumberdaya alam dan lingkungan; dan aspek-aspek sosial,
politik dan spiritual manusia Steer dan Lutz, 1993. Oleh karena itu kemudian muncul indikator pembangunan lain yang memasukkan dampak-dampak sosial dan lingkungan
dalam pembangunan. Indikator pembangunan yang memperlihatkan dampak sosial pembangunan adalah Indeks Pembangunan Manusia Human Development IndexHDI.
23
Dalam HDI ini telah dimasukkan indikator-indikator sosial seperti tingkat melek huruf, tingkat pendidikan, kondisi-kondisi dan kualitas pelayanan kesehatan, kecukupan
kebutuhan perumahan dan lain-lain. Bentuk ukuran pembangunan manusia yang lain yang mirip dengan HDI adalah Physical Quality of Life Index PLQI. PLQI ini
menggunakan indikator-indikator yang lebih sederhana daripada HDI, yaitu tingkat harapan hidup pada usia satu tahun, tingkat kematian bayi, dan tingkat melek huruf
Todaro, 1998. Indikator pembangunan yang lain adalah dengan memasukkan dampak
lingkungan terhadap pendapatan nasional. Untuk keperluan tersebut diperlukan penghitungan terhadap sumberdaya alam dan lingkungan. Pemikiran mengenai
penghitungan sumberdaya alam dan lingkungan ini muncul berkaitan dengan semakin meningkatnya perhatian dunia terhadap masalah kelangkaan sumberdaya alam dan
degradasi lingkungan. Steer dan Lutz 1993 menyebutkan bahwa ada tiga bentuk penghitungan sumberdaya alam dan lingkungan, yaitu menghitung dampak fisik
ekosistem, dampak terhadap produktifitas dan kesehatan dan dampak moneter. Suparmoko 1994 bahkan menambah satu lagi bentuk penghitungan sumberdaya alam
dan lingkungan, yaitu melalui pendekatan pendapatan. Melalui penghitungan- penghitungan tersebut maka akan diketahui seberapa besar pengurasan pendapatan
nasional yang konvensional dengan hasil penghitungan pengurasan sumberdaya alam dan degradasi lingkungan.
Dengan demikian, ukuran-ukuran pembangunan berkelanjutan harus memasukkan ukuran atau indikator ekonomi. Produk Domestik Bruto per kapita ataupun
Produk Domestik Regional Bruto per kapita harus digandengkan dengan Indeks Pembangunan Manusia Human Development Index dan hasil penghitungan dampak-
dampak terhadap sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan bertambahnya wawasan tentang pembangunan yang harus
memperhatikan azas keberlanjutan sustainability, maka indikator-indikator yang dipakai untuk mengukur kemajuan suatu daerah sebagai dampak dari pembangunan juga
mengalami perkembangan. Aspek lingkungan kemudian memperoleh perhatian yang lebih layak sehingga banyak diciptakan indikator lingkungan. Selain itu, tumbuh juga
kesadaran bahwa kegiatan pembangunan itu berlandaskan diri pada penyelenggaraan urusan publik dan swasta yang baik good governance yang tanggap terhadap kebutuhan
24
dan tingkat perkembangan masyarakat setempat. Indikator–indikator yang dapat menonjolkan azas tersebut pada tingkat daerah perlu mendapat perhatian secara khusus,
terutama untuk kasus seperti Indonesia dengan keragaman daerah yang sangat tinggi. Dengan keadaan yang seperti itu prioritas lokal bisa saja sangat berbeda antara suatu
daerah dengan daerahpemerintahan daerah lainnya. Pengunaan indikator dalam proses Pembangunan Berkelanjutan secara sederhana
ditunjukkan pada Gambar 8 sebagai berikut :
Kesepakatan pengertian pembangunan berkelanjutan
Laporan tentang keberlanjutan
Kesepakatan : tujuan Pembangunan
Perkembangan
Pengendalian
Pengorganisasian partisipasi masyarakat
Penggunaan indicator Pemantaun dan Pelaporan
Uji coba indikator Penggunaan indikator
Pemantauan dan pelaporan Rumusan rancangan indikator
Gambar 8. Penggunaan Indikator dalam Proses Pembangunan Berkelanjutan Sumber: Agenda 21 Sektoral buku 3 2000
2.3. Pembangunan Berkelanjutan dalam Pemanfaatan Sumberdaya Mineral