Pencabutan Gigi Pada Pasien Sebelum dan Setelah Menjalani Radioterapi Kanker Pada Daerah Kepala dan Leher

(1)

PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN SEBELUM DAN

SETELAH MENJALANI RADIOTERAPI KANKER

PADA DAERAH KEPALA DAN LEHER

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat Guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

SITI LATHIPAH NUR PULUNGAN NIM : 060600127

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2010 Siti Lathipah Nur Pulungan

Pencabutan Gigi Pada Pasien Sebelum dan Setelah Menjalani Radioterapi Kanker Pada Daerah Kepala dan Leher

ix + 28 halaman

Kanker kepala dan leher meliputi kanker pada rongga mulut, kelenjar liur, sinus paranasal dan rongga hidung, faring, laring, tiroid, hipofaring dan orofaring. Selain pembedahan dan kemoterapi, radioterapi merupakan jenis perawatan bagi pasien yang terkena kanker kepala dan leher. Sejalan dengan perawatan tersebut, mukosa mulut menunjukkan efek yang negatif terhadap perawatan berupa mukositis, kandidiasis oral, gangguan pengecapan, karies radiasi, osteoradionekrosis, perdarahan gingiva, nekrosis jaringan lunak dan xerostomia.

Peran dokter gigi dalam hal perlindungan rongga mulut pasien dibutuhkan pada masa sebelum, selama dan setelah radioterapi untuk mengurangi resiko terjadinya efek samping.

Dalam penatalaksanaan pencabutan gigi pada pasien radioterapi, beberapa hal yang harus diperhatikan termasuk teknik dan waktu pelaksanaan pencabutan gigi, waktu pelaksanaan radioterapi, efek samping yang timbul akibat radioterapi serta status hematologi pasien.


(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi

Medan, 13 Januari 2010

Pembimbing Tanda Tangan

Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM ... NIP : 130 802 431


(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji Pada tanggal 13 Januari 2010

TIM PENGUJI KETUA : Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM ANGGOTA : 1. Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM 2. Abdullah, drg


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI………... vi

DAFTAR TABEL………... viii

DAFTAR GAMBAR………... ix

BAB 1 PENDAHULUAN………... 1

BAB 2 RADIOTERAPI ...………... 3

2.1 Definisi………... 3

2.2 Mekanisme Kerja………... 3

2.3 Indikasi dan Kontraindikasi………... 4

BAB 3 EFEK RADIOTERAPI PADA RONGGA MULUT... 5

3.1 Mukositis... 5

3.2 Kandidiasis Oral... 7

3.3 Gangguan Pengecapan... 7

3.4 Karies Radiasi... 8

3.5 Osteoradionekrosis ... 9

3.6 Xerostomia... 10

3.7 Perdarahan Gingiva... 12

3.8 Nekrosis Jaringan Lunak... 12

BAB 4 PERLINDUNGAN RONGGA MULUT PASIEN RADIOTERAPI... 13

4.1 Sebelum Radioterapi....………... 13

4.2 Selama Radioterapi………... 14

4.3 Setelah Radioterapi...………... 15


(6)

5.2 Setelah Radioterapi...………... 19 BAB 6 KESIMPULAN... 24


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1 Hubungan antara dosis penyinaran dan sekresi saliva……… 11


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Mukositis pada daerah bukal dan lidah ……… 6 2 Lima fase patogénesis mukositis oral………. 6 3 Infeksi jamur setelah terapi radiasi umumnya terjadi, contohnya

candida, tetapi penanganannya mudah ……… 7 4 Karies radiasi yang mempengaruhi permukaan insisal dan

servikal gigi, dilengkapi dengan oral hygiene yang buruk……… 9 5 Osteoradionekrosis meliputi mandibula... 10 6 Xerostomia... 12


(9)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2010 Siti Lathipah Nur Pulungan

Pencabutan Gigi Pada Pasien Sebelum dan Setelah Menjalani Radioterapi Kanker Pada Daerah Kepala dan Leher

ix + 28 halaman

Kanker kepala dan leher meliputi kanker pada rongga mulut, kelenjar liur, sinus paranasal dan rongga hidung, faring, laring, tiroid, hipofaring dan orofaring. Selain pembedahan dan kemoterapi, radioterapi merupakan jenis perawatan bagi pasien yang terkena kanker kepala dan leher. Sejalan dengan perawatan tersebut, mukosa mulut menunjukkan efek yang negatif terhadap perawatan berupa mukositis, kandidiasis oral, gangguan pengecapan, karies radiasi, osteoradionekrosis, perdarahan gingiva, nekrosis jaringan lunak dan xerostomia.

Peran dokter gigi dalam hal perlindungan rongga mulut pasien dibutuhkan pada masa sebelum, selama dan setelah radioterapi untuk mengurangi resiko terjadinya efek samping.

Dalam penatalaksanaan pencabutan gigi pada pasien radioterapi, beberapa hal yang harus diperhatikan termasuk teknik dan waktu pelaksanaan pencabutan gigi, waktu pelaksanaan radioterapi, efek samping yang timbul akibat radioterapi serta status hematologi pasien.


(10)

PENDAHULUAN

Setiap tahun, lebih dari 640.000 orang di seluruh dunia terdiagnosis dengan kanker kepala dan leher, dan lebih dari 350.000 orang meninggal karena penyakit tersebut. Kanker kepala dan leher merupakan kanker yang dimulai dari sel-sel yang melapisi permukaan mukosa pada bagian kepala dan leher seperti mulut, lidah, tonsil, kerongkongan dan rongga suara. Kanker kepala dan leher meliputi kanker pada rongga mulut, kelenjar liur, sinus paranasal dan rongga hidung, faring, laring, tiroid, hipofaring dan orofaring. 1

Selain pembedahan dan kemoterapi, radioterapi merupakan jenis perawatan bagi pasien yang terkena kanker kepala dan leher. Radioterapi adalah penggunaan sinar pengion dalam upaya mengobati penderita kanker.2 Walaupun radioterapi memberikan keuntungan dalam mengendalikan sel – sel kanker, namun perawatan ini juga menyebabkan reaksi yang merugikan antara lain adanya efek negatif terhadap rongga mulut.3,6-11

Perawatan radioterapi merupakan aplikasi radiasi terhadap jaringan kanker untuk mengurangi ukuran dan menghilangkan sifat kanker. Namun sejalan dengan perawatan tersebut, mukosa mulut menunjukkan efek yang negatif terhadap perawatan. Efek – efek tersebut berupa mukositis, kandidiasis oral, gangguan pengecapan, karies radiasi, osteoradionekrosis, perdarahan gingiva, nekrosis jaringan lunak dan xerostomia.3,6-11

Hal inilah yang harus diwaspadai oleh seorang dokter gigi apabila ingin melakukan tindakan pencabutan gigi pada pasien yang menerima perawatan radioterapi, karena


(11)

umumnya pasien yang mendapat perawatan tersebut menunjukkan efek negatif yang serius pada rongga mulutnya.3 Oleh karena itu sangat penting menjaga kebersihan dan kesehatan rongga mulut sebelum, selama dan setelah pasien menerima perawatan radioterapi, untuk membantu mengurangi resiko terjadinya efek samping.16

Prosedur pencabutan gigi pada pasien sebelum dan setelah menjalani radioterapi kanker pada daerah kepala dan leher harus benar-benar diperhatikan. Seorang dokter gigi harus mengetahui waktu dan teknik pelaksanaan pencabutan gigi, waktu pelaksanaan radioterapi, efek samping yang timbul akibat radioterapi serta status hematologi pasien.

7-9,22,24,27,28

Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan hal-hal yang perlu diketahui oleh seorang dokter gigi berkenaan dengan pencabutan gigi pada pasien sebelum dan setelah menerima perawatan radioterapi, untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi yang lebih lanjut akibat adanya efek negatif pada rongga mulut setelah perawatan radioterapi.

Manfaat penulisan ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan dokter gigi dan mahasiswa kedokteran gigi tentang pencabutan gigi pada pasien sebelum dan setelah menerima perawatan radioterapi, agar nantinya dapat memberikan perawatan dental yang tepat dan dengan pedoman yang jelas.


(12)

RADIOTERAPI

Selain pembedahan dan kemoterapi, radioterapi juga dikenal sebagai teknik perawatan kanker pada daerah kepala dan leher. 2

2.1 Definisi

Radioterapi adalah suatu teknik perawatan kanker dengan menggunakan radiasi ionisasi untuk mengendalikan sel-sel kanker.2

2.2 Mekanisme Kerja

Radioterapi merupakan pengobatan kanker dengan menggunakan radiasi ionisasi. Radiasi ionisasi dibagi menjadi dua yaitu korpuskular dan elektromagnetik. Radiasi korpuskular terdiri dari elektron, proton dan neutron. Radiasi elektromagnetik terdiri dari sinar X atau sinar Gamma. Di dalam klinik digunakan radiasi elektromagnetik. Radiasi ionisasi mempengaruhi atom dan molekul sel serta menghasilkan radikal bebas yang tersebar ke dalam sel yang kemudian merusak target yaitu DNA dan mengakibatkan kematian atau kehilangan kapasitas reproduksi sel. Sewaktu kandungan DNA berduplikasi selama mitosis, sel-sel yang mempunyai aktivitas mitosis yang lebih tinggi akan lebih sensitif terhadap radiasi dibandingkan sel-sel yang aktivitas mitosisnya lebih rendah. Kerja radiasi ada yang secara langsung (direct) dan tidak langsung (indirect). Pada kerja radiasi secara langsung DNA dibelah sehingga mengganggu proses duplikasi. Pada radiasi secara tidak langsung, air (H2O) dibagi menjadi dua elemen, H+ dan OH-,


(13)

2.3 Indikasi dan Kontraindikasi

Pasien yang menerima radioterapi dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu pasien yang menjalani radioterapi sebagai perawatan kuratif dan pasien yang menjalani radioterapi sebagai perawatan paliatif. Kelompok kuratif adalah :

1. Kasus - kasus dengan kanker sangat sensitif terhadap radioterapi

2. Kasus - kasus yang setelah pembedahan menunjukkan tingkat keberhasilan yang rendah

3. Kasus - kasus dengan lesi terletak di permukaan, yang mana jika diangkat dengan pembedahan akan meninggalkan bekas luka yang besar

4. Kasus - kasus kontraindikasi anastesi

Pasien yang usianya sangat muda seharusnya tidak memperoleh perawatan radioterapi. Bila radiasi mengenai organ kritis dan tidak dapat dihindari maka radioterapi sebaiknya tidak dilakukan. Radiasi selama kehamilan dapat menyebabkan gangguan yang sangat serius terhadap fetus. Leist melaporkan bahwa adanya kasus mikrosepalus, gangguan terhadap perkembangan kepala serta gangguan perkembangan gigi pada anak-anak dari 21 wanita yang menerima sinar X selama masa kehamilan.4


(14)

EFEK RADIOTERAPI PADA RONGGA MULUT

Rongga mulut mempunyai resiko yang tinggi terhadap perawatan radioterapi, sebab sinar X dan elektron yang digunakan untuk merusak sel kanker juga dapat merusak sel normal rongga mulut dengan menghentikan pertumbuhan sel – sel secara cepat dan mencegah reproduksi sel – sel di dalam mulut, sehingga akan sulit bagi jaringan mulut untuk mengadakan perbaikan. Selain itu radioterapi dapat menyebabkan perubahan pada mulut dan produksi saliva serta mengganggu keseimbangan jumlah bakteri.5 Efek samping pada rongga mulut yang disebabkan oleh radioterapi berupa mukositis, kandidiasis oral, gangguan pengecapan, karies radiasi, perdarahan gingiva, osteoradionekrosis, nekrosis jaringan lunak dan xerostomia.3,6-11

3.1 Mukositis

Permukaan mukosa mulut sangat sensitif terhadap efek radioterapi karena sel lapisan basal dari epitel muko sa mempunyai aktivitas mitosis yang tinggi. Radioterapi mengganggu pembelahan sel epitel mengakibatkan kerusakan epitel, atropi, ulser dan inflamasi. Mukositis terjadi dalam lima fase yaitu fase awal inflamasi/vaskular, fase informasi genetik, fase amplifikasi sinyal, fase ulseratif/bakteriologi dan fase penyembuhan. Gejala khas mulai terlihat satu sampai dua minggu setelah terapi radiasi dimulai yaitu berupa eritema mukosa yang tersebar dengan daerah ulser yang dangkal, timbulnya rasa sakit, xerostomia dan kehilangan sensasi rasa. Skala yang lebih sering digunakan untuk mengukur mukositis oral adalah skala oleh WHO, yang mengelompokkan mukositis ke dalam lima derajat. Derajat 0, apabila tidak terlihat


(15)

adanya gejala atau simptom. Derajat 1, apabila pada mukosa terlihat adanya eritema dan timbul rasa sakit. Derajat 2 ditandai dengan adanya ulser, dan pasien masih bisa makan secara normal. Derajat 3 apabila terlihat adanya ulser dan si pasien hanya bisa minum. Terakhir, derajat 4 apabila pasien tidak dapat makan dan minum. Mukositis biasanya sembuh 6 – 8 minggu, tergantung pada lamanya perawatan.3,6-11,26,27

Gambar 1. Mukositis pada daerah bukal dan lidah (Anonymous. Dental and oral complications. 2009. <http://www.

oralcancerfoundation.org/dental/dental

-com> (11 November 2009) )

Gambar 2. Lima fase patogenesis mukositis oral

(Perry MC. The cemotherapy source book. 4th ed.

Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2008: 121)

3.2 Kandidiasis Oral

Beberapa studi menunjukkan bahwa pasien yang memperoleh radioterapi mempunyai jenis mikroorganisme yang lebih banyak pada rongga mulutnya, seperti


(16)

kandidiasis oral disebabkan karena menurunnya aliran saliva sebagai akibat dari radioterapi serta berkurangnya aktivitas fagosit dari saliva dalam melawan mikroorganisme. Gambaran klinis kandidiasis berupa pseudomembran dan eritematous, pasien mengeluh rasa sakit yang lebih dan adanya rasa terbakar.3

Gambar 3. Infeksi jamur setelah terapi radiasi umumnya terjadi, contohnya candida, tetapi penanganannya mudah ( Anonymous. Dental

and oral complications. 2009.

< http:// www. (11 November 2009) )

oralcancerfoundation.org/dental/ dental- com>

3.3 Gangguan Pengecapan

Gangguan pengecapan biasanya timbul dari minggu kedua atau ketiga setelah radioterapi dan berakhir setelah beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan setelah radioterapi dihentikan. Gangguan pengecapan terjadi karena taste buds pada lidah bersifat radiosensitif, sehigga terjadi degenerasi terhadap struktur histologi normalnya. Beberapa studi menunjukkan bahwa keluhan terhadap gangguan pengecapan terjadi pada 70% pasien yang menerima radioterapi, yang secara tidak langsung mengakibatkan berkurangnya nafsu makan dan berat badan.3,7


(17)

3.4 Karies Radiasi

Karies radiasi adalah karies yang umum terjadi pada pasien dengan kanker kepala dan leher yang mendapat perawatan radioterapi. Karies mulai terjadi dua sampai sepuluh bulan setelah radioterapi, bahkan pada pasien yang tidak mempunyai karies sebelumnya bisa terkena karies radiasi apabila dia menerima perawatan radioterapi. Faktor utama terjadinya keadaan ini adalah menurunnya jumlah saliva dan perubahan kualitas saliva. Di samping itu, radiasi mempunyai efek langsung terhadap gigi, yaitu membuat gigi lebih rentan mengalami dekalsifikasi. Gambaran klinis karies radiasi adalah terjadinya kerusakan yang parah pada daerah servikal atau pada mahkota gigi, permukaan bukal dan lingual gigi menjadi putih kapur atau terbentuk daerah opak akibat demineralisasi enamel. Setelah beberapa bulan, permukaan menjadi lebih lunak, kehilangan translusensi, sering rapuh, terjadi erosi dan terpaparnya dentin lunak.3,6,7,12,20

Gambar 4. Karies radiasi yang mempengaruhi permukaan insisal dan servikal gigi, dilengkapi dengan oral hygiene yang buruk ( Anonymous. Dental and oral complications. 2009.

< http://


(18)

Efek jangka panjang radioterapi terhadap daerah irradiasi adalah berkurangnya suplai darah pada daerah tersebut. Proses devaskularisasi mengakibatkan efek yang merugikan terhadap kemampuan penyembuhan jaringan lokal. Apabila dilakukan pembedahan terhadap rahang, misalnya pencabutan gigi , penyembuhan terhadap tulang dan jaringan sekitarnya tidak sempurna, sel-sel tulang dan vaskularisasi pada jaringan tulang bisa mengalami injuri yang irreversibel dan tulang rahang mungkin mati. Keadaan ini disebut dengan osteoradionekrosis dan perawatannya sangat sulit. Insiden terjadinya osteoradionekrosis pada pasien yang menerima dosis radiasi kurang dari 5000 cGy umumnya tidak terjadi, tetapi apabila dosis radiasi antara 6000 cGy sampai 7000 cGy osteoradionekrosis lebih sering terjadi dan apabila dosis radiasi lebih dari 7500 cGy terjadinya osteoradionekrosis sepuluh kali lebih tinggi.27 Osteoradionekrosis dapat terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah radioterapi dan bisa terjadi secara spontan atau pada umumnya terjadi akibat trauma. Gambaran klinis osteoradionekrosis antara lain kehilangan jaringan lunak dan tulang, timbulnya rasa sakit, fistula orofasial, fraktur patologis, nekrosis jaringan lunak, supurasi dan terbukanya tulang secara spontan terjadi kira-kira satu tahun setelah radioterapi dihentikan. Mandibula lebih beresiko terhadap osteoradionekrosis daripada maksila, karena vaskularisasi pada mandibula lebih jelek daripada maksila, stuktur tulang mandibula yang lebih padat serta mandibula lebih sering terlibat sebagai daerah radiasi dibandingkan maksila.3,8,11,13,18,20,24,27


(19)

Gambar 5. Osteoradionekrosis meliputi mandibula (Anonymous. Dental and oral complications. 2009.

<http:// www. oralcancerfoundation. org/

dental/dental-com> (11 November 2009) )

3.6 Xerostomia

Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah terbukti dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai tingkat kerusakan. Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung pada dosis dan lamanya penyinaran. Hubungan antara dosis penyinaran dan sekresi saliva dapat ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1 : Hubungan antara dosis penyinaran dan sekresi saliva (Amerongan, 1991)

( Sayuti H. Keluhan mulut kering ditinjau dari faktor penyebab, manifestasi & penanggulangannya. Medan: USU digital library, 2002: 2 )

Dosis Gejala

< 10 Gray * Penurunan sekresi saliva

10 – 15 Gray Terlihat hiposalivasi yang jelas

15 – 40 Gray Penurunan sekresi saliva terus terjadi,

masih reversibel


(20)

*Gray = Gy = 102 rad (radiation absorded dose)

Pengaruh radiasi lebih banyak mengenai sel asini dari kelenjar saliva serous dibandingkan kelenjar saliva mukus. Gejala klinis xerostomia termasuk diantaranya berkurangnya volume saliva, rasa kering dan rasa terbakar pada rongga mulut, bibir pecah - pecah, celah pada sudut mulut, perubahan pada permukaan lidah dan peningkatan frekuensi dan volume kebutuhan cairan. Selain berkurangnya volume saliva, terjadi perubahan lainnya pada saliva, dimana viskositas menjadi lebih kental dan lengket, pH saliva turun dan sekresi Ig A berkurang. 8,15

Gambar 6. Xerostomia (Penn- Well dental group. Steeri clear

acid aggress. April 2005

< http: // dental economic.com > (11 November 2009)

3.7 Perdarahan Gingiva

Pasien yang menjalani radioterapi akan mudah terkena trombositopenia. Perdarahan gingiva dan submukosa yang merupakan hasil dari trauma kecil seperti penyikaan gigi dapat terjadi jika jumlah platelet turun sampai kurang dari 50000 / mm3.


(21)

Ptechiae pada palatum. purpura pada lateral lidah dan perdarahan gingiva merupakan gambaran klinis yang sering terlihat. 14

3.8 Nekrosis Jaringan Lunak

Konsekuensi lainnya yang mungkin timbul akibat radioterapi adalah nekrosis jaringan lunak. Jaringan lunak bisa mengalami fibrosis setelah radioterapi, menjadi pucat, tipis, dan tidak fleksibel. Apabila fibrosis mempengaruhi otot pengunyahan (otot temporal, masseter dan pterigoid), trismus bisa terjadi.3,6,7


(22)

PERLINDUNGAN RONGGA MULUT PASIEN RADIOTERAPI

Adanya efek samping pada rongga mulut yang timbul akibat perawatan radioterapi kanker pada daerah kepala dan leher, menjadikan pemeliharaan kesehatan rongga mulut pasien sebagai salah satu prosedur penting dalam melaksanakan perawatan radioterapi. Sebab apabila kesehatan rongga mulut pasien diabaikan, akibatnya akan memperparah efek samping yang dirasakan pasien setelah radioterapi. Cara yang paling efektif untuk menghindari masalah tersebut adalah dengan melakukan tindakan perlindungan rongga mulut pasien, dimana peran dari dokter gigi dibutuhkan pada masa sebelum, selama dan setelah radioterapi.16

4.1 Perlindungan Rongga Mulut Sebelum Radioterapi

Tujuan perlindungan rongga mulut sebelum radioterapi dimulai ada dua :

1. Memeriksa dan menghilangkan sumber infeksi dan iritasi dalam rongga mulut 2. Menjelaskan kepada pasien mengenai pentingnya perlindungan rongga mulut untuk memperkecil efek samping perawatan kanker pada rongga mulut.

Tindakan perlindungan terhadap rongga mulut yang dapat dilakukan antara lain menyikat gigi dan lidah 2 - 3 kali sehari menggunakan sikat gigi halus. Pemakaian dental floss diperbolehkan jika pasien telah dilatih dengan tepat sehingga tidak menimbulkan trauma. Pasien dengan kebersihan rongga mulut yang buruk atau dengan penyakit peridontal dapat menggunakan obat kumur setiap hari sampai kesehatan jaringan meningkat, diindikasikan obat kumur yang tidak mengandung alkohol sebab dapat mengakibatkan dehidrasi jaringan. Aplikasi fluor bagi pasien yang beresiko karies,


(23)

merestorasi gigi yang karies, tonjol gigi yang tajam dibulatkan untuk mencegah iritasi mekanis dan gigi yang memiliki prognosis yang buruk sebaiknya dicabut sebelum radioterapi dimulai. Untuk meningkatkan kesehatan rongga mulut dan mengurangi resiko infeksi, sebaiknya dilakukan skeling dan pemberian antibiotik profilaktik, selain itu pasien dianjurkan untuk menghentikan konsumsi tembakau dan alkohol sebelum radioterapi dimulai, karena tembakau dan alkohol dapat mengiritasi mukosa.8,14,17,19,27

4.2 Perlindungan Rongga Mulut Selama Radioterapi

Tujuan perlindungan rongga mulut selama radioterapi ada dua : 1. Memelihara kesehatan rongga mulut selama perawatan radioterapi 2. Mengatasi efek samping yang disebabkan oleh radioterapi

Dokter gigi sebaiknya mengamati keadaan rongga mulut pasien setiap minggu selama perawatan radioterapi untuk mengurangi keparahan efek samping. Tindakan perlindungan terhadap rongga mulut yang dapat dilakukan selama menjalani perawatan radioterapi antara lain melakukan penyikatan gigi dengan sikat gigi yang halus 2-3 kali sehari menggunakan pasta gigi mengandung fluor, tetapi jika pasien tidak dapat mentolerirnya akibat mukositis akan timbul rasa terbakar atau pedih pada rongga mulut, untuk itu penyikatan gigi cukup dilakukan menggunakan air saja. Dental floss jangan digunakan apabila pasien tidak dapat mencegah trauma jaringan. Kumur – kumur dua kali sehari untuk meminimalkan jumlah bakteri dan jamur di rongga mulut dengan obat kumur. Dokter gigi sebaiknya tetap mengamati kemampuan pasien dalam membuka mulut selama menjalani radioterapi sebab radiasi dapat menyebabkan fibrosis pada otot pengunyahan yang membuat pasien sulit membuka mulut. Aplikasi krim pelembut dan


(24)

gigi tiruan selama radioterapi.8,17,19

4.3 Perlindungan Rongga Mulut Setelah Radioterapi

Tujuan perlindungan rongga mulut setelah radioterapi ada dua : 1. Memelihara kesehatan rongga mulut

2. Menjelaskan kepada pasien mengenai pentingnya perlindungan gigi dan rongga mulut untuk meningkatkan kualitas hidup

Dokter gigi sebaiknya mengamati keadaan rongga mulut pasien sekali dalam 1-3 bulan pada dua tahun pertama setelah radioterapi dihentikan, dan selanjutnya setiap 3-6 bulan setelah itu. Setelah lima tahun kemudian , pasien dapat melakukan kunjungan berkala ke dokter gigi sekali dalam setahun.14 Tindakan perlindungan rongga mulut yang dapat dilakukan setelah radioterapi antara lain menyikat gigi 2 – 3 kali sehari menggunakan sikat gigi halus, selain itu pasien sebaiknya menggunakan dental floss setiap hari. Obat kumur untuk mencegah infeksi dan meringankan xerostomia diperlukan, serta konsumsi diet nonkariogenik dan aplikasi fluor untuk mencegah karies. Apabila jaringan gingiva mudah berdarah, pasien sebaiknya menyikat gigi dengan menggunakan kain kasa yang dilingkarkan ke jari dan sebelumnya telah dibasahi terlebih dahulu dengan larutan antimikroba, contohnya klorheksidin. Pemakaian gigi tiruan dihindari selama enam bulan setelah radioterapi selesai dan pada waktu pemasangan gigi tiruan dilakukan dengan hati – hati untuk mencegah iritasi dan trauma.14,17,19


(25)

BAB 5

PENCABUTAN GIGI SEBELUM DAN SETELAH RADIOTERAPI

Pencabutan gigi yang mempunyai prognosis yang buruk sebelum radioterapi dimulai bertujuan untuk menghindari pencabutan gigi selama pasien menjalani radioterapi serta untuk mengurangi resiko terjadinya osteoradionekrosis pada rahang setelah radiasi. Sedangkan pencabutan gigi setelah radioterapi merupakan tindakan yang sangat berbahaya karena beresiko besar terhadap osteoradionekrosis, tetapi apabila tidak dapat dihindari seorang dokter gigi harus benar – benar memperhatikan kondisi rongga mulut pasien, teknik dan waktu pelaksanaan pencabutan gigi, waktu pelaksanaan radioterapi, serta status hematologi pasien.3,7-9,11,13,18,20

5.1 Sebelum Radioterapi

Apabila pasien dengan kanker pada daerah kepala dan leher telah didiagnosa dan mempunyai rencana perawatan berupa radioterapi, maka sebelum radioterapi dimulai pemeriksaan terhadap rongga mulut pasien harus dilakukan terlebih dahulu. Selain kebersihan rongga mulut, hal penting lainnya yang harus dipersiapkan sebelum radioterapi dimulai adalah pencabutan semua gigi yang mempunyai prognosis yang buruk.

Pencabutan gigi sebelum radioterapi merupakan prosedur yang penting terutama gigi yang terdapat pada daerah radiasi dengan dosis yang tinggi.18 Tujuan pencabutan gigi sebelum radioterapi adalah untuk menghindari pencabutan gigi selama pasien menjalani radioterapi, sebab pada saat pasien sedang menjalani radioterapi pencabutan gigi dikontraindikasikan, selain itu tujuannya adalah untuk mengurangi resiko terjadinya


(26)

dilakukan oleh Beumer dan kawan-kawan terhadap 120 pasien radioterapi kanker kepala dan leher, dimana mereka menyimpulkan bahwa resiko terjadinya osteoradionekrosis berkurang pada pasien yang melaksanakan pencabutan gigi yang berhubungan dengan karies dan penyakit periodontal sebelum pelaksanaan radioterapi dimulai.9

Faktor – faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan pencabutan gigi sebelum radioterapi ada dua, faktor non dental dan faktor dental.

1. Faktor Non Dental a. Dosis radiasi

Jika dosis radiasi yang mengenai tulang maksila atau mandibula kurang dari 5000 cGy maka resiko terjadinya osteoradionekrosis setelah radioterapi minimal. Tetapi jika lebih besar dari 5000 cGy maka gigi yang mempunyai prognosis buruk pada daerah tersebut sebaiknya dicabut.

b. Lokasi radiasi

Klinik Onkologi Oral UF menganjurkan terlebih dahulu melakukan pencabutan gigi sebelum radioterapi pada daerah maksila atau mandibula yang menerima dosis radiasi lebih dari 5000 cGy. Jika terdapat gigi yang mempunyai prognosis buruk yang berada diluar daerah radiasi dosis tinggi, maka gigi ini sebaiknya juga dicabut.

c. Prognosis pasien

Jika sel – sel kanker masih berada pada daerah setempat atau belum menyebar sampai ke tulang rahang maka pencabutan gigi boleh dilakukan segera. Tetapi jika sel


(27)

kanker telah menyebar sampai ke tulang rahang atau terdapat massa tumor di dekat gigi yang hendak dicabut, maka sebelum melakukan pencabutan gigi dilakukan kemoterapi atau pembedahan terlebih dahulu untuk membunuh sel – sel kanker yang telah menyebar atau untuk mengangkat massa tumor yang berada di dekat gigi yang hendak dicabut.

d. Ekonomi pasien

Jika pasien diperkirakan tidak mampu melakukan perawatan dental secara rutin setelah radioterapi dalam hal ekonomi, maka harus dipertimbangkan apakah gigi pada daerah radiasi dosis tinggi dapat dipertahankan atau tidak.

2. Faktor Dental

Yang termasuk faktor dental adalah foto radiograf dan indikasi gigi yang hendak dicabut. Foto panoramik sebaiknya dilakukan sebelum pencabutan gigi agar dapat memperhitungkan kesehatan gigi dan rahang. Pasien yang tidak mempunyai gigi juga sebaiknya memiliki foto panoramik. Sedangkan gigi yang menjadi indikasi pencabutan antara lain gigi dengan kedalaman poket 6 mm atau lebih, gigi yang goyang, gigi fraktur, gigi yang menyebabkan inflamasi (misalnya inflamasi periapikal), sisa akar, gigi infeksi, gigi impaksi yang patologis dan gigi yang tidak dapat dirawat secara endodontik.14,18,19,24,25

Sebelum melakukan pencabutan gigi, dokter gigi terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokter yang merawat pasien atau dengan radioterapis mengenai keadaan pasien, lokasi, dosis, dan waktu pelaksanaan radioterapi, seperti yang telah disebut sebelumnya.8,18 Pencabutan gigi dilakukan dengan anastesi lokal atau dengan anastesi umum tergantung tingkat kesulitan pencabutan gigi dan kesehatan umum pasien. Prinsip


(28)

trauma harus diperhatikan, tepi tulang yang tajam dihaluskan dan pemberian antibiotik profilaktik setelah pencabutan gigi. Tidak boleh ada tulang yang terbuka pada rongga mulut sewaktu radioterapi dilakukan. Hal yang paling penting dalam melakukan pencabutan gigi sebelum radioterapi adalah mengetahui jarak antara waktu pencabutan gigi dan memulai radioterapi. Untuk menjamin penutupan tulang dan penyembuhan luka yang sempurna, pencabutan gigi sebaiknya dilakukan dua sampai tiga minggu sebelum radioterapi dimulai.7 Jika penyembuhan luka gagal, radioterapi sebaiknya ditunda, karena apabila radiasi tetap dilakukan sebelum luka sembuh, akan membutuhkan waktu yang sangat lama bagi penyembuhan luka, bisa sampai beberapa bulan bahkan beberapa tahun.8

5.2 Setelah Radioterapi

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pencabutan gigi yang mempunyai prognosis yang buruk terutama pada daerah radiasi dosis tinggi sebaiknya dilakukan sebelum radioterapi dimulai. Tetapi adanya kemungkinan dokter gigi diminta untuk melakukan pencabutan gigi setelah radioterapi sangat besar. Pencabutan gigi setelah radioterapi merupakan hal yang sangat dihindari oleh dokter gigi, karena tindakan ini beresiko besar terhadap terjadinya osteoradionekrosis. Beumer dan kawan – kawan menyatakan bahwa pencabutan gigi setelah radioterapi merupakan faktor predisposisi terjadinya nekrosis tulang. Mereka mencatat resikonya akan meningkat apabila dosis radiasi tinggi dan apabila lebih dari 75% mandibula terlibat sebagai daerah radiasi. Tetapi apabila pencabutan gigi setelah radioterapi diperlukan, teknik dan waktu pencabutan gigi


(29)

yang tepat, waktu pelaksanaan radioterapi, keadaan rongga mulut dan status hematologi pasien serta kunjungan berkala setelah pencabutan gigi harus benar – benar diperhatikan.8,23

Jika gigi yang hendak dicabut bukan pada daerah radiasi dan prognosis pasien baik maka setelah penyinaran selesai, pasien baru diperbolehkan melakukan pencabutan gigi empat bulan setelah perawatan radioterapi dihentikan.27 Tetapi jika gigi yang hendak dicabut berada pada daerah radiasi dan prognosis pasien buruk maka perlu waktu yang lebih lama untuk diperbolehkan melakukan pencabutan gigi. Waktu tersebut dibutuhkan untuk pengembalian struktur tulang dan elemen-elemen darah dalam keadaan normal. Sebelum melakukan pencabutan gigi, dokter gigi terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokter yang merawat pasien atau dengan radioterapis, kemudian dilakukan pemeriksaan rongga mulut pasien, jika terdapat gejala klinis berupa efek dari radiasi maka pertama kali dilakukan pemulihan terhadap efek tersebut.24 Prosedur pencabutan gigi antara lain pasien harus diberi antibiotik profilaktik sebelum pencabutan gigi, tepi gingiva gigi yang hendak dicabut dioleskan larutan iodine, pencabutan gigi dengan trauma yang minimal untuk mengurangi resiko terjadinya osteoradionekrosis, mencegah masuknya bakteri ke dalam soket gigi misalnya dokter gigi melakukan pencabutan dengan lingkungan kerja yang bersih, bagian gigi yang tajam dibulatkan atau dihaluskan dengan bone file, dan jaringan lunak dijahit dengan hati – hati dan sempurna untuk menutup tulang yang terbuka dan soket bekas pencabutan gigi. Beberapa ahli bedah mulut menganjurkan untuk melakukan alveoloplasti sebagai usaha terjadinya penutupan primer soket bekas pencabutan gigi untuk mencegah tepi tulang yang tajam yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien dan meningkatkan terjadinya osteoradionekrosis. Setelah


(30)

kemudian.7,9,22,23,27

Pencabutan gigi jangan dilakukan apabila jumlah sel darah putih pasien kurang dari 2000 / mm3 atau neutrofil kurang dari 1000 / mm3 dan jumlah platelet kurang dari 50000 / mm3. Pada keadaan dimana jumlah platelet kurang dari 50000 / mm3 transfusi platelet diperlukan, setelah itu pencabutan gigi boleh dilakukan.25

Pencabutan gigi yang dianggap lebih aman dilakukan setelah radioterapi adalah pencabutan gigi anterior rahang atas dan rahang bawah. Pencabutan gigi premolar dan molar rahang bawah tidak mengakibatkan resiko besar apabila dalam pencabutan tidak menimbulkan trauma dan menggunakan antibiotik. Sedangkan untuk pencabutan gigi posterior rahang atas lebih baik dilakukan oleh seorang ahli bedah mulut, karena hanya dengan pemberian antibiotik saja tidak cukup untuk mencegah kegagalan penyembuhan atau osteoradionekrosis. Dalam hal ini penggunaan terapi oksigen hiperbarik sebelum dan setelah pencabutan gigi diperlukan.24 Terapi oksigen hiperbarik adalah pemberian oksigen kepada pasien dengan tekanan 2-2,4 atm selama 90 – 120 menit / hari, 5 atau 6 kali selama 8 minggu atau lebih.13 Penggunaan terapi oksigen hiperbarik sangat bermanfaat sebab dapat membantu meningkatkan kualitas dan kecepatan pembentukan jaringan granulasi, meningkatkan kecepatan penyembuhan luka, memacu resorbsi dan penggantian tulang yang sudah mati, mengurangi rasa sakit yang hebat serta bersifat bakteriostatik.21 Apabila terjadi komplikasi penyembuhan, maka diindikasikan penggunaan flep lokal untuk menutup cacat yang terbentuk dengan segera. Sedangkan untuk cacat yang luas, dilakukan sekuestrektomi dan bedah rekonstruktif mayor.Setelah


(31)

itu pemeriksaan berkala terus dilanjutkan sampai diperoleh penyembuhan luka yang sempurna.24


(32)

KESIMPULAN

Kanker kepala dan leher merupakan kanker yang dimulai dari sel-sel yang melapisi permukaan mukosa pada bagian kepala dan leher seperti mulut, lidah, tonsil, kerongkongan dan rongga suara. Setiap tahun lebih dari 640.000 orang di seluruh dunia terdiagnosis dengan kanker kepala dan leher, ini menunjukkan bahwa persentase penderita kanker kepala dan leher sangat tinggi.1

Selain pembedahan dan kemoterapi, radioterapi merupakan jenis perawatan bagi pasien yang terkena kanker kepala dan leher. Radioterapi adalah penggunaan sinar pengion dalam upaya mengobati penderita kanker. Walaupun perawatan ini memberikan keuntungan dalam mengendalikan sel – sel kanker, radioterapi menyebabkan reaksi yang merugikan terhadap rongga mulut. Efek samping radioterapi adalah mukositis, kandidiasis oral, gangguan pengecapan, karies radiasi, osteoradionekrosis, perdarahan gingiva, nekrosis jaringan lunak dan xerostomia. 2,3,6-11

Adanya efek samping pada rongga mulut yang timbul akibat perawatan radioterapi kanker pada daerah kepala dan leher, menjadikan pemeliharaan kesehatan rongga mulut pasien sebagai salah satu prosedur penting dalam melaksanakan perawatan radioterapi. Cara yang paling efektif untuk mengurangi keparahan efek samping adalah dengan melakukan tindakan pencegahan untuk melindungi rongga mulut, dimana peran dari dokter gigi dibutuhkan pada masa sebelum, selama dan setelah radioterapi.16

Pencabutan gigi yang mempunyai prognosis yang buruk sebelum radioterapi dimulai bertujuan untuk menghindari pencabutan gigi selama pasien menjalani


(33)

radioterapi serta untuk mengurangi resiko terjadinya osteoradionekrosis pada rahang setelah radiasi. Sedangkan pencabutan gigi setelah radioterapi merupakan tindakan yang sangat berbahaya karena beresiko besar terhadap osteoradionekrosis, tetapi apabila tidak dapat dihindari seorang dokter gigi harus benar – benar memperhatikan kondisi rongga mulut pasien, teknik dan waktu pelaksanaan pencabutan gigi, waktu pelaksanaan radioterapi, serta status hematologi pasien.3,7-9,11,13,18,20


(34)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sanofi Aventis. Kanker kepala dan leher, penyakit yang mematikan. Jakarta: PT. Sanofi-aventis, 2007: 2-3

2. Departemen Radioterapi. Tentang radioterapi. Jakarta: RSCM. 2008: 1

3. Bruno CJ, Addah RSF. Oral complications of radiotherapy in the head and neck. 2006.

4. Kurt HT. Oral surgery. 5th ed. St. Louis: The CV Mosby Company, 1969: 2: 1084-5 5. National Cancer Institute. Oral complications of chemotherapy and head / neck

radiation. Juni 2008. <

6. J Philip, Lewis RE, George PW. Contemporary oral and maxillofacial pathology. 2nd ed. Philadelphia: Mosby, 2004: 382-5

7. Crispian S, Roderick AC. Medical problems in dentistry. 3rd ed. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd, 1994: 153-5

8. Larry JP, Edward E, James RH, Myron RT. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 4th ed. Philadelphia: Mosby, 2003: 406-10

9. Booth PW, Schendel SA, Jarg – Erich H. Maxillofacial surgery. 2nd ed. St. Louis: Churchill Livingstone, 2007: 336

10. Kostler WJ, Hejna M, Wenzel C, Zielinski CC. Oral mucositis complicating chemotherapy and / or radiotheraphy : options for prevention and treatment. A Cancer Journal for Clinicians 2001;51(5):290-1

11. Jordan RCK, Lewis MAD. A color handbook of oral medicine. London: Manson Publishing Ltd, 2004: 38


(35)

12. Klastersky J, Schimpff SC, Hans JS. Supportive care in cancer. 2nd ed. New York:: Marcel Dekker, 1999: 232 – 5, 241

13. Hay D. Management of oral problems associated with cancer treatment: radiotherapy. <http://www.hospital dentistry.com>

14. Little JW, Falace DA, Miller CS, Rhodus NL. Dental management of the medically compromised patient. 7th ed. St. Louis: Mosby, 2008: 451,454-6

(10 September 2009)

15. Sayuti H. Keluhan mulut kering ditinjau dari factor penyebab, manifestasi & penanggulangannya. Medan: USU digital library, 2002: 2

16. Radar Banjarmasin Online News. Kesehatan gigi dan mulut penting.

17. Scully C, Ettinger RL. The influence of systemic diseases on oral health care in older adults. JADA 2007;138:3

18. Hancock PJ, Epstein JB, Sadler GB. Oral and dental management related to radiation therapy for head and neck cancer. Journal of Canadian Dental Association 2003;69(9):586,589

19. American Academy of Pediatric Dentistry. Guideline on dental management of pediatric patiens receiving chemotherapy, hematopoietic cell transplantation, and/or radiation. 30 (7): Clinical Affairs Committee, 2008: 2-6

20. Harrison LB, Session RB, Wong KH. Head and neck cancer. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2009: 122-3

21. Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa. Purwanto, Basoeseno. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 1996 : 215


(36)

Publish, 1999: 55

23. Lynch MA, Brightman VJ, Greenberg MS. Burket’s oral medicine. 8th ed. Philadelphia : J.B. Lippincott Company, 1984 : 530

24. Antonio CT, Albert CL, Jason CC, Jonathan S. Incidence of complicated healing and osteoradionecrosis following tooth extraction in patients receiving radiotherapy for treatment of nasopharyngeal carcinoma. Australian Dent J 1999; 44 (3): 191-3

25. Virendra S, Sunita M. Oral care of patients undergoing chemotherapy and radiotherapy : a review of clinical approach. The Internet Journal of Radiology 2007; 6 (1): 3-5

26. Perry MC. The cemotherapy source book. 4thed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2008: 121

27. Abubaker AO, Benson KJ. Oral and maxillofacial surgery secrets. 2nd ed. St. Louis : Mosby Elsevier, 2007 : 382, 384

28. Anonymous. Dental and oral complications. 2009. <http:// www. oralcancerfoundation.org/dental/dental-com> (11 November 2009)


(1)

itu pemeriksaan berkala terus dilanjutkan sampai diperoleh penyembuhan luka yang sempurna.24


(2)

BAB 6 KESIMPULAN

Kanker kepala dan leher merupakan kanker yang dimulai dari sel-sel yang melapisi permukaan mukosa pada bagian kepala dan leher seperti mulut, lidah, tonsil, kerongkongan dan rongga suara. Setiap tahun lebih dari 640.000 orang di seluruh dunia terdiagnosis dengan kanker kepala dan leher, ini menunjukkan bahwa persentase penderita kanker kepala dan leher sangat tinggi.1

Selain pembedahan dan kemoterapi, radioterapi merupakan jenis perawatan bagi pasien yang terkena kanker kepala dan leher. Radioterapi adalah penggunaan sinar pengion dalam upaya mengobati penderita kanker. Walaupun perawatan ini memberikan keuntungan dalam mengendalikan sel – sel kanker, radioterapi menyebabkan reaksi yang merugikan terhadap rongga mulut. Efek samping radioterapi adalah mukositis, kandidiasis oral, gangguan pengecapan, karies radiasi, osteoradionekrosis, perdarahan gingiva, nekrosis jaringan lunak dan xerostomia. 2,3,6-11

Adanya efek samping pada rongga mulut yang timbul akibat perawatan radioterapi kanker pada daerah kepala dan leher, menjadikan pemeliharaan kesehatan rongga mulut pasien sebagai salah satu prosedur penting dalam melaksanakan perawatan radioterapi. Cara yang paling efektif untuk mengurangi keparahan efek samping adalah dengan melakukan tindakan pencegahan untuk melindungi rongga mulut, dimana peran dari dokter gigi dibutuhkan pada masa sebelum, selama dan setelah radioterapi.16


(3)

radioterapi serta untuk mengurangi resiko terjadinya osteoradionekrosis pada rahang setelah radiasi. Sedangkan pencabutan gigi setelah radioterapi merupakan tindakan yang sangat berbahaya karena beresiko besar terhadap osteoradionekrosis, tetapi apabila tidak dapat dihindari seorang dokter gigi harus benar – benar memperhatikan kondisi rongga mulut pasien, teknik dan waktu pelaksanaan pencabutan gigi, waktu pelaksanaan radioterapi, serta status hematologi pasien.3,7-9,11,13,18,20


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sanofi Aventis. Kanker kepala dan leher, penyakit yang mematikan. Jakarta: PT. Sanofi-aventis, 2007: 2-3

2. Departemen Radioterapi. Tentang radioterapi. Jakarta: RSCM. 2008: 1

3. Bruno CJ, Addah RSF. Oral complications of radiotherapy in the head and neck. 2006.

4. Kurt HT. Oral surgery. 5th ed. St. Louis: The CV Mosby Company, 1969: 2: 1084-5 5. National Cancer Institute. Oral complications of chemotherapy and head / neck

radiation. Juni 2008. <

6. J Philip, Lewis RE, George PW. Contemporary oral and maxillofacial pathology. 2nd ed. Philadelphia: Mosby, 2004: 382-5

7. Crispian S, Roderick AC. Medical problems in dentistry. 3rd ed. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd, 1994: 153-5

8. Larry JP, Edward E, James RH, Myron RT. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 4th ed. Philadelphia: Mosby, 2003: 406-10

9. Booth PW, Schendel SA, Jarg – Erich H. Maxillofacial surgery. 2nd ed. St. Louis: Churchill Livingstone, 2007: 336

10.Kostler WJ, Hejna M, Wenzel C, Zielinski CC. Oral mucositis complicating chemotherapy and / or radiotheraphy : options for prevention and treatment. A Cancer Journal for Clinicians 2001;51(5):290-1


(5)

12.Klastersky J, Schimpff SC, Hans JS. Supportive care in cancer. 2nd ed. New York:: Marcel Dekker, 1999: 232 – 5, 241

13.Hay D. Management of oral problems associated with cancer treatment: radiotherapy. <http://www.hospital dentistry.com>

14.Little JW, Falace DA, Miller CS, Rhodus NL. Dental management of the medically compromised patient. 7th ed. St. Louis: Mosby, 2008: 451,454-6

(10 September 2009)

15.Sayuti H. Keluhan mulut kering ditinjau dari factor penyebab, manifestasi & penanggulangannya. Medan: USU digital library, 2002: 2

16.Radar Banjarmasin Online News. Kesehatan gigi dan mulut penting.

17.Scully C, Ettinger RL. The influence of systemic diseases on oral health care in older adults. JADA 2007;138:3

18.Hancock PJ, Epstein JB, Sadler GB. Oral and dental management related to radiation therapy for head and neck cancer. Journal of Canadian Dental Association 2003;69(9):586,589

19.American Academy of Pediatric Dentistry. Guideline on dental management of pediatric patiens receiving chemotherapy, hematopoietic cell transplantation, and/or radiation. 30 (7): Clinical Affairs Committee, 2008: 2-6

20.Harrison LB, Session RB, Wong KH. Head and neck cancer. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2009: 122-3

21.Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa. Purwanto, Basoeseno. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 1996 : 215


(6)

22.Sailer HF, Pajarola GF. Oral suegery for the general dentist. Switzerland: German Publish, 1999: 55

23.Lynch MA, Brightman VJ, Greenberg MS. Burket’s oral medicine. 8th ed. Philadelphia : J.B. Lippincott Company, 1984 : 530

24.Antonio CT, Albert CL, Jason CC, Jonathan S. Incidence of complicated healing and osteoradionecrosis following tooth extraction in patients receiving radiotherapy for treatment of nasopharyngeal carcinoma. Australian Dent J 1999; 44 (3): 191-3

25.Virendra S, Sunita M. Oral care of patients undergoing chemotherapy and radiotherapy : a review of clinical approach. The Internet Journal of Radiology 2007; 6 (1): 3-5

26.Perry MC. The cemotherapy source book. 4thed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2008: 121

27.Abubaker AO, Benson KJ. Oral and maxillofacial surgery secrets. 2nd ed. St. Louis : Mosby Elsevier, 2007 : 382, 384

28.Anonymous. Dental and oral complications. 2009. <http:// www. oralcancerfoundation.org/dental/dental-com> (11 November 2009)