Pembuangan dan Paska Pembuangan

8 hukum agama yang di bawah Ezra itu diputuskan oleh Persia sebagai hukum sipil provinsi Yehuda. Beberapa pendapat yang berbeda datang dari para ahli tentang kronologi Ezra dan Nehemia. Penulis kelompok Tawarikh menyatakan bahwa Ezra datang ke Yerusalem pada tahun ke tujuh masa pemerintahan Artahsasta, sendangkan Nehemia pada tahun ke 20. Namun para ahli kesulitan untuk menentukan apakah raja Artahsasta zaman Ezra sama dengan Arthasasta zaman Nehemia. Hipotesa yang lain menjelaskan bahwa Ezra datang mendahului Nehemia; ada kemungkinan juga bahwa Ezra masih ada di Yehuda ketika Nehemia melakuakan misinya di Yehuda. Menurut hipotesa itu ketika Nehemiah menjabat sebagai Gubernur di tahun 445-430 SZB; dalam masa jabatannya yang pertama ini, Nehemia berhasil membangun tembok Yerusalem namun keberhasilannya tidak mencakup semua bidang seperti bidang material dan bidang keagamaan. Oleh karena alasan tersebut Nehemia ditaraik dari Yerusalem, sekitar tahun 430 SZB Nehemia datang kemabali ke Yerusalem bersama-sama dengan seorang imam dan ahli Taurat yang bernama Ezra. Dengan bantuan Ezra inilah pembaruan agama dapat dijalankan. Tradisi Ezra dan Nehemia berasal dari literatur yang berbeda dan kemudian berbaur menjadi satu misi Nehemia dimasukan ke dalam bagaian Ezra Neh 8:9, dan kemudian Ezra menerobos ke dalam Nehemia Neh 12:26. Pada akhirnya berdasarkan beberapa hipotesa, para ahli berpendapat bahwa Ezra datang ke Yerusalaem pada tahun 458 BCE dan Nehemia pada tahun 444 SZB.

1. Pembuangan dan Paska Pembuangan

Dari sudut pandang sejarah, sejarah Israel dalam kurun waktu 600 dan 400 SZB dapat dikarakteristikkan oleh perubahan-perubahan dari periode pembuangan dan pulang dari pembuangan. Pada awal abad ke-6, Yehuda kehilangan kemerdekaannya yang masih tersisa di Yerusalem di tangan Babilonia, di mana kota dan Bait Allah dihancurkan. Untuk melihat 9 kehidupan Bangsa Israel di bawah kekuasaan Babilonia, penulis menggunakan pendekatan dalam kitab Yerimia 40:1-2; 29:5-7. Tulisan Yerimia dipelihara dan ditransformasikan untuk dipakai baik oleh mereka yang tinggal di Yerusalem maupun yang di buang ke Mesir dan di Babilonia. Kitab Yerimia mencatat bahwa hanya sekitar 10 orang-orang Israel yang dibuang ke Babilonia terkhususnya dari kelompok elite, dan 90 penduduk tetap tinggal di Yerusalem sehinga ada perpindahan dari kota kembali ke desa-desa kecil. Kekuasan berpusat pada para tuan tanah kecil dan kelas bawah yang tidak memiliki tanah yang tetap tinggal di Yerusalem, ditandai dengan perubahan agricultural yang menempatkan kepemilikan tanah dalam kekuasaan petani kecil. Hal ini juga berdampak pada perubahan sosial, ekonomi dan kepemimpinan di Yerusalem. 16 Dinamika bangsa Israel dipembuangan terlihat dari terbentuknya dua kelompok di Babilonia, yakni mereka yang tinggal di wilayah pedesaan di pembuangan dan bekerja dalam dunia pertanian, serta mereka yang tinggal di kota dan bekerja di administrasi pemerintahan. Kelompok ini tetap memelihara tradisi Daud, ideology raja beserta teologi Zion, yang adalah bentuk anti-Babilonia di bawah kepemimpinan Yehoakin. 17 Kitab Yeremia juga bergumul dengan masalah ketercabutan bangsa Israel dari tanah asal mereka. Menurut Davidson Yeremia 29:5-7 merupakan surat yang ditulis Yeremia untuk menyampaikan pesan bagi mereka yang di Babilonia. Tujuannya agar mereka dapat melakukan penyesuaian terhadap situasi baru yang ditimbulkan akibat kekuasaan Babilonia. 18 Ketercabutan mereka dari „rumah‟ menyebabkan mereka harus menciptakan rumah baru di stituasi yang baru dan asing bagi mereka, yakni Babilonia. Surat Yeremia memberikan pentunjuk tentang strategi untuk merekonstruksi rumah yang jauh dari tanah kelahiran mereka. Surat Yeremia berfungsi sebagai mekanisme yang dibutuhkan oleh orang-orang yang 16 Stead Vernyl Davidson, Empire and Exile: Postcolonial Readings of the Book of Jeremiah, New York: T T Clark Internasional, 2011, 91-97. 17 Davidson, Empire and Exile , 106-110 18 Davidson, Empire and Exile, 130. 10 terbuang untuk memilihara identitas mereka dan subjektivitas mereka ditangah konteks diaspora. 19 Dalam proses mengisi kekosongan yang diakibatkan oleh keadaan tanpa negara, orang-orang dipembuangn kembali pada sistem institusi kekeluargaan yang memegang peren penting dalam mengisi kekosongan. Dalam situasi ini, peran perempuan dalam fungsi reproduksi mempertajam bentuk penjajahan terhadap perempuan di dalam hirarki masyarakat kolonia. 20 Ketika Raja Persia mengalahkan Babilonia dan menaklukkan ibu kota kerajaan mereka. Sejak saat itu, orang-orang Yehuda kembali menetap di Yerusalem dan mendirikan kembali Bait Allah dan menyembah Yahweh sebagai satu-satunya Tuhan. 21 Beberapa gambaran yang muncul dalam periode pembuangan dan paska pembuangan: 22 1. Mitos tentang wilayah Israel yang kosong pada masa pembuangan. 2. Jarak waktu pulang dari pembuangan yang dicatat dalam Ezra 1-2 menggambarkan adanya pemulangan awal dari pembuangan. Namun Baruch Halpern, dengan mempertimbangkan bagian-bagian yang ditulis di dalam bahasa Aram sebagai yang asli, mengatakan bahwa perintah Koresh pada tahun 539 sebenarnya terjadi pada tahun 521 SZB. Tidak ada bukti Persia yang menunjuk pada kepulangan awal. Ada pula yang mengatakan bahwa bukti arkeologi mungkin bisa menunjukkan bahwa gelombang yang kembali ini bisa berlangsung selama 1 abad. 3. Otorisasi Imperial. Apakah Yudaisme muncul sebagai pembentukan kembali tradisi Yahwestik lokal ataukah merupakan produk akhir dari hasil campur tangan kekaisaran 19 Davidson, Empire and Exile, 145-150. 20 Davidson, Empire and Exile, 170-171. 21 Bob Becking, “Continuity and Discontinuity after the Exile: Some Introdunctory Remaks ”. Dalam Bob Becking and Marjo C.A. Korpel, ed,. In The Crisis Of Israelite Religion – Transformation of Religious Tradition in Exilic and Post-Exilic Times . Korpel. - Leiden ; Boston ; Köln : Brill, 1999, 1. 22 Becking, Continuity and , 2-3. 11 Persia pada masalah-masalah lokal seperti yang digambarkan di Ezra dan Nehemiah? Debat yang terjadi condong pada kemungkinan yang kedua. Menurut Becking, peralihan dari periode kerajaan ke periode Persia memicu adanya pemahaman diri, „menjadi Israel‟ telah berubah menjadi „bagian bangsa Yudea‟, untuk menjadi bagian dari sebuah keluarga Yahudi atau „menjadi anggota serikat, baik itu Yehud atau Diaspora‟. Ketika situasi sosial, politik dan mental berubah memicu bentuk agama di bawah tekanan. Agama menurut Clifford Geertz ialah sebuah sistem simbol yang berfungsi untuk menetapkan suasana hati dan motivasi-motivasi yang kuat, mengakar dan bertahan lama di dalam diri manusia yang dilakukan dengan merumuskan konsep tatanan umum dan kemudian membalut beragam konsep ini dengan sebuah aura kenyataan sehingga suasana hati dan motivasi-motivasi ini dapat kelihatan seolah-lah merupakan suatu realita yang unik. Ada kurang lebih empat cara orang menghadapi realita yang baru: 23 1. Meninggalkan tradisi keagamaan dan memeluk cara pandang yang dimiliki oleh kekuasaan Babilonia yang menaklukkan mereka. 2. Penekanan kembali pada adat istiadat, unsur-unsur Kanaan di dalam agama Yahwistik. 3. Pengkonsentrasian pada Yahwisme di dalam bentuk yang ortodoks, ekslusif, dan monoteistik, 4. Usaha untuk pembentukan kembali agama Yahwistik di dalam konteks sosial dan politik. Ezra-Nehemiah mereflesikan sebuah bentuk agama yang dapat dilabeli sebagai fundamentalis. Yesaya kedua yang merupakan produk akhir dari tradisi Pentateuk dan DH menulis kembali sejarah Israel Kuno di dalam bentuk kitab Tawarik. Keduanya merupakan 23 Becking, Continuity and , 3-4. 12 contoh proses kreatif pembentukan kembali tradisi. Sebelum jatuhnya Yerusalem oleh Babilonia, agama di Yehuda dapat dikategorikan sebagai yang bersifat Yahwistik; monoteistik, aniconic, dan terpusat pada satu tempat ibadah. Pada pertengahan abad ke-4 SZB, agama Yahudi didokumentasikan dengan baik. Ada dua unsur: Pertama , Yudaisme tidak hanya memiliki satu karakter, Kedua, sulit untuk menentukan apakah keagamaan orang- orang yang tinggal di Yehuda yang percaya pada Yahweh masih merupakan Yahwism atau sudah menjadi Yudaisme. Keduanya harus dibedakan. 24 Kekuasaan Persia berlangsung hampir kurang lebih 2 abad, berapa banyak kekayaan dan sumber daya yang berhasil dikumpulkan. Darius, kaisar yang ketiga 522-486 mengubah cara kepemimpinannya yaitu tidak terlalu fokus pada ekspansi militer melainkan pada jenis yang kedua sehingga ia dikenal melalui inovasinya di dalam organisasi sosial dan administrasi legal. Keterlibatan Darius di Yehuda dalam menetapkan gubernur, membiayai pembangunan bait Allah yang berfungsi sebagai pusat keagamaan dan pusat administrasi politik dan kemungkinan juga sebagai lumbung penampungan barang-barang yang akan disetorkan kepada kekaisaran. Jadi Darius melihat Yehuda sebagai sumber dana jangka panjang. 25 Dengan kata lain, gubernur setempat dan pemerintahannya tidak hanya mewajibkan membayar pajak dan upeti ke Persia pada jadwal yang ditetapkan, tetapi mereka juga mengontrol Yehuda dan ideologinya sehingga mereka melihat adanya ideologi koloni dari kekaisaran Persia. Agar Persia dapat terus memberlakukan agendanya maka ia membutuhkan satu tatanan institusi yang kompleks yang dapat memelihara dan memberlakukan ideologi kolonialisme mela lui langkahlangkah utuk “dominasi, akomodasi dan perlawanan. 26 24 Becking, Continuity and , 3-4. 25 Jhon L. Berquist, “Poscolonialism and Imperial Motivies of Canonization,” dalam R. S. Sugirtharajah, ed., The Postcolonial Biblical Reader USA: Oxford, 2006, 78-79 26 Berquist, Poscolonialism and , 80-81. 13 Stategi Persia bagi bangsa jajahanya ialah, penggunaan bahasa yang sama yaitu Aram, pembentukan birokrasi propinsi, penunjukkan orang-orang Persia untuk peran-peran di dalam struktrur-struktur pemerintahan kolonial, kontrol militer diwilayah yang luas, pajak dan pendistribuasian sumber daya, pengerahan berbagai orang di dalam pelayanan kekaisaran lokal maupun pusat, dan pemberian ideologi-ideologi ras dan etnis di dalam kekaisaran dalam bentuk produksi dokumen-dokumen resmi dan sah. 27 Masa Darius tidak tertarik untuk penstandarisasian bentuk ibadah seluruh kekaisaran, memperkenalkan satu bahasa atau sistem koin, penyelarasan cara perkaian yang sama dan juga keramik-keramik. Melainkan ia mengijinkan setiap koloni untuk menetapkan sistem legalnya sendiri, sejarahnya dan tradisinya. Setiap dokumen harus melewati sensor kekaisaran kemungkinan karna ditulis di bawah bimbingan juru tulis Persia. Seperti tubuh sastra akan terdiri dari bahan narasi menjelaskan akar masyarakat Yehud dan membenarkan statusnya sebagai koloni, serta bahan hukum yang menjelaskan bagaimana masyarakat harus berfungsi. Albert Memmi mencatat bahwa imperialis membangun sebuah citra dari terjajah, dan mereka menggunakan gambar ini sebagai pembenaran untuk aktivitas kolonial mereka sendiri. 28

B. Latar Belakang Kitab Ezra

1. Ezra Sebagai Representatif Imam