33
BAB II
HAKIKAT KONSEP TINDAK PEMERINTAHAN
A. Doktrin Tindakan Negara Act Of State Doctrine
Doktrin Tindakan Negara berawal di Inggris pada awal 1674 dan tumbuh dalam yurisprudensi Amerika Serikat pada akhir abad kedelapan
belas dan awal abad kesembilan belas. Doktrin Tindakan Negara menyatakan bahwa:
the Judicial Branch will not examine the validity of a taking of property within its own territory by a foreign
sovereign government ... in the absence of a treaty or other unambiguous agreement regarding controlling legal
principles, even if the complaint alleges that the taking violates customary international law.
3435
Doktrin tindakan negara dalam dalam perkembangannya hadir sebagai pedoman untuk peradilan Amerika dari tindakan pemerintah asing yang
terlibat dalam proses pengadilan dalam negeri. Dalam kasus Underhill v. Hernandez, penggugat, warga Amerika Serikat tinggal dan bekerja di
Venezuela ketika Revolusi Venezuela terjadi. Dia ditahan selama beberapa
34
Clifford Michael Greene, A New Approach to the Act of State Doctrine: Turning Exceptions into the Rule, Cornell International Law Journal, Vo lu me 8 May, 1975, h. 274.
34
waktu oleh pemerintah Revolusioner sebelum diizinkan kembali ke Amerika Serikat. Dia kemudian mengajukan gugatan ganti rugi terhadap
penahanannya. Terhadap hal ini Chief Justice Fuller menyatakan bahwa: setiap negara berdaulat harus menghormati kemerdekaan
negara berdaulat lainnya dan pengadilan suatu negara tidak dapat mengadili suatu tindakan pemerintah negara
lain yang dilakukan di dalam wilayahnya sendiri. ”
36
Pernyataan klasik ini dapat juga dikatakan sebagai suatu “rule of decision” dalam hukum internasional. Pengertian doktrin tindakan negara
tidak saja mencakup pelaksanaan kedaulatan oleh kekuasa an eksekutif atau administratif dari suatu negara merdeka, atau oleh aparat-aparatnya atau
pejabat-pejabatnya yang sah, akan tetapi termasuk juga produk legislatif dan administratif seperti undang-undang, dekrit atau perintah.
37
Kasus berikutnya hadir pada tahun 1812, Justice Marshall dalam kasus
The Schooner Exchange v. MFaddon menyatakan konsep dari doktrin tindakan negara, meskipun tidak menyebutkan secara khusus. Kasus The
Schooner Exchange ini bermula dari dua gugatan warga negara Amerika Serikat bernama Jhon McFaddon dan William Greetham yang mengklaim
sebagai pemilik asli dari kapal The Schonner Exchange. Kapal ini disita atas
36
http:mc kinneylaw.iu.eduiiclrpdfvol2p311.pdf, d ikunjungi pada tanggal 29 Juni 2016 pukul 21.00.
37
F. A. Mann, The Sacrosantity of Foreign Act of State, 1943 dala m Yudha Bhakt i Ardhiwisastra, Imunitas Kedaulatan Negara Di Forum Pengadilan Asing, Alumni,
Bandung, 1999, h. 181.
35
perintah Napoleon, yang kemudian menjadi Kaisar Perancis. Penyitaan ini dilakukan tanpa melalui proses hukum yang adil dan jelas didalam
pengadilan perancis. Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan yang berlawanan dengan hukum internasional. Kapal ini kemudian dijadikan
sebagai kapal perang dan diganti namanya menjadi Balou. Ketika kapal ini berlabu dan menepi di pelabuhan Philadelphia, kedua warga negara Amerika
Serikat ini mengajukan permohonan penyitaan kapal atas dasar Napoleon telah mengambil kapal secara melawan hukum. Permohonan ini diajukan ke
District Court of the United States for the District Court of Pennsylvania. Di dalam petitumnya, mereka memita supaya The Schooner Exchange
dikembalikan kepemilikannya kepada mereka.
38
Pengadilan tingkat pertama menyatakan bahwa mereka tidak memiliki yuridiksi untuk memeriksa perkara. The Circuit Court kemudian
membatalkan putusan the District Court of Pennsylvania dan memerintahkan the District Court of Pennsylvania untuk memeriksa perkara dan
mempertimbangkannya di dalam putusan. Kemudian pada tahap berikutnya The United States Supreme Court kemudian membatalkan putusan dari
pengadilan banding dan menegaskan putusan pengadilan tingkat pertama.
39
Adapun dalam putusannya, Justice Marshall dari Supreme Court of United
38
The Schooner Exchange v. MFaddon, The American Journal of International La w, http:www.jstor.orgstablepdf2186227.pdf?_=1468175715385, dikunjungi pada
tanggal 11 juli 2016 puku l 05.09.
39
Ibid.
36
States menyatakan beberapa hal yang menarik dan salah satunya yaitu Pengadilan Amerika Serikat tidak berhak untuk memeriksa perkara The
Schooner Exchange dimana Perancis sebagai negara berdaulat diposisikan sebagai tergugat. Di dalam putusannya, Justice Marshall berpendapat bahwa :
“the jurisdiction of nation within its own territory is necessarily exclusive and absolute. It is susceptible of no
limitation not imposed by itself. Any restriction upon it, deriving validity from an external source, would imply a
diminution of its sovereignty to the extent of the restriction, and an investment of that sovereignty to the same extent in
that power which could impose such restriction. All exceptions, therefore, to the full and complete power of a
nation within its own territories, must be traced up to the consent of the nation itself. They can flow from no other
legitimate source. This consent may be express or implied.
40
Pendapat diatas menyimpulkan bahwa suatu negara tidak memiliki yuridiksi untuk mengadili negara lain atas dasar kedaulatan yang dimilikinya.
Secara umum, dasar pengadilan Amerika Serikat menyatakan ia tidak berhak untuk memeriksa kasus The Schooner Exchange menurut Justice Marshall
adalah kedaulatan dan persamaan derajat dan hak setiap negara dan kewajiban negara untuk menjaga kedaulatannya.
Keputusan pengadilan terhadap kasus tersebut menunjukan bahwa doktrin tindakan negara berkaitan kedudukan negara yang dipandang sejajar
dan didasarkan pada pandangan bahwa hukum internasional diberlakukan
40
https:supreme.justia.comcasesfederalus11116case.html, d ikunjungi pada tanggal 11 juli 2016 pada pukul 05.31.
37
terbatas pada kemampuan negara untuk melaksanakan yuridiksinya atas negara lain.
41
Tindakan negara terhadap kasus ini didasarkan pada penghormatan terhadap kedaulatan negara lain.
Sama halnya dengan kasus Ricaud v. American Metal Co, penggugat, pembeli dari pemilik asli sebelum pengambil-alihan tersebut, menggugat
untuk memulihkan hak miliknya. Pengadilan menjelaskan bahwa, “the act of state doctrine does not deprive the courts of jurisdiction once acquired over
a case ”. Jika pemerintah asing mengambil tindakan dalam menyita hak
miliknya, tindakan tersebut atau hasil dari tindakan tersebut harus disetujui oleh pengadilan Amerika Serikat. Pengadilan berpendapat bahwa
“to accept a ruling authority and to decide accordingly is not a surrender or
abandonment of jurisdiction but is an exercise of it. ” Terhadap hal tersebut
tindakan negara dapat dirasionalisasikan sebagai : A judicially accepted limitation on the normative adjudicative
processes of the courts, springing from the thoroughly sound principle that on occasion individual litigants may have to
forgo decision on the merits of their claims because the involvement of the courts in such a decision might frustrate the
conduct of the Nations foreign policy.
42
Dasar pemikiran dari doktrin tersebut didasarkan pada keprihatinan
peradilan bahwa menerapkan prinsip-prinsip hukum kebiasaan untuk menilai
41
http:actsofstatelaws.uslegal.comthe-act-of-state-doctrine-article, dikunjungi pada tanggal 29 Juni 2016 puku l 21.50.
42
Ronald Mok, Expropriation Claims in United States Courts: The Act of State Doctrine, the Sovereign Immunity Doctrine, and the Foreign Sovereign Immunities Act - A
Road Map for the Expropriated Victim,
Pace International Law Revie w Vo lu me 8 Artic le 5,
1996, h. 202-203.
38
tindakan neraga asing yang berdaulat dapat mengganggu pelaksanakan hubungan luar negeri dengan Pemerintah eksekutif. Maksudnya yaitu jika
pengadilan berhubungan dengan negara asing yang berdaulat dalam suatu hal dan pemerintah melakukan hubungan luar negeri yang bertentangan dengan
apa yang diputuskan pengadilan, maka tidak akan ada kesatuan dalam melakukan urusan luar negeri. Hal ini berasal dari konsep pemisahan
kekuasaan the separation of powers yang melekat dalam sistem federal.
43
Dalam perkembangannya pernyataan klasik doktrin tindakan negara dalam perkara Underhill v. Hernandez yang menyatakan :
“every sovereign state is bound to respect the independence of every other sovereign state, and the court of one country
will not sit in judgement on the acts of the government of
another done within its own territory”. Terbukti mendapatkan penerapan yang luas dalam perkara-perkara
selanjutnya. Dalam perkara Banco Nacional de Cuba v. Sabbationo pada tahun 1964, Mahkamah Agung Amerika Serikat berpendapat bahwa seorang
warga negara Amerika Serikat yang gulanya telah di sita di Cuba tidak dapat memilikinya kembali dari seorang warga negara Amerika Serikat lainnya
yang telah memiliki gula tersebut di Amerika Serikat. Dalam perkara ini timbul kontroversi yuridis terhadap tindakan nasionalisasi gula Amerika
Serikat oleh Pemerintah Cuba yang dinilai sebagai pembalasan atas politik Amerika Serikat terhadap pemerintah Castro. Banco Nacional de Cuba,
43
Ibid.
39
sebagai organ pemerintah Cuba, melakukan gugatan di Pengadilan Distrik Federal New York untuk mendapatkan kembali hasil penjualan gula yang
telah disita sebagai bagian dari politik pengambilalihannya.
44
Dalam perkara ini Mahkamah Agung melalui Hakim Harlan yang mewakili kelompok mayoritas anggota dewan hakim Mahkamah
berpendapat, bahwa pengadilan-pengadilan di Amerika Serikat tidak dapat menguji keabsahan pengambil-alihan harta kekayaan oleh suatu pemerintah
berdaulat yang diakui di dalam wilayahnya sendiri, sekalipun apabila pengambilalihan tersebut merupakan suatu pelanggaran terhadap hukum
internasional.
45
Hakim Harlan menggambarkan bahwa doktrin tindakan negara merupakan “a principle of decision binding on federal and state courts alike
but compelled by neither international nor constitutional”. Pendapat dalam Sabbatino beranjak dari diktum terdahulu sehingga doktrin tersebut
ditegakkan atas dasar penghormatan terhadap kedaulatan negara asing atau pertimbangan kesopanan dalam hubungan luar negeri. Hakim Harlan
menetapkan juga, bahwa pelaksanaan hubungan luar negeri tunduk pada kekuasaan eksekutif dan Kongres dan setiap perkara atau adanya kontroversi
yang menyinggung hubungan luar negeri berada di luar tanggung jawab yudisial. Hakim Harlan mencatat bahwa doktrin tindakan negara memiliki
44
Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Op. Cit., h. 201.
45
Ibid., h . 202.
40
tiang konstitusional constitutional underpinning berdasarkan pada pembagian fungsi antara cabang-cabang yudisial dan politik pemerintah
mengenai masalah- masalah yang menyangkut urusan luar negeri. Harlan melanjutkan telaahnya atas justifikasi politik bagi doktrin tindakan negara
dengan menekankan sumber yang lebih besar dari eksekutif di dalam persengketaan dan menggambarkan bahwa intervensi yudisial dapat
mempersulit pihak eksekutif.
46
Terhadap Doktrin Tindakan Negara, terdapat tiga poin utama yang dapat dipahami untuk membenarkan penerapan Doktrin Tindakan Negara
doktrin yaitu “the international law”, “territorial choice of law” theories dan
“separation of powers” theory.”
47
The International Law ingin menyatakan bahwa terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan Tindakan
Negara, pengadilan melihat bahwa diperlukan “the universal comity of nations” dan “the establish rules of international law”. Menurut pengadilan,
bantuan untuk kesalahan yang dilak ukan di luar negeri harus dicari baik melalui pengadilan di negara bersangkutan atau melalui jalur diplomatik.
Kemudian yang dimaksud dengan “territorial choice of law” bahwa pada
awal kehadiran kasus-kasus yang berkaitan dengan tindakan negara, doktrin tindakan negara dimanfaatkan sebagai aspek dari
“territorial choice of law”. Prinsip mengemukakan bahwa keabsahan suatu tindakan akan ditentukan
46
Ibid., h . 204-205.
47
http:actsofstatelaws.uslegal.comthe-act-of-state-doctrine-article.
41
oleh wilayah hukum dimana tindakan berlangsung. Dengan demikian, tindakan yang berdaulat, atau tindakan negara, dilakukan dalam wilayah
kedaulatan sendiri, adalah sah secara hukum dan yang terakhir yaitu “separation of powers” theory. Doktrin tindakan negara didasarkan
pemisahan kekuasaan dan mencerminkan penghormatan terhadap cabang- cabang kekuasaan negara dalam melaksanakan fungsinya.
48
Hal menarik selanjutnya ialah dalam perkembangannya hadir pengecualian terhadap doktrin tindakan negara. Sejak Sabbatino sejumlah
perkara lainnya yang berkenaan dengan tindakan negara yang sifatnya semakin rumit telah banyak diajukan kehadapan pengadilan. Pengadilan
telah membatasi doktrin tindakan negara ini dengan meletakkan persyaratan adanya bukti tindakan publik public act dan dengan menentukan situs harta
yang disita itu tidak berada di luar wilayah negara asing. Lebih jauh pengadilan telah mempertimbangkan tiga kekecualian umum terhadap
doktrin tindakan negara, yaitu : 1.
Doktrin Bernstein akan memaksakan penghormatan yudisial terhadap keputusan Departemen Luar Negeri
tentang kepatuhan
pengujian atas
keabsahan pengambilalihan oleh pihak asing.
2. Akan mengecualikan seluruh tindakan komersial dari
doktrin tindakan negara purely commercial operation. 3.
Akan membuat doktrin tindakan negara tidak dapat diberlakukan terhadap “set-off” perolehan kembali
yang timbul dari gugatan yang dilakukan pemerintah
48
http:actsofstatelaws.uslegal.comthe-act-of-state-doctrine-article.
42
berdaulat asing di pengadilan-pengadilan Amerika Serikat.
Lahirnya pengecualian ini menyentuh inti dari doktrin tindakan negara dan sebagian besar menggambarkan ketidakpuasan yudisial terhadap
implikasi dari perkara Sabbatino.
49
Terkhususnya untuk “purely commercial
operation” yang berasal dari perkara Alfred Dunhill of London, Inc v. Cuba,. Dakan perkara ini dinyatakan bahwa “Act of state doctrine memberikan
perlindungan terhadap perbuatan- perbuatan yang termasuk “Political Act
atau Governmental Act, tetapi untuk purely commercial operation tidak diberikan perlindungan.
50
B. Perbedaan Publik dan Privat