1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Rumah sakit pemerintah merupakan salah satu organisasi sektor publik pengelola jasa pelayanan kesehatan. Rumah sakit pemerintah sebagai sarana utama
dalam pembangunan kesehatan masyarakat bertugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dan berfungsi dalam penyelenggaraan
pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan serta pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
mengamanatkan bahwa rumah sakit yang didirikan pemerintah baik pusat maupun daerah harus dikelola dalam bentuk Badan Layanan Umum atau Badan Layanan
Umum Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah menegaskan
bahwa Badan Layanan Umum Daerah dalam pelaksanaan kegiatannya harus mengutamakan efektivitas dan efisiensi serta kualitas pelayanan kepada masyarakat
tanpa mengutamakan pencarian keuntungan. Amanat tersebut juga berlaku bagi rumah sakit pemerintah daerah sebagai Badan Layanan Umum Daerah yang berperan
dalam penyediaan jasa pelayanan kesehatan bagi masyarakat daerah. Selain harus memenuhi amanat tersebut, rumah sakit pemerintah daerah di sisi
lain dihadapkan pada tantangan persaingan dengan rumah sakit lain yang juga menyediakan jasa pelayanan kesehatan bagi masyarakat, baik rumah sakit milik
2 pemerintah maupun milik swasta Wicaksono, 2013. Persaingan tersebut menuntut
rumah sakit milik pemerintah daerah harus memiliki keunggulan kompetitif untuk dapat menjadi pilihan utama bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan
kesehatan. Kemampuan dalam menciptakan keunggulan kompetitif ini pada akhirnya dapat dimanfaatkan untuk memperkuat posisi dalam persaingan jangka panjang
Ciptani, 2000.
Namun selama ini yang terjadi adalah citra rumah sakit pemerintah di masyarakat tidak lebih baik dibandingkan rumah sakit swasta. Antrian pelayanan
yang panjang, waktu tunggu yang relatif lama, pelayanan yang kurang profesional oleh petugas medis, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang memadai
merupakan citra yang melekat pada rumah sakit pemerintah Wijayanti dan Sriyanto, 2015. Masyarakat mengeluhkan kualitas pelayanan rumah sakit pemerintah yang
dinilai masih rendah. Rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit milik pemerintah daerah disebabkan oleh keterbatasan dana yang dimiliki rumah sakit
pemerintah daerah sehingga kurang maksimal dalam mengembangkan mutu pelayanan akibat keterbatasan peralatan medis maupun keterbatasan kemampuan
sumber daya manusia Ditama Bimbangkum BPK RI dalam Sanistya Sari, 2010. Kondisi tersebut mengakibatkan citra terkait pelayanan yang kurang baik yang
diberikan oleh rumah sakit pemerintah daerah masih melekat di masyarakat terutama golongan menengah ke atas. Dampaknya, masyarakat terutama golongan menengah
ke atas enggan berobat ke rumah sakit milik pemerintah dan lebih memilih untuk
3 berobat ke rumah sakit swasta karena dinilai dapat memberikan pelayanan yang lebih
baik Effendi dan Djamhuri, 2014. Kualitas pelayanan rumah sakit pemerintah yang tergolong masih rendah bila
dibandingkan dengan rumah sakit swasta tidak hanya terjadi di Indonesia. Taner dan Anthony 2006 meneliti perbandingan kualitas pelayanan rumah sakit pemerintah
dengan rumah sakit swasta di Turki dengan menggunakan indikator kepuasan pasien. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa masyarakat lebih puas terhadap
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit swasta dibandingkan dengan rumah sakit pemerintah. Temuan tersebut mengindikasikan bahwa kualitas pelayanan
di rumah sakit swasta lebih baik dibandingkan dengan di rumah sakit pemerintah di Turki. Berendes et al. 2011 melakukan studi komparatif tentang kinerja pelayanan
rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta di negara-negara berkembang wilayah Asia Selatan, Asia Timur, dan Afrika. Hasil temuan penelitian tersebut
menghasilkan simpulan bahwa rumah sakit swasta berkinerja lebih baik dibandingkan rumah sakit pemerintah. Al Borie dan Damanhouri 2013 melakukan penelitian
perbandingan kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit swasta dan rumah sakit pemerintah di Arab Saudi dan memperoleh hasil bahwa pasien lebih puas
terhadap pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit swasta dibandingkan pelayanan rumah sakit pemerintah.
Apabila pengelolaan rumah sakit milik pemerintah maupun pemerintah daerah tidak segera dibenahi terutama dari sudut pandang pelayanan kepada masyarakat,
akan mengakibatkan menurunnya kepuasan masyarakat sehingga menurunkan minat
4 masyarakat untuk berobat ke rumah sakit pemerintah. Hal ini dapat mengakibatkan
rumah sakit pemerintah kalah bersaing dari rumah sakit swasta. Oleh sebab itu rumah sakit pemerintah harus berupaya keras untuk memperbaiki citranya dengan
memberikan pelayanan yang lebih baik agar dapat menjadi lebih unggul dibandingkan rumah sakit swasta.
Peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit pemerintah sebagai suatu badan usaha memerlukan strategi Yuwono dalam Sanistya Sari, 2010. Strategi yang
disusun dalam bentuk rencana strategis berperan sebagai pedoman bagi seluruh bagian di rumah sakit dalam bertindak guna pencapaian tujuan yang ingin dicapai.
Rencana strategis yang dibuat harus dapat dipahami oleh seluruh bagian yang terlibat di rumah sakit. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan suatu konsep yang tepat
untuk digunakan sebagai dasar dalam merumuskan rencana strategis sekaligus mengomunikasikan strategi tersebut ke seluruh bagian yang terlibat. Konsep
Balanced Scorecard merupakan konsep yang tepat untuk digunakan sebagai dasar dalam perencanaan strategis serta sebagai alat mengomunikasikan strategi Malina
dan Selto, 2004. Konsep Balanced Scorecard pertama kali dicetuskan pada tahun 1992 oleh Dr.
Robert Kaplan dan David Norton. Pada awal kemunculannya, konsep Balanced Scorecard hanya berfungsi sebagai seperangkat alat pengukuran kinerja Kaplan dan
Norton, 1993. Dalam kurun waktu sepuluh tahun sejak diperkenalkan, konsep Balanced Scorecard berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan konsep
Balanced Scorecard dikelompokkan menjadi tiga generasi yang dikenal dengan
5 istilah The Balanced Scorecard Generations Cobbold dan Lawrie, 2004. Hingga
saat ini, konsep Balanced Scorecard berkembang tidak hanya sebagai alat pengukuran kinerja tetapi juga dapat digunakan dalam penyusunan rencana strategis
yaitu sebagai suatu sistem manajemen strategis yang menerjemahkan visi dan strategi suatu organisasi ke dalam tujuan operasional Hansen dan Mowen, 2003. Tujuan
operasional tersebut dinyatakan ke dalam empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan
dan pembelajaran. Keempat perspektif tersebut menjadi satu kesatuan yang saling berkaitan satu sama lain yang memiliki hubungan sebab akibat dan tak dapat
dipisahkan Kaplan dan Norton, 1996. Konsep Balanced Scorecard dapat digunakan sebagai basis dalam penyusunan
rencana strategis baik untuk organisasi sektor privat maupun sektor publik. Untuk organisasi sektor publik, terdapat beberapa penyesuaian pada konsep Balanced
Scorecard yang digunakan yaitu penyesuaian perspektif pelanggan menjadi perspektif customer stakeholder, penyesuaian perspektif learning growth
menjadi employee organization capacity, penempatan pernyataan misi sebagai pemacu driver dalam kerangka Balanced Scorecard, serta penempatan perspektif
customer stakeholder di puncak Balanced Scorecard Rohm, 2002. Konsep Balanced Scorecard memberikan gambaran yang komprehensif terkait
kinerja organisasi dari perspektif keuangan dan nonkeuangan. Penggunaan konsep Balanced Scorecard untuk rumah sakit pemerintah mengalami peningkatan.
Penelitian terkait penggunaan konsep Balanced Scorecard di rumah sakit pemerintah
6 di Indonesia telah banyak dilakukan tetapi hanya terbatas pada konsep Balanced
Scorecard sebagai alat pengukuran kinerja saja, sedangkan penelitian terkait penggunaan konsep Balanced Scorecard sebagai konsep dasar dalam penyusunan
rencana strategis di rumah sakit belum dilakukan. Lailiyah 2013 meneliti penggunaan konsep Balanced Scorecard dalam mengukur kinerja RSUD Ngudi
Waluyo, Wlingi dan memperoleh hasil bahwa kinerja RSUD Ngudi Waluyo ditinjau dari keempat perspektif Balanced Scorecard belum tergolong baik. Aurora 2010
melakukan penelitian pengukuran kinerja dengan konsep Balanced Scorecard di RSUD Tugurejo Semarang, dan memperoleh hasil kinerja RSUD yang tergolong
kurang baik karena masih terdapat selisih antara kinerja sesungguhnya dengan target yang ditetapkan. Pangesti 2012 meneliti penggunaan Balanced Scorecard dalam
pengukuran kinerja RSUD Kebumen periode 2010-2011, dan hasilnya menunjukkan bahwa kinerja Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen kurang baik pada periode
tersebut. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa meskipun Balanced
Scorecard merupakan konsep yang tepat digunakan dalam mengukur kinerja, masih terdapat selisih antara kinerja sesungguhnya dengan target kinerja yang ditetapkan.
Hal tersebut terjadi karena tidak adanya keselarasan konsep antara kinerja dengan target kinerja yang ditetapkan. Konsep Balanced Scorecard hanya digunakan dalam
pengukuran kinerja saja, sementara rencana strategis yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan kinerja belum berpedoman pada konsep Balanced Scorecard. Hal ini
menghasilkan pengukuran kinerja yang kurang baik Behrouzi et al., 2014. Untuk
7 memperkecil selisih hasil pengukuran kinerja tersebut, konsep Balanced Scorecard
perlu digunakan juga dalam penyusunan rencana strategis sehingga dapat menciptakan hasil kinerja yang baik.
Penyusunan strategi berbasis Balanced Scorecard melibatkan penggunaan Key Performance Indicator indikator kinerja. Indikator kinerja digunakan dalam
mengukur kemajuan organisasi dalam pencapaian target kinerja periode sebelumnya untuk mengetahui target mana yang telah dicapai dan yang masih memerlukan usaha
dalam pencapaiannya. Dengan mengetahui sejauh mana pencapaian target kinerja sebelumnya, akan membantu dalam penyusunan rencana strategis untuk periode
selanjutnya agar target tersebut dapat tercapai. Strategi berbasis Balanced Scorecard yang telah disusun pada manajemen
tingkat atas tentu saja tidak dapat digunakan langsung oleh unit di level manajemen yang lebih rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu teknik yang dikenal dengan
istilah Cascade the Balanced Scorecard Brewer, 2003. Cascading dilakukan agar strategi berbasis Balanced Scorecard yang disusun di manajemen tingkat atas sejalan
dengan Balanced Scorecard yang disusun di seluruh unit di bawahnya, sehingga seluruh bagian turut berpartisipasi dalam proses penyusunan dan implementasi
Balanced Scorecard di organisasi tersebut. Proses cascading dilakukan dengan menerapkan Balanced Scorecard di level manajemen tertinggi, kemudian
menurunkan tujuan dan rencana strategis ke level di bawahnya yang kemudian akan diinterpretasikan dan dimodifikasi sesuai situasi yang dihadapi manajemen di level
tersebut Kaplan, 2005.
8 Rumah Sakit Umum Daerah RSUD Wangaya Kota Denpasar merupakan satu-
satunya rumah sakit umum di Kota Denpasar yang tergolong Kelas B Pendidikan. Sebagai rumah sakit milik pemerintah daerah, RSUD Wangaya Kota Denpasar
dikelola dalam bentuk Badan Layanan Umum Daerah yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan beroperasi dengan
mengutamakan prinsip efisiensi dan produktivitas. RSUD Wangaya Kota Denpasar sebagai rumah sakit milik pemerintah Kota Denpasar memiliki pernyataan visi yaitu
menjadi rumah sakit pilihan utama, inovatif dalam pelayanan berbasis budaya kerja dengan memberikan pelayanan yang bermutu serta mengutamakan kenyamanan
pasien dan menjalankan misi yaitu memberikan pelayanan bermutu dan terjangkau oleh tenaga profesional dan mengutamakan kenyamanan dan keselamatan pasien.
Pernyataan visi dan misi tersebut tidak akan bermanfaat bila hanya menjadi sekadar pernyataan saja. Diperlukan upaya untuk mewujudkannya dengan menyusun suatu
rencana strategis Imelda, 2004. Dalam mewujudkan visi yang telah ditetapkan tersebut, RSUD Wangaya Kota Denpasar harus senantiasa berupaya mencapai kinerja
yang baik yang diawali dengan menyusun rencana strategis berdasarkan konsep Balanced Scorecard. Rencana strategis berdasarkan konsep Balanced Scorecard yang
akan disusun mengarah kepada upaya peningkatan kualitas pelayanan guna meningkatkan kunjungan pasien, terutama pasien yang berobat atas kehendak sendiri
pasien umum selain pasien yang menggunakan jaminan kesehatan yang pelayanannya memang disediakan di RSUD Wangaya Kota Denpasar.
9 Berdasarkan data Laporan Tahunan RSUD Wangaya Kota Denpasar Tahun
2014, persentase pasien yang berobat di RSUD Wangaya Kota Denpasar yaitu masing-masing sebesar 24,43 persen dan 75,57 persen untuk pasien umum dan pasien
dengan jaminan kesehatan di instalasi rawat jalan, serta 30,86 persen dan 69,14 persen untuk pasien umum dan pasien dengan jaminan kesehatan di instalasi rawat
inap. Data tersebut menunjukkan bahwa kunjungan pasien ke RSUD Wangaya Kota Denpasar berdasarkan kehendak sendiri pasien umum masih lebih rendah
dibandingkan kunjungan pasien dengan jaminan kesehatan yang pelayanannya memang disediakan di RSUD Wangaya Kota Denpasar.
Berdasarkan wawancara pendahuluan yang telah dilakukan, diperoleh informasi bahwa rencana strategis yang disusun di RSUD Wangaya Kota Denpasar belum
menggunakan konsep Balanced Scorecard. Berkaitan dengan hal tersebut, agar pencapaian visi, misi, dan peran RSUD Wangaya Kota Denpasar sebagai Badan
Layanan Umum Daerah dapat terwujud, maka perlu disusun suatu rencana strategis berbasis konsep Balanced Scorecard yang meliputi perspektif employee
organization capacity, perspektif proses bisnis internal, perspektif keuangan, dan perspektif customer stakeholder.
10
1.2 Rumusan Masalah Penelitian