Analisis penggunaan metode Balanced Scorecard untuk menilai kinerja rumah sakit :studi kasus pada Rumah Sakit Umum Daerah Sleman.

(1)

xv

ABSTRAK

ANALISIS PENGGUNAAN METODE BALANCED SCORECARD UNTUK MENILAI KINERJA RUMAH SAKIT

Studi Kasus pada Rumah Sakit Umum Daerah Sleman

Klaudius Sel Rondos NIM: 122114029 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

Penggunaan metode Balanced Scorecard dianggap sesuai untuk organisasi sektor publik (misalnya rumah sakit) karena Balanced Scorecard menekankan aspek kuantitatif-finansial dan kualitatif-nonfinansial. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai kinerja Rumah Sakit Umum Daerah Sleman berdasarkan metode Balanced Scorecard. Pengukuran kinerja RSUD Sleman mencakup perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

Jenis penelitian yang digunakan yaitu studi kasus dan berlokasi di RSUD Sleman. Beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain: kuesioner, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang dipakai yaitu: perspektif keuangan menggunakan analisis rasio keuangan sementara perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan proses pembelajaran dan pertumbuhan menggunakan analisis deskriptif.

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, kinerja RSUD Sleman berdasarkan perspektif keuangan yang mencakup rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas, rasio return on investment, dan cost recovery rate memperoleh kategori cukup baik. Berdasarkan perspektif pelanggan kinerja RSUD Sleman mencapai kriteria baik. Kinerja RSUD Sleman dari perspektif proses bisnis internal menunjukkan kategori baik dan pencapaian kinerja dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan memperoleh hasil yang sangat baik. Kata kunci: Balanced Scorecard, penilaian kinerja, sektor publik, rumah sakit


(2)

xvi

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF USING BALANCED SCORECARD METHOD

FOR ASSESSING THE PERFORMANCE OF HOSPITAL

Case Studies in Sleman General Hospital Klaudius Sel Rondos

Student Number: 122114029 Sanata Dharma University

Yogyakarta 2016

The use of Balanced Scorecard method is considered appropriate for public sector organizations (such as hospital) since it emphasizes on financial quantitative and non financial qualitative aspects. The purpose of this study is to assess the performance of Sleman General Hospital based on the Balanced Scorecard method. The performance measurement of Sleman General Hospital includes financial perspective, customer perspective, internal business processes perspective, and learning and growth perspective.

This is a case study at Sleman General Hospital. There are some data collection techniques such as questionnaires, interviews, and documentation. Data analysis techniques are: financial perspective based on financial ratio analysis while customer perspective, internal business processes, and learning and growth process employ descriptive analysis.

Based on the analysis, the results showed that, the financial performance of Sleman General Hospital based on the liquidity, solvency, activity, and return on investment ratios, and cost recovery rate were quite well category. Based on the customer's perspective, the performance of Sleman General Hospital was good category. Its performance from internal business process perspective showed good category and the performance of the learning and growth perspective was excellent.


(3)

i

ANALISIS PENGGUNAAN METODE BALANCED SCORECARD UNTUK MENILAI KINERJA RUMAH SAKIT

Studi Kasus pada Rumah Sakit Umum Daerah Sleman

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Klaudius Sel Rondos NIM: 122114029

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

ii

ANALISIS PENGGUNAAN METODE BALANCED SCORECARD UNTUK MENILAI KINERJA RUMAH SAKIT

Studi Kasus pada Rumah Sakit Umum Daerah Sleman

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Klaudius Sel Rondos NIM: 122114029

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

v

 Bermimpilah setinggi langit karena jika jatuh engkau akan berada di antara bintang-bintang (Ir. Soekarno)

 Mari kita mulai lagi sebab kita belum berbuat apa-apa (St. Fransiskus Asisi)

 Gagal itu urusan nanti, yang terpenting kita berani untuk mencoba dan mencoba! (5cm)

 Hal yang paling mahal di dunia adalah kebodohan (NN)

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

 Tuhan Yesus dan Bunda Maria atas segala berkatNya

 Kedua Orang tuaku yang selalu mendoakan dan memberikan semangat

 Kakak Eldis, adik Rian dan Riska serta semua keluarga besar

 Teman-teman Akuntansi 2012 kelas A

 Teman-teman alumni Sanpio angkatan 2004: Jems, Ari, Yoan, Prisno, Ipin, Lian, Naldi, Sony, Yanuar dan Xpio Yogyakarta


(8)

vi

UNIVERSITAS SANATA DHARMA FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN AKUNTANSI-PROGRAM STUDI AKUNTANSI

PERNYATAAN KEAASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul: ANALISIS PENGGUNAAN METODE BALANCED SCORECARD UNTUK MENILAI KINERJA RUMAH SAKIT (Studi Kasus pada Rumah Sakit Umum Daerah Sleman) dan dimajukan untuk diuji pada tanggal 14 Juni 2016 adalah hasil karya saya.

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin, atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.

Apabila saya melakukan hal tersebut di atas, baik sengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.

Yogyakarta, 29 Juli 2016 Yang membuat pernyataan,


(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Klaudius Sel Rondos

Nomor Mahasiswa : 122114029

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

ANALISIS PENGGUNAAN METODE BALANCED SCORECARD

UNTUK MENILAI KINERJA RUMAH SAKIT

Studi Kasus pada Rumah Sakit Umum Daerah Sleman

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 29 Juli 2016 Yang menyatakan


(10)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan tuntunan kepada penulis dalam proses penulisan skripsi ini. Penulisan Skripsi ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis memperoleh bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria karena berkat-Nya kepada penulis dalam seluruh proses penulisan karya ilmiah ini.

2. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D, selaku Rektor Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk belajar dan mengembangkan kepribadian.

3. Ir. Drs. Hansiadi Yuli Hartanto, M.Si., Akt., QIA., CA selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis dengan sabar dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Semua Dosen Pengajar Fakultas Ekonomi yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan bagi penulis dalam masa studi.

5. Pemerintah Kabupaten Sleman dan Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Sleman dalam proses perizinan dan dukungan selama proses penelitian.


(11)

ix

6. Orang tua, kakak, dan adik-adikku yang selaku mendoakan dan memberikan semangat dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

7. Semua sahabat dan rekan mahasiswa Akuntansi tahun angkatan 2012 yang senantiasa memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Semua pihak yang telah mendukung penulis dengan berbagai cara sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 29 Juli 2016


(12)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN DAFTAR ISI ... viii

HALAMAN DAFTAR TABEL ... xii

ABSTRAK ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Pengukuran Kinerja ... 8

1. Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja ... 8

2. Manfaat Pengukuran Kinerja ... 9

3. Sistem Pengukuran Kinerja Tradisional... 10

4. Pengukuran Kinerja Sektor Publik ... 11

5. Tujuan Pengukuran Kinerja Sektor Publik ... 12

B. Balanced Scorecard ... 15

1. Pengertian Balanced Scorecard ... 15


(13)

xi

3. Pengukuran Kinerja Rumah Sakit dengan Balanced

Scorecard ... 21

C. Rumah Sakit Pemerintah Daerah Sebagai Badan Layanan Umum (BLU) ... 33

1. Pengertian, Asas, dan Tujuan BLU ... 33

2. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Menurut Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

A. Jenis Penelitian ... 36

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 36

D. Teknik Pengumpulan Data ... 37

E. Populasi dan Sampel ... 38

F. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 39

G. Pengujian Instrumen Penelitian... 45

H. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 58

A. Sejarah RSUD Sleman ... 58

B. Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Daerah Sleman... 60

C. Struktur Organisasi dan Kelembagaan ... 62

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 68

A. Perspektif Keuangan ... 68

B. Perspektif Pelanggan ... 78

C. Perspektif Proses Bisnis Internal ... 85

D. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan ... 91

E. Penilaian Kinerja Rumah Sakit Berdasarkan Balanced Scorecard ... 97

BAB VI PENUTUP ... 101


(14)

xii

B. Keterbatasan Penelitian ... 103

C. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 104

LAMPIRAN ... 107

LAMPIRAN A1 ... 108

LAMPIRAN A2 ... 111

LAMPIRAN A3 ... 115

LAMPIRAN A4 ... 117

LAMPIRAN A5 ... 118

LAMPIRAN A6 ... 121

LAMPIRAN A7 ... 122

LAMPIRAN A8 ... 123

LAMPIRAN A9 ... 124

LAMPIRAN A10 ... 127

LAMPIRAN A11 ... 129

LAMPIRAN A12 ... 131

LAMPIRAN A13 ... 131

LAMPIRAN A14 ... 131

LAMPIRAN B1 ... 133

LAMPIRAN B2 ... 134

LAMPIRAN B3 ... 136

LAMPIRAN B4 ... 137

LAMPIRAN B5 ... 138

LAMPIRAN B6 ... 139

LAMPIRAN B7 ... 140

LAMPIRAN B8 ... 141


(15)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha ... 46

Tabel 3.2 Pengukuran Kinerja Perspektif Keuangan ... 47

Tabel 3.3 Contoh Kuesioner Kepuasan Pelanggan ... 48

Tabel 3.4 Contoh Kuesioner Perspektif Proses Bisnis Internal ... 50

Tabel 3.5 Standar Ideal Rasio-rasio yang Terkait dengan Pelayanan Rumah Sakit Berdasarkan Ditjen Bina Yanmed ... 53

Tabel 3.6 Contoh Kuesioner Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan ... 53

Tabel 3.7 Hasil Penilaian Kinerja Rumah Sakit Umum Daerah Sleman ... 56

Tabel 5.1 Current Ratio RSUD Sleman Tahun 2012-2014 ... 69

Tabel 5.2 Rasio Modal Sendiri Terhadap Total Aset RSUD Sleman Tahun 2012-2014 ... 70

Tabel 5.3 Periode Perputaran Piutang RSUD Sleman Tahun 2012-2014 ... 72

Tabel 5.4 Perhitungan Perputaran Total Aset RSUD Sleman Tahun 2012-2014 ... 74

Tabel 5.5 Penghitungan Return on Asset RSUD Sleman Tahun 2012-2014 ... 75

Tabel 5.6 Penghitungan Return on Equity RSUD Sleman Tahun 2012-2014 ... 76

Tabel 5.7 Penghitungan CRR RSUD Sleman Tahun 2012-2014 ... 77

Tabel 5.8 Hasil Kuesioner Kepuasan Pelanggan ... 78

Tabel 5.9 Nilai Rata-rata Kepuasan Pelanggan... 81

Tabel 5.10 Tingkat Retensi Pasien Rawat Jalan RSUD Sleman ... 82

Tabel 5.11 Tingkat Akuisisi Pasien Rawat Jalan RSUD Sleman ... 84

Tabel 5.12 Distribusi Jawaban Kuesioner Variabel Sarana dan Prasarana ... 86

Tabel 5.13 Nilai rata-rata Perspektif Proses Bisnis Internal ... 88

Tabel 5.14 Realisasi Tingkat Kunjungan dan Pelayanan RSUD Sleman ... 89

Tabel 5.15 Tingkat Kunjungan Rawat Inap RSUD Sleman ... 89


(16)

xiv

Tabel 5.17 Distribusi Jawaban Kuesioner Variabel Kemampuan ... 91 Tabel 5.18 Nilai Rata-rata Perspektif Proses Bisnis Internal ... 94 Tabel 5.19 Retensi Karyawan RSUD Sleman Tahun 2012-2014 ... 95 Tabel 5.20 Tingkat Produktivitas Karyawan RSUD Sleman Tahun 2012-2014 .. 95 Tabel 5.21 Rasio Pelatihan Pegawai RSUD Sleman Tahun 2013-2015 ... 96 Tabel 5.22 Hasil Penilaian Kinerja Rumah Sakit Umum Daerah Sleman ... 97


(17)

xv

ABSTRAK

ANALISIS PENGGUNAAN METODE BALANCED SCORECARD UNTUK MENILAI KINERJA RUMAH SAKIT

Studi Kasus pada Rumah Sakit Umum Daerah Sleman

Klaudius Sel Rondos NIM: 122114029 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

Penggunaan metode Balanced Scorecard dianggap sesuai untuk organisasi sektor publik (misalnya rumah sakit) karena Balanced Scorecard menekankan aspek kuantitatif-finansial dan kualitatif-nonfinansial. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai kinerja Rumah Sakit Umum Daerah Sleman berdasarkan metode Balanced Scorecard. Pengukuran kinerja RSUD Sleman mencakup perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

Jenis penelitian yang digunakan yaitu studi kasus dan berlokasi di RSUD Sleman. Beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain: kuesioner, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang dipakai yaitu: perspektif keuangan menggunakan analisis rasio keuangan sementara perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan proses pembelajaran dan pertumbuhan menggunakan analisis deskriptif.

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, kinerja RSUD Sleman berdasarkan perspektif keuangan yang mencakup rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas, rasio return on investment, dan cost recovery rate memperoleh kategori cukup baik. Berdasarkan perspektif pelanggan kinerja RSUD Sleman mencapai kriteria baik. Kinerja RSUD Sleman dari perspektif proses bisnis internal menunjukkan kategori baik dan pencapaian kinerja dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan memperoleh hasil yang sangat baik. Kata kunci: Balanced Scorecard, penilaian kinerja, sektor publik, rumah sakit


(18)

xvi

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF USING BALANCED SCORECARD METHOD

FOR ASSESSING THE PERFORMANCE OF HOSPITAL

Case Studies in Sleman General Hospital Klaudius Sel Rondos

Student Number: 122114029 Sanata Dharma University

Yogyakarta 2016

The use of Balanced Scorecard method is considered appropriate for public sector organizations (such as hospital) since it emphasizes on financial quantitative and non financial qualitative aspects. The purpose of this study is to assess the performance of Sleman General Hospital based on the Balanced Scorecard method. The performance measurement of Sleman General Hospital includes financial perspective, customer perspective, internal business processes perspective, and learning and growth perspective.

This is a case study at Sleman General Hospital. There are some data collection techniques such as questionnaires, interviews, and documentation. Data analysis techniques are: financial perspective based on financial ratio analysis while customer perspective, internal business processes, and learning and growth process employ descriptive analysis.

Based on the analysis, the results showed that, the financial performance of Sleman General Hospital based on the liquidity, solvency, activity, and return on investment ratios, and cost recovery rate were quite well category. Based on the customer's perspective, the performance of Sleman General Hospital was good category. Its performance from internal business process perspective showed good category and the performance of the learning and growth perspective was excellent.


(19)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tekanan terhadap organisasi pemerintah baik pusat dan daerah serta perusahaan milik pemerintah, dan organisasi sektor publik lainnya untuk memperbaiki kinerjanya mendorong dibangunnya sistem manajemen organisasi sektor publik yang berbasis kinerja. Manajemen berbasis kinerja membutuhkan alat yang disebut pengukuran kinerja dan pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk melakukan penilaian kinerja, yaitu untuk menilai sukses atau tidaknya suatu organisasi, program, atau kegiatan.

Pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumberdaya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, perbandingan hasil kegiatan dengan target, dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan (Robertson dalam Mahmudi, 2010: 6).

Selama ini pengukuran kinerja hanya dilakukan secara tradisional dan hanya menitikberatkan pada sisi finansial. Perusahaan dengan pencapaian hasil keuangan yang tinggi dianggap sebagai perusahaan yang berhasil. Pengukuran kinerja yang berpedoman pada ukuran-ukuran keuangan atau finansial saja tidak akan dapat memberikan gambaran yang nyata mengenai kondisi perusahaan sesungguhnya. Selain kurang dapat menyediakan


(20)

2 informasi yang dibutuhkan untuk mengukur dan mengelola semua kompetensi perusahaan, ukuran finansial hanya menjelaskan berbagai peristiwa masa lalu.

Pandangan tradisional terhadap pengukuran kinerja organisasi sering hanya menekankan pada minimalisasi biaya. Sistem pengukuran kinerja modern selain menilai input dan output juga menilai tingkat fleksibilitas organisasi melayani pelanggan. Dalam melakukan pengukuran kinerja pada sektor publik sudah selayaknya meninggalkan pandangan tradisional di atas dan beralih pada pandangan modern, karena semua jasa dan produk yang dihasilkan organisasi sektor publik ditujukan untuk memenuhi harapan dan keinginan masyarakat (Mahsun, 2006: 30).

Oleh sebab itu, Kaplan (2010: 2) memperkenalkan suatu alat untuk pengukuran kinerja perusahaan, yaitu Balanced Scorecard. Kaplan dan Norton (2000: 2) menyatakan Balanced Scorecard menerjemahkan misi dan strategi perusahaan ke dalam seperangkat ukuran yang menyeluruh yang memberikan kerangka kerja bagi pengukuran dan sistem manajemen strategis. Scorecard mengukur kinerja perusahaan pada empat perspektif yang seimbang (balanced): finansial, pelanggan, proses bisnis internal, dan proses pembelajaran serta pertumbuhan.

Penggunaan metode Balanced Scorecard dalam pengukuran kinerja organisasi memungkinkan pelaksanaan pengukuran kinerja organisasi dari aspek keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan berdasarkan capaian sasaran yang telah ditetapkan oleh


(21)

organisasi dengan mengacu pada tujuan, visi, dan misi yang telah dicanangkan.

Saat ini, Balanced Scorecard tidak hanya digunakan oleh organisasi bisnis tetapi juga organisasi sektor publik. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur dengan hukum (Mahsun, dkk., 2011). Penerapan Balanced Scorecard pada sektor bisnis dimaksudkan untuk meningkatkan persaingan (competitiveness), sedangkan untuk sektor publik lebih menekankan pada nilai misi dan pencapaian (mission, value, effectiveness). Balanced Scorecard dinilai cocok untuk organisasi sektor publik karena Balanced Scorecard tidak hanya menekankan pada aspek kuantitatif-finansial, tetapi juga aspek kualitatif dan nonfinansial. Hal ini sejalan dengan sektor publik yang menempatkan laba bukan hanya sebagai ukuran kinerja utama, namun pelayanan yang cenderung bersifat kualitatif dan non-finansial (Mahmudi 2010: 133).

Pengadopsian Balanced Scorecard ke dalam organisasi sektor publik bertujuan untuk meningkatkan kinerja organsisasi sektor publik, karena kasus di beberapa perusahaan besar yang menerapkan Balanced Scorecard menunjukkan bahwa Balanced Scorecard merupakan alat manajemen yang powerful untuk mendongkrak kinerja organisasi (Mahmudi 2010: 133). Rerangka Balanced Scorecard tersebut tidak terbatas untuk organisasi bisnis, akan tetapi organisasi sektor publik dapat menggunakannya dengan


(22)

4 penempatan tumpuan (leverage) yang berbeda. Jika dalam organisasi bisnis, tumpuannya adalah pada perspektif keuangan, maka dalam organisasi sektor publik tumpuannya adalah pada perspektif pelanggan karena pelayanan publik merupakan bottom line organisasi (Mahmudi, 2010: 143).

Salah satu perintis penggunaan instrumen Balanced Scorecard dalam skala besar dilaksanakan oleh Ontario Hospital Association di Kanada. Asosiasi ini memutuskan untuk mengadopsi Balanced Scorecard untuk mengevaluasi kinerja 89 rumah sakit di wilayah tersebut dan hal itu dilaksanakan pertama kali pada tahun 1998. Sejak tahun 2001, Balanced Scorecard telah dikembangkan untuk berbagai jenis pelayanan rumah sakit seperti perawatan, pelayanan darurat dan pelayanan gawat darurat (Bisbe, 2012).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang dimaksud rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah sakit ini memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Rumah sakit pada umumnya difungsikan untuk melayani masyarakat dan menyediakan sarana kesehatan untuk masyarakat, bukan semata-mata mencari laba. Dalam rangka menjalankan fungsinya perlu sebuah sistem manajemen menyeluruh yang dimulai dari proses perencanaan strategik, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Suatu rencana strategik disebut baik jika perencanaan tersebut dapat ditindaklanjuti secara


(23)

praktis ke dalam program-program operasional yang berorientasi kepada economic-equity-quality. Hal ini berarti pengelolaan rumah sakit dilakukan secara efektif dan efisien, melayani segala lapisan masyarakat dengan memberikan pelayanan berkualitas. Rumah sakit dituntut untuk mampu memberikan pelayanan memuaskan, profesional dengan harga bersaing sehingga strategi dan kinerja rumah sakit berorientasi pada pelanggan (pasien). Oleh karena itu, diperlukan pengukuran dengan Balanced Scorecard yang diharapkan dapat menjawab tuntutan dan tantangan zaman (Utama, 2013).

Rumah sakit yang baik tentu saja memberikan pelayanan berdasarkan kebutuhan pasien, bukan atas dasar untuk meningkatkan pemasukan keuangan rumah sakit atau penghasilan karyawan (Bose dan Keith dalam Handayani, 2011). Perubahan-perubahan yang terjadi pada organisasi kesehatan saat ini karena adanya tekanan untuk menurunkan biaya, meningkatkan kualitas pelayanan serta mengikuti petunjuk-petunjuk dan peraturan-peraturan yang ketat, telah memaksa profesional di bidang pelayanan kesehatan menguji ulang tentang bagaimana cara mereka mengevaluasi kinerja dari organisasi pelayanan itu (Gasperz dalam Handayani, 2011).

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pengukuran kinerja Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sleman berdasarkan metode Balanced Scorecard, yang meliputi perspektif finansial, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran?


(24)

6

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui kinerja RSUD Sleman berdasarkan perspektif finansial, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi: 1. Rumah Sakit

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi RSUD Sleman mengenai pengukuran kinerja dengan metode Balanced Scorecard.

2. Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi kepustakaan dan dapat digunakan oleh pihak-pihak yang ingin menambah wawasan mengenai pengukuran kinerja menggunakan Balanced Scorecard.

3. Penulis

Penelitian ini diharapkan menjadi sarana untuk pengembangan diri dan menerapkan teori yang telah didapatkan selama masa kuliah serta menambah wawasan baru mengenai masalah yang diteliti.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I : Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.


(25)

BAB II : Landasan Teori

Bab ini berisi teori-teori yang digunakan sebagai dasar penelitian. BAB III : Metode Penelitian

Bab ini terdiri dari jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subyek dan obyek penelitian, teknik pengumpulan data, populasi dan sampel, variabel penelitian dan definisi operasional, dan pengujian instrumen penelitian.

BAB IV : Gambaran Umum Perusahaan

Bab ini terdiri dari sejarah, visi dan misi, struktur organisasi dan kelembagaan RSUD Sleman

BAB V : Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini terdiri dari analisis data dan pembahasan hasil penelitian. BAB VI : Penutup

Bab ini terdiri dari kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran.


(26)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengukuran Kinerja

1. Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja

Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Kinerja bisa diketahui apabila individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai (Mahsun, dkk, 2006: 25).

Kinerja adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi tersebut bersifat profit oriented dan nonprofit oriented yang dihasilkan selama satu periode waktu. Menurut Indra Bastian (dalam Fahmi, 2010) kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi.

Menurut Larry D. Stout (dalam Yuwono, 2002), pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses.


(27)

Penilaian kinerja adalah suatu penilaian yang dilakukan kepada pihak manajemen perusahaan baik para karyawan maupun manajer yang selama ini telah melakukan pekerjaannya. Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (dalam Fahmi 2010: 65) penilaian kinerja merupakan proses mengevaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu set standar, dan kemudian mengomunikasikan informasi tersebut.

Jadi, pengukuran kinerja merupakan penilaian dan pengukuran kemajuan dan pencapaian pelaksanaan kegiatan terhadap standar, kriteria, sasaran, dan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, guna mendukung pencapaian misi organisasi, termasuk penilaian terhadap efisiensi dan efektifitas aktivitas organisasi.

2. Manfaat Pengukuran Kinerja

Bagi pihak manajemen perusahaan ada banyak manfaat dengan dilakukannya pengukuran kinerja (Fahmi 2010: 66). Pengukuran kinerja dimanfaatkan untuk:

a. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum.

b. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti: promosi, transfer, dan pemberhentian.


(28)

10 c. Mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.

d. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.

e. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.

Menurut Lynch dan Cross (dalam Yuwono, 2002) manfaat pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:

a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.

b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal.

c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).

3. Sistem Pengukuran Kinerja Tradisional

Konsep tradisional merupakan konsep pengukuran kinerja yang sering sekali digunakan perusahaan karena mudah melakukan penilaiannya. Menurut Mulyadi dan Setiawan (dalam Aurora, 2010), ukuran keuangan tidak dapat menggambarkan kondisi riil perusahaan di


(29)

masa lalu dan tidak mampu menuntun sepenuhnya perusahaan ke arah yang lebih baik, serta hanya berorientasi jangka pendek. Ukuran keuangan yang biasa digunakan adalah rasio-rasio keuangan yang meliputi:

a. Rasio likuiditas yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek bila jatuh tempo.

b. Rasio leverage yang mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai oleh hutang.

c. Rasio aktivitas yang mengukur seberapa efektif manajemen yang ditujukan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan investasi perusahaan.

d. Rasio pertumbuhan yang mengukur kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya di dalam pertumbuhan ekonomi dan industri.

e. Rasio penilaian yang mengukur kemampuan manajemen dalam menciptakan nilai pasar yang melampaui pengeluaran biaya investasi. 4. Pengukuran Kinerja Sektor Publik

Pengukuran kinerja merupakan alat untuk menilai kesuksesan organisasi. Dalam konteks organisasi sektor publik, kesuksesan organisasi itu akan digunakan untuk mendapatkan legitimasi dan dukungan publik. Masyarakat akan menilai kesuksesan organisasi sektor publik melalui kemampuan organisasi dalam memberikan pelayanan publik yang relatif murah dan berkualitas. Pelayanan publik tersebut yang menjadi bottom line dalam organisasi sektor publik (Mahmudi, 2010: 12).


(30)

12 Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud. Pertama, pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumberdaya dan pembuatan keputusan. Ketiga, ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.

Pada dasarnya memang terdapat perbedaan antara fokus pengukuran kinerja sektor swasta komersial dengan organisasi layanan publik. Sektor swasta komersial berfokus pada perspektif finansial sedangkan organisasi layanan publik berfokus pada pelanggan. Dengan demikian fokus pengukuran kinerja sektor publik justru terletak pada outcome (hasil) dan bukan pada input dan proses. Outcome yang mampu memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat menjadi tolak ukur keberhasilan organisasi publik.

5. Tujuan Pengukuran Kinerja Sektor Publik

Menurut Mahmudi (2010: 14) tujuan dilakukannya penilaian kinerja di sektor publik adalah:


(31)

a. Mengetahui Tingkat Ketercapaian Tujuan Organisasi

Pengukuran kinerja pada organisasi sektor publik digunakan untuk mengetahui ketercapaian tujuan organisasi. Penilaian kinerja berfungsi sebagai tonggak (milestone) yang menunjukkan tingkat ketercapaian tujuan dan juga menunjukkan apakah organisasi berjalan sesuai arah atau menyimpang dari tujuan yang ditetapkan. Pengukuran kinerja juga digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan yang terkait dengan operasional organisasi, yang dapat diatasi dengan menyesuaikan proses yang ada dan mengindikasikan permasalahan-permasalahan yang lebih mendasar yang membutuhkan penyesuaian strategi organisasi (Argyris dalam Mahmudi 2010: 14).

b. Menyediakan Sarana Pembelajaran Pegawai

Pengukuran kinerja merupakan pendekatan sistematik dan terintegrasi untuk memperbaiki kinerja organisasi dalam rangka mencapai tujuan strategik organisasi dan mewujudkan visi dan misinya. Pengukuran kinerja merupakan sarana untuk pembelajaran pegawai tentang bagaimana seharusnya mereka bertindak dan memberikan dasar dalam perubahan perilaku, sikap, skill, atau pengetahuan kerja yang harus dimiliki pegawai untuk mencapai hasil kerja terbaik.

c. Memperbaiki Kinerja Periode-Periode Berikutnya

Pengukuran kinerja dilakukan sebagai sarana pembelajaran untuk perbaikan kinerja di masa yang akan datang. Penerapan sistem pengukuran kinerja dalam jangka panjang bertujuan untuk membentuk


(32)

14 budaya berprestasi (achievement culture) di dalam organisasi. Budaya kinerja dapat diciptakan apabila sistem pengukuran kinerja mampu menciptakan atmosfir organisasi sehingga setiap orang dalam organisasi dituntut untuk berprestasi.

d. Memberikan Pertimbangan yang Sistematik dalam Pembuatan Keputusan Pemberian Penghargaan (reward) dan Hukuman (punishment)

Pengukuran kinerja bertujuan memberikan dasar sistematik bagi manajer untuk memberikan reward atau punishment. Sistem manajemen kinerja modern diperlukan untuk mendukung sistem gaji berdasarkan kinerja. Untuk mengimplementasikan sistem penggajian berbasis kinerja, maka organisasi sektor publik harus memiliki sistem manajemen kinerja yang modern, efektif, dan valid.

e. Motivasi Pegawai

Pengukuran kinerja bertujuan meningkatkan motivasi pegawai. Dengan adanya pengukuran kinerja yang dihubungkan dengan manajemen kompensasi, maka pegawai yang berkinerja tinggi akan memperoleh reward.

f. Menciptakan Akuntabilitas Publik

Pengukuran kinerja merupakan salah satu alat untuk mendorong terciptanya akutabilitas publik. Pengukuran kinerja menunjukkan seberapa besar kinerja manajerial dicapai, seberapa bagus kinerja


(33)

finansial organisasi, dan kinerja lainnya yang menjadi dasar penilaian akuntabilitas.

B. Balanced Scorecard

1. Pengertian Balanced Scorecard

Balanced Scorecard adalah serangkaian ukuran yang dirancang untuk mengkaji kinerja organisasi yang dicetuskan oleh Kaplan dan Norton pada tahun 1990 sebagai model baru penilaian kinerja organisasi. Kaplan dan Norton (2000: 22) menyatakan bahwa kerangka kerja Balanced Scorecard menerjemahkan visi, misi dan strategi organisasi dalam mengukur kinerja organisasi masa depan, dan memerlukan ukuran kinerja yang komprehensif melalui empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses internal dan pertumbuhan dan pembelajaran.

Menurut Yuwono, Sukarno, dan Ichsan (dalam Setiawati, 2004), Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen pengukuran dan pengendalian secara cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performance kinerja.

2. Balanced Scorecard pada Organisasi Sektor Publik

Penerapan Balanced Scorecard dalam organisasi sektor publik membutuhkan modifikasi, namun modifikasi tersebut tidak berarti harus berbeda dengan Balanced Scorecard untuk organisasi bisnis. Mahmudi (2005) menjelaskan tentang keempat perspektif dalam Balanced Scorecard untuk sektor publik sebagai berikut:


(34)

16 a. Perspektif Keuangan

Penyedia sumberdaya finansial pada sektor publik adalah para pembayar pajak atau pengguna layanan publik yang membayar atas jasa yang diterimanya sehingga organisasi harus berfokus pada sesuatu yang diharapkan oleh masyarakat yang membayar tersebut. Mereka mengharapkan uang yang telah dibayarkan digunakan secara efektif dan efisien.

Meskipun organisasi sektor publik tidak mengejar laba, organisasi perlu memikirkan bagaimana meningkatkan pendapatan atau mengurangi biaya sehingga bisa meningkatkan kemandirian fiskal yang dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan. Beberapa ukuran kinerja yang digunakan pada perspektif keuangan misalnya pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan pajak, penghematan anggaran dan indikator lain yang terkait keuangan organisasi.

Penilaian kinerja keuangan rumah sakit pemerintah daerah yang berstatus BLUD menurut Permendagri No. 61 Tahun 2007 didasarkan pada tingkat kemampuan BLUD dalam:

1) Memperoleh hasil usaha atau hasil kerja dari layanan yang diberikan (rentabilitas).

2) Memenuhi kewajiban jangka pendeknya (likuiditas). 3) Memenuhi seluruh kewajibannya (solvabilitas).

4) Kemampuan penerimaan dari jasa layanan untuk membiayai pengeluaran (cost recovery rate).


(35)

b. Perspektif Pelanggan

Tinjauan dari perspektif pelanggan antara sektor publik dan bisnis pada dasarnya sama yaitu mengetahui bagaimana pelanggan melihat organisasi. Pelanggan sektor publik yang utama adalah masyarakat pembayar pajak atau masyarakat pengguna layanan publik. Pada perspektif pelanggan, organisasi sektor publik difokuskan untuk memenuhi kepuasan masyarakat melalui penyediaan barang dan pelayanan publik yang berkualitas dengan harga yang terjangkau.

Organisasi sektor publik harus mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan dan membuat ukuran-ukuran kepuasan tersebut, sebab tujuan organisasi sektor publik secara makro adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kepuasan pelanggan tersebut akan memicu kesuksesan kinerja lain yaitu kinerja keuangan.

Pada organisasi pelayanan kesehatan, dalam hal ini rumah sakit, pelanggan atau pasien dapat menjadi salah satu sumber pendapatan demi kelangsungan jalannya organisasi dengan membayar sejumlah uang atas pelayanan yang diterimanya. Akan tetapi, kualitas pelayanan terhadap pelanggan atau pasien harus lebih diprioritaskan karena menyangkut kelangsungan hidup pasien.

Menurut Zeithaml, Parasuraman, dan Berry (dalam Riduwan, 2007: 21) terdapat lima dimensi penentu kualitas layanan yang dinamakan konsep Servqual.


(36)

18 Lima dimensi tersebut yaitu:

1) Tangibles atau wujud fisik, adalah penampakan fisik dari gedung, peralatan, pegawai, dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki oleh providers.

2) Reliability atau keandalan adalah kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat.

3) Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk mendorong customers dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas.

4) Assurance atau kepastian/jaminan adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada customers.

5) Emphaty adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh providers kepada customers.

c. Perspektif Proses Bisnis Internal

Perspektif proses bisnis internal pada organisasi publik yaitu untuk membangun keunggulan organisasi melalui perbaikan proses internal organisasi secara berkelanjutan. Tujuan strategik dalam perspektif proses bisnis internal ini adalah mendukung perspektif keuangan dan perspektif pelanggan.

Beberapa tujuan atau sasaran pada perspektif proses bisnis internal misalnya peningkatan proses layanan, perbaikan siklus layanan, peningkatan kapasitas infrastruktur dan pemutakhiran


(37)

teknologi. Pengintegrasian proses layanan pelanggan secara langsung akan mempengaruhi kepuasan pelanggan dan secara tidak langsung akan berdampak pada kinerja keuangan.

Menurut Mahmudi (2010: 145), dalam rangka meningkatkan kinerja pada perspektif proses bisnis internal, organisasi sektor publik harus mengidentifikasi dan mengukur kompetensi inti organisasi, mengidentifikasi proses utama pelayanan, mengidentifikasi teknologi utama yang perlu dimiliki dan menentukan ukuran dan target kinerja. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kinerja pada perspektif proses bisnis internal dapat ditingkatkan apabila didukung beberapa faktor antara lain: ketersediaan peralatan, sarana dan prasarana yang memadai, dan proses pelayanan yang baik.

d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dalam organisasi sektor publik difokuskan untuk melakukan perbaikan dan menambah nilai bagi pelanggan dan stakeholder-nya. Sasaran atau tujuan yang ditetapkan pada perspektif ini akan berpengaruh terhadap perspektif lainnya. Beberapa sasaran atau tujuan untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ini antara lain peningkatan kemampuan pegawai dan peningkatan motivasi pegawai.

Menurut Kaplan dan Norton (2000: 109), organisasi tidak hanya menekankan investasi peralatan saja tetapi organisasi juga harus berinvestasi dalam infrastruktur yaitu orang, sistem, dan prosedur jika


(38)

20 ingin mencapai pertumbuhan jangka panjang. Tiga kategori utama untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah kemampuan karyawan, kemampuan sistem informasi, motivasi, penguasaan wewenang, dan penjajaran. Oleh sebab itu, selain pemanfaatan sarana, prasarana, dan teknologi yang tersedia secara optimum, kemampuan dan motivasi yang dimiliki oleh karyawan juga sangat mempengaruhi kualitas pelayanan.

Keith Davis (1985 dalam Hartati, 2012) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah faktor-faktor kemampuan dan faktor motivasi.

1) Kemampuan

Menurut Keith Davis (1985 dalam Hartati, 2012), kemampuan pegawai dipengaruhi oleh faktor pengetahuan dan keterampilan. Sebagaimana dirumuskan: ability = knowledge + skill. Secara psikologis, kemampuam pegawai terdiri dari kemampuan potensi dan kemampuan reality. Artinya, pegawai yang memiliki kemampuan di atas rata-rata dengan pendidikan dan pengetahuan yang memadai untuk menjalankan pekerjaan terampil dalam mengerjakanan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja (prestasi) yang diharapkan.

2) Motivasi

Teori motivasi yang dikemukakan Mc.Clelland (1961 dalam Hartati, 2012) menyebutkan bahwa pegawai mempunyai energi


(39)

potensial. Energi akan dimanfaatkan oleh pegawai karena didorong oleh motif, harapan, dan insentif. Motif adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Harapan adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku untuk tercapainya tujuan. Insentif yakni memotivasi bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar.

3. Pengukuran Kinerja Rumah Sakit dengan Balanced Scorecard

Konsep pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard merupakan konsep pengukuran kinerja yang tidak menggunakan indikator tunggal dalam menilai suatu organisasi. Pengukuran kinerja yang hanya memandang dari aspek finansial saja sudah tidak relevan dalam pengambilan keputusan, karena indikator-indikator keuangan dianggap tidak proaktif terhadap masalah-masalah potensial seperti masalah operasional (indikator nonfinansial). Ukuran keuangan dan nonkeuangan sangat penting dan merupakan satu kesatuan yang saling mendukung serta dapat menilai kinerja organisasi secara keseluruhan.

Rumah sakit sebagai salah satu contoh organisasi publik yang memberikan pelayanan kepada masyarakat sama dengan organisasi sektor publik lainnya bertujuan untuk memberikan pelayanan optimal dan memberikan kepuasan bagi pengguna jasa mereka. Balanced scorecard


(40)

22 dapat digunakan sebagai alat bagi manajemen untuk mengukur kinerja organisasi pelayanan kesehatan (Fourika, 2006).

Berbasis pada konsep Balanced Scorecard, indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan rumah sakit sebagai sebuah lembaga usaha tersusun atas empat perspektif yaitu: pemberdayaan dan pengembangan sumberdaya manusia; proses pelaksanaan kegiatan; kepuasan pengguna, pemberi subsidi, dan/atau pemberi donor kemanusiaan; keuangan (Trisnantoro, 2005).

a. Perspektif Pelanggan

Perspektif pelanggan merupakan cara pelanggan memandang kita (organisasi) dan bagaimana kita melihat pelanggan. Menurut Kaplan dan Norton (2000: 59) terdapat lima ukuran utama dalam perspektif ini yaitu pangsa pasar, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan, kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan. Ukuran dalam perspektif pelanggan digunakan untuk mengukur seberapa baik organisasi memenuhi permintaan dan kebutuhan pelanggan, kemudian melakukan antisipasi mengenai apa yang diperlukan pelanggan di masa mendatang (Chow, 1998 dalam Fourika, 2006).

Dalam hubungannya dengan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit maka pada perspektif ini, beberapa hal yang harus dipertimbangkan antara lain: tindakan yang dilakukan agar pelanggan (pasien) puas atas pelayanan kesehatan yang telah diberikan, penyelesaian dan tanggapan yang diberikan jika ada keluhan dari


(41)

pelanggan, pemenuhan harapan pelanggan. Perspektif ini jika dilakukan dengan baik maka akan mendukung tercapainya kinerja keuangan.

1) Retensi Pelanggan (Customer Retention)

Menurut Kaplan dan Norton (2000: 61) cara untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar dalam segmen pelanggan sasaran diawali dengan mempertahankan pelanggan yang ada di segmen tersebut. Menurut Handayani (2011) customer retention mengukur seberapa besar perusahaan berhasil mempertahankan pelanggan-pelanggan lama. Pengukuran retensi pelanggan rumah sakit yaitu dengan membandingkan jumlah pasien lama dengan total pasien. Semakin besar tingkat retensi pelanggan maka kinerja rumah sakit semakin baik.

2) Akuisisi Pelanggan (Customer Acquisition)

Menurut Kaplan dan Norton (2000: 61) akuisisi pelanggan dapat diukur dengan banyaknya jumlah pelanggan baru. Menurut Handayani (2011) akuisisi pelanggan rumah sakit dapat diukur dengan banyaknya jumlah pasien baru. Penghitungan akuisisi pelanggan yaitu jumlah pasien baru dibagi dengan jumlah total pasien pada tahun tersebut. Semakin besar tingkat akuisisi menunjukkan kinerja rumah sakit semakin baik.


(42)

24 3) Kepuasan Pelanggan

Menurut Kaplan dan Norton (2000: 61) retensi dan akuisisi pelanggan ditentukan oleh usaha perusahaan untuk dapat memuaskan berbagai kebutuhan pelanggan. Ukuran kepuasan pelanggan memberikan umpan balik mengenai seberapa baik perusahaan melaksanakan bisnis. Pengukuran terhadap tingkat kepuasan konsumen dilakukan dengan berbagai teknik antara lain interview, survey, dan personal view.

b. Perspektif Proses Bisnis Internal

Menurut Chow (1998 dalam Fourika: 2006) perspektif ini merupakan kemampuan organisasi dalam proses pelayanan untuk memenuhi harapan pelanggan. Proses ini dapat dievaluasi melalui beberapa indikator seperti survei kepada pasien mengenai proses administrasi dan pelayanan kesehatan, teknologi yang digunaakan, sikap pegawai, komunikasi dengan pegawai, ketepatan waktu pelayanan kesehatan dan lain-lain.

1) Proses Inovasi

Menurut Kaplan dan Norton (2000: 84) proses inovasi merupakan proses internal yang sangat penting. Menurut Kaplan dan Norton (2000: 85) proses inovasi terdiri dari dua komponen. Pertama, para manajer melaksanakan penelitian penelitian pasar untuk mengenali ukuran pasar, bentuk preferensi pelanggan, dan tingkat harga produk dan jasa sasaran. Kedua, proses inovasi juga mencakup


(43)

membayangkan peluang dan pasar baru bagi produk dan jasa yang dapat dipasok perusahaan. Menurut Handayani (2011) proses inovasi yang mewakili perspektif proses bisnis internal diukur dengan banyaknya produk baru yang dihasilkan.

2) Proses Operasi

Ini merupakan tahapan di mana rumah sakit berupaya untuk memberikan solusi kepada pasien dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien. Menurut Handayani (2011) terdapat beberapa komponen yang menjadi tolok ukur pada proses operasi, komponen tersebut adalah jumlah kunjungan rawat jalan dan jumlah kunjungan rawat inap. Tingkat kunjungan rawat jalan dapat dihitung dengan jumlah kunjungan pasien untuk berobat selama hari buka klinik rumah sakit. Sementara itu, indikator-indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kunjungan rawat inap adalah BOR, ALOS, TOI, BTO, GDR, dan NDR. BOR adalah persentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran mengenai tinggi rendahnya pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. ALOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Selain memberikan gambaran tingkat efisiensi, ALOS juga memberikan gambaran mutu pelayanan. TOI adalah rata-rata hari di mana tempat tidur tidak ditempati dari telah terisi ke saat terisi berikutnya. BTO adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai


(44)

26 dalam satu satuan waktu tertentu. NDR adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk setiap 1.000 penderita keluar. GDR adalah angka kematian umum untuk setiap 1.000 penderita keluar. Selain dua tolok ukur tersebut, terdapat tolok ukur lain yang dapat digunakan yaitu waktu tunggu pasien untuk mendapatkan pelayanan (respon time).

c. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Aspek ini melihat kemampuan pegawai, kualitas sistem informasi, teknologi proses, efek dari penyelarasan organisasi dalam menunjang pencapaian sasaran dan tujuan (Robertson, 2002 dalam Fourika, 2006). Proses ini dapat berhasil dengan baik jika ada pegawai yang mempunyai keahlian memadai dan termotivasi serta didukung oleh adanya informasi yang akurat dan tepat waktu. Perspektif ini memuat indikator tentang sejumlah manfaat dari pengembangan baru dan bagaimana hal ini dapat memberikan kontribusi bagi keberhasilan organisasi di masa depan.

Perspektif ini menyatakan bahwa karyawan medik, paramedik, dan karyawan lain merupakan komponen penting rumah sakit yang harus diberdayakan. Mutu proses pelayanan kesehatan akan meningkat jika karyawan rumah sakit mempunyai komitmen dan terlatih dalam pekerjaannya (Trisnantoro, 2005). Menurut Kaplan dan Norton (2000: 111) pengukuran kinerja dari perspektif pembelajaran dan


(45)

pertumbuhan menggunakan tiga indikator yaitu retensi karyawan, kepuasan karyawan dan produktivitas pekerja.

1) Kepuasan Karyawan

Menurut Kaplan dan Norton (2000: 112) tujuan kepuasan karyawan menyatakan bahwa moral pekerja dan kepuasan kerja secara keseluruhan saat ini dipandang sangat penting oleh sebagian besar perusahaan. Pekerja yang puas merupakan pra-kondisi bagi meningkatnya produktivitas, daya tanggap, mutu, dan layanan pelanggan. Oleh karena itu, perusahaan yang ingin mencapai tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi perlu memiliki pelanggan yang dilayani oleh pekerja yang terpuaskan oleh perusahaan. 2) Retensi Karyawan

Tujuan retensi karyawan adalah untuk mempertahankan selama mungkin para pekerja yang diminati perusahaan (Kaplan, 2000: 113). Perusahaan membuat investasi jangka panjang dalam diri para pekerja sehingga setiap kali ada pekerja berhenti yang bukan atas keinginan perusahaan merupakan suatu kerugian modal intelektual bagi perusahaan. Para pekerja yang bekerja dalam jangka yang lama dan loyal membawa nilai perusahaan, pengetahuan tentang berbagai proses organisasional, dan diharapkan sensitivitasnya terhadap kebutuhan para pelanggan.


(46)

28 3) Produktivitas Karyawan

Menurut Kaplan dan Norton (2000: 113) produktivitas karyawan adalah suatu ukuran hasil, dampak keseluruhan usaha peningkatan moral dan keahlian pekerja, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah membandingkan keluaran yang dihasilkan oleh para pekerja dengan jumlah pekerja yang dikerahkan untuk menghasilkan keluaran tersebut. Ukuran produktivitas yang paling sederhana adalah pendapatan per pekerja. Semakin efektifnya pekerja dalam menjual lebih banyak produk dan jasa dengan nilai tambah yang meningkat, pendapatan per pekerja seharusnya juga meningkat.

4) Rasio Pelatihan Pegawai

Menurut Kaplan dan Norton (2000: 115) tuntutan akan pentingnya pelatihan ulang para pekerja dapat dipandang dalam dua dimensi: tingkat pelatihan ulang yang dibutuhkan dan persentase tenaga kerja yang membutuhkan pelatihan ulang. Bila pelatihan ulang rendah, latihan dan pendidikan normal sudah cukup bagi perusahaan untuk mempertahankan kapabilitas pekerja.

d. Perspektif Keuangan

Perspektif finansial pada pengukuran kinerja rumah sakit dapat diukur dengan melakukan survei terhadap para pimpinan rumah sakit mengenai kinerja keuangannya, penggunaan dana, perolehan pendapatan, pengeluaran dan kesesuaian dengan anggaran.


(47)

Menurut Trisnantoro (2005) perspektif keuangan merupakan hal penting untuk rumah sakit. Aspek keuangan yang kuat akan memungkinkan rumah sakit berbuat lebih banyak dalam melaksanakan berbagai misinya. Lebih lanjut, secara berkesinambungan rumah sakit dengan aspek keuangan mantap akan senantiasa meningkatkan mutu proses pelayanan dengan perbaikan fasilitas medik dan fisik rumah sakit serta pengembangan sumberdaya manusia.

Menurut Herry (2015), jenis rasio keuangan yang sering digunakan untuk menilai kondisi keuangan dan kinerja perusahaan, antara lain:

1) Rasio likuiditas, merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang segera jatuh tempo. Menurut Hartati (2012) rasio likuiditas yang sering digunakan adalah current ratio. Current ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang segera jatuh tempo dengan menggunakan total aset lancar yang tersedia. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung current ratio:

Current ratio =

Menurut Syaaf (2000 dalam Hartati, 2012) ukuran baku current ratio perumahsakitan adalah sebesar 1,75 – 2,75.


(48)

30 2) Rasio struktur modal atau rasio solvabilitas atau rasio leverage, merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya. Salah satu rasio yang dipakai dalam mengukur solvabilitas rumah sakit adalah rasio modal sendiri terhadap total aset. Rasio ini menjelaskan besarnya pembiayaan kekayaan total rumah sakit yang dibiayai dari modal sendiri. Menurut Syaaf (2000 dalam Hartati, 2012) ukuran baku rasio modal sendiri dengan total aset perumahsakitan sebesar 0,4 – 0,5.

Rasio modal sendiri dengan total aset =

3) Rasio aktivitas, merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi atas pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki perusahaan atau untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Rasio ini digunakan oleh rumah sakit untuk menganalisis hubungan antara pendapatan usaha/operasional dengan investasi dalam berbagai bentuk aktiva, antara lain periode perputaran piutang dan perputaran total aset. a) Periode perputaran piutang usaha (collection period)

merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang tertanam dalam piutang usaha akan berputar dalam satu periode atau berapa lama (dalam hari) rata-rata penagihan piutang usaha. Menurut Syaaf (2000 dalam Hartati, 2012)


(49)

ukuran baku periode perputaran piutang perumahsakitan adalah sebesar 50 – 70 hari.

Collection period =

b) Perputaran total aset (total asset turnover) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur keefektifan total aset yang dimiliki perusahaan dalam menghasilkan penjualan. Menurut Syaaf (2000 dalam Hartati, 2012) ukuran baku perputaran aset perumahsakitan sebesar 0,9 – 1,1.

Total asset turnover =

4) Rasio return on investment, mengukur tingkat kembalian investasi yang telah dilakukan perusahaan baik dengan menggunakan total aktiva yang dimiliki perusahaan maupun menggunakan dana yang berasal dari pemilik. Rasio ROI yang dipakai untuk mengukur kinerja keuangan rumah sakit adalah return on asset (ROA) dan return on equity (ROE). Return on asset merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan secara keseluruhan dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. Menurut Syaaf (2000 dalam Hartati, 2012) ukuran baku return on asset perumahsakitan sebesar 0,025 – 0,15.


(50)

32 Return on equity merupakan rasio yang memperlihatkan sejauh mana perusahaan mengelola modal sendiri secara efektif. Rumus penghitungan ROE yaitu:

5) Cost Recovery Rate (CRR), merupakan nilai yang menunjukkan seberapa besar kemampuan rumah sakit menutup biayanya (tidak termasuk gaji dan tunjangan PNS) dari total pendapatan rumah sakit (tidak termasuk subsidi pemerintah). Menurut Hartati (2012) nilai ideal CRR adalah > 1 atau > 100%.

CRR =

Fourika (2006) mengungkapkan keuntungan penggunaan pendekatan Balanced Scorecard pada organisasi pelayanan kesehatan adalah:

a. Memberikan kekuatan bagi pemimpin organisasi untuk mempertimbangkan dan memperhatikan semua ukuran operasional penting ke dalam satu kemasan (terintegrasi).

b. Membantu menciptakan penggabungan yang penting bagi pelayanan kesehatan agar dapat dikelola seperti bagian lain pada proses bisnis. c. Secara signifikan dapat meningkatkan kemungkinan pencapaian

kinerja yang diinginkan.

Keuntungan lain dari penggunaan pendekatan Balanced Scorecard bahwa pendekatan ini bersifat komprehensif (menyeluruh) dan koheren, tidak


(51)

hanya mengukur aspek keuangan saja tetapi juga menilai aspek nonkeuangan.

C. Rumah Sakit Pemerintah Daerah sebagai Badan Layanan Umum (BLU)

1. Pengertian,Tujuan, dan Asas BLU

Definisi Badan Layanan Umum menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 pasal 1 ayat 23 adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Tujuan Badan Layanan Umum tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005. Menurut PP Nomor 23 Tahun 2005 Pasal 2, tujuan Badan Layanan Umum adalah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktik bisnis yang sehat.

Lebih lanjut, pada Pasal 3 Ayat 1 disebutkan BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan. Pasal 3 Ayat 2, BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU


(52)

34 tidak terpisah dari kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk. Pasal 3 Ayat 6 menyebutkan rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta

laporan keuangan dan kinerja kementerian

negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.

2. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Menurut Permendagri Nomor 61 Tahun 2007

Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukkan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

BLUD beroperasi sebagai perangkat kerja pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum secara lebih efektif dan efisien sejalan dengan praktik bisnis yang sehat, yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh kepala daerah. BLUD merupakan bagian dari perangkat pemerintah daerah yang dibentuk untuk membantu pencapaian tujuan pemerintah daerah, dengan status hukum tidak terpisah dari pemerintah daerah. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLUD disusun dan disajikan sebagai bagian


(53)

yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja pemerintah daerah.

Akhir Tahun 2010, RSUD Sleman dinyatakan telah memenuhi syarat untuk ditetapkan menjadi Badan Layanan Umum Daerah, berdasarkan Keputusan Bupati Sleman, nomor 384/Kep.KDH/A/2010, tanggal 27


(54)

36

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus merupakan penelitian dengan karakteristik masalah yang berkaitan dengan latar belakang dan kondisi saat ini dari subjek yang diteliti, serta interaksinya dengan lingkungan sehingga kesimpulan yang diambil berdasarkan penelitian ini hanya terbatas pada objek yang diteliti dan berlaku pada saat tertentu. Tujuan studi kasus adalah melakukan penyelidikan secara mendalam mengenai subyek tertentu untuk memberikan gambaran yang lengkap mengenai subyek tertentu (Indriantoro dan Bambang, 2002).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian: Penelitian ini dilakukan di RSUD Sleman, yang beralamat di Jalan Bhayangkara 48, Murangan, Triharjo, Kabupaten Sleman.

2. Waktu Penelitian: 29 Februari 2016 – 18 April 2016.

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subyek Penelitian ini, yaitu:

a. Subbagian keuangan dan akuntansi b. Seksi rekam medik

c. Seksi pelayanan medik d. Subbagian kepegawaian


(55)

e. Subbagian perencanaan dan evaluasi f. Instalasi rawat jalan

g. Pasien rawat jalan 2. Obyek Penelitian

Obyek yang akan diteliti pada penelitian ini, yaitu: a. Laporan keuangan rumah sakit tahun 2012-2014 b. Data respon time instalasi rawat jalan

c. Data kunjungan pasien tahun 2013-2015 d. Rekapitulasi diklat pegawai tahun 2013-2015 e. Profil SKPD tahun 2014

f. Realisasi program kegiatan tahun 2013-2015

g. Kuesioner perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

h. Peraturan Bupati Sleman Nomor 11 Tahun 2013

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Kuesioner yaitu teknik pengumpulan data dengan menyusun daftar pertanyaan secara tertulis mengenai indikator-indikator dalam Balanced Scorecard. Kuesioner dibagikan kepada pasien dan pegawai RSUD Sleman.

2. Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan mencatat data yang diperlukan dalam penelitian. Data yang dikumpulkan dengan teknik dokumentasi adalah sejarah dan gambaran umum rumah sakit, laporan


(56)

38 keuangan rumah sakit, data kunjungan pasien, data pelatihan pegawai, data respon time, dan data jumlah karyawan RSUD Sleman tahun 2013-2015. 3. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data melalui komunikasi dua arah

untuk mendapatkan data dari responden. Wawancara dilakukan kepada kepala subbagian keuangan dan akuntansi, kepala subbagian perencanaan dan evaluasi, dan kepala subbagian kepegawaian.

E. Populasi dan Sampel

Penelitian ini menggunakan dua kelompok populasi antara lain populasi pasien rawat jalan dan populasi pegawai RSUD Sleman.

1. Populasi pasien instalasi rawat jalan digunakan untuk mengukur kinerja perspektif pelanggan. Kebijakan untuk pengisian kuesioner bagi pasien, antara lain:

a. Pasien yang diberikan kuesioner terdiri dari pasien rawat jalan.

b. Keadaan pasien yang tidak memungkinkan untuk mengisi kuesioner, maka dapat diwakili oleh orang yang merawat pasien secara intensif. 2. Populasi pegawai RSUD Sleman digunakan untuk menilai kinerja dari

perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

Menurut Sugiyono (2010), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik sampling yang dipakai pada penelitian ini adalah sampling insidental. Sampling insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara


(57)

kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data. Sampel responden yang mengisi kuesioner perspektif pelanggan yaitu pasien rawat jalan berjumlah 100 orang. Sampel responden yang mengisi kuesioner perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah pegawai RSUD Sleman masing-masing berjumlah 50 orang.

F. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan empat perspektif yang terdapat dalam Balanced Scorecard dan menggunakan definisi opersional sebagai berikut:

1. Perspektif Pelanggan

Pengukuran kinerja pada perspektif ini akan menggunakan 5 dimensi yang terdiri dari tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty (Hartati, 2012).

a. Tangibles merupakan penampakan fisik dari gedung, peralatan, para pegawai, dan fasilitas-fasilitas yang dilihat dan dirasakan pengunjung atau pasien rumah sakit (Hartati, 2012). Aspek ini meliputi:

1) Peralatan operasional rumah sakit yang baik. 2) Kejelasan papan petunjuk/informasi pelayanan. 3) Kenyamanan dan kebersihan ruang pemeriksaan.

4) Ketersediaan fasilitas pendukung rumah sakit di lingkungan rumah sakit.


(58)

40 6) Kebersihan dan kerapihan berpakaian petugas.

b. Reliability merupakan kemampuan para pegawai rumah sakit dalam memberikan pelayanan secara akurat dan terpercaya. Aspek ini meliputi:

1) Kecepatan dan kemudahan dalam memberikan prosedur pelayanan. 2) Ketepatan jadwal pelayanan dijalankan.

3) Ketepatan dalam hal pencatatan pasien.

c. Responsiveness merupakan ketanggapan dan kerelaan para pegawai rumah sakit dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Aspek ini meliputi:

1) Petugas segera memberikan bantuan bila dibutuhkan pasien. 2) Tanggapan positif terhadap keluhan pasien.

3) Kejelasan penyampaian informasi kepada pasien.

d. Assurance merupakan pengetahuan dan kesopanan para pegawai rumah sakit dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Aspek ini meliputi:

1) Perilaku petugas menimbulkan rasa aman dan percaya.

2) Keramahan dan kesopanan petugas dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

3) Keterampilan para dokter, perawat, dan petugas lainnya dalam melayani pasien.

e. Emphaty merupakan perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh para pegawai rumah sakit kepada pasien. Aspek ini meliputi:


(59)

1) Pemberian informasi kepada pasien apabila ada hal baru dalam pelayanan kesehatan.

2) Ketersediaan waktu bagi pasien/keluarga pasien untuk berkonsultasi.

3) Pelayanan kepada semua pasien tanpa memandang status sosial dan lain-lain.

Selain 5 dimensi pengukuran tersebut, Handayani (2011) menyebutkan beberapa instrumen pengukuran kinerja dari perspektif pelanggan, yakni: a. Profitabilitas pelanggan mengukur keuntungan bersih yang diperoleh

dari pelanggan atau segmen tertentu setelah mengetahui berbagai pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut.

b. Kemampuan mempertahankan pelanggan (customer retention); mengukur seberapa besar rumah sakit dapat mempertahankan hubungan dengan pelanggan.

customer retention =

c. Kemampuan meraih pelanggan baru (customer acquisition); mengukur seberapa besar rumah sakit mampu menarik pelanggan baru.

customer acquisition = 2. Perspektif Proses Bisnis Internal

Pengukuran kinerja perspektif proses bisnis internal menggunakan empat variabel (Hartati, 2012):


(60)

42 a. Sarana dan prasarana merupakan variabel yang menggambarkan sarana dan prasarana yang dimiliki rumah sakit dalam mendukung kegiatan operasional rumah sakit. Aspek ini meliputi prasarana yang tersedia dalam kondisi baik untuk menunjang efisiensi dan efektivitas kerja.

b. Proses merupakan variabel yang menggambarkan kemampuan pegawai rumah sakit dalam menjalankan rangkaian kegiatan pelayanan.

1) Target dan waktu penyelesaian pekerjaan sesuai dengan kemampuan pegawai.

2) Pegawai mampu mengatasi hambatan dalam pekerjaan.

c. Kualitas merupakan variabel yang menggambarkan kualitas pegawai rumah sakit dalam memberikan pelayanan.

1) Pegawai rumah sakit mempunyai kemampuan sesuai kebutuhan. 2) Pegawai rumah sakit mempunyai keterampilan yang kompeten pada

bidang pekerjaannya.

3) Tingkat kesalahan dalam pekerjaan yang dilakukan pegawai sangat rendah.

d. Peralatan adalah variabel yang menggambarkan peralatan medis dan nonmedis yang digunakan RSUD Sleman dalam memberikan pelayanan kesehatan. Variabel ini mencakup beberapa hal, yaitu:

1) Peralatan kerja dalam kondisi baik dan layak pakai. 2) Peralatan tersedia dalam jumlah yang memadai.

3) Alat tulis kantor yang dibutuhkan tersedia dan dalam kondisi baik. 4) Dilakukan pengecekan dan perbaikan inventaris kantor.


(61)

3. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Hartati (2012) menjelaskan dua variabel pengukuran kinerja untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu:

a. Kemampuan merupakan variabel yang menggambarkan tingkat kepuasan pegawai atas kebijakan-kebijakan yang diambil manajemen rumah sakit dalam meningkatkan keterampilan dan pengetahuan pegawai. Aspek ini meliputi:

1) Kesempatan diklat bagi pegawai.

2) Lingkungan kerja yang kondusif untuk belajar pekerjaan yang baru. 3) Adanya pengarahan tugas pokok dan fungsi.

4) Pengarahan yang jelas sebelum melaksanakan tugas. 5) Kesempatan mengembangkan bakat dan prakarsa.

b. Motivasi merupakan variabel yang menggambarkan tingkat kepuasan pegawai atas kebijakan-kebijakan manajemen dalam meningkatkan motivasi kerja pegawai rumah sakit. Aspek ini meliputi:

1) Tunjangan sesuai tanggungjawab dan profesionalisme. 2) Promosi berjalan baik sesuai dengan kebutuhan. 3) Ruang kerja nyaman dan memadai.

4) Pimpinan memberikan motivasi dan contoh baik kepada bawahan dalam bekerja.

5) Keterbukaan dalam menyampaikan pendapat.

6) Teguran kepada pegawai yang bekerja tidak sesuai dengan standar pelayanan.


(62)

44 7) Kerjasama antar tim maupun antar bagian dalam menyelesaiakan

pekerjaan berjalan baik.

Bawono (2005) dalam penelitiannya juga menambahkan beberapa instrumen lain untuk mengukur kinerja dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, antara lain:

a. Dokter, perawat, dan karyawan diikutsertakan dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan pengelolaan rumah sakit.

b. Fasilitas dan peralatan medis yang digunakan pada rumah sakit ini sudah memadai.

c. Fasilitas nonmedis yang tersedia di kantor (misalnya penggunaan komputer untuk mencatat administrasi pasien) untuk menunjang kelancaran tugas.

d. Struktur organisasi (batas wewenang) di tempat kerja cukup jelas.

e. Dokter dan perawat diberikan kesempatan untuk mengikuti penataran dan pelatihan untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

f. Lingkungan kerja kondusif untuk melaksanakan tugas.

g. Informasi yang terkait dengan tugas dapat diakses dengan cepat (misalnya pencarian data konsumen).

h. Karyawan terbuka terhadap ide dan inovasi baru dalam bidang kesehatan. i. Pimpinan memberikan dukungan dalam pengembangan sumberdaya


(63)

G. Pengujian Instrumen Penelitian

Validitas atau kesahihan menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur (a valid measure if it succesfully measure the phenomenon) (Siregar, 2010: 162). Uji validitas yang dipakai pada penelitian ini yakni validitas konstruk (construct validity). Uji validitas konstruk digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar (konstruk) pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel. Siregar (2002) menyebutkan syarat suatu instrumen penelitian dikatakan valid apabila:

1) Koefisien korelasi product moment melebihi 0,3

Koefisien korelasi product moment > r tabel (α; n-2), di mana n = jumlah sampel

2) Nilai sig ≤ α

Validitas masing-masing butir pertanyaan dapat dilihat dari nilai corrected item-total correlation masing-masing pertanyaan. Suatu butir pertanyaan dikatakan valid jika nilai r hitung yang merupakan nilai dari corrected item-total correlation > dari r tabel (Nugroho, 2005).

Reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner. Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha > dari 0,60 (Nugroho, 2005). Kaidah keputusan: jika Cronbach α > 0,6 berarti reliabel dan jika Cronbach α < 0,6 berarti tidak reliabel.


(64)

46 Reliabilitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang sama pula. Teknik uji reliabilitas yang dipakai untuk menguji reliabilitas kuesioner adalah teknik Alpha Cronbach. Kriteria suatu insterumen penelitian dikatakan reliabel dengan menggunakan teknik ini yakni bila koefisien reliabilitas > 0,6. Kriteria tingkat reliabilitas dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha

Alpha Tingkat Reliabilitas

0,00 – 0,20 Kurang reliabel > 0,20 – 0,40 Agak reliabel > 0,40 – 0,60 Cukup reliabel > 0,60 – 0,80 Reliabel > 0,80 – 1,00 Sangat reliabel

H. Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah sebagai berikut: 1. Analisis Perspektif Keuangan

Analisis kinerja rumah sakit dari perspektif keuangan dilakukan dengan cara menghitung rasio keuangan seperti: rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas, rasio ROI, dan CRR. Hasil penghitungan rasio-rasio tersebut selanjutnya dibandingkan dengan standar ideal yang ditetapkan bagi rumah sakit. Ukuran baku rasio keuangan dan CRR rumah sakit dapat dilihat pada tabel 3.2.


(65)

Tabel 3.2 Pengukuran Kinerja Perspektif Keuangan No Tolok Ukur Cara Pengukuran Standar

Ideal

1 Current Ratio 1,75-2,75

2 Rasio modal sendiri terhadap total aset

0,4-0,5

3 Collection Period

50-70 hari. 4 Total Asset

Turnover

0,9-1,1

5 Return on Asset

0,025-0,15 6 Return on

Equity

7 Cost Recovery Rate

>1

Sumber: Syaaf (2000 dalam Hartati, 2012) 2. Analisis Perspektif Pelanggan

Pengukuran kinerja untuk perspektif pelanggan terdiri dari beberapa instrumen, antara lain: customer retention, customer acquisition, dan kepuasan pelanggan.

a. Retensi Pelanggan (Customer Retention)

Pengukuran retensi pelanggan rumah sakit yaitu dengan membandingkan jumlah pasien lama dengan total pasien. Menurut Handayani (2011) semakin besar tingkat retensi pelanggan maka kinerja rumah sakit untuk mempertahankan pelanggan lama semakin baik.


(66)

48 b. Akuisisi Pelanggan (Customer Acquisition)

Penghitungan akuisisi pelanggan yaitu jumlah pasien baru pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah total pasien pada tahun itu. Menurut Handayani (2011) semakin besar tingkat akuisisi pasien menunjukkan kinerja rumah sakit dalam memperoleh pelanggan baru semakin baik.

Rumus:

c. Kepuasan Pelanggan

Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan dilaksanakan melalui pembagian kuesioner kepada pasien rawat jalan RSUD Sleman. Tingkat kepuasan pelanggan terdiri dari beberapa variabel yaitu: wujud fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati.

Analisis kuesioner kepuasan pelanggan dilakukan dengan tahap berikut ini (Sugiyono, 2010: 134):

Tabel 3.3 Contoh Kuesioner Kepuasan Pelanggan

No Pertanyaan Jawaban

SP P CP TP STP 1 Kenyamanan dan kebersihan ruang

tunggu pelayanan Keterangan:

SP = Sangat Puas diberi skor 5

P = Puas diberi skor 4

CP = Cukup Puas diberi skor 3 TP = Tidak Puas diberi skor 2 STP = Sangat Tidak Puas diberi skor 1

Misalkan kuesioner tersebut diberikan kepada 100 responden. Jawaban kuesioner dianalisis dengan menghitung rata-rata jawaban berdasarkan


(67)

skoring setiap jawaban dari responden. Berdasarkan skor yang telah ditetapkan dapat dihitung sebagai berikut.

Jumlah skor untuk 25 orang yang menjawab SP = 25 x 5 = 125 Jumlah skor untuk 40 orang yang menjawab P = 40 x 4 = 160 Jumlah skor untuk 5 orang yang menjawab CP = 5 x 3 = 15 Jumlah skor untuk 20 orang yang menjawab TP = 20 x 2 = 40 Jumlah skor untuk 10 orang yang menjawab STP = 10 x 1 = 10 Jumlah total = 350

Jumlah skor ideal (kriterium) untuk seluruh item: 5 x 100 = 500 (seandainya semua menjawab SP). Jumlah skor yang diperoleh dari penelitian = 350. Jadi berdasarkan data itu maka tingkat kepuasan terhadap kenyamanan dan kebersihan ruang tunggu pelayanan yaitu = (350 : 100) = 3,5 dari yang diharapkan (5). Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 100 responden maka rata-rata 3,5 terletak pada daerah puas.

Nilai rata-rata masing-masing variabel akan digunakan untuk menghitung nilai rata-rata kepuasan pelanggan. Nilai rata-rata kepuasan pelanggan menunjukkan kinerja rumah sakit, sehingga jika hasil penghitungan menunjukkan angka mendekati 5 artinya rumah sakit menunjukkan kinerja baik. Demikian pula sebaliknya.


(68)

50 3. Analisis Perspektif Proses Bisnis Internal

a. Kuesioner Perspektif Proses Bisnis Internal

Pengukuran kinerja rumah sakit yang meliputi variabel sarana dan prasarana, proses, kualitas, dan peralatan dilakukan melalui pembagian kuesioner.

Analisis jawaban kuesioner tersebut dilaksanakan sebagai berikut (Sugiyono, 2010: 134):

Tabel 3.4 Contoh Kuesioner Perspektif Proses Bisnis Internal

No Pertanyaan Jawaban

SS S CS TS STS 1 Prasarana RSUD berfungsi dengan

baik Keterangan:

SS = Sangat Setuju diberi skor 5 S = Setuju diberi skor 4 CS = Cukup Setuju diberi skor 3 TS = Tidak Setuju diberi skor 2 STS = Sangat Tidak Setuju diberi skor 1

Misalkan kuesioner tersebut diberikan kepada 100 responden. Jawaban kuesioner dianalisis dengan menghitung rata-rata jawaban berdasarkan skoring setiap jawaban dari responden. Berdasarkan skor yang telah ditetapkan dapat dihitung sebagai berikut.

Jumlah skor untuk 25 orang yang menjawab SS = 25 x 5 = 125 Jumlah skor untuk 40 orang yang menjawab S = 40 x 4 = 160 Jumlah skor untuk 5 orang yang menjawab CS = 5 x 3 = 15 Jumlah skor untuk 20 orang yang menjawab TS = 20 x 2 = 40 Jumlah skor untuk 10 orang yang menjawab STS = 10 x 1 = 10 Jumlah total = 350


(69)

Jumlah skor ideal (kriterium) untuk seluruh item: 5 x 100 = 500 (seandainya semua menjawab SS). Jumlah skor yang diperoleh dari penelitian = 350. Jadi berdasarkan data itu maka tingkat persetujuan terhadap prasarana RSUD berfungsi dengan baik yaitu = (350 : 100) = 3,5 dari yang diharapkan (5). Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 100 responden maka rata-rata 3,5 terletak pada daerah setuju.

Tingkat persetujuan pada setiap variabel menunjukkan kinerja rumah sakit, sehingga jika hasil penghitungan menunjukkan angka mendekati 5 artinya rumah sakit menunjukkan kinerja baik. Demikian pula sebaliknya.

b. Proses Inovasi

Menurut Handayani (2011) pengukuran proses inovasi yaitu jumlah jasa baru yang ditawarkan dibandingkan dengan total pendapatan jasa. Semakin besar persentase pendapatan dari jasa baru terhadap total pendapatan, maka kinerja rumah sakit dari aspek proses inovasi semakin baik.

Rumus: x 100%

c. Proses Operasi

Beberapa tolok ukur yang dipakai pada tahap operasi yaitu: jumlah kunjungan rawat jalan, tingkat kunjungan rawat inap dan waktu tunggu pelayanan pasien (respon time). Menurut Handayani (2011) peningkatan jumlah kunjungan rawat jalan menunjukkan kinerja rumah sakit semakin baik. Sementara itu, standar pelayanan minimal RSUD


(70)

52 Sleman menargetkan tingkat pencapaian respon time di atas 50%. Artinya, respon time di atas 50% mencerminkan kinerja layanan rumah sakit baik. Demikian juga sebaliknya.

Standar ideal indikator tingkat kunjungan rawat inap dapat dilihat pada tabel 3.4. Selain dua tolok ukut tersebut, terdapat tolok ukur lain yang dapat digunakan yaitu waktu tunggu pasien untuk mendapatkan pelayanan (respon time). Persentase respon time yang baik yaitu apabila setiap poliklinik mampu mencapai tingkat respon time lebih dari 50%.

1) BOR (Bed Occupancy Rate) BOR =

2) ALOS (Average Length of Stay) ALOS =

3) TOI (Turn Over Internal) TOI =

4) BTO (Bed Turn Over) BTO =

5) NDR (Net Death Rate) NDR =

6) GDR (Gross Death Rate) GDR =


(1)

137

Lampiran B4: Neraca RSUD Sleman Tahun 2013 Sumber: RSUD Sleman


(2)

138

Lampiran B5: Laporan Arus Kas RSUD Sleman Tahun 2013 Sumber: RSUD Sleman


(3)

139

Lampiran B6: Laporan Surplus Defisit RSUD Sleman Tahun 2014 Sumber: RSUD Sleman


(4)

140

Lampiran B7: Neraca RSUD Sleman Tahun 2014 Sumber: RSUD Sleman


(5)

141

Lampiran B8: Laporan Arus Kas RSUD Sleman Tahun 2014 Sumber: RSUD Sleman


(6)

142

Lampiran B9: Surat Keterangan Penelitian Sumber: RSUD Sleman