Analisis Perlindungan Hukum Bagi Anak Korban Tindak Pidana Perkosaan Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak (Studi Kasus Wilayah Hukum Lampung Utara)

(1)

ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN BERDARSARKAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK

(Studi Kasus Wilayah Hukum Lampung Utara)

Oleh

M. ADITYA KUSUMA PUTRA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

Analisis Perlindungan Hukum Bagi Anak Korban Tindak Pidana Perkosaan Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak

(Studi Kasus Wilayah Hukum Lampung Utara) Oleh

M. Aditya Kusuma Putra

Tindak pidana perkosaan merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang merupakan contoh kerentanan posisi perempuan tersebut, utamanya terhadap kepentingan seksual laki-laki. Citra seksual perempuan yang telah ditempatkan sebagai obyek seksual laki-laki, ternyata berimplikasi jauh pada kehidupan perempuan, sehingga dia terpaksa harus selalu menghadapi kekerasan, pemaksaan dan penyiksaan secara fisik serta psikis, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak sering menjadi korban kejahatan seksual khususnya perkosaan yang dilakukan oleh orang dewasa dan yang menjadi korban ialah anak di bawah umur. Tindak pidana perkosaan terhadap anak dibawah umur, termasuk kedalam salah satu masalah hukum yang sangat penting untuk dikaji secara mendalam. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah : (1) Bagaimanakah perlindungan hukum bagi anak sebagai korban tindak pidana perkosaan berdasarkan Uandang-Undang Perlindungan Anak ; (2) Apakah yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana perkosaan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Yuridis Normatif. Penelitian Normatif dilakukan hal-hal yang bersifat teoritis asas-asas hukum, sedangkan pendekatan empiris yaitu dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan baik berupa penilaian perilaku, pendapat dan sikap, yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi anak korban tindak pidana perkosaan. Adapun sumber data dalam penelitian ini menggunakan data primer, sekunder dan tresier. Data primer diperoleh langsung dari objek penelitian lapangan. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan Data tresier diperoleh dari kamus yang relevan dengan penelitian ini.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa Perlindungan anak sendiri perlu dilaksanakan sejak sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun sesuai dengan Undang-undang Perlindungan Anak. Selain itu, tahapan perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana perkosaan juga dilakukan : a)sebelum sidang


(3)

pengadilan; seperti penerimaan laporan/pengaduan dari masyarakat, dilakukan upaya bantuan melalui konseling b)selama sidang pengadilan; selama proses sidang pengadilan, korban dalam memberikan kesaksian didampingi oleh anggota LBH/LSM supaya korban dapat lebih tenang dan tidak merasa takut dalam persidangan dan c)setelah sidang pengadilan korban mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan, korban mendapatkan identitas baru mendapatkan tempat kediaman baru, memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan, mendapatkan nasihat hukum; dan/atau memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan akhir dan yang menjadi faktor penghambat dalam upaya pelaksanaan perlindungan hukum bagi anak korban tindak pidana perkosaan, seperti faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat, faktor budaya menjadi sorotan saat ini, faktor-faktor tersebut menjadi penghambat dalam penengakan hukum untuk memberikan perlindungan hukum bagi anak korban tindak pidana perkosaan.

Berdasarkan kesimpulan di atas maka yang menjadi saran penulis adalah : Sebaiknya dalam pemberian perlindungan hukum pada anak korban tindak pidana perkosaan aparat penegak hukum lebih memaksimalkan upaya pemberian perlindungan hukum dengan mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Anak; Sebaiknya pihak kepolisian bekerjasama dengan instasi dan LSM terkait agar lebih intensif dalam menerapkan perlindungan hukum yang sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak; dan perlu dibentuk Unit Polwan (Polisi Wanita) yang secara khusus memeriksa atau menyelidiki korban perkosaan agar korban bisa lebih terbukadan berterus terang akan dirinya yang mengalami tindak pidana perkosaan, sehingga pidana dapat diberikan secara maksimal kepada pelaku tindak pidana.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……… 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ………. 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan ………. 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ………. 8

E. Sistematika Penulisan... ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum Terhadap korban Tindak pidana Perkosaan... 14

B. Tinjauan Umum Tentang Anak... ……….…. 21

C. Pengertian Tindak Pidana Perkosaan... 25

D. Faktor-faktor Yang Menjadi Penghambat Dalam Memberikan Perlindungan Hukum... 31

III.METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ………..…………..……….. 32

B. Sumber dan Jenis Data ………..………..……….. 32

C. Penentuan Polulasi dan Sampel …...………..………… 34

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data …..…..……..…..….. 35


(7)

B. Perlindungan Hukum Yang Diberikan Kepada Anak sebagai Korban Tindak Pidana Perkosaan... 38 C. Faktor-faktor Penghambat Dalam Memberika Perlindungan Hukum

Tehadap Anak Korban Tindak Pidana Perkosaan ... 49

V. PENUTUP

A. Simpulan ………..……….... 55

B. Saran ……….………. 56


(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian dikalangan masyarakat. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak pidana ini sudah ada sejak dulu, atau dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kejahatan klasik yang akan selalu mengikuti perkembangan kebudayaan manusia itu sendiri, ia akan selalu ada dan berkembang setiap saat walaupun mungkin tidak terlalu berbeda jauh dengan sebelumnya.

Tindak pidana perkosaan ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar yang relatif lebih maju kebudayaan dan kesadaran atau pengetahuan hukumnya, tapi juga terjadi di pedesaan yang relatif masih memegang nilai tradisi dan adat istiadat. Sebuah semboyan yang mengatakan bahwa kejahatan timbul bukan karena niat dari pelakunya akan tetapi karena adanya kesempatan, dari kesempatan itulah kejahatan dapat terjadi. Mengenai masalah kejahatan, dimana kejahatan tersebut sulit untuk diprediksi atau di tebak, kapan kejahatan itu akan timbul dan kapan kejahatan itu tiada. Kejahatan itu sulit untuk dimengerti, apapun bentuk, jenis, besar maupun kecilnya kejahatan tersebut tetap berdampak buruk sebagai kejahatan yang dapat merugikan dan meresahkan masyarakat. Seiring perkembangan dan kemajuan disetiap negara terutama di Indonesia, beragam


(9)

kejahatan yang dilakukan oleh para pelaku tindak pidana semakin luas, korbanya bukan hanya orang dewasa, anak dapat menjadi korban tindak pidana, banyak kasus perkosaan yang sering terjadi yang korbannya menimpa anak.

Anak mendapatkan perlakuan yang salah terutama kejahatan seksual, anak sering menjadi korban kejahatan seksual khususnya perkosaan yang dilakukan oleh orang dewasa dan yang menjadi korban ialah anak di bawah umur. Tindak pidana perkosaan terhadap anak dibawah umur, termasuk kedalam salah satu masalah hukum yang sangat penting untuk dikaji secara mendalam. Sebagaimana diketahui, tindak pidana perkosaan (yang dalam kenyataan lebih banyak menimpa kaum wanita remaja dan dewasa) merupakan perbuatan yang melanggar norma sosial yaitu kesopanan, agama dan kesusilaan, apalagi jika yang diperkosa adalah anak dibawah umur, yang secara fisik belum mempunyai daya tarik seksual seperti wanita remaja dan dewasa.1

Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana sedangkan anak adalah aset bangsa dan sebagai generasi penerus bangsa yang harus dilindung dan kesejahteraan harus dijamin. Di dalam masyarsakat seorang anak harus mendapatkan perlindungan dari segala jenis bentuk kejahatan yang dapat membahayakan keselamatan anak. Sesuai dengan tujuan nasional bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke empat yaitu “melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia,

1

Koesparmono Irsan, Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, 2007) hal. 7


(10)

memajukan kesejahteraan umum, memncerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksananakan ketertiban dunia”.

Tindak pidana perkosaan terhadap anak dibawah umur ini bukan suatu hal yang dapat dianggap sebagai masalah kecil dan tak penting. Masalah ini sangat penting karena yang menjadi korban perkosaan adalah anak dibawah umur, dimana anak di bawah umur masih dalam pengasuhan orang tua, anak sebagai tunas bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa yang harus diperhatikan, dilindungi dan dijaga dari segala tindakan yang dapat merugikan.

Pengertian anak seperti telah ditentukan dalam Pasal 1 Undang-Undang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak masih dalam kandungan. Sedangkan tindak pidana perkosaan sebagai mana di atur dalam Pasal 285 KUHP adalah :

“Barang siapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, karena perkosaan, di pidana dengan pidana penjara selama-lamanya 12 (dua belas) tahun.”

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhnya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terhujutnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.


(11)

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.2Perlindungan hukum bisa berarti perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak cederai oleh aparat penegak hukum dan juga bisa berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap sesuatu.

Perlunya perlindungan hukum untuk anak korban tindak pidana perkosaan sangatlah penting, karena korban masih anak yang secara hukum masih dalam perlindungan pemerintah dan masyrakat. Perlindungan bagi anak korban perkosaan ini haruslah perlahan karena anak yang mengalami tindak pidana perkosaan memiliki trauma apa yang terjadi atas dirinya. Disinilah tugas aparat hukum dan pemerintah memberikan pelayanan perlindungan terhdap korban.

Dewasa ini banyak kasus-kasus yang terjadi khususnya dalam tindak pidana perkosaan yang korbannya menimpa anak seperti di wilayah hukum Lampung Utara contohnya: Laporan Polisi (No Reg : B/128/VIII/2010/Reskrim). Bahwa terdakwa JAAN BIN SATRA pada hari selasa tanggal 27 juli 2010 sekitar jam 23.00 WIB atau setidaknya pada waktu lain di rumah tersangka di Dusun Talang Baru Desa Suka Mulya Kec. Tanjung Raja Kab. Lampung Utara, yang masih dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Kota Bumi yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, yang dengan sengaja melakukan tindak pidana

2


(12)

perkosaan yang di lakukan selama 2 tahun lebih dan terakhir 27 juli 2010 sekitar jam 23.00 WIB telah terjadi tindak pidana perkosaan terhadap anak dibawah umur di Dusun Talang Baru Desa Suka Mulya Kec. Tanjung Raja Kab. Lampung Utara, yang dilakukan oleh tersangka JAAN BIN SATRA terhadap korbannya Bunga(bukan nama sebenarnya). Peristiwa tersebut terjadi ketika korban tertidur, dengan cara tersangka memaksa korban untuk bersetubuh dengan tersangka dengan ancaman apabila korban tidak mau, tersangka tidak akan mengurus keluarga korban lagi dan tidak akan menyekolahkan korban lagi.3

Perhatian dan perlindungan terhadap kepentingan korban tindak pidana perkosaan baik melalui proses peradilan pidana maupun melalui sarana kepedulian sosial tertentu merupakan bagian mutlak yang perlu dipertimbangkan dalam kebijakan hukum pidana dan kebijakan kebijakan sosial, baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun oleh lembaga-lembaga sosial yang ada. Berdasarkan tujuan untuk mewujudkan pemerataan keadilan dan kesejahteraan umum, maka hak korban tindak pidana perkosaan untuk dilindungi pada dasarnya merupakan bagian integral dari hak asasi di bidang jaminan sosial.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Analisis Perlindungan Hukum Bagi Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perkosaan Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak”

3

Berkas Perkara Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Lampung Resort Lampung Utara No. Berkas Perkara : BP/134/VIII/2010/RESKRIM


(13)

B.Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut maka dirumuskan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi anak sebagai korban tindak pidana perkosaan berdasarkan Uandang-Undang Perlindungan Anak ?

b. Apakah yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana perkosaan ?

2. Ruang Lingkup

Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini, penulis mengambil lokasi penelitian di wilayah hukum Lampung Utara. Yang menjadi ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini hanya terbatas pada perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perkosaan dan faktor-faktor penghambat upaya penegakan hukum terhadap anak, penelitian ini juga mengkaji Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Sedangkan lingkup bidang ilmu adalah bidang hukum pidana.

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun mengenai tujuan dari penulisan ilmiah ini yang bersifat atau mengarah terhadap bidang hukum ini bagi penulis adalah :


(14)

a. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana perkosaan berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat upaya perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana perkosaan.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan ini terdiri dari dua manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis, dan kedua manfaat ini adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Secara Teoritis, penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu pengetahuan hukum dalam hukum pidana, khususnya pemahaman teoritis tentang perlindungan korban tindak pidana perkosaan dan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai masalah-masalah perlindungan hukum terhadap koban tindak pidana perkosaan.

2. Kegunaan Praktis

a. Dapat dijadikan sebuah pedoman dan bahan rujukan bagi mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum, dan bagi pemerintah dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan tindak pidana perkosaan terhadap anak.

b. Dapat memberikan masukan bagi pemerintah, penegak hukum dan masyarakat tentang hal-hal apa yang harus dilakukan dalam upaya menanggulangi tindak pidana perkosaan.


(15)

D.Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.4 Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan tindak pidana perkkosaan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seseorang laki-laki terhadap seorang perempuan dengan cara menurut moral dan atau hukum yang berlaku melanggar.

Perlindungan anak sendiri perlu dilaksanakan sejak sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Selain itu, perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana perkosaan juga dilakukan selama proses peradilan yang dapat dilihat dalam uraian sebagai berikut5:

a) Sebelum Sidang Pengadilan b) Selama Sidang Pengadilan c) Setelah Sidang Pengadilan

4

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia, 1986) hlm 125.

5

Hasil wawancara yang dilakukan terhadap Sarupi Kunang selaku Kaur Bin Ops Reskrim Polres Lampung Utara pada tanggal 22 July 2013 pukul 10:00 WIB


(16)

Pengertian Perlindungan anak adalah kegiatan yang menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berprestasi secara optimal sesuai dengan harkat manusia, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. Sedangkan perlindungan yang tertuang dalam PP No. 2 Tahun 2002 adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi, dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.

Perlindungan terhadap korban tindak pidana perkosaan harus diperhatikan karena mereka sangat peka terhadap berbagai macam ancaman gangguan mental, fisik, dan sosial. Selain itu, kerap kali mereka tidak mempunyai kemampuan untuk memelihara, membela serta mempertahankan dirinya.6

Menjawab permasalah mengenai faktor penghambat upaya perlindungan hukum maka dapat menggunakan teori mengenai faktor-faktor yang berpengaruh

6


(17)

terhadap penegakan hukum. Faktor-faktor yang mempengaruhi perlindungan hukum dalam penegakan hukum adalah sebagai berikut7 :

a. Faktor hukumnya sendiri (Undang-Undang)

b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung perlindungan hukum.

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan

e. Faktor kebudayaan.

Kelima faktor tesebut saling berkaitan erat karena merupakan esensi dari penegakan hukum dalam perlindungan hukum, serta juga merupakan tolak ukur daripada efektfitas penegakan hukum. Dengan demikian, maka kelima faktor tersebut diatas sangat tepat digunakan sebagai faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dalam perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perkosaan.

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang akan diteliti, baik dalam penelitian hukum normatif maupun empiris.8 Untuk mempertajam dan merumuskan suatu definisi sesuai dengan konsep judul maka perlu adanya suatu definisi yang untuk dijelaskan dalam penulisan ini, yaitu:

7

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Bandung : Rajawali 1983) hlm 6.

8


(18)

a. Analisis adalah upaya penelitian hukum terhadap suatu peristiwa atau keadaan sebanarnya.9

b. Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.

c. Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana sedangkan anak adalah aset bangsa dan sebagai generasi penerus bangsa yang harus dilindung dan kesejahteraan harus dijamin.10

d. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilakukan setiap orang/subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar ukum ataupun tidak sesuai dengan perundang-undangan.11

e. Perkosaan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seseorang laki-laki terhadap seorang perempuan dengan cara menurut moral dan atau hukum yang berlaku melanggar.12

f. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terdapat dalam Pasal I ayat (1):

9

Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta1991)hlm 13. 10

Abdul Wahid dan Muhamad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual,

(Bandung, Refika Aditama 2001) hlm 38.

11

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, (Bandung; 1986) hlm 25.

12


(19)

“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

E. Sistematika Penulisan

I. PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan tentang latar belakang permasalahan yang mendasari terpilihnya tema dan judul untuk penelitian skripsi ini, kemudian rumusan permasalahan yang akan dibahas, tujuan penelitian, manfaat penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang pengetahuan ilmiah yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas sebagai dasar argumentasi pembahasan, dengan menggunakan referansi yang sahih danterbaru, baik berupa buku-buku literatur, majalah, koran, tesis, internet, jurnal,dan lain sebagainya

III. METODE PENELITIAN

Pada bab ini dijelaskan tentang metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yang berisi Pendekatan, Lokasi Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Teknik Memperoleh Data, Populasi dan Sampel, Teknik Analisis Data.

IV . HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan laporan rinci pelaksanaan kegiatan penelitian kegiatan dalam mencapai hasil berikut hasil-hasil kajiannya, juga menampilkan analisis


(20)

keterkaitan antara kajian pustaka dengan fakta-fakta empirik atau bahan hukum yang telah diperoleh dalam upaya pengambilan kesimpulan.

V . PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan secara keseluruhan dan saran dari penulis sehubungan dengan permasalahan yang diangkat dari penulisan skripsi ini.


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak pidana Perkosaan

1. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum bisa berarti perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak cederai oleh aparat penegak hukum dan juga bisa berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap sesuatu. Perlindungan hukum juga dapat menimbulkan pertanyaan yang kemudian meragukan keberadaan hukum. Hukum sejatinya harus memberikan perlindungan terhadap semua pihak sesuai dengan status hukumnya karena setiap orang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum. Setiap aparat penegak hukum jelas wajib menegakkan hukum dan dengan berfungsinya aturan hukum, maka secara tidak langsung pula hukum akan memberikan perlindungan terhadap setiap hubungan hukum atau segala aspek dalam kehidupan masyarakat yang diatur oleh hukum itu sendiri.

2. Teori Perlindungan Hukum

Menurut Fitzgerald , Teori perlindungan hukum Salmond bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dam mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyrakat karena dalam suatu lalulintas kepentingan, perlindunagn terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatai berbagai kepentingan


(22)

di lain pihak.1 Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.2 Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupkan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara angota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.

Menurut Satijipto Raharjo, Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.3

Menurut Pjillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan resprensif.4Perlindungan Hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkandiskresi dan perlindungan yang resprensif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di lembaga peradilan.5

1

Satijipto Raharjo, Ilmu Hukum (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000) hlm 53. 2

Ibid, hlm 69

3

Ibid, hlm 54.

4

Pjillipus M. Hadjon,Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia (Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1987) hlm 2.

5

Maria Alfons, ImplentasiPerlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-Produk Masyarakat

Lokal Dalam Prespektif Hak kekayaan Intelektual. ( Malang : Universitas Brawijaya, 2010) hlm 18.


(23)

Menurut Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra bahwa hukum dapat didifungsikan untuk menghujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melaikan juga predektif dan antipatif.6

Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif maupun dalam bentuk yang bersifat represif, baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.

Hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat banyak macam perlindungan hukum.

Selama ini pengaturan perlindungan korban belum menampakkan pola yang jelas, dalam hukum pidana positif yang berlaku pada saat ini perlindungan korban lebih banyak merupakan “perlindungan abstrak” atau “perlindungan tidak langsung”. Artinya berbagai rumusan tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan selama ini pada hakekatnya telah ada perlindungan in abstracto secara langsung terhadap kepentingan hukum dan hak asasi korban.7

Perlindungan secara tidak langsung dalam peraturan hukum positif tersebut belum mampu memberikan perlindungan secara maksimal. Karena realitas di Indonesia

6

Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra , Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung : Remaja Rusdakarya. 1993) hlm 118.

7

Barda Nawawi Arief, Perlindungan Korban Kejahatan Dalam Proses Peradilan Pidana, (Jurnal Hukum Pidana Dan Kriminologi, Vol. I/No.I/1998), hlm 16-17.


(24)

menunjukkan bahwa hukum yang berlaku secara pasti belum mampu menjamin kepastian dan rasa keadilan.

3. Perlidungan Hukum Terhdap Korban Tindak Pidana Perkosaan

Perlindungan terhadap korban tindak pidana perkosaan adalah suatu kegiatan pengembangan hak asasi manusia dan kewajiban hak asasi manusia. Perhatian dan perlindungan terhadap korban tindak pidana perkosaan harus diperhatikan karena mereka sangat peka terhadap berbagai macam ancaman gangguan mental, fisik, dan sosial. Selain itu, kerap kali mereka tidak mempunyai kemampuan untuk memelihara, membela serta mempertahankan dirinya.8

Perlindungan terhadap korban tindak pidana perkosaan, maka perlu diadakan pengelolaan korban tindak pidana perkosaan, yang meliputi prevensi, terapi dan rehabilitasi.9 Perhatian seseorang yang ditujukan pada korban, keluarga, lingkungan dan masyarakat luas. Jelasnya dalam pengelolaan korban tindak pidana perkosaan itu akan dapat melibatkan banyak orang dari berbagai macam disiplin :

a. Pencegahan timbulnya perkosaan dan dapat pula dimaksudkan sebagai pencegahan timbulnya masalah seksual di kemudian hari. Untuk menghindari terjadinya tindak pidana perkosaan maka disarankan agar para wanita untuk tidak bepergian seorang diri terutama pada waktu malam hari dan ke tempat yang lenggang dan sunyi. Ada baiknya kalau wanita belajar juga olahraga beladiri, sekedar untuk melindungi diri dari orang-orang yang

8

Arif Gosita, Bunga Rampai Viktimisasi, (Bandung, PT. Eresco, 1995) hlm 136.

9

Seminar Nasional Tentang Aspek Perlindungan Hukum Bagi Korban Perkosaan, (Gangguan Psikiatrik Korban Perkosaan), Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 1991, hlm 10-14.


(25)

berbuat jahat. Hindari membawa senjata tajam pada waktu bepergian, bila terjadi usaha perkosaan maka bertindaklah wajar, sedapat mungkin tidak panik atau ketakutan.

b. Terapi pada korban tindak pidana perkosaan memerlukan perhatian yang tidak hanya terfokus pada korban saja. Selain keluhan dari para korban, perlu pula didengar keluhan dari keluarga, keterangan orang yang menolongnya pertama kali dan informasi dari lingkungannya. Kebutuhan akan terapi justru sering ditimbulkan oleh adanya gangguan keluarga atau lingkungannya. Tujuan terapi pada korban tindak pidana perkosaan adalah untuk mengurangi bahkan dimungkinkan untuk menghilangkan penderitaannya. Disamping itu juga untuk memperbaiki perilakunya, meningkatkan kemampuannya untuk membuat dan mempertahankan pergaulan sosialnya. Hal ini berarti bahwa terapi yang diberikan harus dapat mengembalikan si korban pada pekerjaan atau kesibukannya dalam batas-batas kemampuannya dan kebiasaan peran sosialnya. Terapi harus dapat memberi motivasi dan rangsangan agar korban tindak pidana perkosaan dapat melakukan hal-hal yang bersifat produktif dan kreatif.

c. Rehabilitasi korban tindak pidana perkosaan adalah tindakan fisik dan psikososial sebagai usaha untuk memperoleh fungsi dan penyesuaian diri secara maksimal dan untuk mempersiapkan korban secara fisik, mental dan sosial dalam kehidupannya dimasa mendatang. Tujuan rehabilitasi meliputi aspek medik, psikologik dan sosial. Aspek medik bertujuan mengurangi invaliditas, dan aspek psikologik serta sosial bertujuan kearah tercapainya


(26)

penyesuaian diri, harga diri dan juga tercapainya pandangan dan sikap yang sehat dari keluarga dan masyarakat terhadap para korban tindak pidana perkosaan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka para korban tindak pidana perkosaan selalu mendapatkan pelayanan medik psikiatrik yang intensif.

Perlindungan terhadap korban tindak pidana perkosaan tidak lepas dari akibat yang dialami korban setelah perkosaan. Korban tidak saja mengalami penderitaan secara fisik tetapi juga mengalami penderitaan secara psikis. Adapun penderitaan yang diderita korban sebagai dampak dari perkosaan dapat dibedakan menjadi:

1. Dampak secara fisik 2. Dampak secara mental

3. Dampak dalam kehidupan pribadi dan sosial

Usaha dalam perlindungan terhadap anak dari tindak pidana perkosaan tersebut terkandung didalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Melarang orang melakukan perbuatan persetubuhan dengan anak dengan cara kekerasan ataupun ancaman kekerasan yang terkandung didalam pasal 81 ayat (1).

b. Melarang orang melakukan perbuatan persetubuhan dengan anak dengan cara apapun, misalnya membujuk, merayu, menipu, serta mengiming-imingi anak untuk diajak bersetubuh yang diatur dalam pasal 81 ayat ( 2).

c. Melarang orang melakukan perbuatan cabul dengan anak dengan cara apapun, misalnya dengan cara kekerasan, ancaman kekerasan membujuk,


(27)

menipu dan sebagainya dengan maksud agar anak dapat dilakukan pencabulan yang diatur dalam pasal 82.

d. Melarang orang memperdagangkan anak atau mengeksploitasi anak agar dapat menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain diatur dalam pasal 88.

Bentuk perlindungan terhadap anak diatas merupakan suatu bentuk atau usaha yang diberikan oleh KUHP dan Undang-Undang Perlindungan Anak kepada anak agar anak tidak menjadi korban dari suatu tindak pidana, maka usaha yang dilakukan menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 64 ayat (2) yang pada dasarnya memuat tentang segala upaya yang diberikan pemerintah dalam hal melindungi anak yang menjadi korban tindak pidana meliputi :

a. Upaya rehabilitas yang dilakukan di dalam suatu lembaga maupun di luar lembaga, usaha tersebut dilakukan untuk memulihkan kondisi mental, fisik, dan lain sebagainya setelah mengalami trauma yang sangat mendalam akibat suatu peristiwa pidana yang dialaminya.

b. Upaya perlindungan pada identitas korban dari publik, usaha tersebut, diupayakan agar identitas anak yang menjadi korban ataupun keluarga korban tidak di ketahui oleh orang lain yang bertujuan untuk nama baik koraban dan keluarga koraban tidak tercemar.

c. Upaya memberikan jaminan keselamatan terhadap saksi korban yaitu anak dan saksi ahli, baik fisik, mental maupun sosialnya dari ancman dari pihak-pihak tertentu, hal ini diupayakan agar proses perkaranya berjalan efesien.


(28)

d. Pemberian aksesbilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkaranya, hal ini diupayakan pihak korban dan keluarga mengetahui mengenai perkembangan perkaranya.

Upaya perlindungan terhadap anak perlu secera terus-menerus di upayakan demi tetap terpeliharanya kesajetraan anak, mengingat anak merupakan salah satu aset berharaga bagi kemajuan suatu bangsa di kemudian hari. Kualitas perlindungan terhadap anak hendaknya memiliki derajat atau tingkat yang sama dengan perlindungan terhadap orang-orang yang berusia dewasa, dikarenakan setiap orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu, negara bersama-sama dengan segenap masyarakat saling bekerja sama dalam memberikan perlindungan yang memadai kepada anak-anak dari berbagai bentuk kekerasan dan manipulasi yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab yang memeanfaatkan anak-anak sebagai wahana kejahatannya, agar anak sebagai generasi penerus bangsa dapat berdiri dengan kokoh dalam memasuki kehidupan yang semakin keras dimasa yang akan datang.

B.Tinjauan Umum Tentang Anak

1. Pengertian Anak

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 1 ditegaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas ) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Ketentuan dalam Undang-undang diatas menerangkan bahwa anak yang masih dalam kandungan pun dikatagorikan anak sampai dengan anak berusia 18 tahun. Berikut


(29)

ini adalah definisi atau pengertian anak menurut beberapa ilmu hukum yang ada yaitu:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang dikategorikan sebagai anak terdapat dalam Pasal 287 ayat (1) KUHP yang pada intinya usia yang dikategorikan sebagai anak adalah seseorang yang belum mencapai usia lima belas tahun.

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)

Didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang dikategorikan usia seorang anak ialah seseorang yang belum dewasa seperti yang tertuang pada Pasal 330 KUHPer.

c. Undang-Undang No. 39 tahun 199 Tentang Hak Asasi Manusia

Didalam undang-undang ini pasal 1 ayat (5) anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak didalam kandungan.

d. Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Didalam undang-undang ini pada pasal 1 ayat (2) menyebutkan “anak adalah seorang yang belum mencapai batas usia 21 (dua puluh satu tahun) dan belum pernah menikah”. Dalam pasal tersebut dapat diperhatikan bahwa yang dikategorikan sebagai anak adalah dibawah usia dua puluh satu tahun dan belum pernah menikah.


(30)

e. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

Didalam undang-undang ini, yang dikategorikan sebagai anak terdapat dalam pasal 1 ayat (1) yang menyebutkan “anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah”. Dari penjelasan pasal tersebut dapat diperhatikan bahwa yang dikatakan sebagai anak adalah seorang yang berumur dari delapan tahun sampai delapan belas tahun.

f. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Didalam undang-undang ini yang dikategorikan sebagai anak tertuang pada Pasal 1 ayat (5) yang menyebutkan “anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan, apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya”. Menurut pasal ini yang dikategorikan sebagai anak ialah mulai dalam kandungan sampai usia delapan belas tahun dan belum menikah.

g. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Didalam undang-undang ini yang dikategorikan sebagai anak tertuang pada Pasal 1 ayat (1) yang menyebutkan “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Menurut pasal tersebut diatas bahwa yang dikategorikan sebagai anak ialah seseorang yang berusia dibawah delapan belas tahun sampai dalam kandungan sekalipun masih dapat dikategorikan sebagai anak.


(31)

h. Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Pada Pasal 1 ayat (4) yang menyebutkan “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun”. Berarti kategori dikatakan usia seorang anak menurut Pasal ini ialah belum berusia delapan belas tahun.

2. Anak Korban Tindak Pidana

Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut anak korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana. Pengertian ini di muat di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 pasal 1 Sub 4 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

3. Kategori Batasan Anak Di Bawah Umur

Masa kanak-kanak dibagi menjadi 3 tahap, yaitu masa bayi umur 0 menjelang dua tahun, masa kanak-kanak pertama 2-5 tahun dan masa kanak-kanak terakhir antara umur 5-12 tahun. Adapun proses perkembangan anak terdiri dari beberapa fase pertumbuhan yang bisa digolongkan berdasarkan pada perkembangan jasmani anak dengan perkembangan jiwa anak. Penggolongan tersebut dibagi ke dalam tiga fase yaitu : 1) Fase pertama adalah dimulainya pada usia 0 tahun sampai dengan 7 tahun yang bisa disebut sebagai masa anak kecil dan masa perkembangan kemampuan mental, perkembangan fungsi-fungsi tubuh, perkembangan emosional, bahasa bayi dalam arti bahasa bagi anak-anak, masa keritis (tro zalter) pertama dan tumbuhnya seksualitas awal pada anak; 2) Fase kedua dimulainya pada usia 7 sampai dengan 14 sampai 21 tahun yang dinamakan


(32)

masa remaja, dalam arti yang sebenarnya yaitu fase fubertas dan adolescant,

dimana terdapat masa penghubung dan masa peralihan dari anak menjadi dewasa. Fase-fase yang disebutkan di atas masing-masing menjelaskan, fase pertama antara 0-7 tahun disebut dengan masa anak kecil, perkembangan kemampuan mental dan lain sebagainya, lebih dari 7 tahun maka anak tersebut digolongkan dalam fase kedua yaitu masa kanak-kanak dengan ketentuan batas usianya adalah 14 tahun. Sementara untuk fase terakhir adalah 14 tahun sampai dengan 21 tahun dikatagorikan remaja dan ketentuan pada usia 21 tahun inilah akhir fase disebut anak.

Pengertian anak di atas, meskipun dikutip dari beberapa sumber akan tetapi yang menjadi acuan utama disini adalah Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang masih spesifik menjelaskan tentang perlindungan anak. Jadi dengan demikian dari semua pengertian anak diatas hanya sebagai komparasi dari undang-undang dan ketentuan-ketentuan yang ada.

C.Tindak Pidana Perkosaan

Pengertian perkosaan di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tertuang dalam Pasal 285 yang berbunyi “barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Dalam Pasal tersebut dapat di tarik kesimpulan antara lain:

a. Korban perkosaan harus seorang wanita, tanpa klasifikasi umur yang signifikan. Seharusnya wanita dapat dibedakan antara lain sebagai berikut :


(33)

1. Wanita belum dewasa yang masih perawan 2. Wanita dewasa yang masih perawan 3. Wanita yang sudah tidak perawan lagi 4. Wanita yang sedang bersuami.10

b. Korban mengalami pemaksaan bersetubuh berupa kekerasan atau ancaman kekerasan. Ini berarti tidak ada persetujuan dari pihak korban mengenai niat dan tindakan perlakuan pelaku.

Perkembangan yang semakin maju dan meningkat dengan pesat ini, dalam hal ini muncul banyak bentuk penyimpangan khususnya perkosaan seperti bentuk pemaksaan persetubuhan yang dimana bukan vagina (alat kelamin wanita) yang menjadi target dalam perkosaan akan tetapi anus atau dubur (pembuangan kotoran manusia) dapat menjadi target dari perkosaan yang anatara lain sebagai berikut :

a. Perbuatannya tidak hanya bersetubuh (memasukkan alat kelamin kedalam

vagina), akan tetapi juga :

1. Memasukkan alat kelamin kedalam anus atau mulut.

2. Memasukkan sesuatu benda (bukan bagian tubuh laki-laki) kedalam vagina atau mulut wanita.

b. Caranya tidak hanya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, tetapi juga dengan cara apapun diluar kehendak atau persetujuan korban.

c. Objeknya tidak hanya wanita dewasa yang sadar, tetapi wanita yang tidak berdaya atau pingsan dan di bawah umur, juga tidak hanya terhadap wanita yang tidak setuju (di luar kehendaknya), tetapi juga terhadap wanita yang

10

Laden Marpaung, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya. Cet. 2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004) hlm 50.


(34)

memberikan persetujuannya karena dibawah ancaman, karena kekeliruan atau kesesatan atau penipuan atau karena dibawah umur.11

Pelaku perkosaan terhadap anak-anak dibawah umur yang dapat juga disebut dengan Chid molester, dapat digolongkan kedalam lima kategori yaitu :

a. Immature : Para pelaku melakukan perkosaan disebabkan oleh ketidakmampuan mengidentifikasikan diri mereka dengan peran seksual sebagai orang dewasa.

b. Frustated : Para pelaku melakukan kejahatannya (perkosaan) sebagai reaksi melawan frustasi seksual yang sifatnya emosional terhadap orang dewasa. Sering terjadi mereka beralih kepada anak-anak mereka sendiri (incest) ketika merasa tidak seimbang dengan istrinya.

c. Sociopathic : Para pelaku perkosaan yang melakukan perbuatannya dengan orang yang sama sekali asing baginya, suatu tindakan yang keluar dari kecenderungan agresif yang terkadang muncul.

d. Pathological : Para pelaku perkosaan yang tidak mampu mengontrol dorongan seksual sebagai hasil psikosis, lemah mental, kelemahan organ tubuh atau kemerosotan sebelum waktunya (premature senile deterioration).

e. Miscellaneous : Yang tidak termasuk semua kategori di atas.12

Perkosaan merupakan suatu tindak kejahatan yang pada umumnya diatur dalam Pasal 285 KUHP, yang bunyinya adalah sebagai berikut :

11

Topo Santoso, Seksualitas Dan Hukum Pidana, (Jakarta: IND-HILL-CO, 1997) hal 67.

12


(35)

“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”

Unsur-unsur yang terkandung dalam pasal tersebut antara lain sebagai berikut :

a. “Barang siapa” merupakan suatu istilah orang yang melakukan.

b. “Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan” yang artinya melakukan kekuatan badan, dalam Pasal 89 KUHP disamakan dengan menggunakan kekerasan yaitu membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya.

c. “Memaksa seorang wanita yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia” yang artinya seorang wanita yang bukannya isterinya mendapatkan pemaksaan bersetubuh diluar ikatan perkawinan dari seorang laki-laki.

Perkosaan dalam bentuk kekerasan dan ancaman kekerasan untuk bersetubuh dengan anak dibawah umur diatur juga dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada Pasal 81 ayat (1) dan (2) yang menyebutkan :

a. Setiap orang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

b. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Unsur-unsur perkosaan jika diperhatikan pada pasal tersebut adalah sebagai berikut :


(36)

a. Setiap orang, yang berarti subyek atau pelaku.

b. Dengan sengaja, yang berarti mengandung unsur kesengajaan (dolus). c. Melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, yang berarti dalam

prosesnya diperlakukan dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan.

d. Memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, yang berarti ada suatu pemaksaan dari pelaku atau orang lain untuk bersetubuh dengan seorang anak (korban).

e. Berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, yang berarti bahwa perbuatan tersebut dapat dilakukan dengan cara menipu, merayu, membujuk dan lain sebagainya untuk menyetubuhi korbannya.

Jenis-jenis perkosaan dapat diklasifikasikan antara lain sebagai berikut :

a. Sadistic rape

Perkosaan sadistic, artinya pada tipe ini seksualitas dan agresif berpadu dalam bentuk yang merusak. Pelaku perkosaan telah nampak menikmati kesenangan erotik bukan melalui hubungan seksnya, melainkan melalui serangan yang mengerikan atau alat kelamin dan tubuh korban.

b. Angea rape

Yakni penganiayaan seksual yang bercirikan seksualitas menjadi sarana untuk menyatakan dan melampiaskan perasaan geram dan marah yang tertahan. Disini tubuh korban seakan-akan merupakan objek terhadap siapa


(37)

pelaku yang memproyeksikan pemecahan atas frustasi-frustasi, kelemahan, dan kekecewaan hidupnya.

c. Dononation rape

Yakni suatu perkosaan yang terjadi seketika pelaku mencoba untuk gigih atas kekuasaan dan superioritas terhadap korban. Tujuannya adalah penaklukan seksual, pelaku menyakiti korban namun tetap memiliki keinginan berhubungan seksual.

d. Seduktive rape

Suatu perkosaan yang terjadi pada situasi-situasi yang merangsang, yang tercipta oleh kedua belah pihak. Pada mulanya korban memutuskan bahwa keintiman personal harus dibatasi tidak sampai sejauh kesenggamaan. Pelaku pada umumnya mempunyai keyakinan membutuhkan paksaan, oleh karena tanpa itu tak mempunyai rasa bersalah yang menyangkut seks.

e. Victim precipitatied rape

Yakni perkosaan yang terjadi (berlangsung) dengan menempatkan korban sebagai pencetusnya.

f. Exploitation rape

Perkosaan yang menunjukan bahwa pada setiap kesempatan melakukan hubungan seksual yang diperoleh oleh laki-laki dengan mengambil keuntungan yang berlawanan dengan posisi wanita yang bergantung padanya secara ekonomis dan sosial. Misalnya, istri yang diperkosa suaminya atau pembantu rumah tangga yang diperkosa majikannya,


(38)

sedangkan pembantunya tidak mempersoalkan (mengadukan) kasusnya ini kepada pihak yang berwajib.13

D. Faktor-faktor Yang Menjadi Penghambat Dalam Memberikan Perlindungan Hukum

Penegakan hukum dalam upaya memberikan perlindungan hukum dalam kasus perkosaan yang dilakukan oleh pelakunya orang dewasa terhadap korban yang masih di bawah umur masih kurang efisien diterapkan dalam kenyataannya, hal tersebut disebabkan terdapat faktor-faktor yang mungkin dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut yang antara lain sebagai berikut :

1. Faktor hukumnya sendiri, yang dalam tulisan akan dibatasi pada undang-undang saja.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau faselitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyrakat, yakni lingkungan, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan. Yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.

13

Abdul Wahid dan Muhamad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual,


(39)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Proses pengumpulan dan penyajian sehubungan dengan penelitian ini maka digunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan Yuridis Normatif adalah suatu pendekatan yang dilakukan dimana pengumpulan dan penyajian data dilakukan dengan mempelajari dan menelaah konsep-konsep dan teori-teori serta peraturan-peraturan secara kepustakaan yang berkaitan dengan pokok bahasan penulisan skripsi ini. Sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan yang ada khususnya dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perkosaan anak.

B. Sumber dan Jenis data

Sumber dan jenis data dalam penelitian ini hanya menggunakan data primer dan data sekunder antara lain :

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari observasi di lapangan. Dalam rangka penelitian lapangan terutama yang menyangkut pokok bahasan skripsi ini. Dalam hal ini data diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap beberapa responden.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan literatur kepustakaan dengan melakukan studi dokumen, arsip yang bersifat teoritis,


(40)

konsep-konsep, doktrin dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan pokok cara membaca, mengutip dan menelaah peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan permasalahan yang akan di bahas.

Berikut ini bahan-bahan yang berkenaan dengan kasus yang akan di bahas yang terdiri antara lain :

Data skunder dalam penelitian ini adalah : 1. Bahan Hukum Primer, antara lain :

a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

c) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

d) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

e) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan bahan hukum primer dalam hal ini teori-teori yang dukemukakan para ahli dan peraturan-peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.


(41)

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari:

a) Literatur b) Kamus

c) Internet, surat kabar dan lain-lain1

C. Penetuan Populasi dan Sampel

Populasi yaitu jumlah keseluruhan dari unit analisa yang dapat diduga-duga. Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang sama.2 Populasi dalam penelitian ini adalah Kepolisian Daerah Lampung.

Sampel merupakan sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi. Pada sampel penelitiannya diambil dari beberapa orang populasi secara “purposive sampling” atau penarikan sample yang bertujuan dilakukan dengan cara

mengambil subjek berdasarkan pada tujuan tertentu.3 Dalam penelitian ini responden sebanyak 4 orang, yaitu :

1. Penyidik Unit PPA Polres Lampung Utara : 2 orang 2. Hakim Anggota di Pengadilan Negeri Kotabumi : 1 orang

3. LSM (Lembaga Swadaya Masyrakat) : 1 orang +

Jumlah 4 orang.

1

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia 1986)hlm. 57.

2

Ibid, hlm 72.

3


(42)

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan, dengan studi pustaka dan studi literatur.

a. Studi Pustaka

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari undang-undang, peraturan pemerintah dan literatur hukum yang berkaitan dengan pokok bahasan. Hal ini dilakukan dengan cara membaca, mengutip dan mengidentifikasi data yang sesuai dengan pokok bahasan dan ruang lingkup penelitian ini.

b. Studi lapangan

Studi lapangan dilakukan melalui wawancara dengan responden yang telah direncanakan sebelumnya. Metode yang dipakai adalah pengamatan langsung dilapangan serta mengajukan pertanyaan yang disusun secara teratur dan mengarah pada terjawabnya permasalahan dalam penulisan skripsi ini.

2. Pengolahan Data

Tahapan pengolahan data dalam penelitian ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. Identifikasi data, yaitu mencari data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan pembahasan yang akan dilakukan dengan menelaah peraturan, buku atau artikel yang berkaitan dengan judul dan permasalahan.


(43)

b. Klasifikasi data, yaitu hasil identifikasi data yang selanjutnya diklasifikasi atau dikelompokkan sehingga diperoleh data yang benar-benar objektif.

c. Penyusunan data, yaitu menyusun data menurut sistematika yang telah ditetapkan dalam penelitian sehingga memudahkan peneliti dalam menginterprestasikan data.

E. Analisis Data

Analisis terhadap data yang diperoleh dilakukan dengan cara analisis kualitatif yaitu analisis yang dilakukan secara deskriftif yakni penggambaran argumentasi dari data yang diperoleh di dalam penelitian. Dari hasil analisis tersebut dilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara induktif yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan pada realitas yang bersifat khusus yang kemudian disimpulkan secara umum.


(44)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisi yang dilakukan oleh penulis mengenai perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana perkosaan, maka merupakan jawaban dari permasalahan yaitu :

1. Perlindungan anak sendiri perlu dilaksanakan sejak sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun sesuai dengan Undang-undang Perlindungan Anak. Selain itu, tahapan perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana perkosaan juga dilakukan: a)sebelum sidang pengadilan; seperti penerimaan laporan/pengaduan dari masyarakat, dilakukan upaya bantuan melalui konseling b)selama sidang pengadilan; selama proses sidang pengadilan, korban dalam memberikan kesaksian didampingi oleh anggota LBH/LSM supaya korban dapat lebih tenang dan tidak merasa takut dalam persidangan dan c)setelah sidang pengadilan korban mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan, korban mendapatkan identitas baru mendapatkan tempat kediaman baru, memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan, mendapatkan nasihat hukum; dan/atau memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan akhir.


(45)

2. Faktor-faktor penghambat dalam upaya pelaksanaan perlindungan hukum bagi anak korban tindak pidana perkosaan, seperti faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat, faktor budaya menjadi sorotan kita saat ini, faktor-faktor tersebut menjadi penghambat dalam penengakan hukum untuk memberikan perlindungan hukum bagi anak korban tindak pidana perkosaan. Minimnya dana dan sosialisasi antara pemerintah daerah dengan aparat penegak hukum masih kurang, yang berarti pemerintah daerah harus lebih menyikapi persoalan yang dialami oleh anak korban tindak pidana perkosaan, agar perlindungan yang diberikan oleh anak korban tindak pidana perkosaan menjadi maksimal.

B. Saran

Setelah penulis melakukan penelitian dan mengetahui hasil penelitian maka penulis mengajukan saran sebagai berikut :

1. Sebaiknya dalam pemberian perlindungan hukum pada anak korban tindak pidana perkosaan aparat penegak hukum lebih memaksimalkan upaya pemberian perlindungan hukum dengan mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Anak.

1. Sebaiknya pihak kepolisian bekerjasama dengan instasi dan LSM terkait agar lebih intensif dalam menerapkan perlindungan hukum yang sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

2. Perlu dibentuk Unit Polwan (Polisi Wanita) yang secara khusus memeriksa atau menyelidiki korban perkosaan agar korban bisa lebih terbukadan


(46)

berterus terang akan dirinya yang mengalami tindak pidana perkosaan, sehingga pidana dapat diberikan secara maksimal kepada pelaku tindak pidana.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Assiddiqie, Jimly, 1996, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia , Angkasa, Bandung

Chazawi, Adami, 2005, Pelajaran Hukum Pidana, Raja Grafindo, Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Edisi Kedua). Jakarta.

Krisnawati, Dani, Dkk, 2006, Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, Pena Pundi Aksara, Jakarta.

Lamintang, P.A.F., 1986, Hukum Panitensier Indonesia, Armico, Bandung.

Molejatno, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta Jakarta.

Nawawi Arif, Barda, 2002, Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan,Bandung; Citra

Priyatno, Dwdja, 2006, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Rafika Aditama, Bandung.

Prodjodikoro. Wirjono, 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Eresco, Bandung.

Soekanto, Soerjono, 1994, Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.


(48)

Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, 2001, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual : Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan, Refika Aditama, Bandung.

Andi Hamzah, 1986,Perlindungan Hak-hak Asasi Manusia dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Binacipta, Bandung.

R. Soesilo, 1988, KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Dengan Pasal Demi Pasal, Bandung, Karya Nusantara Cetakan X.

Gumilang, A. 1993.Kriminalistik Pengetahuan Tentang Teknik dan Taktik Penyidikan. Angkasa, Bandung.

Buku :

Berkas Perkara Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Lampung Resort Lampung Utara No. Berkas Perkara : BP/134/VIII/2010/RESKRIM

Website

www.mediaindo.com

http://www.google.co.id/search http://ejournal.unsrat.ac.id


(49)

(50)

(51)

(1)

57

berterus terang akan dirinya yang mengalami tindak pidana perkosaan,

sehingga pidana dapat diberikan secara maksimal kepada pelaku tindak


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Assiddiqie, Jimly, 1996, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia , Angkasa, Bandung

Chazawi, Adami, 2005, Pelajaran Hukum Pidana, Raja Grafindo, Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Kedua). Jakarta.

Krisnawati, Dani, Dkk, 2006, Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, Pena Pundi Aksara, Jakarta.

Lamintang, P.A.F., 1986, Hukum Panitensier Indonesia, Armico, Bandung.

Molejatno, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta Jakarta.

Nawawi Arif, Barda, 2002, Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan,Bandung; Citra

Priyatno, Dwdja, 2006, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Rafika Aditama, Bandung.

Prodjodikoro. Wirjono, 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Eresco, Bandung.

Soekanto, Soerjono, 1994, Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.


(3)

Soekanto, soerjono. 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta.

Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, 2001, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual : Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan, Refika Aditama, Bandung.

Andi Hamzah, 1986,Perlindungan Hak-hak Asasi Manusia dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Binacipta, Bandung.

R. Soesilo, 1988, KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Dengan Pasal Demi Pasal, Bandung, Karya Nusantara Cetakan X.

Gumilang, A. 1993.Kriminalistik Pengetahuan Tentang Teknik dan Taktik Penyidikan. Angkasa, Bandung.

Buku :

Berkas Perkara Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Lampung Resort Lampung Utara No. Berkas Perkara : BP/134/VIII/2010/RESKRIM

Website

www.mediaindo.com

http://www.google.co.id/search


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Tindak Pidana Hubungan Seksual Sedarah (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Binjai

7 146 111

Perlindungan Hukum Terhadap Lessor Dalam Perjanjian Leasing (Sewa Guna Usaha)(Studi Kasus Pada PT. OTO Multiartha Cabang Medan)

14 174 83

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA PENCABULAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK

1 20 55

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN

1 17 115

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ANAK DI SURAKARTA Upaya Perlindungan Hukum Bagi Korban Tindak Pidana Perdagangan Anak Di Surakarta.

0 4 19

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ANAK DI SURAKARTA Upaya Perlindungan Hukum Bagi Korban Tindak Pidana Perdagangan Anak Di Surakarta.

0 2 12

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DIHUBUNGKAN DENGAN BERLAKUNYA UNDANG- UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (Studi Kasus di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Klas I A Padang).

0 0 11

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK KORBAN PERKOSAAN DALAM PERADILAN ANAK

1 4 14

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH A. Undang-Undang No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana - Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Tindak Pidana Hubungan Seksual Sedarah (Studi Kasus

0 0 20

BAB III PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM 3.1 Perlindungan Hukum berdasarkan Hukum Pidana Umum atau Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) 3.1.1.Bagi Anak sebagai Pelaku Perkosaan - PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANA

0 0 27