BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Berdasarkan penelitian WHO di seluruh dunia terdapat kematian bayi khususnya bayi baru lahir sebesar 10.000.000 jiwa per tahun. Kematian bayi tersebut terjadi
terutama di negara berkembang sebesar 99. Sebenarnya kematian bayi mempunyai peluang yang besar untuk dihindari dengan meningkatkan kerjasama antar pemerintah,
swasta dan badan-badan sosial lainnya Manuaba, 1998. Kematian bayi baru lahir memberikan konstribusi sebesar 47 terhadap angka
kematian bayi. Setengah dari angka kematian bayi baru lahir terjadi pada minggu pertama hidupnya Saifuddin, 2002.
Angka kematian bayi baru lahir di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Penyebab utama terjadinya kematian bayi
baru lahir di negara berkembang antara lain adalah asfiksia, sindrom gangguan nafas, infeksi serta komplikasi hipotermi Hidayat, 2002.
Hipotermi terjadi karena penurunan suhu tubuh yang disebabkan oleh berbagai keadaan, terutama karena tingginya kebutuhan oksigen dan penurunan suhu ruangan.
Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal sangat penting untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan bayi baru lahir. Pengaturan suhu tubuh tergantung pada faktor
penghasil panas dan pengeluarannya, sedangkan produksi panas sangat tergantung pada oksidasi biologis dan aktifitas metabolisme dari sel-sel tubuh waktu istirahat Jensen,
2005.
Universitas Sumatera Utara
Kontak ke kulit antara ibu dan bayi merupakan cara yang efektif untuk menjaga suhu tubuh bayi agar tetap normal. Adaptasi fisiologi kehidupan luar rahim kadang-
kadang mempersulit bayi baru lahir untuk menjaga suhu tubuhnya Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004.
Kurang baiknya penanganan bayi baru lahir mengakibatkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bahkan kematian, misalnya akibat
hipotermi dapat terjadi cold stress yang selanjutnya dapat mengakibatkan kerusakan otak, perdarahan otak, syok beberapa bagian tubuh mengeras dan keterlambatan tumbuh
kembang Saifuddin, 2002. Bayi baru lahir tidak dapat mengatur suhu temperatur tubuhnya secara memadai
dan dapat dengan cepat kedinginan jika kehilangan panas tidak segera di cegah. Bayi yang mengalami kehilangan panas hipotermi beresiko tinggi untuk jatuh sakit atau
meninggal. Jika bayi dalam keadaan basah atau tidak diselimuti, bayi akan segera mengalami hipotermi meskipun berada dalam ruangan yang relatif hangat Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2004. Bayi baru lahir memiliki kecenderungan menjadi cepat stress karena perubahan
suhu lingkungan. Hal ini terjadi karena pusat pengaturan suhu tubuh bayi yang belum sempurna, permukaan tubuh bayi yang relatif luas, kemampuan produksi dan
penyimpanan panas yang terbatas, penurunan suhu ruangan dan kekurangan lemak subkutan Wahyuningsih, 2008.
Berdasarkan survei awal pada tanggal 20 September 2008 di Klinik Dina Elfira Kelurahan Tanah 600 Kecamatan Medan Marelan, dengan melakukan wawancara kepada
1
Universitas Sumatera Utara
7 orang mahasiswa D-III Akademi Kebidanan yang sedang praktek klinik disana terdapat 5 orang yang tidak mengetahui tentang hipotermi
pada bayi baru lahir. Hal ini menujukkan masih kurangnya pengetahuan mahasiswa tentang hipotermi pada bayi baru lahir.
Dengan diketahuinya bahaya hipotermi pada bayi baru lahir, maka perlu meningkatkan keselamatan untuk mengontrol keseimbangan panas yang mudah
terganggu pada bayi baru lahir. Berdasarkan latar belakang inilah, maka peneliti tertarik untuk menulis Karya Tulis Ilmiah ini.
B. Rumusan Masalah