Salinitas dan Osmoregulasi Pendugaan Carryng Capacity Melalui Beban Limbah Fospor
Salinitas sebagai masking faktor berpengaruh terhadap reproduksi, distribusi, osmoregulasi. Perubahan salinitas tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku
biota tetapi berpengaruh terhadap perubahan sifat kimia air Brotowidjoyo et al, 1995. Gunarto 1992, perubahan salinitas akan sangat berpengaruh langsung
terhadap kondisi fisiologi kepiting terkait dengan proses osmoregulasi dan moulting, karena salinitas sangat berpengaruh terhadap tekanan osmotik air, sifat osmotik dari
air berasal dari seluruh elektrolit yang terlarut dalam air tersebut. Semakin tinggi salinitas, konsentrasi elektrolit makin besar, sehingga semakin tinggi pula tekanan
osmotiknya. Kepiting bakau termasuk golongan crustaceae yang mempunyai sifat
eurihaline, menurut Anggoro 1990 dalam Marini 2007 siklus moulting crustaceae dapat dibagi menjadi 4 fase, yaitu : Premoult, Moult tahap ganti kulit
yang disertai dengan pertambahan ukuran tubuh, Postmoult tahap pembentukan eksoskleton baru, Intermoult tahap pertumbuhan aktif, dimana proses ganti kulit
sangat berkaitan dengan perubahan osmolaritas.
Osmolaritas haemolymph kepiting bakau tidak tetap, tetapi berubah ubah, seperti yang terlihat dari hasil uji laboratorium nilai osmolaritas 816,97 mOsml H
2
O setara dengan air yang bersalinitas 28 ppt terjadi pada kepiting kondisi moult,
sedangkan pada kepiting pada fase intermoult menuju ke premoult osmolaritasnya hanya 750,47 mOsml H
2
O setara dengan air yang bersalinitas 25,5 ppt. Osmolaritas air media tambak yang bersalinitas 24 ppt sebesar 700,37 mOsml H
2
O. Pada fase intermoult kepiting cukup mantap dalam pertumbuhan sel dan jaringan serta
pengerasan kulit karena osmolaritas media hampir seimbang dengan osmlaritas kepiting sehingga energi untuk adaptasi dalam proses osmoregulasi dapat
diminimalisasi. Selanjutnya terjadi proses mobilisasi serta akumulasi cadangan nitrien terutama kalsium dan fospor, serta terjadinya aktivitas penyiapan kulit baru
diiringi dengan penyerapan nutrien organik dan kalsium dari kulit lama kedalam haemolymph. hal tersebut yang menyebabkan nilai osmolaritas menjadi meningkat,
sehingga osmolaritas haemolymph kepiting pada fase moult lebih tinggi dibanding nilai osmolaritas media, hal ini menunjukkan bahwa kepiting mengalami regulasi
hiperosmotik. Nilai osmolaritas tersebut diduga terjadi mulai saat kepiting dalam kondisi premoult ke moult, sehingga dalam kondisi yang demikian kepiting berusaha
mempertahankan tekanan osmotik cairan tubuh dengan menjaga agar cairan tubuh tidak keluar dari sel dan mencegah agar cairan urine tidak lebih pekat dari
haemolymphnya. Moulting merupakan cara yang ditempuh supaya terjadi keseimbangan tekanan osmotik media dengan haemolymph kepiting, dengan
moulting kepiting akan mengekstrak air tawar dari air medianya melalui penyerapan dengan kulit barunya.
Hal yang menyebabkan kisaran salinitas air media pemeliharaan kepiting dalam tambak pada kondisi optimal 20 – 24 ppt adalah karena adanya
percampuran air laut dengan air tawar dari sungai yang masuk dalam in let yang kemudian digunakan untuk pergantian air media dalam tambak.