Hasil Karakterisasi Simplisia HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan Tumbuhan yang diteliti telah diidentifikasi di Herbarium Medanense MEDA, Universitas Sumatera Utara. Hasil identifikasi tumbuhan yaitu Alpinia purpurata K.schum. Surat hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 51.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia

Hasil pemeriksaan makroskopik, rimpang tumbuhan lengkuas merah dicirikan dengan rimpang yang agak kecil, irisan rimpang berwarna kuning dengan tepi berwarna merah, berserat kasar, berbau aromatik, serta berasa sangat tajam. Diameter kira-kira 2 cm. Gambar dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 53. Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia rimpang tanaman lengkuas merah adalah bentuk agak pipih, bagian luar berwarna coklat kemerahan, bagian dalam berwarna putih kecoklatan. Mempunyai ukuran yang lebih kecil dari irisan rimpang, berkerut dan keras. Diameter kira-kira 1 cm. Gambar dapaat dilihat pada Lampiran 3, halaman 53. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia rimpang tanaman lengkuas merah adalah terdapat fragmen pati berbentuk lonjong atau bulat telur, sel parenkim berisi tetesan minyak atsiri, jaringan gabus serat dan pembuluh kayu. Gambar pengamatan mikroskopik simplisia rimpang lengkuas merah dapat dilihat pada Gambar 4.1 Universitas Sumatera Utara Keterangan: 1. Tetesan minyak atsiri 2. Sel-sel parenkim 3. Serat 4. Pembuluh kayu 5. Butir pati Gambar 4.1 Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia rimpang lengkuas merah Menurut Depkes RI 2000, standarisasi suatu simplisia merupakan pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan obat dan menjadi penetapan nilai untuk berbagai parameter produk. Simplisia yang akan digunakan sebagai bahan baku obat harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan Materia Medika Indonesia. Persyaratan simplisia lengkuas dapat dilihat pada Tabel 4.1 2 1 3 5 4 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.1 Persyaratan simplisia lengkuas Depkes RI 1978 Spesifikasi Simplisisa lengkuas Kadar minyak atsiri Minimal 0,5 Kadar sari yang larut dalam air Minimal 5,2 Kadar sari yang larut dalam etanol Minimal 1,7 Kadar abu Maksimal 3,9 Kadar abu yang tidak larut dalam asam Maksimal 3,7 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia dan ekstrak rimpang lengkuas merah dapat dilihat pada Tabel 4.2 Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia dan ekstrak rimpang lengkuas merah Pemeriksaan Hasil Simplisia Ekstrak etanol Penetapan kadar air 8,99 3,00 Penetapan kadar sari larut air 17,55 68,04 Penetapan kadar sari larut etanol 15,42 65,24 Penetapan kadar abu total 3,56 2,56 Penetapan kadar abu larut asam 2,94 0,81 Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa kadar air simplisia 8,99, berarti simplisia sudah memenuhi persyaratan secara umum yaitu sebaiknya kadar air simplisia tidak lebih dari 10,00 Depkes RI, 1978. Kadar sari yang terlarut dalam air atau alkohol adanya zat berkhasiat yang dapat terlarut dalam pelarut yang digunakan. Semakin tinggi kadar yang dihasilkan berarti semakin tinggi pula kadar zat berkhasiatnya Gaman dan Sherrington, 1992. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kandungan zat Universitas Sumatera Utara berkhasiat, terutama faktor agronomis seperti ketinggian tempat, kelembaban, suhu dan jenis tanah Gupta, 1999. Nilai kadar sari larut dalam air simplisia yaitu sebesar 17,55 dan telah sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan yaitu mimimal 5,2, sedangkan nilai kadar sari larut dalam etanol simplisia yaitu sebesar 15,42 dan juga telah sesuai dengan baku mutu yaitu minimal dengan 1,7. Nilai kadar sari larut dalam air yang lebih besar menunjukan bahwa zat- zat berkhasiat yang berada didalam lengkuas dapat larut dengan baik didalam air dibandingkan didalam etanol. Air sebagi pelarut dapat menarik lendir, amina, vitamin, asam organik, asam anorganik, ataupun bahan pengotor. Abu secara umum didefenisikan sebagai residu anorganik dari pembakaran bahan-bahan organik. Komponen-komponen yang umum terdapat pada senyawa anorganik alami adalah silikat, kalium, natrium, kalsium, magnesium, mangan, besi, dan lain-lain. Kadar abu merupakaan parameter yang menunjukaan banyaknya bahan anorganik yang ada didalam produk Apriyantono, 1989. Abu yang terbakar sempurna adalah abu yang sudah berwarna putih keabuan. Dari hasil analisis diketahui bahwa kadar abu simplisia sebesar 3,56 dan telah sesuai dengan baku mutu yaitu maksimal 3,9. Kadar abu yang tinggi dapat disebabkan oleh tingginya kandungan mineral pada lahan tanam ataupun karena prosess pemupukan yang baik selama dilahan. Pengujian kadar abu tidak larut dalam asam dilakukan untuk melihat adanya kandungan mineral yang tidak larut dalam asam kuat HCl. Dari hasil pengujian diketahui bahwa kadar abu tidak larut asam simplisia sebesar 2,94 Universitas Sumatera Utara sesuai dengan ketentuan baku mutu atau maksimal 3,7 . Nilai kadar abu tidak larut asam yang relatif kecil dibanding baku mutu dapat disebabkan oleh proses pencucian dengan air pada simplisia tersebut sehingga mineral menjadi berkurang. Menurut Voigt 1994 proses pendahuluan seperti pencucian dengaan air secara berulang-ulang pada suatu bahan akan menyebabkan terlarutnya kandungan mineral dalam bahan tersebut oleh air pencuci sehingga kandungan mineralnya menjadi berkurang. Hasil pemeriksaan skrining fitokimia pada simplisia dan ekstrak rimpang lengkuas merah dapat dilihat pada Tabel 4.3 Tabel 4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Rimpang Lengkuas merah Pemeriksaan Simplisia Ekstrak Alkaloid _ _ Flavonoid + + Saponin + + Tanin + + Glikosida + + SteroidTriterpenoid + + Keterangan: + = Positif ; - = Negatif Pada Tabel 4.3 dapat dilihat golongan senyawa yang terdapat pada serbuk simplisia dan ekstrak rimpang lengkuas merah yaitu golongan senyawa flavonoid, saponin, tanin, glikosida dan steroid-triterpenoid. Komponen bioaktif pada rempah-rempah, khususnya dari golongan Zingiberaceae yang terbanyak adalah jenis flavanoid dan golongan Universitas Sumatera Utara triterpenoid. Golongan ini dikenal sebagai kelompok utama pada tanaman sebagai penyususn minyak atsiri Wills dan Stuart, 2001.

4.3 Hasil Pengujian Efek Antimutagenik