Pemanfaatan Lengkuas Merah (Alpinia Purpurata K. Schum) Sebagai Bahan Antijamur Dalam Sampo

(1)

SKRIPSI

PEMANFAATAN LENGKUAS MERAH (Alpinia purpurata K. Schum) SEBAGAI BAHAN ANTIJAMUR DALAM SAMPO

OLEH : RINI BUDIARTI

F34102057

2007

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


(2)

Rini Budiarti. F34102057. PEMANFAATAN LENGKUAS MERAH (Alpinia purpurata K. Schum) SEBAGAI BAHAN ANTIJAMUR DALAM SAMPO. Di bawah bimbingan Prof. Abdul Aziz Darwis dan Christina Winarti, MA.

RINGKASAN

Lengkuas merah (Alpinia purpurata K. Schum) merupakan salah satu jenis rempah-rempah yang memiliki komponen bioaktif yang berfungsi sebagai antijamur, yaitu 1’-Asetoksi khavikol asetat, eugenol, dan flavonol. Potensi bahan aktif antijamur dalam rimpang lengkuas merah merupakan salah satu solusi bagi merebaknya penyakit yang disebabkan oleh jamur. Pemanfaatan lengkuas merah dalam sampo merupakan alternatif sumber sediaan sampo antijamur yang lebih aman bagi penderita infeksi kulit kepala. Selain itu, tingginya produksi lengkuas di Indonesia menjadikan pembuatan sampo lengkuas merah sebagai upaya peningkatan nilai tambah dari tanaman tersebut.

Penelitian ini bertujuan : (1) untuk mengetahui pengaruh ekstrak lengkuas merah terhadap karakteristik produk sampo, (2) untuk mengetahui efektifitas sampo dengan ekstrak lengkuas merah terhadap jamur penyebab infeksi kulit kepala, dan (3) untuk mengetahui kesukaan konsumen terhadap produk sampo antijamur dengan ekstrak lengkuas merah.

Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama meliputi analisa bubuk lengkuas merah dan ekstraksi lengkuas merah. Tahap kedua, yaitu proses pembuatan sampo dengan menggunakan empat taraf perlakuan konsentrasi ekstrak lengkuas merah (0,5 persen, 1 persen, 2 persen, dan 3 persen), pengujian karaktersiatik sampo, pengujian daya antijamur, dan uji organoleptik sampo.

Ekstraksi lengkuas merah dengan metode maserasi menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat pekat dengan rendemen sebesar 24,85 persen. Hasil analisa terhadap bubuk lengkuas merah menghasilkan nilai kadar air sebesar 7,8 persen, kadar abu 9,16 persen, kadar abu tidak larut asam 2,93 persen, kadar sari larut dalam air 31,22 persen, dan kadar sari larut dalam etanol 21,6 persen.

Sampo ekstrak lengkuas merah yang dihasilkan efektif menghambat pertumbuhan dua jenis jamur penyebab infeksi kulit kepala, yaitu Tricophyton mentagropytes dan Misrosporum canis Dari hasil pengujian antijamur, diperoleh nilai diameter daerah hambat untuk jamur T. Mentagropytes dengan kisaran 29-34 mm, sedangkan M. canis dengan kisaran sebesar 32,3-36 mm. Nilai diameter daerah hambat terhadap jamur dipengaruhi oleh jenis jamur.

Sampo ekstrak lengkuas merah memiliki rentang pH 5.9-7.5, nilai ini masih sesuai dengan baku mutu pH sampo menurut SNI (1992). Viskositas sampo yang dihasilkan berkisar 1185-8486.5 cP. Nilai kadar air dengan rentang 77.5-80 persen dan alkali bebas sampo (untuk semua tingkat konsentrasi = 0), pada semua tingkat konsentrasi ekstrak masih memenuhi nilai syarat mutu kadar air dan alkali bebas sampo. Nilai kestabilan emulsi sampo dengan ekstrak lengkuas merah memiliki nilai berkisar 21.21-23.29 persen, nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan sampo kontrol, yaitu sampo Natur dan Merang. Pada pengujian umur simpan, nilai pH sampai akhir penyimpanan masih termasuk pada baku mutu sampo menurut SNI (1992), yaitu sekitar 7.6-5.15. Nilai viskositas sampo selama penyimpanan untuk semua tingkat konsentrasi ekstrak berkisar 8853.5-16950 cP.


(3)

Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa variasi konsentrasi ekstrak lengkuas merah berpengaruh nyata terhadap nilai pH, kekentalan, kadar air, dan stabilitas emulsi sampo. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa sampo ekstrak lengkuas merah yang paling disukai adalah sampo dengan konsentrasi ekstrak lengkuas merah 1 persen.


(4)

Rini Budiarti. F34102057. Application Red Galangal (Alpinia purpurata K. Schum) as Antifungal Agent in Shampoo. Supervised by Prof. Dr. Ir. Abdul Aziz Darwis, MSc dan Ir. Christina Winarti, MA.

SUMMARY

Red galangal (Alpinia purpurata K. Schum) has been proven as antifungal which bioactive compound such as 1’-Acetoxychavicol Acetate, eugenol, and.flavonol. Use red galangal extract in shampoo is effort to give added value for red galangal which at the moment still exploting for addition in food ingredient. Beside, to made new antifungal shampoo which more safe than antifungal shampoo with synthetic antifungal active material.

The aim of this research were, (1) to observe the influence of red galangal extract on the characteristic of shampoo, (2) to know the effectivity of shampoo with red galangal extract for two kind fungi that caused scalp and hair infection, and (3) to know how far consumen’s acceptance to shampoo with red galangal extract. The experiment was set up in in complete randomized single design, with two repetition. The treatment factor was red galangal extract concentration with four degrees, which were 0.5 percent; 1 percent; 2 percent; and 3 percent.

This research consist of two steps. First step was red galangal extract production and analyze of red galangal powder. In the second step was produced shampoo using red galangal extract wuth four levels concentration, and analyze of shampoo’s characteristic, and antifungal test.

Result had shown the potential of red galangal extract as antifungal agent for Tricophyton mentagropytes and Microsporum canis. Value of inhibitors zone for T. Mentagropytes are 29-34 mm and for M. canis are 33 – 36 mm. Based on the result of susceptibility test, the growth of Tricophyton mentagropytes can be inhibited better than Microsporum canis. Difference result of antifungal agent by red galangal extract affected by characteristic of cell wall and viscosity of shampoo with red galangal extract.

The shampoo analysis with red galangal extract treatments had average pH range 5.9-7.5 ; viscosity 1185-8486.5 cP ; zero free alkaly in all concentration red galangal extract ; water rate 77.5-80 percen ; and emultion stability 21.21-23.29 percen. From the analysis result showed that the outcome shampoo in this research had fulfilled the shampoo quality standart in the market and standart for shampoo from Indonesian National Standart about shampoo (SNI 06-2692-1992). The pH stability during 30 days the extend are 7.6-5.15, whereas viscosity stability during 30 days the extend are 8853.5-16950 cP.

Result of the manner analysis has showed that the variation of red galangal extract influenced the pH value, water rate, viscosity, and emultion stability of shampoo with red galangal extract. Result of organoleptic test indicate that shampoo with red galangal extract which most accepted by the consumer is shampoo with 1 persen red galangal extract.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Lengkuas (Alpinia galanga) ... 4

B. Komposisi Kimia Lengkuas ... 7

D. Khasiat Komponen Bioaktif Lengkuas ... 8

E. Tinea Capitis ... 11

F. Senyawa Antijamur ... 12

G. Sampo ... 13

H. Formulasi Sampo ... 15

III. METODOLOGI ... 19

A. ALAT DAN BAHAN ... 19

B. METODE PENELITIAN ... 18

B.1. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 18

1. Pengolahan Simplisia Lengkuas ... 18

2. Ekstraksi ... 19

B.2. PENELITIAN UTAMA ... 21

1. Pembuatan Sampo Antijamur ... 21

2. Analisa Karakteristik Sampo Antijamur ... 23

3. Pengujian Aktivitas Antijamur ... 23

4. Uji Kesukaan Konsumen ... 25


(6)

C. RANCANGAN PERCOBAAN ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

A. PERLAKUAN PENDAHULUAN ... 27

A.1. Analisa Bubuk Lengkuas ... 27

A.2. Ekstraksi Komponen Bioaktif Lengkuas Merah ... 29

A.3. Analisa Ekstrak Lengkuas Merah ... 31

B. PENELITIAN UTAMA ... 33

B.1 Karakteristik Sampo ... 33

1. Nilai pH ... 33

2. Viskositas ... 35

3. Alkali Bebas ... 37

4. Kadar Air ... 38

5. Stabilitas Emulsi ... 39

B.2 UJI STABILITAS ... 41

1. Stabilitas Nilai pH ... 41

2. Stabilitas Viskositas ... 42

B.3 DAYA ANTIJAMUR ... 46

B.4 UJI KESUKAAN KONSUMEN ... 47

1. Kesukaan Terhadap Penampakan Sampo ... 48

2. Kesukaan terhadap Aroma Sampo ... 50

3. Kesukaan terhadap Kekentalan Sampo ... 52

4. Kesukaan terhadap Banyaknya Busa Sampo ... 53

5. Kesukaan terhadap Kesan setelah Pemakaian Sampo ... 54

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

A. KESIMPULAN ... 57

B. SARAN ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Produksi Tanaman Obat di Indonesia Tahun 2000 – 2006 ... 7

Tabel 2. Aktivitas Beberapa Komponen Bioaktif Pada Rempah-Rempah ... 11

Tabel 3. Standar Mutu Sampo (SNI 06-2692-1992) ... 15

Tabel 4. Formulasi Sampoo dengan Ekstrak Lengkuas Merah ... 21

Tabel 5. Data Panduan untuk Uji Umur Simpan Produk Emulsi ... 26

Tabel 6. Hasil Analisis Mutu Simplisia Lengkuas Merah (kadar bahan, % b/k) ... 27

Tabel 7. Hasil Analisa Ekstrak Lengkuas Merah ... 33

Tabel 8. Nilai Alkali Bebas Sampo Ekstrak lengkuas Merah ... 38


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Tanaman Lengkuas dan Rimpang Lengkuas (Alpinia puepurata

K. Schum) ... 5

Gambar 2. Struktur Flavonol pada Alpinia sp. ... 7

Gambar 3. Diagram Alir Ekstraksi Simplisia Lengkuas Merah ... 21

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Sampo Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum) ... 23

Gambar 5. Bagan Persiapan Kultur Uji ... 24

Gambar 6. Pengujian Antijamur Metode Difusi Agar ... 24

Gambar 7. Bubuk Lengkuas Merah Hasil Penggilingan ... 27

Gambar 8. Grafik pengaruh konsentrasi ekstrak lengkuas merah terhadap nilai pH Sampo ... 34

Gambar 9. Grafik pengaruh konsentrasi ekstrak lengkuas merah terhadap nilai viskositas sampo ... 37

Gambar 10. Grafik pengaruh konsentrasi ekstrak lengkuas merah terhadap nilai kadar air sampo ... 39

Gambar 11. Grafik pengaruh konsentrasi ekstrak lengkuas merah terhadap nilai stabilitas emulsi sampo ... 40

Gambar 12. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Ekstrak lengkuas Merah (ELM) dan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Nilai Stabilitas pH Produk Sampo ... 42

Gambar 13. Grafik Hubungan Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah (ELM) dan Lama Penyimpanan terhadap Stabilitas Viskositas Sampo ... 44

Gambar 14. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap dengan Diameter Hambat terhadap Jamur ... 46

Gambar 15. Grafik Hubungan Rata-rata Persentase Frekuensi Kesukaan Panelis terhadap Penampakan Sampo dan Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah ... 50

Gambar 16. Penampakan Sampo dengan Ekstrak Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum) ... 50


(9)

Gambar 17. Grafik Hubungan Rata-rata Persentase Frekuensi Kesukaan Panelis terhadap Aroma Sampo dan Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah .. 51 Gambar 18. Grafik Hubungan Rata-rata Persentase Frekuensi Kesukaan Panelis terhadap Kekentalan Sampo dan Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah ... 53 Gambar 19. Grafik Hubungan Rata-rata Persentase Frekuensi Kesukaan Panelis terhadap Banyaknya Busa Sampo dan Konsentrasi Ekstrak

Lengkuas Merah. ... 55 Gambar 20. Grafik Hubungan Rata-rata Persentase Frekuensi Kesukaan Panelis

terhadap Kesan Setelah Pemakaian Sampo dan Konsentrasi


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Tata Cara Analisis Bubuk Lengkuas Merah ... 65

Lampiran 2. Tata Cara Analisa Ekstrak Lengkuas Merah ... 67

Lampiran 3. Tata Cara Analisis Karakter Sampo Ekstrak Lengkuas Merah ... 68

Lampiran 4. Hasil Analisa Mutu Bahan Baku Bubuk Lengkuas Merah ... 70

Lampiran 5a. Rekapitulasi Data Hasil Analisa pH Sampo ... 72

Lampiran 5b. Hasil Analisis Ragam pH Sampo ... 72

Lampiran 5c. Hasil Uji Lanjut Wilayah Berganda Duncan Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap pH Sampo ... 72

Lampiran 6a. Rekapitulasi Data Hasil Analisa Viskositas Sampo ... 73

Lampiran 6b. Hasil Analisa Ragam Viskositas Sampo ... 73

Lampiran 6c. Hasil Uji Lanjut Wilayah Berganda Duncan Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap Viskositas Sampo ... 73

Lampiran 7a. Rekapitulasi Data Hasil Analisa Kadar Air Sampo ... 74

Lampiran 7b. Hasil Analisa Ragam Kadar Air Sampo ... 74

Lampiran 7c. Hasil Uji Lanjut Wilayah Berganda Duncan Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap Kadar Air Sampo ... 74

Lampiran 8. Rekapitulasi Data Hasil Analisa Alkali Bebas Sampo ... 75

Lampiran 9a. Rekapitulasi Data Hasil Analisa Stabilitas Emulsi Sampo ... 76

Lampiran 9b. Hasil Analisa Ragam Stabilitas Emulsi Sampo ... 76

Lampiran 9c. Hasil Uji Lanjut Wilayah Berganda Duncan Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap Stabilitas Emulsi Sampo ... 76

Lampiran 10a. Hasil Uji Efektivitas Antijamur Sampo Ekstrak Lengkuas Merah 77 Lampiran 10b. Hasil Uji Efektivitas Antijamur Sampo Ekstrak Lengkuas Merah pada Pengenceran 1000 ppm, 3000 ppm, dan 5000 ppm. ... 78

Lampiran 11. Hasil Analisa Ragam Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap Daya Antijamur Sampo ... 79

Lampiran 12. Foto Uji Antijamur Sampo dengan Ekstrak Lengkuas Merah pada Jamur Tricophyton mentagropytes dan Microsporum canis ... 80


(11)

SKRIPSI

PEMANFAATAN LENGKUAS MERAH (Alpinia purpurata K. Schum) SEBAGAI BAHAN ANTIJAMUR DALAM SAMPO

OLEH : RINI BUDIARTI

F34102057

2007

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


(12)

Rini Budiarti. F34102057. PEMANFAATAN LENGKUAS MERAH (Alpinia purpurata K. Schum) SEBAGAI BAHAN ANTIJAMUR DALAM SAMPO. Di bawah bimbingan Prof. Abdul Aziz Darwis dan Christina Winarti, MA.

RINGKASAN

Lengkuas merah (Alpinia purpurata K. Schum) merupakan salah satu jenis rempah-rempah yang memiliki komponen bioaktif yang berfungsi sebagai antijamur, yaitu 1’-Asetoksi khavikol asetat, eugenol, dan flavonol. Potensi bahan aktif antijamur dalam rimpang lengkuas merah merupakan salah satu solusi bagi merebaknya penyakit yang disebabkan oleh jamur. Pemanfaatan lengkuas merah dalam sampo merupakan alternatif sumber sediaan sampo antijamur yang lebih aman bagi penderita infeksi kulit kepala. Selain itu, tingginya produksi lengkuas di Indonesia menjadikan pembuatan sampo lengkuas merah sebagai upaya peningkatan nilai tambah dari tanaman tersebut.

Penelitian ini bertujuan : (1) untuk mengetahui pengaruh ekstrak lengkuas merah terhadap karakteristik produk sampo, (2) untuk mengetahui efektifitas sampo dengan ekstrak lengkuas merah terhadap jamur penyebab infeksi kulit kepala, dan (3) untuk mengetahui kesukaan konsumen terhadap produk sampo antijamur dengan ekstrak lengkuas merah.

Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama meliputi analisa bubuk lengkuas merah dan ekstraksi lengkuas merah. Tahap kedua, yaitu proses pembuatan sampo dengan menggunakan empat taraf perlakuan konsentrasi ekstrak lengkuas merah (0,5 persen, 1 persen, 2 persen, dan 3 persen), pengujian karaktersiatik sampo, pengujian daya antijamur, dan uji organoleptik sampo.

Ekstraksi lengkuas merah dengan metode maserasi menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat pekat dengan rendemen sebesar 24,85 persen. Hasil analisa terhadap bubuk lengkuas merah menghasilkan nilai kadar air sebesar 7,8 persen, kadar abu 9,16 persen, kadar abu tidak larut asam 2,93 persen, kadar sari larut dalam air 31,22 persen, dan kadar sari larut dalam etanol 21,6 persen.

Sampo ekstrak lengkuas merah yang dihasilkan efektif menghambat pertumbuhan dua jenis jamur penyebab infeksi kulit kepala, yaitu Tricophyton mentagropytes dan Misrosporum canis Dari hasil pengujian antijamur, diperoleh nilai diameter daerah hambat untuk jamur T. Mentagropytes dengan kisaran 29-34 mm, sedangkan M. canis dengan kisaran sebesar 32,3-36 mm. Nilai diameter daerah hambat terhadap jamur dipengaruhi oleh jenis jamur.

Sampo ekstrak lengkuas merah memiliki rentang pH 5.9-7.5, nilai ini masih sesuai dengan baku mutu pH sampo menurut SNI (1992). Viskositas sampo yang dihasilkan berkisar 1185-8486.5 cP. Nilai kadar air dengan rentang 77.5-80 persen dan alkali bebas sampo (untuk semua tingkat konsentrasi = 0), pada semua tingkat konsentrasi ekstrak masih memenuhi nilai syarat mutu kadar air dan alkali bebas sampo. Nilai kestabilan emulsi sampo dengan ekstrak lengkuas merah memiliki nilai berkisar 21.21-23.29 persen, nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan sampo kontrol, yaitu sampo Natur dan Merang. Pada pengujian umur simpan, nilai pH sampai akhir penyimpanan masih termasuk pada baku mutu sampo menurut SNI (1992), yaitu sekitar 7.6-5.15. Nilai viskositas sampo selama penyimpanan untuk semua tingkat konsentrasi ekstrak berkisar 8853.5-16950 cP.


(13)

Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa variasi konsentrasi ekstrak lengkuas merah berpengaruh nyata terhadap nilai pH, kekentalan, kadar air, dan stabilitas emulsi sampo. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa sampo ekstrak lengkuas merah yang paling disukai adalah sampo dengan konsentrasi ekstrak lengkuas merah 1 persen.


(14)

Rini Budiarti. F34102057. Application Red Galangal (Alpinia purpurata K. Schum) as Antifungal Agent in Shampoo. Supervised by Prof. Dr. Ir. Abdul Aziz Darwis, MSc dan Ir. Christina Winarti, MA.

SUMMARY

Red galangal (Alpinia purpurata K. Schum) has been proven as antifungal which bioactive compound such as 1’-Acetoxychavicol Acetate, eugenol, and.flavonol. Use red galangal extract in shampoo is effort to give added value for red galangal which at the moment still exploting for addition in food ingredient. Beside, to made new antifungal shampoo which more safe than antifungal shampoo with synthetic antifungal active material.

The aim of this research were, (1) to observe the influence of red galangal extract on the characteristic of shampoo, (2) to know the effectivity of shampoo with red galangal extract for two kind fungi that caused scalp and hair infection, and (3) to know how far consumen’s acceptance to shampoo with red galangal extract. The experiment was set up in in complete randomized single design, with two repetition. The treatment factor was red galangal extract concentration with four degrees, which were 0.5 percent; 1 percent; 2 percent; and 3 percent.

This research consist of two steps. First step was red galangal extract production and analyze of red galangal powder. In the second step was produced shampoo using red galangal extract wuth four levels concentration, and analyze of shampoo’s characteristic, and antifungal test.

Result had shown the potential of red galangal extract as antifungal agent for Tricophyton mentagropytes and Microsporum canis. Value of inhibitors zone for T. Mentagropytes are 29-34 mm and for M. canis are 33 – 36 mm. Based on the result of susceptibility test, the growth of Tricophyton mentagropytes can be inhibited better than Microsporum canis. Difference result of antifungal agent by red galangal extract affected by characteristic of cell wall and viscosity of shampoo with red galangal extract.

The shampoo analysis with red galangal extract treatments had average pH range 5.9-7.5 ; viscosity 1185-8486.5 cP ; zero free alkaly in all concentration red galangal extract ; water rate 77.5-80 percen ; and emultion stability 21.21-23.29 percen. From the analysis result showed that the outcome shampoo in this research had fulfilled the shampoo quality standart in the market and standart for shampoo from Indonesian National Standart about shampoo (SNI 06-2692-1992). The pH stability during 30 days the extend are 7.6-5.15, whereas viscosity stability during 30 days the extend are 8853.5-16950 cP.

Result of the manner analysis has showed that the variation of red galangal extract influenced the pH value, water rate, viscosity, and emultion stability of shampoo with red galangal extract. Result of organoleptic test indicate that shampoo with red galangal extract which most accepted by the consumer is shampoo with 1 persen red galangal extract.


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Lengkuas (Alpinia galanga) ... 4

B. Komposisi Kimia Lengkuas ... 7

D. Khasiat Komponen Bioaktif Lengkuas ... 8

E. Tinea Capitis ... 11

F. Senyawa Antijamur ... 12

G. Sampo ... 13

H. Formulasi Sampo ... 15

III. METODOLOGI ... 19

A. ALAT DAN BAHAN ... 19

B. METODE PENELITIAN ... 18

B.1. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 18

1. Pengolahan Simplisia Lengkuas ... 18

2. Ekstraksi ... 19

B.2. PENELITIAN UTAMA ... 21

1. Pembuatan Sampo Antijamur ... 21

2. Analisa Karakteristik Sampo Antijamur ... 23

3. Pengujian Aktivitas Antijamur ... 23

4. Uji Kesukaan Konsumen ... 25


(16)

C. RANCANGAN PERCOBAAN ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

A. PERLAKUAN PENDAHULUAN ... 27

A.1. Analisa Bubuk Lengkuas ... 27

A.2. Ekstraksi Komponen Bioaktif Lengkuas Merah ... 29

A.3. Analisa Ekstrak Lengkuas Merah ... 31

B. PENELITIAN UTAMA ... 33

B.1 Karakteristik Sampo ... 33

1. Nilai pH ... 33

2. Viskositas ... 35

3. Alkali Bebas ... 37

4. Kadar Air ... 38

5. Stabilitas Emulsi ... 39

B.2 UJI STABILITAS ... 41

1. Stabilitas Nilai pH ... 41

2. Stabilitas Viskositas ... 42

B.3 DAYA ANTIJAMUR ... 46

B.4 UJI KESUKAAN KONSUMEN ... 47

1. Kesukaan Terhadap Penampakan Sampo ... 48

2. Kesukaan terhadap Aroma Sampo ... 50

3. Kesukaan terhadap Kekentalan Sampo ... 52

4. Kesukaan terhadap Banyaknya Busa Sampo ... 53

5. Kesukaan terhadap Kesan setelah Pemakaian Sampo ... 54

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

A. KESIMPULAN ... 57

B. SARAN ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Produksi Tanaman Obat di Indonesia Tahun 2000 – 2006 ... 7

Tabel 2. Aktivitas Beberapa Komponen Bioaktif Pada Rempah-Rempah ... 11

Tabel 3. Standar Mutu Sampo (SNI 06-2692-1992) ... 15

Tabel 4. Formulasi Sampoo dengan Ekstrak Lengkuas Merah ... 21

Tabel 5. Data Panduan untuk Uji Umur Simpan Produk Emulsi ... 26

Tabel 6. Hasil Analisis Mutu Simplisia Lengkuas Merah (kadar bahan, % b/k) ... 27

Tabel 7. Hasil Analisa Ekstrak Lengkuas Merah ... 33

Tabel 8. Nilai Alkali Bebas Sampo Ekstrak lengkuas Merah ... 38


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Tanaman Lengkuas dan Rimpang Lengkuas (Alpinia puepurata

K. Schum) ... 5

Gambar 2. Struktur Flavonol pada Alpinia sp. ... 7

Gambar 3. Diagram Alir Ekstraksi Simplisia Lengkuas Merah ... 21

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Sampo Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum) ... 23

Gambar 5. Bagan Persiapan Kultur Uji ... 24

Gambar 6. Pengujian Antijamur Metode Difusi Agar ... 24

Gambar 7. Bubuk Lengkuas Merah Hasil Penggilingan ... 27

Gambar 8. Grafik pengaruh konsentrasi ekstrak lengkuas merah terhadap nilai pH Sampo ... 34

Gambar 9. Grafik pengaruh konsentrasi ekstrak lengkuas merah terhadap nilai viskositas sampo ... 37

Gambar 10. Grafik pengaruh konsentrasi ekstrak lengkuas merah terhadap nilai kadar air sampo ... 39

Gambar 11. Grafik pengaruh konsentrasi ekstrak lengkuas merah terhadap nilai stabilitas emulsi sampo ... 40

Gambar 12. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Ekstrak lengkuas Merah (ELM) dan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Nilai Stabilitas pH Produk Sampo ... 42

Gambar 13. Grafik Hubungan Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah (ELM) dan Lama Penyimpanan terhadap Stabilitas Viskositas Sampo ... 44

Gambar 14. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap dengan Diameter Hambat terhadap Jamur ... 46

Gambar 15. Grafik Hubungan Rata-rata Persentase Frekuensi Kesukaan Panelis terhadap Penampakan Sampo dan Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah ... 50

Gambar 16. Penampakan Sampo dengan Ekstrak Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum) ... 50


(19)

Gambar 17. Grafik Hubungan Rata-rata Persentase Frekuensi Kesukaan Panelis terhadap Aroma Sampo dan Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah .. 51 Gambar 18. Grafik Hubungan Rata-rata Persentase Frekuensi Kesukaan Panelis terhadap Kekentalan Sampo dan Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah ... 53 Gambar 19. Grafik Hubungan Rata-rata Persentase Frekuensi Kesukaan Panelis terhadap Banyaknya Busa Sampo dan Konsentrasi Ekstrak

Lengkuas Merah. ... 55 Gambar 20. Grafik Hubungan Rata-rata Persentase Frekuensi Kesukaan Panelis

terhadap Kesan Setelah Pemakaian Sampo dan Konsentrasi


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Tata Cara Analisis Bubuk Lengkuas Merah ... 65

Lampiran 2. Tata Cara Analisa Ekstrak Lengkuas Merah ... 67

Lampiran 3. Tata Cara Analisis Karakter Sampo Ekstrak Lengkuas Merah ... 68

Lampiran 4. Hasil Analisa Mutu Bahan Baku Bubuk Lengkuas Merah ... 70

Lampiran 5a. Rekapitulasi Data Hasil Analisa pH Sampo ... 72

Lampiran 5b. Hasil Analisis Ragam pH Sampo ... 72

Lampiran 5c. Hasil Uji Lanjut Wilayah Berganda Duncan Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap pH Sampo ... 72

Lampiran 6a. Rekapitulasi Data Hasil Analisa Viskositas Sampo ... 73

Lampiran 6b. Hasil Analisa Ragam Viskositas Sampo ... 73

Lampiran 6c. Hasil Uji Lanjut Wilayah Berganda Duncan Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap Viskositas Sampo ... 73

Lampiran 7a. Rekapitulasi Data Hasil Analisa Kadar Air Sampo ... 74

Lampiran 7b. Hasil Analisa Ragam Kadar Air Sampo ... 74

Lampiran 7c. Hasil Uji Lanjut Wilayah Berganda Duncan Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap Kadar Air Sampo ... 74

Lampiran 8. Rekapitulasi Data Hasil Analisa Alkali Bebas Sampo ... 75

Lampiran 9a. Rekapitulasi Data Hasil Analisa Stabilitas Emulsi Sampo ... 76

Lampiran 9b. Hasil Analisa Ragam Stabilitas Emulsi Sampo ... 76

Lampiran 9c. Hasil Uji Lanjut Wilayah Berganda Duncan Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap Stabilitas Emulsi Sampo ... 76

Lampiran 10a. Hasil Uji Efektivitas Antijamur Sampo Ekstrak Lengkuas Merah 77 Lampiran 10b. Hasil Uji Efektivitas Antijamur Sampo Ekstrak Lengkuas Merah pada Pengenceran 1000 ppm, 3000 ppm, dan 5000 ppm. ... 78

Lampiran 11. Hasil Analisa Ragam Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap Daya Antijamur Sampo ... 79

Lampiran 12. Foto Uji Antijamur Sampo dengan Ekstrak Lengkuas Merah pada Jamur Tricophyton mentagropytes dan Microsporum canis ... 80


(21)

Lampiran 13. Stabilitas Nilai pH Sampo Selama Penyimpanan ... 82

Lampiran 14. Stabilitas Nilai Viskositas Sampo Selama Penyimpanan ... 83

Lampiran 15. Lembar Uji Kesukaan Sampo Ekstrak Lengkuas Merah ... 84

Lampiran 16. Prosedur Pengujian Organoleptik Sampo ... 85

Lampiran 17a. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik terhadap Kesukaan Penampakan Sampo ... 86

Lampiran 17b.Hasil Uji Friedman Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap Kesukaan Penampakan Sampo ... 87

Lampiran 17c. Hasil Analisa Metode Crosstabulation Faktor Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap Penampakan Sampo ... 87

Lampiran 18a. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik terhadap Kesukaan Aroma Sampo ... 88

Lampiran 18b. Hasil Analisa Ragam Faktor Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap Kesukaan Aroma Sampo ... 89

Lampiran 18c. Hasil Analisa Metode Crosstabulation Faktor Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap Aroma Sampo ... 89

Lampiran 19a. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik terhadap Kesukaan Viskositas Sampo ... 90

Lampiran 19b. Hasil Analisa Metode Crosstabulation Faktor Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap Kesukaan Viskositas Sampo ... 91

Lampiran 19c. Hasil Analisa Ragam Faktor Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap Kesukaan Viskositas Sampo ... 91

Lampiran 20a. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik terhadap Banyaknya Busa Sampo ... 92

Lampiran 20b. Hasil Analisa Ragam Faktor Konsentrasi Ekstrak lengkuas Merah Terhadap Kesukaan Banyaknya Busa Sampo ... 93

Lampiran 20c. Hasil Analisa Metode Crosstabulation Faktor Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap Banyaknya Busa Sampo ... 93

Lampiran 21a. Rekapitulasi Data Hasil Uji Organoleptik terhadap Kesukaan Kesan Setelah Pemakaian Sampo ... 94

Lampiran 21b. Hasil Analisa Ragam Faktor Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap Kesukaan Kesan setelah Pemakaian Sampo ... 95


(22)

Lampiran 21c. Hasil Analisa Metode Crosstabulation Faktor Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap Kesan Setelah Pemakaian Sampo ... 95


(23)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tinea capitis merupakan jenis infeksi yang disebabkan oleh jamur yang menyerang daerah kulit kepala. Jamur yang menginfeksi kulit kepala dapat menyebabkan terjadinya kadas kulit kepala atau yang lebih dikenal sebagai infeksi ringworm, serta timbulnya gejala ketombe atau dandruff. Infeksi kulit kepala akibat jamur dapat mengakibatkan berbagai gangguan, mulai dari rambut dan kulit kepala menjadi kotor, berbau tidak sedap, rambut menjadi merah dengan ujung pecah-pecah serta mudah rontok, hingga pada tahap yang lebih serius dapat menyebabkan luka dalam yang jika sembuh akan meninggalkan bekas atau hilangnya rambut secara permanen (kebotakan permanen).

Senyawa antijamur untuk jamur penyebab infeksi kulit kepala yang banyak digunakan saat ini adalah senyawa antijamur sintetis, seperti sampo yang mengandung zat Zinc-phyrithion (ZPT), sulfur, selenium, ketokonazol atau sampo yang mengandung 2 % clotrimezol. Penggunaan bahan antijamur sintetis dalam sampo oleh penderita infeksi kulit kepala menurut Marzuki (2002) ternyata memiliki efek samping, seperti membuat rambut menjadi kering dan pecah-pecah. Selain itu menurut Anon (2002), pemakaian bahan antijamur sintetis juga dapat menimbulkan kulit kepala menjadi kemerahan, meradang, dan nyeri.

Efek samping bahan antijamur sintetis mendorong munculnya berbagai penelitian untuk menghasilkan bahan antijamur yang lebih aman, salah satunya adalah bahan antijamur alamiah. Salah satu sumber bahan nabati yang berkhasiat antijamur adalah lengkuas merah (Alpinia purpurata K. Schum). Lengkuas merah merupakan tanaman obat yang telah dibuktikan melalui berbagai penelitian memiliki daya antijamur dibandingkan jenis lengkuas putih. Bentuk sediaan yang diuji cukup bervariasi, mulai dari perasan, infus, ekstrak etanol, maupun minyak atsirinya. Khasiat lengkuas sebagai bahan antijamur disebabkan oleh kandungan zat kimianya, seperti


(24)

basonin, eugenol, galangan, galangol, dan kandungan senyawa kimia 1’-asetoksi kavikol asetat dalam minyak atsirinya.

Lengkuas merah merupakan salah satu jenis rempah-rempah yang telah banyak dimanfaatkan sebagai produk fitofarmaka atau produk yang memanfaatkan sumber daya nabati sebagai sumber bahan obat-obatan. Selain berkhasiat sebagai antijamur, lengkuas merah juga dapat mengobati penyakit gangguan perut, demam, pembengkakan limfa, radang telinga, bronkhitis, rematik dan sebagai obat kuat (aprodisiak).

Potensi lengkuas merah (Alpinia purpurata K. Schumm) sebagai bahan antijamur sangatlah penting mengingat infeksi kulit kepala yang disebabkan oleh jamur masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama. Infeksi kulit oleh jamur tidak saja menyerang masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat di seluruh dunia. Data Lembaga Kesehatan di Amerika Serikat mencatat bahwa lebih dari 12 juta orang setiap tahunnya terjangkit penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur (Windono dan Setijadi, 2002). Menurut Elewski (2000), anak-anak yang tinggal di kota-kota besar sangat rentan menderita infeksi kulit kepala. Bahkan di negara maju seperti Amerika dan Kanada, diperkirakan 15-25% anak-anak yang berusia 5 sampai 10 tahun mengalaminya. Cara penularannya yang sangat mudah menyebabkan jumlah penderita infeksi ini terus bertambah. Penularan dapat melalui orang atau binatang peliharaan yang terinfeksi. Bahkan sisir rambut, topi, sikat, serta media di kepala lainnya, juga bisa menjadi alat penyebaran jamur.

Tingginya produktivitas lengkuas merah di Indonesia memungkinkan pemanfaatan lengkuas merah sebagai produk antijamur komersil. Mengingat saat ini pemanfaatan lengkuas merah masih terbatas pada bidang pangan rumah tangga dan sebagai bahan obat tradisional tanpa adanya pemberian nilai tambah yang berarti bagi lengkuas merah. Data Badan Pusat Statistika (2006) mencatat produksi lengkuas dari tahun 2000 hingga 2005 berturut-turut sebesar : 9.489.723 ton, 11.112.058 ton, 12.848.182 ton, 19.527.111 ton, 22.609.057 ton, dan 35.478.405 ton.

Penggunaan ekstrak lengkuas merah dalam produk sampo diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah lengkuas merah selain sebagai


(25)

upaya penemuan alternatif sumber sediaan obat yang lebih aman bagi penderita infeksi kulit kepala. Sampo antijamur dengan bahan aktif ekstrak lengkuas merah diperkirakan dapat menghambat jamur penyebab infeksi kulit kepala, yaitu Tricophyton mentagropytes dan Microsporum canis.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk, (1) mengetahui pengaruh ekstrak lengkuas merah (Alpinia purpurata K. Schum) terhadap karakteristik produk sampo, (2) mengetahui efektifitas sampo dengan ekstrak lengkuas merah terhadap jamur penyebab infeksi kulit kepala, dan (3) untuk mengetahui kesukaan konsumen terhadap produk sampo dengan ekstrak lengkuas merah. Tercapainya tujuan penelitian ini akan memberikan nilai tambah tersendiri dalam pemanfaatan lengkuas merah.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lengkuas (Alpinia galanga) A.1. Botani

Lengkuas merupakan tanaman herba berumur panjang yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dan obat-obatan dan tergolong ke dalam simplisia rimpang (Sinaga, 2000). Klasifikasi tanaman lengkuas adalah sebagai berikut (Anon, 2000) :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobioma

Superdivisi : Spermathophyta

Divisi : Magnoliophyta

Klas : Liliopsida

Subklas : Zingiberidae

Ordo : Zingiberales

Keluarga : Zingiberaceae

Genus : Alpinia Roxb.

Species : Alpinia purpurata K. Schum

Berdasarkan warna rimpang, dikenal dua kultivar lengkuas, yaitu lengkuas berimpang putih dan berimpang merah. Lengkuas berimpang putih mempunyai batang semu setinggi 3 m, diameter batang 2.5 cm, dan diameter rimpang 3 – 4 cm. Sedangkan lengkuas berimpang merah memiliki batang semu berukuran tinggi 1 – 1.5 m, diameter batang 1 cm, dan diameter rimpang 2 cm (Wardana et al., 2002). Rumpun dan bentuk lengkuas merah lebih kecil daripada lengkuas putih. Lengkuas merah juga memiliki serat yang lebih kasar dibandingkan lengkuas putih. Tanaman lengkuas berimpang putih sering dimanfaatkan dalam bidang pangan. Sedangkan lengkuas berimpang merah lebih sering digunakan sebagai bahan ramuan obat tradisional (Sinaga, 2000).

Tanaman lengkuas memiliki batang yang sebagian besar dapat mencapai ketinggian sekitar 1 - 3,5 meter. Biasanya tumbuh dalam rumpun


(27)

yang rapat, memiliki batang tegak yang tersusun oleh pelepah-pelepah daun yang bersatu membentuk batang semu dan berwarna hijau agak keputih- putihan. Batang muda keluar sebagai tunas dari pangkal batang tua. Daunnya tunggal, berwarna hijau, bertangkai pendek, dan tersusun berseling. Daun di sebelah bawah dan atas biasanya lebih kecil dari pada yang di tengah. Bentuk daun lanset memanjang, ujung runcing, pangkal tumpul, dengan tepi daun rata, dan pertulangan daun menyirip. Panjang daun sekitar 20 - 60 cm, dan lebarnya 4 - 1 5 cm. Buah dari tanaman lengkuas seperti buah buni, berbentuk bulat, keras. Sewaktu masih muda berwarna hijau-kuning, setelah tua berubah menjadi hitam kecoklatan dengan diameter lebih kurang 1 cm. Bijinya kecil-kecil, berbentuk lonjong, dan berwarna hitam. Rimpang lengkuas bentuknya besar dan tebal, berdaging, berbentuk silindris dengan diameter sekitar 2-4 cm, dan bercabang-cabang. Bagian luar berwarna coklat agak kemerahan atau kuning kehijauan pucat mempunyai sisik-sisik berwarna putih atau kemerahan, keras mengkilap, sedangkan bagian dalamnya berwarna putih. Daging rimpang yang sudah tua memiliki serat yang kasar. Rasanya tajam pedas, menggigit, dan berbau harum karena kandungan minyak atsirinya Untuk mendapatkan rimpang yang masih berserat halus, panen harus dilakukan sebelum tanaman berumur lebih kurang 3 bulan. (Sinaga, 2000). Tampilan tanaman dan bunga lengkuas serta rimpang lengkuas dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.


(28)

Gambar 2. Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum)

A.2. Lokasi Tumbuh

Lengkuas banyak tumbuh di hutan-hutan, tegalan, dan pekarangan. Lengkuas dapat tumbuh dengan baik pada lahan yang subur, gembur, tidak tergenang air, berupa tanah liat yang berpasir, banyak mengandung humus, beraerasi, dan memiliki drainase yang baik. Umumnya tanaman lengkuas dapat tumbuh pada lahan terbuka sampai di tempat yang agak terlindung. Tumbuh pada ketinggian sampai dengan 1200 m diatas permukaan laut dengan curah hujan 1500 – 2400 mm (Wardana et al., 2002).

Menurut Sinaga (2000), lengkuas dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian tempat 1 - 1200 m diatas permukaan laut, dengan curah hujan tahunan 2500 - 4000 mm/tahun, pada bulan basah di atas 100 mm/bulan, selama 7 - 9 bulan, sedangkan pada bulan kering dibawah 60 mm/bulan, selama 3 - 5 bulan. Suhu udara lingkungan yang ideal sekitar 29oC – 25oC, dengan tingkat kelembapan sedang. Pertumbuhan lengkuas memerlukan intensitas penyinaran matahari yang tinggi. Jenis tanah sebagai media tumbuhnya adalah jenis latosol merah coklat, andosol, dan aluvial. Tekstur tanah lempung berliat, lempung berpasir, lempung merah, dan lateristik. Kedalaman air tanah yang dibutuhkan berkisar 50 - 100 cm dari permukaan tanah dan kedalaman perakaran sekitar 10 - 30 cm dari permukaan tanah.


(29)

A.3. Produksi Lengkuas

Tanaman lengkuas termasuk tanaman obat yang potensial untuk dikembangkan. Hal ini berdasarkan data produksi lengkuas dari Badan Pusat Statistika (2006) sampai tahun 2005 yang terus menunjukkan peningkatan. Produksi lengkuas merah serta beberapa tanaman obat di Indonesia disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi Tanaman Obat di Indonesia Tahun 2000 - 2006 Tahun Lengkuas

(Ton)

Jahe (Ton) Lempuyang wangi (Ton)

Temu hitam (Ton)

Kencur (Ton)

2000 9.489.723 115.091.775 4.484.811 2.853.005 24.813.136 2001 11.112.058 128.436.556 4.794.449 1.662.517 27.195.183 2002 12.848.182 118.496.381 4.530.850 3.040.390 23.993.017 2003 19.527.111 125.386.480 4.684.297 4.490.430 30.707.451 2004 22.609.057 104.788.634 6.025.358 6.174.186 40.467.232 2005 35.478.405 125.827.413 8.896.585 7.724.957 82.107.401

B. Komposisi Kimia Lengkuas

Rimpang lengkuas mengandung karbohidrat, lemak, sedikit protein, mineral (K, P, Na), komponen minyak atsiri, dan berbagai komponen lain yang susunannya belum diketahui. Rimpang lengkuas segar mengandung air sebesar 75 %, dalam bentuk kering mengandung 22.44 % karbohidrat, 3.07 % protein dan sekitar 0.07 % senyawa kamferid (Darwis et al., 1991).

Kandungan minyak atsiri lengkuas yang berwarna kuning kehijauan dalam rimpang lengkuas ± 1 %, dengan komponen utamanya metil-sinamat 48 %, sineol 20-30 %, 1 % kamfer, dan sisanya d-pinen, galangin, dan eugenol penyebab rasa pedas pada lengkuas (Darwis et al., 1991). Selain itu, lengkuas juga mengandung resin yang disebut galangol, amilum, kuersetin, kadinen, sesquiterpen, heksahidrokadalen hidrat, kristal kuning yang disebut kamferid, dan beberapa senyawa flavonoid, seperti flavonol (Sinaga, 2000).


(30)

adalah galangin, kaemferol, kuersetin, dan mirisetin (Rusmarilin, 2003). Gambar 3 menyajikan struktur komponen flavonol.

Komponen bioaktif pada rempah-rempah, khususnya pada golongan Zingiberaceae yang terbanyak adalah dari jenis terpenoid dan flavonoid (Sinaga, 2000). Komponen lainnya yang terdapat pada golongan

Alpinia adalah alpinetin. Alpinetin merupakan jenis flavanon yang dikenal sebagai senyawa fungistatik dan fungisida. Bentuk senyawa bioaktif lainnya adalah dari golongan terpenoid. Golongan ini merupakan kelompok utama pada tanaman sebagai penyusun minyak atsiri. Terpenoid mempunyai rumus dasar (C5 H8)n atau dengan satu unit isopren. Jumlah n menunjukkan

klasifikasi pada terpenoid yang dikenal dengan monoterpen, diterpen, triterpen, tetraterpen, dan politerpen. Struktur terpenoid ada yang berbentuk siklik ada yang tidak (Bohm, 1975).

Gambar 3. Struktur Flavonol pada Alpinia sp (Rusmarilin, 2003).

Menurut Shelef (1983), komponen antimikroba dalam rempah-rempah adalah senyawa fenolik. Senyawa fenolik umumnya terdapat dalam minyak atsiri. Fenol merupakan monoterpen yang pada umumnya digunakan sebagai bahan antiseptik. Sedangkan beberapa senyawa terpen lainnya yang memiliki struktur sikloheksana dengan gugus hidroksil serta penambahan gugus lainnya juga memiliki kemmapuan yang sama dengan dalam menghambat kapang, khamir, dan bakteri.

Salah satu senyawa bioaktif yang telah berhasil diperoleh dengan metode destilasi uap oleh De Pooter et al. (1985) dan kromatografi kinerja tinggi (HPLC) preparatif (Kondo et al., 1993) adalah 1’-Asetoksi chavikol

A

B OH

OH O

O

OH R1

R2 R3


(31)

asetat (ACA). Senyawa ini bersifat antifungi dan antikarsinogenik yang terkandung sebesar ± 0.5-1 % dalam minyak atsiri rimpang lengkuas segar (De Pooter et al., 1985) atau ± 0.11 % dalam per 100 gram bahan rimpang lengkuas segar. ACA larut dalam pelarut semipolar, seperti etil asetat, diklorometan atau kloroform.

C. Khasiat Komponen Bioaktif Lengkuas

Rimpang lengkuas putih lebih banyak digunakan dalam bidang pangan, yaitu sebagai pengempuk daging dalam masakan dan sebagai salah satu rempah untuk berbagai jenis bumbu masakan tradisional Indonesia (Rismunandar, 1988). Sedangkan lengkuas berimpang merah lebih sering digunakan sebagai bahan ramuan obat tradisional. Perbedaan fungsi ini dipengaruhi dari kandungan komponen bioaktif antara lengkuas putih dan lengkuas merah. Menurut Rahayu (1999) di dalam Rusmarilin (2003), lengkuas putih memiliki komponen larut air dan larut alkohol yang lebih tinggi dibandingkan lengkuas merah. Sebaliknya, kandungan minyak atsiri dan komponen antijamur pada lengkuas merah, memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan pada lengkuas putih.

Sebagian besar komponen bioaktif pada tanaman rempah-rempah mempunyai khasiat terutama dalam bidang kesehatan. Tabel 2 memperlihatkan aktivitas beberapa senyawa bioaktif pada rempah-rempah.

Komponen bioaktif yang menyebabkan aroma pedas menyengat pada lengkuas telah dibuktikan dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis jamur. Komponen tersebut adalah linalool, geranyl acetate, dan 1,8-cineole, yang dapat menghambat water molds, seperti jenis Carassius auratus

dan Xiphoporus maculates (Chukanhom et al., 2005). Selain itu, Chami et al. (2004), menyatakan bahwa eugenol dapat menghambat jamur Candida albicans secara efektif.

Dalam farmakologi Cina dan dunia pengobatan tradisional disebutkan bahwa lengkuas merah memiliki sifat antijamur dan antikembung. Efek farmakologi ini umumnya diperoleh dari rimpang yang mengandung basonin, eugenol, galangan, dan galangol. Basonin dikenal dapat


(32)

menimbulkan efek merangsang semangat, eugenol dapat memiliki sifat antijamur terhadap jenis Candida albicans, antikejang, analgetik, anestetik, dan penekan pengendali gerak. Galangan dapat meredakan rasa lelah, antimutagenik, penghambat enzim siklo-oksigenase dan lipoksogenase, sementara galangal dapat merangsang semangat dan menghangatkan tubuh (Anon, 2003).

Kegunaan rimpang lengkuas lainnya adalah untuk mengobati eksim, bronkhitis, masuk angin, radang anak telinga, radang lambung, khlorela, dan sebagai obat karminativ (obat yang dapat merangsang gerakan usus, memperbaiki pencernaan, dan menghilangkan kembung) (Darwis et al., 1991). Khasiat antijamur ekstrak lengkuas merah telah banyak dibuktikan secara ilmiah. Parutan rimpang lengkuas merah telah banyak digunakan sejak zaman dahulu sebagai obat bagi beberapa penyakit kulit, seperti panu, kurap, eksim, jerawat, koreng, bisul, dan sebagainya (Anon, 2000).

Hasil penelitian Hezmela (2006) menyatakan bahwa ekstrak lengkuas merah dapat menghambat pertumbuhan jamur penyebab penyakit kulit, yaitu jamur jenis Trichophyton mentagrophytes dan Microssporum canis. Ekstrak lengkuas merah yang diaplikasikan dalam salep dapat menghambat Trichophyton mentagropytes sebesar 34.67 ± 0.22 mm dan

Microsporum canis sebesar 39.33 ± 0.22 mm. Selain itu, menurut Sundari dan Winarno (2002), beberapa bentuk sediaan ekstrak lengkuas merah dapat mengahmabat pertumbuhan 5 (lima) jenis jamur, yaitu : Trichophyton rubrum, Trichophyton ajelloi, Trichophyton mentagrophytes, Mycrosporum gypseum,

dan Epidermo floccosum. Khasiat lengkuas merah sebagai antimikroba juga telah diteliti oleh Hedy (1980) yang mempelajari aktivitas lengkuas merah sebagai antimikroba penyakit panu, Pratiwi (1992) yang menguji lengkuas merah terhadap mikroba penyebab penyakit kulit, dan Rahmawati (1995) yang mengaplikasikan antijamur lengkuas merah pada jamur penyebab ketombe.


(33)

Tabel 2. Aktivitas Beberapa Komponen Bioaktif Pada Rempah-Rempah Jenis

Rempah-rempah 1)

Jenis Komponen Bioaktif 1) Aktivitas Bioaktif 2)

Lengkuas Kuersetin, kaemferol, 1,8-sineol, α-pinen, limonen, terpineol, tujon, dan mirsen.

Antimikroba, antioksidan, antikarsinogenik, antifertilitas, antioksidan, dan antifeedant.

Jahe Gingerol Antikoagulan, menurunkan

kadar kolesterol Adas, Anis

Bintang

Anethole Ekspektoran, antiinflamsi

Sereh Sitronelal, Sitronellol Insektisida

Cengkeh Eugenol Antiinflamasi, antikarminativa,

stimulan, antimikroba

Kapulaga Terpineol Antialergik, antiseptik,

bakterisida Kayu putih,

eucalyptus

Sineol Antiseptik, bakterisida, herbisida

Akar wangi Vetiverol Diaferotik

Kayu manis Sinamaldehid Antikarminativa, spasmolotik, antimikroba

Sumber : 1) Ketaren (1985)

2) Malaysian Herbal Database (2003)

D. Tinea Capitis

Tinea capitis merupakan jenis infeksi yang disebabkan oleh jamur (dermatofitosis) dan menyerang daerah kulit kepala (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Menurut Volk dan Wheeler (1984), jamur penyebab dermatofitosis merupakan organisme-organisme yang membutuhkan keratin dalam pertumbuhannya. Keratin banyak terdapat di daerah kulit, rambut, dan kuku. Beberapa jenis jamur penyebab dermatofitosis adalah Trichophyton sp, Microsporum sp, dan Epidermophyton sp. Untuk jamur yang menyerang kulit


(34)

kepala, biasanya hanya jamur dari jenis Microsporum sp., terutama dari spesies Microsporum canis, serta Trichophyton sp., salah satunya dari spesies

Trichophyton mentagropytes, yang juga dapat menginfeksi kuku (Tinea pedis) (Greenwood et al., 1995).

Jamur yang menginfeksi kulit kepala dapat menyebabkan terjadinya kadas kulit kepala atau yang lebih dikenal sebagai infeksi ringworm

(Volk dan Wheeler, 1984). Kadas kulit kepala ini muncul sebagai perluasan gelang-gelang di kulit kepala, dengan jamur yang tumbuh di dalam dan pada rambut. Reaksi-reaksi peradangan yang muncul dapat menyebabkan luka dalam yang jika sembuh akan meninggalkan bekas atau hilangnya rambut secara permanen (kebotakan permanen). Menurut Temple (1999), gejala

ringworm berupa gatal/kudis atau sisik yang terbentuk pada kulit kepala. Jamur penyebab ringworm pada umumnya menyerang folikel rambut. Cara penularan infeksi ini dapat melalui berbagai media, seperti sisir yang digunakan secara acak/bergantian, bantal, topi, sikat, atau melalui binatang peliharaan, seperti anjing atau kucing. Gejala infeksi ini mirip seperti ketombe, yaitu berupa sisik yang muncul di kulit kepala. Infeksi ini banyak menyerang anak-anak usia 5-10 tahun. Menurut Anon (2006), sekitar 15-25 % anak-anak yang berusia 15-10 tahun (terutama pada anak laki-laki) di negara maju seperti Amerika dan Kanada, banyak terjangkit infeksi ringworm. Namun, tidak menutup kemungkinan penyakit ini menyerang orang dewasa.

Selain ringworm, menurut Siswandono dan Soekardjo (1995), jamur penyebab Tinea capitis juga dapat menyebabkan timbulnya gejala ketombe atau dandruff. Menurut Anon (2006), ketombe atau ptiriasis sika (dandruff) merupakan suatu pertumbuhan berlebihan kulit kepala tanpa peradangan. Menurut Depkes RI (1985), ketombe merupakan bentuk kering dari kapitis saborea yang lazim dikenal sebagai saborea sika (kering), yaitu sisik kering berlapis-lapis yang rapuh, mudah terlepas, dan melekat menutupi epidermis kulit kepala.


(35)

E. Karakteristik M. canis dan T. mentagropytes

Jamur penyebab infeksi kulit kepala dari spesies M. canis dan T. mentagropytes memiliki karakter khusus, yaitu :

1. Microsporum canis

Microsporum canis termasuk fungi imperfecti (deuteromycetes), yaitu jamur yang pertumbuhan secara seksualnya belum diketahui (Pelczar dan Chan, 1986). Menurut Jawetz (1980), stadium seksual dari M. canis

telah ditemukan dan diberi nama Arthroderma otae. Pada medium agar Sabouraud, jamur ini memiliki fase pertumbuhan koloni yang cepat dengan koloni yang berwarna putih pada permukaan agar dan berwarna kuning pada sisi sebaliknya. Koloni jamur ini akan tampak jelas pada masa inkubasi selama 5–7 hari. Jamur ini membentuk banyak makrokonidia multiseluler dengan ukuran 10-150 µm yang terdiri dari 8-15 sel berdinding tebal yang biasanya mempunyai ujung-ujung melengkung atau kail berduri. Jamur ini berbentuk kumparan dan terbentuk pada konidiospora khusus, serta memiliki misellium seperti kapas atau wol.

M. canis adalah jamur penyebab penyakit tinea capitis, yaitu dermatofitosis pada kulit kepala dan rambut. Kelainan ini diatanda dengan kulit kepala yang bersisik, kemerah-merahan, kebotakan, dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat atau disebut kerion yaitu reaksi peradangan yang berat, berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah (Dubos, 1948). Morfologi koloni jamur M. canis ditampilkan pada Gambar 4.

2. Trichophyton mentagropytes

Jamur ini termasuk pada kelompok fungi imperfecti (deuteromycetes) (Pelczar dan Chan, 1986). Jamur ini termasuk pada famili Moniliaceae yang telah memiliki stadium seksual yang diberi nama

Arthroderma vanbreu seghemii. Dalam pertumbuhan secara invitro, koloni jamur ini berbentuk serbuk sampai bentuk granular. Biasanya menunjukkan banyak kelompok mikrokonidia subsferis yang menyerupai tangkai buah anggur pada cabang-cabang terminalnya. Koloni jamur ini


(36)

berbulu putih seperti kapas dan hanya sedikit mengandung makrokonidia berukuran 6-20 µm dengan 2-8 septa.

Selain menyebabkan infeksi pada kulit kepala, spesies ini merupakan penyebab penyakit ringworm pada kaki (tinea pedis) dan pada kuku (tinea unguium). Infeksi pada kuku menyebabkan kuku menjadi kuning, rapuh, tebal dan hancur (Al-Doory, 1980). Morfologi koloni jamur

T. mentagropytes ditampilkan pada Gambar 5.

(a) (b)

Gambar 4. Morfologi koloni (a) dan morfologi mikroskopis (b) M. canis

(a) (b)

Gambar5. Morfologi koloni (a) dan morfologi mikroskopis (b) T.mentagropytes

F. Senyawa Antijamur

Senyawa antijamur untuk jamur penyebab infeksi kulit kepala yang banyak digunakan saat ini adalah senyawa antijamur sintetis, seperti sampo


(37)

anti ketombe yang mengandung zat anti ketombe, seperti zat Zinc-phyrithion

(ZPT), sampo sulfur, sampo selenium (Anon, 2006). Selain itu, pengobatan juga dapat menggunakan sampo antijamur, seperti ketokonazol, atau sampo yang mengandung 2 % clotrimezol (Anon, 2006). Pengobatan infeksi kulit kepala juga dapat menggunakan Nizoral Sampo, yang digunakan 2-3 kali setiap minggu (Temple, 1999).

Menurut Brock dan Madigan (1991), zat antijamur merupakan bahan yang dapat membasmi jamur pada umumnya, khususnya yang bersifat patogen bagi manusia. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, senyawa antifungi dibagi atas fungisida dan fungistatik. Fungisida yaitu senyawa antijamur yang mempunyai kemampuan untuk membunuh jamur sehingga dinding sel jamur menjadi hancur karena lisis, akibatnya jamur tidak dapat bereproduksi kembali, meskipun kontak dengan obat telah dihentikan. Fungistatik yaitu senyawa antijamur yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan jamur sehingga jumlah sel jamur yang hidup relatif tetap. Pertumbuhan jamur akan berlangsung kembali bila kontak dengan obat dihentikan.

Menurut Pelczar dan Reid (1979), berdasarkan mekanisme penghambatannya, obat antijamur dapat dibedakan menjadi 4 (empat), yaitu : a. Zat antijamur yang bekerja dengan merusak dinding sel jamur, sehingga

menyebabkan dinding sel lisis. Zat antijamur berikatan kuat dengan sterol yang terdapat pada membran sel jamur. Ikatan ini mengakibatkan kebocoran membran sel, sehingga terjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan menyebabkan kerusakan yang tetap pada sel jamur.

b. Zat antijamur yang bekerja dengan mengganggu permebilitas membran sitoplasma, sehingga terjadi kebocoran zat nutrisi dari dalam sel. Permeabilitas dinding sel dirusak dengan mengganggu proses sintesis asam nuklat atau dengan menimbun senyawa peroksida dalam sel jamur sehingga terjadi kerusakan dinding sel yang mengakibatkan permeabilitas terhadap berbagai zat intrasel meningkat

c. Zat antijamur yang bekerja dengan menghambat proses mitosis jamur dengan mengikat protein mikrotubuler dalam sel.


(38)

d. Zat antijamur yang bekerja dengan merusak sistem metabolisme di dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler.

G. Sampo

Sampo merupakan sediaan kosmetika yang digunakan untuk mencuci (keramas) rambut, sehingga kulit kepala dan rambut menjadi bersih, dan rambut menjadi lebih lembut, berkilau, dan mudah diatur. Sedangkan sampo antijamur adalah sampo yang digunakan selain untuk membersihkan juga untuk mencegah dan menghilangkan jamur penyebab infeksi kulit kepala. Sampo antijamur sering diedarkan dengan berbagi nama, seperti sampo obat (medicare) dan sampo klinik (Depkes RI, 1985).

Kandungan dan persyaratan dari sampo antijamur tidak berbeda dengan sampo biasa, hanya pada sampo antijamur, mengandung zat untuk menghilangkan jamur pada kulit kepala. Menurut Depkes RI (1985), persyaratan umum yang harus dimiliki dari sediaan sampo antijamur adalah sebagai berikut .

1. Membersihkan rambut dan kulit kepala tanpa menjadikan rambut berlemak atau kering serta membuat rambut menjadi mudah diatur.

2. Tidak boleh merangsang kelenjar lemak,

3. Efektif sebagai germisidum atau fungisidum, sehingga dapat mencegah peningkatan pertumbuhan bakteri dan jamur, bahkan dapat mencegah infeksi,

4. Kadar zat manfaat yang digunakan tidak boleh meningkatkan kepekaan kulit kepala ; ini berarti zat manfaat dalam kadar penggunaan tidak boleh menyebabkan kegatalan, kulit mengelupas, atau pun peradangan.

Menurut SNI 06-2692-1992, sampo adalah campuran dari bahan-bahan membersihkan rambut dan kulit kepala serta tidak membahayakan pemakai. Standar mutu sampo menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.


(39)

Tabel 3. Standar Mutu Sampo (SNI 06-2692-1992)

Karakteristik Syarat Cara Pengujian

Bentuk : Cair

Emulsi Pasta

Batangan Serbuk

Tidak ada yang mengendap

Rata dan tidak pecah Tidak ada gumpalan kertas

Rata dan seragam Rata dan seragam

Organoleptik

Organoleptik Organoleptik

Organoleptik Organoleptik Zat aktif permukaan dihitung

sebagai natrium lauril sulfat (SLS) dan atau non ionik, % b/b min.

4.5 Potentiometric titration assembly

Nilai pH dengan larutan 10 %

(b/v) 5.0-9.0 pH meter

Kadar air dan zat lainnya yang

menguap, % b/b maks. 95.5 Oven 1050C

Viskositas 400-4000 cP (Schmit

dan William)

Rheometer Brookfield

Alkali Bebas 0 (Toaha, 1997) -

H. Formulasi Sampo

Bahan penyusun sampo terdiri dari dua komponen utama, yaitu bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama merupakan bahan dasar sampo yang biasanya berfungsi untuk membentuk busa dan sebagai pembersih (surfaktan/detergen). Daya bersih sampo dipengaruhi oleh jenis surfaktan, suhu, cara pencucian rambut, cara pembilasan, dan jenis air yang digunakan (Imron, 1985).

Surfaktan yang memiliki sifat selain sebagai pembersih ini terdapat dalam beberapa macam, antara lain :


(40)

a. Surfaktan nonionik, jenis surfaktan ini jarang digunakan secara sendiri karena daya busanya lemah dan harganya relatif mahal. Jenis yang sering digunakan adalah C-12 metoksi polietilen glikol laurat yang berfungsi sebagai pelarut untuk zat pewangi (parfum).

b. Surfaktan kationik, surfaktan ini sangat baik untuk digunakan dalam formulasi sampo, karena bersifat sebagai pelembab (conditioner) rambut sehingga rambut menjadi lebih lembut dan mudah diatur, busanya baik dan banyak, dan berfungsi sebagai pembersih kulit kepala. Kerugiannya adalah jika terkena mata bersifat pedih dan beracun. Jenis yang sering digunakan adalah olealkanium klorida, distearildimonium klorida, dan isostearil etildimonium etosulfat.

c. Surfaktan anionik, surfaktan jenis ini sangat baik digunakan dalam formulasi sampo. Surfaktan anionik sering digunakan sebagai bahan pembersih. Jenis yang sering digunakan adalah natrium lauryl eter, natrium lauryl sulfat, dan senyawa amonium.

d. Surfaktan amfoterik, jenis surfaktan ini tidak banyak diproduksi dan harganya cukup mahal. Surfaktan ini sering digunakan sebagai bahan aditif fungsional yang dapat mengontrol viskositas dan nilai pH sampo. Selain itu, berfungsi juga sebagai zat tambahan yang bekerja sebagai surfaktan sekunder. Jenis yang sering digunakan adalah cocoamidopropil hidrokdisultain (Depkes RI, 1985 ; Imron, 1985).

Bahan-bahan yang sering terdapat dalam satu formula sampo terdiri dari zat pembersih (surfaktan), bahan aditif fungsional untuk mengontrol viskositas dan nilai pH, zat pengawet, bahan aditif estetik (pewarna dan parfum), serta bahan aditif medis, seperti zat antijamur atau antiketombe, dan zat untuk merangsang pertumbuhan rambut serta untuk meningkatkan kelembaban rambut (Ismunandar, 2006).

Berdasarkan formulasi dari penelitian Ismayanti (2002), bahan-bahan yang terdapat dalam satu formulasi sampo terdiri dari cocoamidopropil betain, bronidox L., natrium klorida, sodium lauryl eter sulfat, cocoamide DEA, parfum, asam sitrat, dan air deionisasi. Di bawah ini diuraikan fungsi bahan dalam formulasi sampo.


(41)

a. Cocoamidopropil betain (Dehyton K)

Cocoamidopropil betain merupakan cairan dengan penampakan bening kekuningan dan memiliki bau yang khas. Bahan ini merupakan jenis surfaktan amfoterik dengan pH 6,0-7,5 yang umumnya digunakan untuk aplikais umum dalam sediaan surfaktan sebagai pembersih. Kombinasi antara surfaktan amfoterik dan surfaktan anionik dalam larutan akan memberikan efek sinergis yang sangat baik untuk perlindungan terhadap kulit dan dapat memperbaiki sifat produk.

b. Sodium Lauryl Eter Sulfat

Sodium Lauryl Eter Sulfat (SLES) yang memiliki rumus kimia C12H25 (OCH2CH2)n OSONa, merupakan surfaktan yang memiliki

tampilan fisik berupa pasta kental dan larutan bening. Dalam bentuk pasta kental, SLES memiliki sifat 70 % detergen, sednagkan dalam bentuk larutan bening memilki daya detergensi sebesar 28 %. Selain sebagai pemebersih, SLES juga digunakan sebagai surfaktan yang dapat melembutkan rambut.

c. Bronidox L. atau Propilen glikol 5-bromo-5-nitro-1,3 dioxane

Bronidox L. adalah bahan yang berbentuk cairan bening yang umumnya tidak berwarna. Bahan ini memiliki pH minimum 5,0 dan sering digunakan sebagai pengawet pada sediaan surfaktan karena aman digunakan untuk kulit. Konsentrasi maksimum penggunaan Bronidox L. pada formula sampo sekitar 0,4 %. Pada konsentrasi tersebut sudah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dapat mempengaruhi mutu produk akhir. Bronidox L. bersifat stabil pada suhu maksimum 400C dan zat ini tidak berubah pada saat diaplikasikan pada sediaan surfaktan pada pH antara 5,0-8,0.

d. Natrium Klorida (NaCl)

Natrium klorida merupakan elektrolit yang digunakan untuk meningkatkan kekentalan sampo. Penggunaannya harus dikombinasikan dengan sodium lauril eter sulfat (SLES). Penambahan NaCl yang tidak tepat dapat mempengaruhi tingkat kekentalan sampo yang dihasilkan. Konsentrasi NaCl yang berlebihan dapat menurunkan tingkat kekentalan.


(42)

e. Dietanolamida (DEA)

Dietanolamida merupakan bahan yang berbentuk cairan padat berwarna bening dan memiliki bau yang khas. Penambahan bahan ini dapat meningkatkan kekentalan sampo. Dalam sediaan surfaktan, bahan ini berfungsi sebagai zat pengental.

f. Parfum

Parfum atau bahan pewangi (fragrance) merupakan bahan yang sering ditambahkan agar sampo memiliki bau yang menarik. Parfum yang digunakan dapat berupa minyak wangi yang dibuat secara alami, campuran antara minyak wangi yang dibuat secara alami atau sintetis, atau minyak wangi yang dibuat secara sintetis.

g. Air deionisasi

Air deionisasi merupakan air yang telah mengalami proses penghilangan ion-ion logam melalui lapisan-lapisan ressin aktif dan proses penyaringan melalui submicron filter utnuk menghilangkan suspensi-suspensi berupa kotoran atau bahan pencemar.


(43)

BAB III METODOLOGI

C. A. ALAT DAN BAHAN

Penelitian ini menggunakan bahan berupa rimpang lengkuas merah segar (Alpinia purpurata K. Schum) berusia 11 bulan yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Cibinong, Bogor. Bahan kimia yang digunakan, yaitu : etil asetat 60 persen, maltodekstrin, sodium lauryl eter sulfhate (SLES), cocoamidoproyl betain, NaCl, parfum, asam sitrat, DEA, bronidox, air deionisasi, dan alkohol. Media untuk uji mikrobiologi adalah

Sabouraud Agar, dengan komposisi pepton, media agar, dan air.

Peralatan yang digunakan adalah : IKA RW 47 D Pengaduk Telemechanique, pengering tipe rak, grinder, pipet pasteur, inkubator, jarum ose, Buchi Rotavapor R.114, Snijders Scientific Freeze Dryer, Christ Alpha 1-2 LD Freeze Dryer, Buchi Mini Spray Dryer B-191, Welch GEM 1.0 Vacum Pump, Samsung SRG-259 Freezer and refrigerator, L-C Incubator/lab-line Instrument, Hot plate Sybron Thermoline, vortex Thermoline Type 37600 mixer. Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam analisa, yaitu : tanur, Brookfield Rheometer, pH-meter 301 Hanna instrument, dan alat-alat gelas.

D. B. METODE PENELITIAN B.1. PENELITIAN PENDAHULUAN

1.1Pengolahan Simplisia Lengkuas

Penanganan rimpang lengkuas setelah panen merupakan tahap awal yang menentukan mutu rimpang lengkuas dalam proses pengolahan berikutnya. Proses penanganannya dibagi menjadi 5 (lima) tahap (Wardana, et al., 2002), yaitu :

1.1.1. Sortasi basah

Penyortiran basah dilakukan dengan membersihkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing yang menempel pada rimpang lengkuas, seperti akar, kerikil, tanah dan rumput.


(44)

1.1.2. Pencucian

Pencucian rimpang lengkuas menggunakan air mengalir. Pada proses ini, perlu memperhatikan banyaknya pembilasan. Selama rimpang lengkuas masih terlihat kotor, maka pencucian atau pembilasan perlu diulangi sekali atau dua kali lagi. Proses pencucian dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin.

1.1.3. Perajangan

Perajangan rimpang lengkuas dilakukan dengan menggunakan pisau, dengan tebal perajangan sekitar 5-7 mm sehingga akan diperoleh ketebalan ideal simplisia kering, sekitar 3-5 mm.

1.1.4. Pengeringan

Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan mesin pengering tipe rak. Simplisia disusun dalam suatu wadah dengan ketebalan tumpukan sekitar 1-2 cm. Proses pengeringan menggunakan suhu 50-600C selama ± 12 jam, sampai rimpang lengkuas memiliki tingkat kekeringan yang cukup.

1.1.5. Penggilingan

Lengkuas hasil pengeringan digiling halus dengan menggunakan mesin penggiling yang dilengkapi ayakan berdiameter 0,25 mm (50 mesh). Hasil gilingan berupa lengkuas bubuk akan dianalisa untuk mengetahui karakteristiknya dan hasilnya dapat dijadikan sebagai parameter kualitas ekstrak dan produk sampo yang dibuat dengan campuran ekstrak lengkuas merah. Metode analisis bubuk lengkuas dapat dilihat pada Lampiran 2.

1.2 Ekstraksi

Ekstraksi bubuk lengkuas dilakukan dengan metode maserasi berulang dengan proses pengadukan selama 3 jam dan menggunakan pelarut etil asetat 60 persen. Tahapan ekstraksi bubuk lengkuas dapat dilihat pada Gambar 6. Rasio bubuk dan pelarut yang digunakan (1:10) berdasarkan pada hasil trial error selama proses ekstraksi. Penggunaan rasio pelarut yang kurang dari 1:10 mengakibatkan proses ekstraksi


(45)

berjalan kurang optimal. Hal ini dipengaruhi oleh sifat bubuk lengkuas yang mudah menyerap pelarut, sehingga dibutuhkan volume yang cukup besar untuk mengoptimalkan proses maserasi dengan pengadukan.

Gambar 6. Diagram Alir Ekstraksi Simplisia Lengkuas Merah (Hezmela, 2006)

Setelah proses ekstraksi, ekstrak lengkuas merah dianalisa nilai pH, sisa pelarut dengan metode oven vakum, dan kelarutan dalam etanol 80 persen. Metode analisa proksimat ekstrak lengkuas merah dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tahap selanjutnya adalah proses pengeringan ekstrak

menggunakan pengering semprot (spray dryer) tipe Buchi. Pengeringan

ini bertujuan untuk membentuk ekstrak lengkuas merah bubuk sehingga mempermudah proses pencampuran ekstrak dalam formulasi sampo.

Bubuk Lengkuas

Ekstraksi

Bubuk : etil asetat 60 % = 1 : 10

Pengadukan ; 3 jam, 200 rpm

Penyaringan

Filtrat

Penguapan : Rotavapor, suhu 770C

Ekstrak Lengkuas merah

Residu bubuk lengkuas


(46)

Untuk mengoptimalkan hasil pengeringan ekstrak, digunakan bahan pengisi maltodekstrin yang dilarutkan dalam air dan etil asetat 96 persen. Rasio yang digunakan adalah 12 gram maltodekstrin dalam 100 gram ekstrak. Hal ini berdasarkan trial error yang dilakukan pada konsentrasi

10 persen dan 15 persen. Pada konsentrasi 10 persen, ekstrak serbuk yang diperoleh sangat higroskopis, sedangkan pada konsentrasi 15 persen, aroma khas lengkuas sudah tertutupi aroma komponen gula dari

maltodekstrin. Penggunaan maltodekstrin didasarkan pada sifatnya yang dapat memperbaiki mutu fisik dari suatu produk (Schenk dan Hebeda, 1992). Selain itu, menurut Mc Donald (1984), maltodekstrin juga tidak mempengaruhi warna dari prosuk yang dihasilkan. Roper (1996) menyatakan bahwa tampilan dan sifat-sifat organoleptik produk dengan bahan pengisi maltodekstrin dapat diterima dan memiliki konsistensi produk akhir yang cukup tinggi.

B. 2. PENELITIAN UTAMA 1. Pembuatan Sampo Antijamur

Formulasi sampo dibuat berdasarkan pada formula yang telah dibuat oleh Ismayanti (2002). Pada penelitian ini dilakukan beberapa modifikasi konsentrasi bahan, terutama untuk bahan-bahan yang diperkirakan akan mempengaruhi kualitas sampo setelah dicampur dengan ekstrak. Sampo yang dibuat diberikan penambahan ekstrak dengan berbagai tingkat konsentrasi sebesar 0,5 persen, 1 persen, 2 persen, dan 3 persen. Formulasi sampo antijamur dengan berbagai tingkat konsentrasi ekstrak disajikan pada Tabel 4, dan tahapan pembuatan sampo pada Gambar 7.


(47)

Bahan

Konsentrasi Formula

Dasar

Formula 1

Formula 2

Formula 3

Formula 4

Dietanolamida 2 % 2 % 2 % 2 % 2 %

Sodium Lauryl Eter Sulfate 20 % 20 % 20 % 20 % 20 % Cocoamidopropyl

Betain 5 % 5 % 5 % 5 % 5 %

NaCl 0,8 % 0,8 % 0,8 % 0,8 % 0,8 %

Ekstrak Lengkuas

Merah 0 % 0,5 % 1 % 2 % 3 %

Bronidox 0,2 % 0,2 % 0,2 % 0,2 % 0,2 % Parfum 0,2 % 0,2 % 0,2 % 0,2 % 0,2 %

Air qs qs qs qs qs

:

0,8 persen NaCl + 10 persen air

20 persen Natrium Lauryl Eter Sulfate

Sediaan 1

Pencampuran : 2 persen Dietanolamida (DEA) +

i

Pemanasan hingga suhu 65-70oC

Sediaan 2

Pengadukan hingga homogen

5 persen

Cocoamidopropyl betain

Saat suhu campuran 35oC, masukkan 0,2 persen Bronidox dan 0,2 persen pewangi

Saat suhu campuran 60oC, masukkan ekstrak lengkuas yang sudah dilarutkan dalam 10 persen air


(48)

Gambar 7. Diagram Alir Pembuatan Sampo Lengkuas Merah

(Alpinia purpurata K. Schum) (Modifikasi Ismayanti, 2002)

2. Analisa Karakteristik Shampo Antijamur

Analisa terhadap shampo antijamur meliputi pH, viskositas, kadar air, alkali bebas, dan stabilitas emulsi. Tata cara analisa karakter shampo dapat dilihat pada Lampiran 3.

3. Pengujian Aktivitas Antijamur (Brock dan Madigan, 1991)

Pengujian aktivitas sampo dilakukan untuk mengetahui besarnya daya hambat sampo akibat penambahan ekstrak lengkuas merah pada beberapa taraf konsentrasi. Penentuan aktivitas antijamur sampo dilakukan dengan menggunakan metode difusi sumur. Metode difusi sumur merupakan metode penentuan daya antijamur suatu zat antijamur terhadap jenis jamur tertentu. Prinsip kerja metode ini berdasarkan pada kemampuan difusi zat antijamur pada bidang sumur yang telah diinokulasi pada jamur uji. Daya antijamur suatu zat dilihat dari terbentuk atau tidaknya zona hambat yang terbentuk di sekeliling sumur yang berisi zat. Dengan metode ini dapat terlihat daya hambat sampo terhadap jamur melalui munculnya zona bening di daerah sekeliling contoh sumur yang berisi sampo antijamur (Brock dan Madigan, 1991).

Biakan jamur uji diambil dari agar miring menggunakan jarum ose secara aseptik dan diremajakan dalam media cair. Selanjutnya disiapkan agar Sabouraud di dalam cawan petri dan masing-masing biakan digoreskan di atas agar. Kemudian dibuat sumur-sumur menggunakan pipet pasteur. Diameter sumur yang dibuat sebesar 5 mm. Sampo yang akan diujikan dimasukkan ke


(49)

dalam lubang hingga kedalaman lubang terisi sempurna. Agar yang sudah berisi bahan diinkubasikan dengan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan jamur uji. Suhu inkubator sesuai dengan suhu ruang, yaitu 370C selama 5 hari. Aktivitas antijamur dari sampo dihitung dengan mengurangi diameter total zona bening dengan diameter sumur. Sistematika penyiapan kultur uji dan tahap pengujian antijamur sampo dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9.

1. Persiapan Kultur Uji (Siswadi, 2002)

Gambar 8. Bagan Persiapan Kultur Uji (Siswadi, 2002) 2. Pengujian Antijamur Metode Difusi Agar (Siswadi, 2002).

Kultur Uji Kultur uji siap digunakan

Kultur murni jamur uji

Inokulasi ke dalam 10 ml media Nutrient Broth (NB)

Inkubasi pada suhu optimal pertumbuhan (37oC) selama 5 (lima) hari

Dituangkan 20 ml Nutrient Agar

Inokulasi 0.2 persen ke dalam cawan petri steril

Dibuat 3 sumur menggunakan pipet pasteur, dengan diameter masing-masing 5 mm,


(50)

Gambar 9. Pengujian Antijamur Metode Difusi Agar (Siswadi, 2002)

4. Uji Kesukaan Konsumen

Pengujian kesukaan konsumen dilakukan melalui uji kesukaan (hedonik) secara organoleptik pada sampo. Panelis diminta untuk menilai kesukaan mereka terhadap beberapa karakter sampo, yaitu penampakan, aroma, kekentalan, banyaknya busa, dan kesan setelah pemakaian. Uji kesukaan dilakukan oleh 30 orang panelis di lingkungan mahasiswa IPB. Prosedur pengujian organoleptik sampo ekstrak lengkuas merah dapat dilihat pada Lampiran 16. Lembar uji kesukaan sampo ekstrak lengkuas merah dapat dilihat pada Lampiran 15. Penghitungan hasil uji organoleptik menggunakan perhitungan dengan analisis nonparametrik Friedman.

5. Uji Stabilitas Penyimpanan

Uji stabilitas dilakukan untuk mengetahui umur simpan produk emulsi dan kestabilan emulsi produk selama penyimpanan. Uji stabilitas dilakukan di masa awal proses produksi produk untuk mengatasi masalah yang timbul sebelum uji akhir.

Metode yang digunakan dalam uji stabilitas produk selama penyimpanan adalah metode akselerasi. Metode ini dilakukan dengan mengatur waktu dan suhu penyimpanan produk. Kondisi penyimpanan produk yang diuji diatur di luar kondisi normal, sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan proses penentuan umur simpan produk dapat ditentukan. Terdapat beberapa suhu dan waktu penyimpanan yang dapat digunakan pada uji stabilitas produk emulsi yang mengacu pada metode

Masing-masing sumur diisi penuh dengan sampo ekstrak lengkuas merah

Inkubasi pada suhu 37oC selama 5 hari


(51)

akselerasi menurut Connors et al. (1992) seperti yang disajikan pada Tabel 5.

Uji stabilitas sampo dengan ekstrak lengkuas merah dilakukan pada suhu 500C selama satu bulan. Pengamatan dilakukan setiap 5 hari sekali yang meliputi pengamatan terhadap nilai pH dan kekentalan sampo. Tabel 5. Data Panduan untuk Uji Umur Simpan Produk Emulsi

Suhu (0C) Waktu Pengamatan Umur Simpan Produk

25 Satu tahun Satu tahun

37 Enam bulan Sembilan bulan

45 Tiga bulan Sembilan bulan

50 Satu bulan Sembilan bulan

4 Satu tahun Sembilan bulan

-20 Satu bulan Sembilan bulan

Sumber : Connors et al. (1992)

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian utama adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal, dengan variasi konsentrasi ekstrak lengkuas merah. Konsentrasi ekstrak lengkuas merah yang digunakan terdiri dari empat taraf, yaitu : 0.5 persen, 1 persen, 2 persen, dan 3 persen. Proses pengulangan dilakukan sebanyak dua kali ulangan.

Model matematis rancangan percobaan tersebut adalah sebagai berikut :

Yik = μ + Ai + εik

dengan :

i = 0,5 persen, 1 persen, 2 persen, 3 persen k = 1, 2

Yik = respon dari faktor A untuk taraf ke-i dan ulangan ke-k

Ai = pengaruh konsentrasi ekstrak lengkuas merah ke-i (i = 1, 2, 3, 4)


(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN A.1. Analisa Bubuk Lengkuas

Rimpang lengkuas hasil penggilingan secara visual memiliki bentuk serbuk halus dengan warna bubuk coklat agak kemerahan. Aroma bubuk lengkuas merah pedas menyengat khas rempah-rempah. Secara visual, bubuk lengkuas merah hasil penggilingan disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Bubuk Lengkuas Merah Hasil Penggilingan

Bubuk lengkuas merah yang siap untuk diolah sebagai bahan campuran produk fitofarmaka, harus memiliki kriteria mutu bubuk simplisia rempah-rempah menurut Depkes RI (1989). Hasil analisa rimpang lengkuas bubuk disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Analisa Mutu Simplisia Lengkuas Merah (kadar bahan, persen b/k) Kandungan pada Bahan Bubuk Lengkuas

Merah

Baku Mutu berdasarkan Depkes

RI (1989)

Kadar air (persen b/b) 7,8 -

Kadar abu 9,16 Maksimal 3,9

Kadar abu tidak larut dalam asam 2,93 Maksimal 3,7

Kadar sari larut dalam air 31,22 Minimal 5,2


(53)

Kadar air bubuk lengkuas yang diperoleh sebesar 7,8 persen. Kadar air ini merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Menurut Fardiaz et al. (1992), kandungan kadar air yang tinggi pada rimpang lengkuas segar merupakan kondisi yang memungkinkan mikrooganisme tumbuh dan dapat mengaktifkan enzim penyebab kerusakan bahan. Batas minimal kadar air bahan dimana mikroba masih dapat tumbuh berkisar 14-15 persen.

Kadar air bubuk lengkuas sebesar 7,8 persen diharapkan dapat menjaga keawetan bubuk selama penyimpanan selain untuk menjaga kualitas hasil ekstraksi bubuk lengkuas. Karena, menurut Sudarmadji dan Suhardi (1996) di dalam Kholid (2000), kadar air bahan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan proses ekstraksi tidak berjalan optimal. Kadar air yang tinggi menimbulkan hambatan pada masuknya pelarut dalam jaringan yang mengandung berbagai komponen aktif, sehingga pelarut sulit untuk mengekstrak bahan aktif dari bahan. Hal ini menyebabkan pelarut menjadi jenuh dengan air dan menurunkan keefisienan kerja pelarut.

Hasil kadar abu bubuk lengkuas sebesar 9,12 persen, melebihi batas baku mutu simplisia menurut Depkes RI yang mengandung maksimal 3,9 persen bahan anorganik. Apriyantono et al. (1989) menyatakan bahwa uji kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan anorganik dalam rimpang lengkuas. Abu dalam suatu bahan merupakan residu anorganik dari pembakaran bahan-bahan organik. Abu yang terbakar sempurna adalah abu yang berwarna putih keabuan

Tingginya bahan anorganik pada rimpang lengkuas dapat dipengaruhi oleh kondisi lahan, pengolahan selama proses penanaman lengkuas, varietas lengkuas, dan umur panen.oleh proses awal rimpang lengkuas. Kandungan mineral yang tinggi dalam lahan dan proses pemupukan yang baik selama penanaman dapat menambah tinggi kandungan bahan anorganik dalam bahan (Wardhana et al., 2002).

Hasil pengujian nilai kadar abu tidak larut asam dalam bubuk lengkuas sebesar 2,93 persen. Hasil ini mendekati nilai baku mutu kadar abu tidak larut asam menurut Depkes RI, yaitu maksimal sebesar 3,7 persen.


(54)

Pengujian kadar abu tidak larut asam dilakukan untuk melihat kandungan mineral yang tidak larut dalam pelarut asam kuat (HCl).

Hasil pengujian kadar sari bubuk lengkuas larut dalam air sebesar 31,22 persen. Sedangkan kadar sari bubuk lengkuas larut etanol sebesar 21,6 persen. Kedua nilai ini sudah termasuk dalam baku mutu menurut Depkes RI, yaitu minimal sebesar 5,2 persen dan 1,7 persen. Hal ini menunjukkan bahwa komponen-komponen rimpang lengkuas yang larut dalam air lebih banyak jika dibandingkan dalam alkohol.

Pengujian kadar sari yang larut dalam air atau alkohol bertujuan untuk melihat besarnya komponen kimia yang dapat larut dalam suatu jenis pelarut yang digunakan (Gaman dan Sherrington, 1992). Pelarut air lebih banyak mengekstrak komponen polar dari lengkuas merah, sedangkan pelarut etanol lebih optimal melarutkan komponen non polar (Siswadi, 2002). Komponen polar pada bubuk lengkuas seperti pati, gula sederhana, dan senyawa glikosida. Sedangkan komponen non polar, seperti oleoresin, alkaloid, glikon, dan beberapa senyawa glikosida (Rusmarilin, 2003).

A.2 Ekstraksi Komponen Bioaktif Lengkuas Merah

Hasil akhir dalam proses ekstraksi berupa ekstrak oleoresin berbentuk pasta berwarna coklat pekat dengan aroma khas lengkuas, yaitu aroma agak pedas. Dari bubuk lengkuas sebanyak 14,70 kg, diperoleh rendemen ekstrak sebesar 24,85 persen.

Rendemen ekstrak menggambarkan besarnya bahan yang dapat diekstrak dari bubuk lengkuas. Bahan-bahan tersebut dapat berupa komponen flavour dan warna, resin, lemak, minyak atsiri, alkaloid, asam organik, garam anorganik, glikosida, dan lemak (Hezmela, 2006). Jokopriyambodo et al.

(1999) menyatakan bahwa hasil ekstraksi khususnya dari rimpang lengkuas dipengaruhi oleh jenis dan rasio pelarut, derajat kehalusan simplisia, serta teknik dan waktu ekstraksi.

Ekstraksi bubuk lengkuas dilakukan dengan metode maserasi dengan penambahan pengadukan menggunakan mesin pengaduk. Menurut Voight (1994), maserasi merupakan proses ekstraksi dengan mencampur


(55)

antara pelarut dan bahan yang akan diekstrak dengan perbandingan tertentu. Pengadukan bertujuan untuk mempercepat pelarutan zat padat dengan jalan membentuk suspensi serta melarutkan partikel-pertikel ke dalam medium pelarut.

Proses ekstraksi bubuk lengkuas menggunakan pelarut etil asetat 60 persen dengan perbandingan bubuk lengkuas dan air sebesar 1:10. Besarnya perbandingan antara bubuk dan etil asetat berdasarkan sifat bubuk lengkuas yang sangat mudah menyerap pelarut, sehingga untuk mengoptimalkan proses ekstraksi dan melancarkan pengadukan, etil asetat yang ditambahkan mencapai 10 kali bubuk yang diekstraksi. Perbandingan rasio pelarut yang kurang dari 1:10 dapat menghambat proses maserasi dengan pengadukan, seperti pada penggunaan rasio 1:5 hingga 1:8, pelarut akan diserap oleh bubuk sehingga proses maserasi dengan pengadukan tidak dapat dilakukan.

Pemilihan pelarut berdasarkan hasil penelitian Rusmarilin (2003), yang menyatakan bahwa zat aktif antijamur lengkuas merah dalam minyak atsiri, yaitu 1-asetoksi khavikol asetat, serta dari golongan sesquiterpen, merupakan senyawa yang bersifat semipolar, sehingga lebih mudah larut dalam pelarut etil asetat yang bersifat semi polar. Selain itu, Guenther et al. (1988) menyatakan bahwa syarat pelarut dalam proses ekstraksi harus memiliki titik didih yang tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. Persyaratan ini untuk memudahkan proses penguapan pelarut untuk memperoleh ekstrak lengkuas. Hal ini sesuai dengan sifat fisik pelarut etil asetat yang memiliki titik didih sebesar 77,10C, lebih rendah jika dibandingkan titik didih etanol, 78,10C.

Penggunaan pelarut semipolar memungkinkan terekstraknya komponen lain yang bersifat polar maupun nonpolar, sehingga rendemen ekstrak yang diperoleh lebih banyak. Hasil rendemen dengan pelarut etil asetat 60 persen sebesar 24,85 persen, lebih banyak jika dibandingkan rendemen hasil ekstraksi dengan pelarut etanol 96 persen sebesar 7,63 persen pada penelitian Hezmela (2006). Persentase rendemen ekstrak lengkuas merah


(1)

97 Lampiran 21b. Hasil Uji Friedman Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Lengkuas

Merah terhadap Kesukaan Kesan setelah Pemakaian Sampo

Lampiran 21c. Hasil Analisa Metode Crosstabulation Faktor Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah terhadap Kesan Setelah Pemakaian Sampo

Konsentrasi ekstrak Lengkuas Merah

Total 0,50% 1% 2% 3%

Skor Kesan Setelah Pemakaian

Sangat Tidak

Suka

Tidak Suka 3 2 4 5 14

Biasa 19 21 16 19 75

Suka 8 7 10 6 31

Sangat Suka

Total 30 30 30 30 120

Descriptive Statistics

120 1,625 0,9642 .5 3

120 3,14 0,598 2 4

KONSENTRASI EKSTRAK

LENGKUAS MERAH KESAN SETELAH PEMAKAIAN

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Ranks

1,14

1,86 KONSENTRASI

EKSTRAK

LENGKUAS MERAH KESAN SETELAH PEMAKAIAN

Mean Rank

Test Statisticsa

120 78,031

1 0,000 N

Chi-Square df

Asymp. Sig. Friedman Test a.


(2)

Hasil Uji efektifitas antijamur pada pengenceran 1000 ppm, 3000 ppm, dan 5000 ppm

Jenis Jamur Konsentrasi (%) ulangan Pengenceran

1000 ppm 3000 ppm 5000 ppm

Tricophton mentagrophytes 0.50% 1 - 4 3

2 - 6 -

Microsporum canis 1 - - 3

2 - - -

Tricophton mentagrophytes 1% 1 - - 3

2 - - -

Microsporum canis 1 1.5 5 5

2 - - -

Tricophton mentagrophytes 2% 1 - 3 -

2 - - -

Microsporum canis 1 - - 6

2 - - -

Tricophton mentagrophytes 3% 1 - 1 3

2 - - -

Microsporum canis 1 - 3 -


(3)

Skor Penampakan * Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah Crosstabulation Count

Konsentra si Ekstrak Lengkuas Merah

Total

0.5 % 1 % 2 % 3 %

Skor Penampak

an

1 3 3

2 3 6 5 10 24

3 15 17 15 10 57

4 11 5 10 7 33

5 1 2 3

Total 30 30 30 30 120

ANOVA

Skor Penampakan Sum of Squares

df Mean

Square

F Sig.

Between Groups

6.492 3 2.164 3.400 .020

Within Groups

73.833 116 .636

Total 80.325 119

Skor Penampakan Duncan

N Subset for alpha = .05 Konsentra

si ekstrak Lengkuas Merah

1 2

3 % 30 2.70

1 % 30 3.10 3.10

2 % 30 3.17

0.5 % 30 3.33

Sig. .055 .290

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.

Skor Aroma * Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah Crosstabulation Count

Konsentra si Ekstrak Lengkuas Merah

Total

.5 1 % 2 % 3 %

Skor Aroma

1 2 2

2 7 9 7 16 39

3 17 6 11 5 39

4 6 13 11 5 35


(4)

Total 30 30 30 30 120 ANOVA

Skor Aroma

Sum of Squares

df Mean

Square

F Sig.

Between Groups

7.367 3 2.456 3.011 .033

Within Groups

94.600 116 .816

Total 101.967 119

Skor Aroma Duncan

N Subset for alpha = .05 KOnsentra

si Ekstrak Lengkuas Merah

1 2

3 % 30 2.63

0.5 % 30 2.97 2.97

2 % 30 3.20

1 % 30 3.27

Sig. .156 .229

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.

Skor Kekentalan * Konsentrasi Ekstrak lengkuas Merah Crosstabulation Count

Konsentra si Ekstrak

lengkuas Merah

Total

0.5 % 1 % 2 % 3 %

Skor Kekentala

n

1 2 2

2 2 8 6 11 27

3 15 10 17 9 51

4 13 12 7 7 39

5 1 1

Total 30 30 30 30 120

ANOVA

Skor Kekentalan Sum of Squares

df Mean

Square

F Sig.

Between Groups

4.967 3 1.656 2.660 .051

Within Groups

72.200 116 .622

Total 77.167 119

Skor Kekentalan Duncan


(5)

N Subset for alpha = .05 Konsentra

si Ekstrak lengkuas Merah

1 2

3 % 30 2.80

2 % 30 3.03 3.03

1 % 30 3.13 3.13

0.5 % 30 3.37

Sig. .125 .125

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.

Skor Banyaknya Busa * Konsentrasi Ekstrak Lengkuas Merah Crosstabulation Count

Konsentra si Ekstrak Lengkuas Merah

Total

0.5 % 1 % 2 % 3 %

Skor Banyaknya Busa

1 1 1

2 4 4 7 2 17

3 19 17 13 14 63

4 7 8 9 11 35

5 1 3 4

Total 30 30 30 30 120

ANOVA

Skor Banyaknya Busa Sum of Squares

df Mean

Square

F Sig.

Between Groups

4.200 3 1.400 2.578 .057

Within Groups

63.000 116 .543

Total 67.200 119

Skor Banyaknya Busa Duncan

N Subset for alpha = .05 Konsentra

si Ekstrak Lengkuas Merah

1 2

2 % 30 3.00

0.5 % 30 3.10

1 % 30 3.20 3.20

3 % 30 3.50

Sig. .326 .118

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.


(6)

Skor Kesan Setelah Pemakaian * Konsentrasi ekstrak Lengkuas Merah Crosstabulation Count

Konsentrasi ekstrak Lengkuas Merah Total

0.5 % 1 % 2 % 3 %

Skor Kesan Setelah Pemakaian

2 3 2 4 5 14

3 19 21 16 19 75

4 8 7 10 6 31

Total 30 30 30 30 120

ANOVA Skor Aroma

Sum of Squares

df Mean

Square

F Sig.

Between Groups 7.367 3 2.456 3.011 .033

Within Groups 94.600 116 .816

Total 101.967 119

Skor Aroma Duncan

N Subset for alpha = .05 KOnsentra

si Ekstrak Lengkuas Merah

1 2

3 % 30 2.63

0.5 % 30 2.97 2.97

2 % 30 3.20

1 % 30 3.27

Sig. .156 .229

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.


Dokumen yang terkait

Uji Antimutagenik Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum) Pada Mencit Jantan Yang Diinduksi Dengan Monosodium Glutamat (MSG)

12 118 94

UJI AKTIVITAS TONIKUM EKSTRAK ETANOL RIMPANG LENGKUAS MERAH (Alpinia purpurata K. Schum) dan LENGKUAS PUTIH (Alpinia galanga L.) PADA MENCIT JANTAN

10 58 20

Uji efektivitas ekstrak lengkuas merah (Alpina purpurata K.Schum) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia coli dengan metode disc diffusion.

4 24 70

Pemanfaatan lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) sebagai bahan antijamur dalam sampo

0 10 116

Daya Antijamur Ekstrak Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum) dalam Sediaan Salep

8 55 96

Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma Terhadap Keragaman Lengkuas Merah (Alpinia Purpurata K. Schum)

0 12 78

Aktivitas Antimikroba Minyak Esensial Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) dan Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum) Terhadap Bakteri Patogen dan Perusak Pangan

3 16 11

Perbandingan Efektivitas Lengkuas Merah (Alpinia Purpurata K Schum) dan Lengkuas Putih (Alpinia Galanga) Terhadap Pertumbuhan Jamur Candida Albicans Secara In Vitro

0 0 6

Efektivitas Air Rebusan dan Air Perasan Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K.schum) dalam Menghambat Pertumbuhan Trichophyton rubrum Jamur Penyebab Kutu Air (Tinea pedis)

0 0 7

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia Purpurata K. Schum) Terhadap Bakteri Propionibacterium Acnes - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 91