Laporan Pemantauan Komnas Perempuan: Pendokumentasian dan Pengkajian

36 Perempuan LTP. Sebagai bagian dari gugus kerja ini, Komisioner Ita F. Nadia juga memberi akses pada data dan informasi dari penelitian yang dilakukannya sejak tahun 1997 sampai tahun 2003. Organisasi pertama, Syarikat Indonesia, merupakan jaringan aktivis muda yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama dan berbasis di Yogyakarta. Sejak akhir 2000, Syarikat Indonesia berupaya membangun komunikasi antara komunitas ”korban” dan ”pelaku” lewat pertemuan-pertemuan sosial di berbagai kota di Jawa. Syarikat Indonesia menyebut upaya ini sebagai gerakan ”rekonsiliasi kultural” untuk mengatasi keterpecahbelahan masyarakat di tingkat akar rumput akibat ketegangan politik pada paruh akhir 1960-an. Sebagai langkah awal memulai gerakan rekonsiliasi kultural, dari tahun 2001-2003, Syarikat Indonesia dengan dibantu mitra jaringan, berhasil mengumpulkan data kasus-kasus konflik yang menimpa dan dialami oleh korban di 18 kota di Jawa. Tahun 2004 sampai dengan sekarang, Syarikat Indonesia telah melakukan penggalian dan pendokumentasian makna keadilan dan rekonsiliasi bagi perempuan korban 1965, dengan menambah sebaran wilayah di 15 kota di Jawa dan Madura, sehingga sampai sekarang Syarikat Indonesia telah mempunyai mitra jaringan di 33 kota. Organisasi kedua, LTP, terdiri dari peneliti dan aktivis hak-hak asasi manusia yang memusatkan perhatiannya pada penelitian sejarah gerakan perempuan Indonesia dan upaya membuka ruang- ruang bercerita yang leluasa bagi perempuan korban kekerasan politik. LTP secara khusus mengumpulkan bahan kepustakaan tentang sejarah gerakan perempuan dan kekerasan terhadap perempuan dan rekaman wawancara dengan perempuan korban Peristiwa 1965 di sejumlah daerah di Indonesia sejak 2001. Pada tahun yang sama, LTP berinisiatif menyelenggarakan pertemuan informal para perempuan korban dari berbagai kasus kekerasan politik di Jakarta. Menimbang kenyataan bahwa perempuan korban kekerasan dan diskriminasi akibat Peristiwa 1965, terutama yang berada di daerah-daerah di luar Jakarta, demikian sulit beroleh ruang untuk bercerita, sejak pertengahan 2005, LTP memutuskan untuk menyelenggarakan temu-temu perempuan khusus untuk korban 1965 saja. Pertemuan-pertemuan ini kemudian berlanjut menjadi medium penyelidikan berbagai peristiwa kekerasan di daerah kelompok korban masing-masing, yaitu Solo, Argosari Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, dan Gianyar Bali.[...] [...] Gugus Kerja Kekerasan Masa Lalu juga bekerja sama dengan Tim Ahli dalam mengolah dan mengkaji data dan informasi yang diperoleh dengan pendekatan hak-hak asasi manusia, jender, dan sejarah untuk melahirkan temuan serta kesimpulan tentang struktur, pola, dan bentuk kekerasan serta diskriminasi yang terjadi secara komprehensif. Sekaligus, akibat dan dampak berkelanjutan dari kekerasan dan diskriminasi dikaji, bukan saja terhadap para korban beserta keluarganya, tetapi juga terhadap aktivis pembela hak-hak asasi manusia perempuan di masa kini. Komnas Perempuan mengadakan diskusi rutin dengan Tim Ahli untuk mengkaji beberapa studi yang sudah pernah dilakukan tentang pergolakan politik di akhir 1965, khususnya yang berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan, menyusun definisi dan klasifikasi bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan sesuai dengan aturan-aturan hukum nasional dan internasional yang berlaku, dan merumuskan kerangka pelaporan dugaan pelanggaran hak-hak asasi manusia yang kami temukan dalam kesaksian-kesaksian korban. 37 PERTANYAAN-PERTANYAAN DISKUSI: 1 Menurut anda kerja pendokumentasian yang akan atau sedang dilakukan saat ini diarahkan untuk menjawab persoalan yang mana dalam kompleksitas penyelesaian kasus kejahatan hak asasi manusia Orde Baru di tingkat lokal? 2 Menurut anda siapakah orang atau kelompok yang potensial akan menggunakan hasil dari kerja-kerja pendokumentasian anda? 3 Menurut anda informasi-informasi apa saja yang perlu didokumentasikan untuk mendukung jawaban pertanyaan no. 1 dan 2

V. Teknik Merancang Dokumentasi Kejahatan Hak Asasi Manusia Skala Besar

Pengantar Tidaklah mudah merancang dokumentasi kejahatan hak asasi manusia skala besar di masa lalu. Selain karena membutuhkan perangkat dan prosedur kerja yang ketat, perancangannya pun harus memiliki konsep dan pemahaman yang utuh dan kuat tentang kejahatan hak asasi manusia skala besar di masa lampau itu sendiri. 1. Paijo: Mengapa harus mengenali Entitas Material di Keranjang Informasi dan Dokumentasi? a. Kejadian. Format informasi peristiwa ini mencatat rincian utama suatu peristiwa yang telah terjadi. Suatu peristiwa bisa berupa suatu kejadian atau sekelompok kejadian. Peristiwa mengacu kepada semua dokumen dan catatan yang bertalian dengan peristiwanya; Informasi HAM dan Sistem Huridocs [...] Pada 1982-an, ide-ide para pegiat HAM menginginkan sebuah bentuk informasi HAM dan sistem dokumentasi internasional yang -- kini dikenal namanya Huridocs-- hanya sebagai jaringan global organisasi HAM. Lalu Martin Ennals sebagai pendiri Huridoc, ketika itu ia memandang perlu guna mengupayakan terwujudnya sistem komunikasi universal untuk HAM. Kemudian dalam prakteknya Huridocs memusatkan perhatiannya pada peningkatan cara memperoleh informasi HAM oleh publik dan menyebarluaskan informasi HAM kepada publik pula.Ketika itu, kerja-kerja Huridocs sendiri tidak mengumpulkan dokumen, melainkan menghubungkan para peserta dalam jaringan, yang tujuannya adalah mempermudah pencatatan dan arus informasi HAM. Dengan demikian jelas bahwa pada saat itu para pegiat HAM telah menempatkan sebuah informasi dalam sistem pendokumentasian pelanggaran HAM di tempat yang sangat penting. Kemudian Huridocs membentuk format informasi baku HAM yang sebelumnya melalui pembicaraan dan konsultasi yang mendalam dengan melibatkan para pegiat HAM dari berbagai organisasi HAM internasional. Bentuk format baku itu terdiri dari lima format yang dipakai untuk mencatat informasi mengenai peristiwa HAM dengan cara yang sistematis dan ditetapkan sebelumnya. Ringkasnya, Huridocs menyarankan organisasi HAM untuk dapat mendokumentasikan informasi berkaitan dengan pelanggaran HAM menggunakan lima macam format bakunya. Lima format lengkap yang disarankan itu, masing-masing dimaksudkan untuk berbagai segi dari peristiwa pelanggaran HAM, yang meliputi sebagai berikut: 38 b. Korban. Format informasi korban mencatat informasi yang rinci mengenai korban perorangan. c. Sumber. Format informasi sumber mencatat secara rinci informasi mengenai sumber. Catatan: menemu-kenali sumber dalam situasi HAM dapat membahayakan bagi si sumber. Bahkan informasi tidak langsung dapat dipakai untuk melacak laporan sampai orang tertentu, dan orang tersebut mungkin akan terancam jiwanya. Hal ini penting bagi kerja- kerja pencarian fakta. d. Pelanggar yang dituduh. Format informasi pelanggar mencatat informasi mengenai para pelaku pelanggaran HAM yang dituduh. Dikatakan dituduh karena selalu ada kemungkinan bahwa seorang pelanggar yang dituduh ternyata bukan pelanggar sebenarnya. e. Campur tangan. Format informasi campur tangan guna melacak tindakan yang telah diambil sebagai tanggapan terhadap pelanggaran HAM. Format ini juga untuk mencatat bantuan yang diberikan kepada korban. Untuk setiap format tersebut di atas, berisi sebuah bidang dan ke dalam bidang inilah dimasukkan data mengenai hal khusus. Yang dimaksud bidang adalah tempat dalam formulir untuk mencatat data mengenai hal tersebut. Lalu setiap bidang dirancang untuk tujuan khusus, dan sebagai contohnya: Bidang 102 adalah sandiIstilah Geografi wilayah Bidang 202 adalah Nama Korban. Bidang 313 adalah Kerahasiaan, dst. a. Pengertian informasi menurut Martino 1968. Esensi sebuah informasi itu merupakan suatu produk atau hasil suatu proses. Proses itu terdiri atas kegiatan-kegiatan mulai dari mengumpulkan data, menyusun serta menghubung-hubungkan mereka, meringkas, Hakikat pengertian informasi Definisi informasi menurut Undang-undang No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, berbunyi sebagai berikut: Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda- tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun non- elektronik. Lalu, yang dimaksud informasi publik menurut Undang-Undang yang sama adalah sebagai berikut: Informasi yang dihasilkan disimpan, dikelola, dikirim, danatau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara danatau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Supaya kita lebih kaya lagi untuk memahami hakekat informasi maka kita coba merujuk kajian- kajian para pemilik disiplin ilmu yang mengkaji tentang hal itu. Soejono Trimo dalam kitabnya, yang yang menghimpun pendapat-pendapat orang-orang menurut yang punya disiplin ilmu mendefinisikan sebuah informasi sebagai berikut: