Latar Belakang Masalah ANALISIS PERJANJIAN GADAI SAHAM ANTARA DEUTSCHE BANK DENGAN PT. ASMINCO BARA UTAMA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan akan dana bagi suatu perusahaan dalam melakukan kegiatan usahanya tidak diragukan lagi adalah merupakan kebutuhan yang sangat esensial. Dana bagi perusahaan dapat diperoleh dari berbagai sumber yaitu dapat berupa modal equity atau utang loan. Dana yang berupa modal equity dapat diperoleh dari para pemegang sahamnya yaitu berupa setoran modal pemegang saham. Dana yang berupa utang loan dapat diperoleh oleh perusahaan tersebut dari berbagai sumber, salah satunya diperoleh dari bank. Pemberian utang oleh kreditur baik kreditur perorangan maupun kreditur institusional kepada debitur sudah menjadi bagian dan merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari praktek bisnis dewasa ini. Kreditur yang dimaksud Analisis perjanjian..., S. Supasti Wulandari, FH UI, 2007 2 dalam penelitian ini adalah institusi perbankan selanjutnya disebut sebagai bank. Undang-undang Tentang Perbankan yaitu Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 UU Perbankan mensyaratkan bahwa bank harus memastikan kemampuan dari debitur untuk mengembalikan kredit yang diterimanya. Hal ini diatur dalam Pasal 8 UU Perbankan dalam memberikan kredit. Pasal 8 UU Perbankan: “Bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.” Dalam penjelasan dari Pasal 8 dinyatakan bahwa kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko. Untuk itu pemberian kredit harus diberikan hanya setelah bank melakukan penilaian terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari debitur. 1 Berbeda dengan pegadaian yang memberikan pinjaman uang kredit kepada nasabah sepanjang memiliki agunan, bank mengucurkan kreditnya lebih berdasarkan pada penilaian atas hal-hal tersebut di atas, bukan semata-mata berdasarkan jaminan. Namun demikian posisi jaminan adalah penting karena jaminan 1 Indonesia a, Undang-undang Tentang Perbankan, UU No. 7 tahun 1992, LN No. 31 tahun 1992, TLN. No. 3472,penjelasan Pasal8. Analisis perjanjian..., S. Supasti Wulandari, FH UI, 2007 3 adalah benteng pertahanan terakhir bagi bank. Demikian pendapat seorang pengamat perbankan: ”kolateral itulah yang akan menjadi benteng terakhir pertahanan bank, apalagi setelah dihapusnya fasilitas likuiditas Bank Indonesia. Kualitas kolateral itu pula yang menentukan apakah bank dapat memperoleh kembali dana yang disalurkan bila debitur tersebut dikemudian hari ternyata gagal melakukan pembayaran”. 2 Dalam pengertian umum Retnowulan Sutantio memberikan pendapat bahwa jaminan adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai, mudah diuangkan, yang diikat dengan janji untuk dijadikan jaminan untuk pembayaran utang debitur. 3 Ignatius Ridwan Widyadharma dalam bukunya berjudul Hukum Sekitar Perjanjian Kredit menyimpulkan bahwa jaminan adalah orang atau benda yang dijadikan alat penopang dari perjanjian kredit. 4 Jaminan, meliputi jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan umum adalah jaminan yang menurut undang-undang akan 2 Prajoto, Perbankan, Waspadai Perjanjian Gadai Saham, www.kompas.com, Senin, 5 Juni 2006, diakses 1 Oktober 2006 3 Mahkamah Agung Republik Indonesia, Proyek Pembinaan Teknis Yustisia, Pustaka Peradilan I, Jakarta: MARI, 1994. 4 Ignatius Ridwan Widyadharma, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, cet. I, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1997, hal. 33-34. Analisis perjanjian..., S. Supasti Wulandari, FH UI, 2007 4 selalu didapat oleh seorang kreditur dari debiturnya. Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata disebutkan bahwa: “Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu.” Melalui pengaturan ini undang-undang menjamin bahwa tidak ada kredit yang tidak memiliki jaminan 5 , dimana Jaminan umum meliputi seluruh harta debitur dan berlaku bagi semua kreditur. Artinya bahwa seluruh kreditur memiliki hak yang sama tinggi atas jaminan tersebut . 6 Dikaitkan dengan risiko pemberian kredit, dalam hal terjadi non-pembayaran dari pihak debitur, seluruh harta debitur akan digunakan untuk memenuhi seluruh utang kepada seluruh kreditur. Hal ini dapat merugikan kreditur sebab bisa saja terjadi bahwa seorang atau beberapa kreditur tidak menerima kembali seluruh piutangnya karena harta debitur tidak cukup untuk membayarnya. 7 Dengan penjabaran 5 J. Satrio a, Parate Eksekusi Sebagai Sarana Mengatasi Kredit Macet,Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,1993, hal. 2. 6 Ibid. Analisis perjanjian..., S. Supasti Wulandari, FH UI, 2007 5 ini maka menjadi jelas bahwa mekanisme jaminan umum ini tidak dapat menjamin kebutuhan kreditur untuk mendapatkan kepastian pengembalian piutangnya. Sehingga sering kali kreditur meminta hak yang didahulukan atas barang jaminan. Dalam hal seorang kreditur merasa perlu untuk mendapatkan hak yang didahulukan atas barang jaminan, diberi kesempatan untuk secara khusus memperjanjikan hak- hak jaminan. Hak jaminan seperti ini disebut hak jaminan khusus. Hak ini memberikan kepada krediturnya kedudukan yang lebih baik. 8 Hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 1132 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada alasan- alasan sah untuk didahulukan.” Pada prinsipnya bank secara teoritis diharuskan oleh undang-undang untuk selalu meminta jaminan khusus 9 . Sehingga dapat diartikan dalam dunia perbankan kata agunan 7 R. Subekti a, Aneka Perjanjian, cet. Ke-10, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995, hal. 163. 8 J. Satrio a, op.cit., hal. 5. 9 Ibid. Analisis perjanjian..., S. Supasti Wulandari, FH UI, 2007 6 dalam Pasal 8 UU Perbankan di atas harus diartikan sebagai jaminan khusus. Jaminan khusus dibagi lagi menjadi jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan mempunyai ciri- ciri dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda- benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan. Sedangkan jaminan perorangan tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan. 10 Menurut M. Yahya Harahap dalam bukunya Segi-segi Hukum Perjanjian, jaminan perorangan berbeda dengan jaminan kebendaan. Perbedaannya adalah karena jaminan yang diberikan bukan benda, tetapi perseorangan. Orang yang memberikan jaminan disini adalah seorang pihak ketiga yang tidak memiliki kepentingan apapun, baik terhadap debitur maupun terhadap kreditur yang dengan sukarela memberikan jaminan terhadap utang dari debitur. 11 Jaminan perorangan 10 H.Salim HS, hasil Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional yang diselenggarakan di Yogyakarta, dari tanggal 20 sampai dengan 30 Juli 1977, “Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia” Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2005 hal. 24. Analisis perjanjian..., S. Supasti Wulandari, FH UI, 2007 7 tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu. 12 Tetapi sekalipun tidak ada hak atas benda, jaminan perorangan tetap memberikan kedudukan yang lebih baik bagi kreditur karena adanya lebih dari seorang debitur yang dapat ditagih. 13 Jaminan kebendaan dibagi menjadi jaminan benda bergerak dan benda tidak bergerak. Yang termasuk jaminan benda bergerak meliputi gadai dan fidusia. Sedangkan jaminan benda tidak bergerak meliputi hak tanggungan, fidusia dan hipotek. Sedangkan untuk jaminan perorangan dapat digunakan borgtocht, tangung-menanggung tanggung renteng, dan garansi bank. 14 Jaminan kebendaan sebagai sarana penjamin pelunasan pinjaman uang dalam perjanjian hutang-piutang, telah menjadi faktor krusial dalam pemberian pinjaman uang. Bentuk dan macam jaminan kebendaan menjadi semakin 11 M. Yahya Harahap a, Segi-segi Hukum Perjanjian, cet.II, Bandung: PT. Alumni, 1986, hal 315. 12 H.Salim HS, op.cit. 13 J. Satrio c, op.cit., hal. 13. 14 Arie S. Hutagalung, Aspek Legal Jaminan Sehubungan Dengan Bad Debt , Dipersiapkan untuk Bahan Seminar “Know Your Legal Collect-Debt” Yang diselenggarakan Lembaga Pengkajian dan Studi Hukum, 19 Maret 2002, hal. 80. Analisis perjanjian..., S. Supasti Wulandari, FH UI, 2007 8 bervariatif hingga menyentuh instrumen pasar modal yaitu saham. Saham merupakan salah satu ciri khas instrumen dari suatu perseroan terbatas dalam pasar modal, yang ketentuannya diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas UUPT. Rumusan mengenai saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 1 UUPT, dapat diketahui bahwa harta kekayaan perseroan terbatas yang merupakan modal perseroan terbatas dibagi ke dalam saham- saham, dimana saham merupakan bukti kepemilikan serta atas modal suatu perseroan yang memberikan hak kepada pemegangnya atas harta kekayaan perseroan 15 . Ditentukan pula dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 2668KEPDIR tanggal 7 September 1993 16 Tentang Saham Sebagai Agunan Tambahan Kredit, ditentukan bahwa bank diperbolehkan memberikan kredit dengan agunan tambahan berupa saham yang telah terdaftar di Bursa Efek. 15 Indonesia b, Undang-undang Tentang Perseroan Terbatas, UU No. 1 tahun 1995, LN 199513, TLN. No. 3587, Pasal 1 ayat 1. 16 Bank Indonesia, Keputusan Direksi Bank Indonesia Tentang Saham Sebagai Agunan Tambahan Kredit, SK.Dir.BI No.2668KEPDIR 7 Sept.1993. Analisis perjanjian..., S. Supasti Wulandari, FH UI, 2007 9 Saham sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan sebagai jaminan melalui lembaga gadai sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1153 KUHPerdata. Berdasarkan Pasal 1153 maka objek gadai harus dilepaskan dari kekuasaan debitur pemberi gadai dan berada dalam kekuasaan kreditur penerima gadai. Namun pihak kreditur tidak dapat memiliki objek gadai secara otomatis, sehingga hak milik tetap ada pada pihak debitur hanya penguasaan atas objek gadai yang berpindah. Pada gadai saham terjadi penyerahan saham oleh seorang debitur kepada seorang kreditur yang mengakibatkan kreditur mempunyai hak dan kewenangan atas saham tersebut guna menjamin pelunasan suatu hutang debitur kepada kreditur sehingga menimnbulkan hak dan kewajiban dari pemberi gadai kepada penerima gadai. Berdasarkan Klasifikasi Saham, saham memberikan hak-hak tertentu kepada pemiliknya. Saham biasa menurut Pasal 46 ayat 3 UUPT adalah suatu saham yang memberikan kepada pemiliknys hak- hak atas pemilikan saham tersebut yaitu: hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham; hak menerima pembagian deviden; hak menerima sisa kekayaan dalam proses likuidasi. Selanjutnya mengenai gadai saham ini, bilamana terjadi wanprestasi dan akibat yang ditimbulkan, dalam Pasal 1154 Analisis perjanjian..., S. Supasti Wulandari, FH UI, 2007 10 KUHPerdata ditentukan bahwa apabila si berutang atau si pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya wanprestasi, maka tak diperkenankan si berpiutang memiliki barang yang digadaikan. Selain itu, mengenai wanprestasi, maka khusus gadai KUHPerdata mengaturnya pada Pasal 1155 dan Pasal 1156 .

B. Pokok Permasalahan