Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
2
dengan mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Pada tahun 2005 Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah PP
Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar ini dibutuhkan dalam rangka penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBNAPBD. Tujuan diberlakukannya hal tersebut adalah agar laporan keuangan lebih accountable dan semakin diperlukannya peningkatan kualitas laporan
keuangan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi
keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi
keputusan mengenai alokasi sumber daya. Apabila informasi yang terdapat di dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah memenuhi kriteria karakteristik
kualitatif laporan keuangan pemerintah seperti yang disyaratkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005, berarti pemerintah daerah mampu
mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Informasi yang terkandung dalam laporan keuangan yang dihasilkan oleh
pemerintah daerah harus sesuai dengan kriteria nilai informasi yang disyaratkan peraturan perundang-undangan. Apabila tidak sesuai dengan perundang-
undangan, maka akan mengakibatkan kerugian daerah, potensi kekurangan daerah, kekurangan penerimaan, kelemahan administrasi, ketidakhematan,
ketidakefisienan, dan ketidakfektifan Yuliani, 2010 Hasil pemeriksaan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan BPK pada
Semester I Tahun 2013 menunjukkan perbaikan kualitas penyajian laporan
3
keuangan entitas pemerintah pusatdaerah dibanding Semester I Tahun 2012. Perbaikan opini tersebut antara lain disebabkan entitas telah menindaklanjuti
rekomendasi BPK. Peningkatan kualitas tersebut dapat dilihat dari semakin meningkatnya entitas yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian WTP
dan kecenderungan menurunnya jumlah entitas yang memperoleh opini Tidak Wajar TW dan Tidak Memberikan Pendapat TMP. Jumlah Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah LKPD yang memperoleh opini WTP juga meningkat dari 67 menjadi 113.
Disamping peningkatan kualitas laporan keuangan pada tahun 2013, BPK juga mencatat kasus-kasus yang sering terjadi dari tahun ke tahun dan memiliki
nilai yang relatif besar. Kasus- kasus tersebut antara lain adalah kekurangan penerimaan, baik yang berasal dari penerimaan yang belumtidak ditetapkan atau
dipungutditerimadisetor ke kas negaradaerah maupun denda keterlambatan pekerjaan. Selain itu, BPK juga menemukan kasus seperti pengelolaan aset yang
tidak sesuai dengan peraturan pemerintah dan kelemahan yang terdapat dalam sistem pengendalian intern.
Dari hasil pemeriksaan keuangan yang dilaporkan dalam Ikhtiar Hasil Pemeriksaan Semester IHPS I Tahun 2013, BPK telah memeriksa 415 LKPD
Tahun 2012 dari 529 pemerintah daerah tingkat provinsikabupatenkota. Cakupan pemeriksaan keuangan tersebut meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan
realisasi anggaran LRA atau laporan surplus defisit atau laporan aktivitas, laporan perubahan ekuitas dan rasio modal, serta laporan arus kas LAK. Hasil
pemeriksaan keuangan disajikan dalam tiga kategori yaitu opini, SPI, dan
4
kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. LK yang seharusnya disusun oleh Pemerintah Daerah dalah sebanyak 524, namun opini LKPD baru diberikan
kepada 415 LKPD Tahun 2012 disebabkan beberapa pemerintah daerah belum dapat menyelesaikan penyusunan laporan keuangan danatau terlambat
menyerahkan kepada BPK. Terhadap 415 LKPD Tahun 2012, BPK memberikan opini WTP atas 113 entitas termasuk 41 entitas dengan opini WTP-DPP, opini
WDP atas 267 entitas, opini TW atas 4 entitas, dan opini TMP atas 31 entitas.
Hasil pemeriksaan atas LKPD menunjukkan peningkatan persentase opini WTP, dan penurunan persentase opini WDP serta TMP. Kondisi tersebut secara
umum menggambarkan perbaikan yang dicapai oleh entitas pemerintahan daerah dalam menyajikan suatu laporan keuangan yang wajar sesuai dengan prinsip yang
berlaku. Selanjutnya, penyajian suatu laporan keuangan yang wajar merupakan gambaran dan hasil dari pengelolaan keuangan yang lebih baik.
Adapun permasalahan-permasalahan atas LKPD Tahun 2012 yang tidak memperoleh opini WTP antara lain adalah pada akun aset tetap yang belum
dilakukan inventarisasi dan penilaian, penatausahaan kas yang tidak sesuai dengan ketentuan, piutang, investasi permanen dan non permanen, penyertaan modal
belum disajikan dengan menggunakan metode ekuitas, saldo dana bergulir belum disajikan dengan metode nilai bersih yang dapat direalisasikan, penatausahaan
persediaan tidak memadai, dan pertanggungjawaban belanja hibah tidak sesuai dengan ketentuan, belanja barang dan jasa, belanja pegawai, dan belanja modal.
Berdasarkan tingkat pemerintahan, LKPD yang diperiksa pada Semester I Tahun
5
2013 terdiri atas 26 LKPD provinsi, 309 LKPD kabupaten, dan 80 LKPD kota. Terhadap 80 LKPD kota Tahun 2012, BPK memberikan opini WTP atas 30
entitas, opini WDP atas 46 entitas, dan opini TMP atas 4 entitas. Laporan Keuangan Pemerintah KotaDaerah PemkoPemda harus disusun
berdasarkan Sistem Pengendalian Intern SPI seperti yang diamanatkan dalam pasal 56 ayat 4 UU nomor 01 tahun 2004 yang menyatakan kepala Organisasi
Perangkat Daerah selaku pengguna anggaranpengguna barang memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBD di lingkungan tempat kerjanya telah
diselenggarakan berdasarkan Sistem Pengendalian Intern yang memadai dan laporan keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan. Peran SPI adalah untuk meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara. Presiden selaku Kepala Pemerintahan
mengatur dan menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh. Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah
PP yang mengatur Sistem Pengendalian Intern baru ditetapkan pada tahun 2008 yaitu PP nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern pemerintah
SPIP Hasil evaluasi oleh BPK menunjukkan bahwa LKPD yang memperoleh opini
WTP dan WDP pada umumnya memiliki pengendalian intern yang sudah memadai. Adapun LKPD yang memperoleh opini TW dan TMP memerlukan
perbaikan pengendalian intern dalam hal keandalan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Masih banyaknya opini TW dan TMP yang diberikan
oleh BPK menunjukkan efektivitas SPI pemerintah daerah belum optimal. BPK
6
menemukan beberapa kasus kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, yang tediri atas pencatatan tidakbelum dilakukan secara akurat, proses
penyusunan laporan tidak sesuai dengan ketentuan, terlambat menyampaikan laporan, sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai, sistem
informasi akuntansi dan pelaporan belum didukung SDM yang memadai. Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut, dapat disimpulkan bahwa laporan
keuangan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah masih belum memenuhi kriteria nilai informasi yang disyaratkan. Mengingat bahwa karakterisktik kualitatif
merupakan unsur penting dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah sebagai dasar pengambilan keputusan, maka peneliti tertarik untuk meneliti faktor apa saja
yang dapat mempengaruhi keandalan dan ketepatan waktu pelaporan keuangan pemerintah daerah.
IHPS I Tahun 2013 mengungkapkan sebanyak 13.969 kasus kelemahan sistem pengendalian intern. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.589 kasus merupakan
temuan yang berdampak finansial yaitu temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian,
dan kekurangan penerimaan senilai Rp10,74 triliun. Rekomendasi BPK terhadap kasus-kasus tersebut antara lain adalah penyerahan aset danatau penyetoran ke
kas negaradaerah perusahaan milik negaradaerah. Adapun sebanyak 5.747 kasus merupakan kelemahan SPI, sebanyak 2.854 kasus penyimpangan administrasi,
serta ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan sebanyak 779 kasus senilai Rp46,24 triliun. Rekomendasi BPK atas kasus tersebut adalah perbaikan
SPI danatau tindakan administratif danatau tindakan korektif lainnya.
7
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Pengaruh Standar Akuntansi Pemerintahan dan Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah”.