Penetapan Kadar Air Dalam Bakso Ikan Kemasan Secara Gravimetri
PENETAPAN KADAR AIR DALAM BAKSO IKAN KEMASAN
SECARA GRAVIMETRI
TUGAS AKHIR
OLEH:
VEGI DWINATA MANURUNG
NIM 122410044
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
(3)
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul
“Penetapan Kadar Air Dalam Bakso Ikan Kemasan Secara Gravimetri “.
Pada dasarnya Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun berdasarkan apa yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan.
Selama menyusun Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan Fakultas Farmasi USU.
2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU. 3. Ibu Dra. Sudarmi, M.Si., Apt., yang telah membimbing dan mengarahkan
penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
4. Bapak Drs. Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis selama melaksanakan pendidikan pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.
(4)
5. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi USU.
6. Seluruh staf dan karyawan BBPOM di Medan yang telah membantu selama melaksanakan PKL.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang teristimewa kepada kedua orang tua tercinta yaitu ayahanda Ir. Budiman Manurung dan ibunda Sri Wahyuni yang telah mengasuh, mendidik, memberikan
kasih sayang dan dukungan serta do’a yang tiada putus-putusnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Juga kepada Kakanda Vani Yolanda Manurung, SST dan Adinda Satria Ardanu Manurung, beserta seluruh Sahabatku Dian, Nana, Anggi, Moli, Fitri, Desi, Lesti, Tami, Gracye, Sherina, Novi, Syahrum, Amin, dan Rambe yang senantiasa memberiku semangat dan terus memacuku.
Dalam menulis Tugas Akhir ini penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan. Harapan kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2015 Penulis,
VEGI DWINATA MANURUNG NIM 122410044
(5)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 2
1.3 Manfaat Penelitian ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Bakso Ikan ... 3
2.1.1 Definisi Bakso Ikan ... 3
2.1.2 Bahan-Bahan dalam Pembuatan Bakso Ikan dan Fungsinya ... 3
2.1.3 Cara Pembuatan Bakso Ikan ... 5
2.2 Syarat Mutu Bakso Ikan Kemasan ... 6
2.3 Penetapan Kadar Air ... 7
2.3.1 Metode Pengeringan ... 8
2.3.2 Metode Gravimetri ... 9
2.3.3 Metode Destilasi ... 11
(6)
2.3.4 Metode Kimiawi ... 12
2.3.5 Metode Pengeringan Vakum ... 12
2.4 Pengaruh Proses Pengurangan Kadar Air terhadap Nilai Gizi Pangan ... 13
BAB III METODE PENGUJIAN ... 14
3.1 Tempat Pengujian ... 14
3.2 Penetapan Kadar Air dalam Bakso Ikan Kemasan secara Gravimetri ... 14
3.2.1 Alat dan Bahan ... 14
3.2.2 Cara Kerja ... 14
3.2.3 Perhitungan ... 15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
4.1 Penetapan Kadar Air dalam Bakso Ikan Kemasan secara Gravimetri ... 16
4.2 Pembahasan ... 17
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 18
5.1 Kesimpulan ... 18
5.2 Saran ... 18
DAFTAR PUSTAKA ... 19
LAMPIRAN 1 ... 21
LAMPIRAN 2 ... 24
(7)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Syarat Mutu Bakso Ikan Menurut SNI 01-3819-1995 ... 6
Tabel 4.1 Data Penetapan Kadar Air dalam Bakso Ikan
Kemasan Secara Gravimetri... 16
(8)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 ... 21 Lampiran 2 ... 24
(9)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan pangan manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan (pertanian primer) serta ternak dan ikan (pertanian sekunder) yang sangat tergantung pada berbagai sumberdaya, yaitu sinar matahari, tanah, air, dan udara. Pada pertanian primer, tumbuhan mengambil gas karbondioksida dari udara melalui daun, sedangkan air dan hara kimia dari dalam tanah melalui akar. Dengan bantuan sinar matahari, bahan-bahan tersebut diolah menjadi biji, buah, serat atau minyak yang merupakan sumber pangan manusia. Ternak dan ikan disebut sebagai pertanian sekunder karena dari pakan yang berasal pada tumbuhan dapat dihasilkan daging, telur, dan susu. Hal tersebut berguna untuk melengkapi ketersediaan pangan (Baliwati,2004).
Kerusakan pangan disebabkan oleh pertumbuhan dan aktivitas mikroba, terutama bakteri, ragi dan kapang, aktivitas enzim, serangga, parasit, tikus, suhu, kadar air, oksigen, sinar, dan jangka waktu penyimpanan (Baliwati, 2004).
Bahan pangan yang berasal dari hasil-hasil pertanian, peternakan dan perikanan biasanya diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi, meskipun ada juga yang dikonsumsi seperti bahan mentahnya. Secara umum jaringan tanaman merupakan suatu sistem air dari karbohidrat, protein, lemak, dengan jumlah air yang terbanyak. Di samping kadar air yang tinggi, bahan pangan ini juga mengandung zat-zat gizi yang mengakibatkan sebagian besar produk tersebut
(10)
mengalami kerusakan. Berbagai cara seperti pengolahan dan pengawetan perlu diterapkan untuk mengatasi hal tersebut agar kebutuhan gizi manusia dapat terpenuhi (Purnomo, 1995).
Kadar air yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan kimiawi, enzimatik, dan mikrobiologi pada suatu produk makanan sehingga produk tersebut tidak layak dikonsumsi, maka tugas akhir ini berjudul “Penetapan Kadar Air dalam
Bakso Ikan Kemasansecara Gravimetri“. Adapun pengujian dilakukan selama penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan.
Analisis penetapan kadar air dalam bakso ikan kemasan dilakukan dengan cara gravimetri, karena merupakan proses yang sederhana, penyiapan sampelnya mudah dan tidak membutuhkan biaya yang besar.
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penetapan kadar air dalam bakso ikan kemasan adalah untuk mengetahui apakah kadar air yang terdapat dalam bakso ikan kemasan memenuhi persyaratan kadar air yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).
1.3 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penetapan kadar air dalam bakso ikan kemasan adalah agar dapat mengetahui bahwa produk makanan yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan kadar air Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga produk tersebut layak untuk dikonsumsi.
(11)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bakso Ikan
2.1.1 Definisi Bakso Ikan
Dalam Standar Nasional Indonesia (1995) bakso ikan dapat didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ikan (kadar daging atau ikan tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan (SNI, 1995).
Bakso merupakan produk olahan daging, dimana daging tersebut telah dihaluskan terlebih dahulu dan dicampur dengan bumbu-bumbu, tepung dan kemudian dibentuk seperti bola-bola kecil lalu direbus dalam air panas. Produk olahan daging seperti bakso telah banyak dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat. Secara teknis pengolahan bakso cukup mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Bila ditinjau dari upaya kecukupan gizi masyarakat, bakso dapat dijadikan sebagai sarana yang tepat, karena produk ini bernilai gizi tinggi dan disukai oleh semua lapisan masyarakat (Widyaningsih, 2006).
2.1.2 Bahan-Bahan dalam Pembuatan Bakso Ikan dan Fungsinya
Bahan yang diperlukan untuk membuat bakso ikan yaitu: daging ikan, tepung tapioka, dan bumbu-bumbu. Bahan utamanya adalah daging ikan yang berwarna putih misalnya, ikan kakap, kerapu, tengiri dan ikan remang. Untuk
(12)
mendapatkan produk bakso yang lezat dan teksturnya baik perlu ditambahkan tepung tapioka sekitar 10%-15% dari berat daging yang digunakan (Waridi,2004).
Ikan yang akan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bakso ikan haruslah dipilih dari jenis yang memiliki kadar gizi dan kelezatan yang tinggi, tidak terlalu amis, dan benar-benar masih segar. Beberapa jenis ikan, baik ikan air tawar, air payau, ataupun air asin (laut), dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bakso ikan (Suprapti, 2003).
Bagi tubuh manusia, daging ikan mempunyai beberapa fungsi, yaitu diantaranya:
1. Menjadi sumber energi yang sangat dibutuhkan dalam menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari.
2. Membantu pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh.
3. Mempertinggi daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit dan juga memperlancar proses-proses fisiologis didalam tubuh (Afrianto, 1989). Tepung tapioka adalah pati dari umbi ubi kayu yang dikeringkan dan dihaluskan dan merupakan produk awetan ubi kayu yang memiliki peluang pasar yang sangat luas. Ubi kayu yang telah diolah menjadi tepung tapioka dapat bertahan selama 1-2 tahun dalam penyimpanan (apabila dikemas dengan baik). Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu berwarna putih ataupun kuning akan menghasilkan tepung berwarna putih lembut dan licin. Perbedaan kulitas antara keduanya disebabkan oleh proses pembuatannya, yaitu berbeda dalam hal tingkat/derajat keputihan, tingkat kehalusan, kadar air tersisa, dan kandungan benda asing (Suprapti, 2005).
(13)
Minyak kelapa umumnya diperoleh dari daging buah kelapa yang dikeringkan (kopra), meskipun terdapat juga minyak kelapa yang diperoleh dari santan. Minyak kelapa banyak digunakan pada industri pangan sebagai pelapis es krim batang, sebagai minyak goreng, sebagai pelapis yang disemprotkan pada crackers, sebagai pelumas pada produk caramel, serta dalam pengolahan pangan lainnya yang memerlukan daya awet yang tinggi (Muchtadi, 2013).
Bawang putih mengandung minyak asiri yang sangat mudah menguap di udara bebas. Minyak asiri dari bawang putih ini diduga mempunyai kemampuan sebagai antibakteri dan antiseptik. Sementara itu, zat yang diduga berperan memberi aroma bawang putih yang khas adalah alisin. Didalam tubuh, alisin merusak protein kuman penyakit, sehingga kuman penyakit tersebut mati (Syamsiah, 2003).
2.1.3 Cara Pembuatan Bakso Ikan
Resep pembuatan bakso:
- Tepung tapioka sekitar 10%-15% - Es batu 15%-20%
- Garam NaCl halus 2,5% - Bawang putih 3% - Bawang merah 2-2,5%
(14)
Proses pembuatan bakso ikan meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1. Filet yang telah bersih dilumatkan menggunakan alat penggiling daging
sehingga diperoleh daging lumat. Jika masih mengandung serat dan duri, dipisahkan terlebih dahulu.
2. Daging lumat kemudian dicuci lalu ditiriskan, kemudian digiling dengan garam dan bumbu hingga rata. Selanjutnya ditambahkan tepung tapioka sedikit demi sedikit sambil diaduk, sampai diperoleh adonan yang homogen.
3. Adonan yang sudah homogen dicetak menjadi bola-bola bakso yang siap direbus. Ukuran dapat dibuat super, sangat besar, besar, sedang, dan kecil. 4. Bola-bola bakso direbus dengan air mendidih hingga matang. Bila bakso
sudah mengapung dipermukaan air, berarti bakso sudah matang dan siap diangkat. Umumnya perebusan bakso ikan memerlukan waktu sekitar 15 menit.
5. Bakso yang sudah matang diangkat dan ditiriskan, kemudian didinginkan. 6. Bakso yang telah dingin dikemas dengan kantong plastik dan ditutup rapat
(Waridi, 2004).
2.2 Syarat Mutu Bakso Ikan Kemasan
Syarat mutu untuk bakso berdasarkan SNI 01-3819-1995 dapat dilihat pada Tabel 2.1
(15)
Tabel 2.1 Syarat Mutu Bakso Ikan (SNI 01-3819-1995)
No. Kriteria Uji Satuan Spesifikasi 1 1.1 1.2 1.3 1.4 Keadaan : Bau Rasa Warna Tekstur - - - -
Normal, kas ikan Gurih
Normal, putih merata tanpa warna asing lainnya
Kenyal 2 Air % b/b Maks. 70,0 3 Abu % b/b Maks. 3,0 4 Protein % b/b Min. 9,0 5 Lemak % b/b Maks. 2,0 6 Boraks - Tidak boleh ada
7 Bahan tambahan makanan: - Sesuai SNI dan revisinya 01-0222-1987 8 8.1 8.2 8.3 8.4 8.5 Cemaran logam: Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Mg) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maks. 2,0 Maks. 20,0 Maks. 40,0 Maks. 40,0 Maks. 0,5 9 Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0 10. 10.1 10.2 10.3 10.4 Cemaran mikroba: Angka lempeng total Bakteri bentuk koli salmonella Staphylococcus aureus Koloni/g APM/g - Koloni/g
Maks. 1,0 x 105 Maks. 10 Negatif
Maks. 1,0 x 102 Keterangan: APM adalah angka paling mungkin
2.3 Penetapan Kadar Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan, karena air dapat
mempengaruhi “acceptability”, kenampakan, kesegaran, tekstur serta cita rasa
pangan. Didalam beberapa bahan pangan, air ada dalam jumlah yang relatif besar, misalnya didalam beberapa buah-buahan dan sayuran mencapai sekitar 90%, susu segar sekitar 87%, dan daging sapi sekitar 66%. Pada produk pangan yang kering
(16)
seperti dendeng, kerupuk dan susu bubuk, adanya air perlu mendapat perhatian seksama. Kenaikan sedikit kandungan air pada bahan kering tersebut dapat mengakibatkan kerusakan, baik akibat reaksi kimiawi maupun pertumbuhan mikroba pembusuk (Legowo dan Nurwantoro, 2004).
Penentuan kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain, metode pengeringan, metode destilasi dan metode kimiawi (Sudarmadji, dkk., 1989).
2.3.1 Metode Pengeringan
Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya dilakukan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering buatan, seperti pada penjemuran padi, ikan asin, pembuatan dendeng, dan lain sebagainya. Pada bahan yang berkadar air tinggi, susu misalnya, dilakukan evaporasi atau penguapan. Pada pengeringan bahan makanan ini, terdapat dua tingkat kecepatan penghilangan air. Pada awal pengeringan, kecepatan jumlah air yang hilang persatuan waktu tetap, kemudian akan terjadi penurunan kecepatan penghilangan air per satuan waktu. Hal ini berhubungan dengan jenis air yang terikat dalam bahan (Winarno, 1992).
Prinsip penentuan kadar air dengan metode pengeringanadalah menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan (Sudarmadji, dkk., 1989).
(17)
Dalam pengeringan pangan umumnya diinginkan kecepatan pengeringan yang maksimum. Berbagai cara dilakukan untuk mempercepat pindah panas dan pindah massa selama proses pengeringan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pindah panas dan massa tersebut adalah luas pemukaan, suhu, kecepatan pergerakan udara, kelembaban udara, tekanan atmosfer, penguapan air, dan lama pengeringan (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Kelemahan cara ini adalah bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain. Selain itu, dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain serta bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan (Sudarmadji, dkk., 1989).
2.3.2 Metode Gravimetri
Analisis gravimetri adalah proses isolasi serta penimbangan suatu unsur atau senyawaan tertentu dari unsur tersebut, dalam bentuk yang semurni mungkin. Unsur atau senyawaan itu dipisahkan dari suatu porsi zat yang sedang diselidiki, yang telah ditimbang (Basset, et. al., 1994).
Gravimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan palingsederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Analisis gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat konstan)-nya. Dalam analisis ini, unsur atau senyawa yang dianalisis dipisahkan dari sejumlah bahan yang dianalisis. Bagian terbesar analisis gravimetri menyangkut
(18)
perubahan unsur atau gugus dari senyawa yang dianalisis menjadi senyawa lain yang murni dan mantap (stabil), sehingga dapat diketahui berat tetapnya. Berat unsur atau gugus yang dianalisis selanjutnya dihitung dari rumus senyawa serta berat atom penyusunnya (Rohman, 2007).
Pengeringan sampai bobot tetap berarti pengeringan harus dilanjutkan hingga pada perbedaan dua kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,50 mg untuk tiap gram zat yang digunakan, penimbangan kedua dilakukan setelah dipanaskan lagi selama satu jam (Ditjen POM, 1995).
Pengeringan adalah penghilangan cairan dari sistem padat, gas atau sistem cair. Ini diartikan penghilangan sisa lembab yang terdiri dari air atau pelarut organik. Dalam gravimetri endapan dikeringkan pada suhu kamar dalam eksikator yang berisi zat pengering seperti asam sulfat pekat, silika gel, fosfor pentoksida, kalium hidroksida padat. Pengeringan berlangsung lama sampai didapat berat yang konstan, yaitu jika hasil dua penimbangan berturut-turut tidak berbeda lebih dari 0,0005 gram (Kisman dan Ibrahim, 1998).
Gravimetri dapat digunakan untuk menentukan hampir semua anion dan kation anorganik serta zat-zat netral seperti air, belerang dioksida, karbon dioksida dan iodium. Selain itu, berbagai jenis senyawa organik dapat pula ditentukan dengan mudah secara gravimetri. Contoh-contohnya antara lain: penentuan kadar laktosa dalam susu, salisilat dalam sediaan obat, fenolftalein dalam obat pencahar, nikotina dalam pestisida, kolesterol dalam biji-bijian dan benzaldehida dalam buah-buahan tertentu. Jadi, sebenarnya cara gravimetri merupakan salah satu cara yang paling banyak dipakai dalam pemeriksaan kimia (Rivai, 1995).
(19)
2.3.3 Metode Destilasi
Destilasi adalah metode pemisahan zat-zat cair dari campurannya berdasarkan titik didih. Pada proses destilasi sederhana, suatu campuran dapat dipisahkan bila zat-zat penyusutnya mempunyai perbedaan titik didih cukup tinggi. Dalam proses ini campuran didihkan pada kisaran suhu tertentu pada tekanan tetap. Uap dilepaskan dari dalam cairan tidak murni berasal dari salah satu komponen tetapi masih mengandung campuran kedua komponen dengan komposisi yang biasanya berbeda dengan komposisi cairan yang mendidih (Yazid, 2007).
Penentuan kadar air dari bahan-bahan yang kadar airnya tinggi dan mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap (volatile) seperti sayuran dan susu, menggunakan cara destilasi dengan pelarut tertentu, misalnya toluen, xilol, dan heptana yang berat jenisnya lebih rendah daripada air. Contoh (sample) dimasukkan kedalam tabung bola (flask), kemudian dipanaskan. Air dan pelarut menguap, diembunkan, dan jatuh pada tabung aufhauser yang berskala. Air yang mempunyai berat jenis lebih besar ada dibagian bawah, sehingga jumlah air yang diuapkan dapat dilihat pada skala tabung aufhauser tersebut (Winarno, 1992).
Prinsip penentuan kadar air dengan destilasiadalah menguapkan air dengan cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada air dan tidak dapat bercampur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah daripada air. Zat kimia yang dapat digunakan antara lain: toluen, xylen, benzen, tetrakhlorethilen dan xylol (Sudarmadji, dkk., 1989).
(20)
2.3.4 Metode Kimiawi
a. Cara Titrasi Karl Fischer
Cara ini adalah dengan mentitrasi sampel dengan larutan iodin dalam metanol. Reagen lain yang digunakan dalam titrasi ini adalah sulfur dioksida dan piridin. Dalam pelaksanaannya titrasi harus dilakukan dengan kondisi bebas dari pengaruh kelembapan udara. Untuk keperluan tersebut dapat dilakukan dalam ruang tertutup. Cara titrasi Karl Fischer ini telah berhasil dipakai untuk penentuan kadar air dalam alkohol, ester-ester, senyawa lipida, lilin, pati, tepung gula, madu dan bahan makanan yang dikeringkan. Cara ini banyak dipakai karena memberikan hasil yang tepat dan tingkat ketelitiannya lebih kurang 0,5 mg dan dapat ditingkatkan lagi dengan sistem elektroda yaitu dapat mencapai 0,2 mg (Sudarmadji, dkk., 1989).
b. Cara Kalsium Karbid
Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air menghasilkan gas asetilin. Cara ini sangat cepat dan tidak memerlukan alat yang rumit. Penentuan kadar air dengan cara kalsium karbid telah berhasil untuk menentukan kadar air dalam tepung, sabun, kulit, biji vanili, mentega dan air buah (Sudarmadji, dkk., 1989).
2.3.5 Metode Pengeringan Vakum
Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum (Sudarmadji, dkk., 1989).
(21)
Keuntungan penggunaan suhu yang lebih rendah adalah kerusakan akibat panas dapat diminimalisir. Selain itu, proses oksidasi terhadap bahan selama pengeringan juga dapat dihindari. Pengering vakum mempunyai komponen-komponen yaitu, wadah vakum (vacuum chamber), sumber panas, pompa vakum dan alat untuk menampung uap air (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Pengering vakum telah digunakan untuk mengeringkan berbagai produk pangan yang peka terhadap panas dan proses oksidasi. Karena suhu yang digunakan rendah dan dalam kondisi vakum, maka perubahan produk akibat proses pengeringan dapat diminimalisir. Bahan yang dikeringkan dapat berbentuk cairan, pasta, partikel diskret seperti tepung, maupun produk dalam bentuk potongan atau serpihan (flake) (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
2.4 Pengaruh Proses Pengurangan Kadar Air terhadap Nilai Gizi Pangan
Pengurangan kadar air bahan dimaksudkan untuk mengeringkan, dan memekatkan bahan pangan agar lebih tahan lama. Pada kedua proses pengeringan dan penguapan (pemekatan), faktor yang sangat berpengaruh terhadap zat gizi adalah suhu dan kandungan air. Suhu yang digunakan untuk pengeringan atau pemekatan sangat beragam tergantung pada teknik yang dipakai. Suhu dapat berkisar dari -29 sampai dengan 100oC bergantung pada proses dan produknya (Tejasari, 2005).
Proses pengeringan dapat menurunkan kandungan zat gizi bahan, tetapi penurunannya lebih kecil dibandingkan dengan penurunan akibat pemasakan. kehilangan zat gizi yang tidak dapat dihindari adalah rusaknya zat-zat gizi yang tidak tahan terhadap panas. Tingkat kerusakan zat gizi tersebut bergantung pada jenis proses termal, seperti jenis bahan baku, dan proses pengolahan sebelum termal, seperti pengirisan dan penggilingan (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
(22)
BAB III
METODE PENGUJIAN
3.1 Tempat Pengujian
Pengujian penetapan kadar air dalam bakso ikan kemasan dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan yang berada di Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan.
3.2 Penetapan Kadar Air dalam Bakso Ikan Kemasan secara Gravimetri SNI 01-3819-1995
3.2.1 Alat dan Bahan
- Botol timbang bertutup - Spatula
- Timbangan analitik - Oven
- Alat penjepit - Eksikator - Tang krusn
- Bahan yang digunakan bakso ikan. 3.2.2 Cara Kerja
- Timbang seksama 1 gram cuplikan pada sebuah botol timbang bertutup yang sudah diketahui bobotnya
(23)
- Untuk contoh berupa cairan, botol timbang dilengkapi dengan pengaduk dan plastik kwarsa / kertas saring berlipat.
- Keringkan pada oven suhu 105°C selama 3 jam. - Dinginkan dalam eksikator.
- Timbang ulang pekerjaan ini hingga diperoleh bobot tetap.
3.2.3 Perhitungan
Kadar Air =
x 100%
Keterangan :
W = bobot wadah (gram)
W1 = bobot cuplikan sebelum dikeringkan (gram)
(24)
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penetapan Kadar Air dalam Bakso Ikan Kemasan Secara Gravimetri
Pada percobaan penetapan kadar air dalam bakso ikan kemasan dengan cara gravimetri, diketahui bahwa bakso ikan yang diuji mengandung air dengan kadar 63,68%. Contoh perhitungan hasil pengujian dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1 Data Penetapan Kadar Air dalam Bakso Ikan Kemasan Secara Gravimetri
Bobot Wadah Kosong
(g)
Bobot Contoh
Bobot wadah I + zat sesudah pemanasan (selang 1 jam)(g) Wadah II +
contoh (g)
Wadah III + sisa (g)
19,3390 20,3391 1,0001 19,7011 0,3621 20,0067 21,0095 1,0028 20,3719 0,3625
Bobot wadah kosong pertama adalah 19,3390 gram, kemudian setelah ditambah sampel sebanyak 1 gram, bobot menjadi 20,3391 gram, setelah proses pengeringan bobot wadah dan sampel menjadi 19,7011 gram, hasil pengeringan sampel yang didapat adalah 0,3621 gram.
Bobot wadah kosong kedua adalah 20,0067 gram, kemudian setelah ditambah sampel sebanyak 1 gram, bobot menjadi 21,0095 gram, setelah proses pengeringan bobot wadah dan sampel menjadi 20,3719 gram, hasil pengeringan sampel yang didapat adalah 0,3625 gram.
(25)
Bakso ikan yang diuji memenuhi persyaratan kadar air, karena menurut SNI 01-2891-1992 rentang kadar air yang diperbolehkan untuk bakso ikan adalah maksimal 70% (SNI, 1992).
Kadar air dalam makanan menentukan kecepatan terjadinya kerusakan pada makanan, karena semua kerusakan pada makanan memerlukan air dalam prosesnya. Semakin tinggi kadar air dalam makanan, maka akan semakin cepat terjadi kerusakan pada makanan tersebut. Oleh karena itu, kadar air dalam makanan yang tidak memenuhi persyaratan akan menjadi media untuk pertumbuhan mikroba serta akan memperpendek daya simpan dari makanan tersebut (Purnomo, 1995).
Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110°C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan (bobot tetap). Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap dan lain-lain. Pemanasan dilakukan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat debagai pengering, hingga mencapai berat yang konstan
(26)
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan penetapan kadar air dalam bakso ikan kemasan secara gravimetri, diketahui bahwa bakso ikan yang diuji mengandung air dengan kadar 63,68%, bakso ikan kemasan yang diuji memenuhi persyaratan kadar air karena menurut SNI 01-2891-1992 rentang kadar air yang diperbolehkan untuk bakso ikan adalah maksimal 70%.
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan uji parameter syarat mutu bakso lainnya, seperti uji formalin, uji boraks, uji protein, uji kadar abu, dan uji cemaran mikroba. Hal tersebut sangat dibutuhkan untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu produk untuk dikonsumsi bagi masyarakat serta bakso ikan yang dihasilkan dapat menjadi sarana perbaikan gizi masyarakat.
(27)
Afrianto, E., dan Liviawaty, E. (1989). Pengawet dan Pengolahan Ikan.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman. 12.
Baliwati, Y Farida., Khomsan, A., dan Dwiriani, C Meti. (2004). Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta : Penebar Swadaya. Halaman. 1, 94.
Basset, J., Denny, R.C., Jeffrey, G.H., dan Mendham, J. (1994). Vogel’s Textbook
of Quantitative Inorganic Analysis Incluiding Elementary Instrumental Analysis. Jakarta: EGC. Halaman. 472.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia.Edisi IV.Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman. xlviii-xlix.
Estiasih, T., dan Ahmadi, K. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Halaman. 97, 101.
Kisman, S., dan Ibrahim, S. (1998).Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman.118-119.
Legowo, A Mohamad., dan Nurwantoro. (2004). Analisis Pangan. Semarang: Universitas Diponegoro. Halaman. 19
Muchtadi, D. (2013). Pangan dan Kesehatan Jantung. Bandung: Penerbit Alfabeta. Halaman. 84.
Purnomo, H. (1995). Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. Jakarta: UI Press. Hal. 1-3.
Rivai, H. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press. Halaman. 309. Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Halaman. 91.
Standar Nasional Indonesia. (1995). Syarat Mutu Bakso. Jakarta: Departemen Perindustrian Republik Indonesia
Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Halaman. 57-60, 63-68.
Suprapti, M Lies. (2003). Membuat Bakso Daging dan Bakso Ikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman. 29.
(28)
Syamsiah, I Siti., dan Tajudin. (2003). Khasiat dan Manfaat Bawang Putih Raja Antibiotik Alami. Jakarta: AgroMedia. Halaman. 12.
Tejasari. (2005). Nilai Gizi Pangan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman. 210. Waridi, S P. (2004). Pengolahan Bakso Ikan. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional. Halaman. 19.
Widyaningsih, T D., dan E.S Murtini. (2006). Alternatif Pengganti Formalin
Pada Produk Pangan. Surabaya: Trubus Agrisarana. Halaman. 21
Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman.13, 14.
(29)
DATA PERHITUNGAN KADAR
Penetapan Kadar Air dalam Bakso Ikan Kemasan secara Gravimetri
Nama Sampel : SOGOOD Bakso Ikan No. Kode Sampel : 0013/D-1/MM-15 Wadah/kemasan : Bungkus Plastik Pabrik : PT. So Good Food
Komposisi : Ikan, minyak kelapa, protein nabati, garam, gula, bawang putih.
Waktu daluarsa : 12 Agustus 2015 No. Reg. : 243209003535 Bentuk : Padat
Rasa : Normal Warna : Putih Bau : Normal
Penimbangan I
Data penimbangan sebelum dikeringkan: Bobot wadah kosong : 19,3390 gram Bobot wadah + cuplikan : 20,3391 gram Bobot cuplikan : 1,0001 gram
(30)
Bobot wadah + cuplikan : 19,7011 gram Bobot cuplikan setelah dikeringkan : 0,3621 gram
Rumus Perhitungan:
dimana: W1 = bobot cuplikan sebelum dikeringkan (gram)
W2 = bobot cuplikan setelah dikeringkan (gram)
Kadar air =
= 63,79%
Penimbangan II
Data penimbangan sebelum dikeringkan: Bobot wadah kosong : 20,0067 gram Bobot wadah + cuplikan : 21,0095 gram Bobot cuplikan : 1,0028 gram Data penimbangan setelah dikeringkan:
Bobot wadah + cuplikan : 20,3719 gram Bobot cuplikan setelah dikeringkan : 0,3652 gram
Rumus Perhitungan:
(31)
W2 = bobot cuplikan setelah dikeringkan (gram)
Kadar air = –
= 63,58%
Kadar air rata-rata =
=
(32)
Gambar 1. Oven Gambar 3. Botol Timbang Bertutup
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E., dan Liviawaty, E. (1989). Pengawet dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman. 12.
Baliwati, Y Farida., Khomsan, A., dan Dwiriani, C Meti. (2004). Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta : Penebar Swadaya. Halaman. 1, 94.
Basset, J., Denny, R.C., Jeffrey, G.H., dan Mendham, J. (1994). Vogel’s Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Incluiding Elementary Instrumental Analysis. Jakarta: EGC. Halaman. 472.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia.Edisi IV.Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman. xlviii-xlix.
Estiasih, T., dan Ahmadi, K. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Halaman. 97, 101.
Kisman, S., dan Ibrahim, S. (1998).Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman.118-119.
Legowo, A Mohamad., dan Nurwantoro. (2004). Analisis Pangan. Semarang: Universitas Diponegoro. Halaman. 19
Muchtadi, D. (2013). Pangan dan Kesehatan Jantung. Bandung: Penerbit Alfabeta. Halaman. 84.
Purnomo, H. (1995). Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. Jakarta: UI Press. Hal. 1-3.
Rivai, H. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press. Halaman. 309. Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Halaman. 91.
Standar Nasional Indonesia. (1995). Syarat Mutu Bakso. Jakarta: Departemen Perindustrian Republik Indonesia
Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Halaman. 57-60, 63-68.
Suprapti, M Lies. (2003). Membuat Bakso Daging dan Bakso Ikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman. 29.
(2)
Suprapti, M Lies. (2005). Tepung Tapioka Pembuatan dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman. 27.
Syamsiah, I Siti., dan Tajudin. (2003). Khasiat dan Manfaat Bawang Putih Raja Antibiotik Alami. Jakarta: AgroMedia. Halaman. 12.
Tejasari. (2005). Nilai Gizi Pangan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman. 210. Waridi, S P. (2004). Pengolahan Bakso Ikan. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional. Halaman. 19.
Widyaningsih, T D., dan E.S Murtini. (2006). Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan. Surabaya: Trubus Agrisarana. Halaman. 21
Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman.13, 14.
(3)
LAMPIRAN 1
DATA PERHITUNGAN KADAR
Penetapan Kadar Air dalam Bakso Ikan Kemasan secara Gravimetri Nama Sampel : SOGOOD Bakso Ikan
No. Kode Sampel : 0013/D-1/MM-15 Wadah/kemasan : Bungkus Plastik Pabrik : PT. So Good Food
Komposisi : Ikan, minyak kelapa, protein nabati, garam, gula, bawang putih.
Waktu daluarsa : 12 Agustus 2015 No. Reg. : 243209003535 Bentuk : Padat
Rasa : Normal Warna : Putih
Bau : Normal
Penimbangan I
Data penimbangan sebelum dikeringkan: Bobot wadah kosong : 19,3390 gram Bobot wadah + cuplikan : 20,3391 gram Bobot cuplikan : 1,0001 gram
(4)
Data penimbangan setelah dikeringkan:
Bobot wadah + cuplikan : 19,7011 gram Bobot cuplikan setelah dikeringkan : 0,3621 gram
Rumus Perhitungan:
dimana: W1 = bobot cuplikan sebelum dikeringkan (gram)
W2 = bobot cuplikan setelah dikeringkan (gram)
Kadar air =
= 63,79%
Penimbangan II
Data penimbangan sebelum dikeringkan: Bobot wadah kosong : 20,0067 gram Bobot wadah + cuplikan : 21,0095 gram Bobot cuplikan : 1,0028 gram Data penimbangan setelah dikeringkan:
Bobot wadah + cuplikan : 20,3719 gram Bobot cuplikan setelah dikeringkan : 0,3652 gram
Rumus Perhitungan:
(5)
dimana: W1 = bobot cuplikan sebelum dikeringkan (gram)
W2 = bobot cuplikan setelah dikeringkan (gram)
Kadar air = –
= 63,58%
Kadar air rata-rata =
=
(6)
LAMPIRAN 2
Gambar 1. Oven Gambar 3. Botol Timbang Bertutup