MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SERTA SELF-CONCEPT SISWA MTS MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH : Penelitian Kuasi Eksperimen pada Salah Satu MTs Negeri di Kabupaten Subang.

(1)

MENINGKATKAN

KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS

SERTA

SELF-CONCEPT

SISWA MTS

MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

(Penelitian Kuasi Eksperimen pada Salah Satu MTs Negeri di Kabupaten Subang)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

NENENG ARWINIE

1202246

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

MENINGKATKAN

KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SERTA SELF-CONCEPT SISWA MTS MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS

MASALAH

Oleh

NENENG ARWINIE

S.Pd FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, 2004

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Matematika

© Neneng Arwinie 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,


(3)

(4)

(5)

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Hak Cipta ... ii

Lembar Pengesahan ... iii

Lembar Pernyataan ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vi

Ucapan Terima Kasih ... vii

Daftar Isi ... ... ix

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Lampiran ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 ManfaatPenelitian ... 11

1.5 Definisi Operasional ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Kemampuan Penalaran Matematis ... 15

2.2Kemampuan Komunikasi Matematis ... 17

2.3Self-Concept Siswa tentang Matematika ... 19

2.4Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 23

2.5Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Berbasis Masalah ... 26

2.6KerangkaBerpikir ... 27

2.7Penelitian yang Relevan ... 33


(6)

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III METODE PENELITIAN

3.1 DisainPenelitian ... 36

3.2 Populasi dan Sampel... 37

3.3 Variabel Penelitian ... 38

3.4 InstrumenPenelitiandanPengembangannya ... 38

3.4.1 Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis ... 38

3.4.2 Skala Self-Concept ... 46

3.4.3 Lembar Observasi ... 47

3.5 Teknik Pengumpulan Data... 47

3.6 Teknik Analisis Data ... 47

3.7 Prosedur Penelitian ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HasilPenelitian ... 59

4.1.1 Data Pengetahuan AwalMatematika ... 60

4.1.2 Deskripsi dan Analisis Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis ... 60

4.1.3 Deskripsi dan Analisis Self-Concept Siswa ... 83

4.2 Pembahasan... 88

4.2.1 Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan PBM ... 88

4.2.2 KemampuanPenalaran dan Komunikasi Matematis serta Self-Concept Siswa ... 99

4.3 KeterbatasanPenelitian ... 111

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 113

5.2 Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 115


(7)

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah ... 25

Tabel 2.2 Perbedaan Pembelajaran Konvensional dan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 25

Tabel 2.3 Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa yang Dapat Dikembangkan Melalui PBM... 29

Tabel 3.1 Level PAM Siswa ... 37

Tabel 3.2 Jumlah Siswa Berdasarkan PAM ... 37

Tabel 3.3 Pedoman PemberianSkor Kemampuan Penalaran ... 39

Tabel 3.4 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi ... 39

Tabel 3.5 Kriteria Koefisien Korelasi ... 41

Tabel 3.6 Data Hasil Uji Validitas Instrumen Tes Kemampuan Penalaran .. 41

Tabel 3.7 Data Hasil Uji Validitas Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi ... 42

Tabel 3.8 Kriteria Koefisien Reliabilitas ... 42

Tabel 3.9 Kriteria Daya Pembeda ... 43

Tabel 3.10 Data Hasil Uji Daya Pembeda Setiap Butir Soal Tes Kemampuan Penalaran ... 43

Tabel 3.11 Data Hasil Uji Daya Pembeda Setiap Butir Soal Tes Kemampuan Komunikasi ... 44

Tabel 3.12 Kriteria Indeks Kesukaran ... 45

Tabel 3.13 Data Hasil Uji Tingkat Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan Penalaran ... 45

Tabel 3.14 Data Hasil Uji Tingkat Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi ... 45


(8)

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Data Pengetahuan Awal Matematika Siswa .. 60 Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Kemampuan Penalaran dan Komunikasi

Matematis ... 61 Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data Pretes Kemampuan Penalaran

Matematis ... 65 Tabel 4.4 Hasil Uji Perbedaan Data Pretes Kemampuan Penalaran

Matematis ... 66 Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Data N-gain Kemampuan Penalaran

Matematis ... 67 Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Data N-gain Kemampuan Penalaran

Matematis ... 68 Tabel 4.7 Hasil Uji Perbedaan Rataan Data N-gain Kemampuan Penalaran

Matematis ... 69 Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Data N-gain Kemampuan Penalaran

Matematis Berdasarkan PAM ... 70 Tabel 4.9 Hasil Uji ANOVA Satu Jalur N-gain ... 70 Tabel 4.10 Uji Lanjut Scheffe Kemampuan Penalaran Matemastis Berdasarkan

PAM ... 71 Tabel 4.11 Hasil Uji ANOVA Dua Jalur Data N-gain Kemampuan Penalaran

Matematis ... 72 Tabel 4.12 Data Hasil Perbandingan Selisih Kemampuan Penalaran Matematis

antar Pembelajaran pada Level PAM ... 73 Tabel 4.13 Hasil Uji Normalitas Data Pretes Kemampuan Komunikasi ... 75 Tabel 4.14 Hasil Uji Perbedaan Data Pretes Kemampuan Komunikasi ...

Matematis ... 76 Tabel 4.15 Hasil Uji Normalitas Data N-gain Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 77 Tabel 4.16 Hasil Uji Homogenitas Data N-gain Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 78 Tabel 4.17 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Data N-gain Kemampuan Komunikasi


(9)

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Matematis ... 79

Tabel 4.18 Hasil Uji Normalitas Data N-gain Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan PAM ... 80

Tabel 4.19 Hasil Uji ANOVA Satu Jalur N-gain Kemampuan Komunikasi .. 80

Tabel 4.20 Uji Lanjut Scheffe Kemampuan Komunikasi Matemastis Berdasarkan PAM ... 81

Tabel 4.21 Hasil Uji ANOVA Dua Jalur Data N-gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 82

Tabel 4.22 Statistik Deskriptif Self-Concept Siswa ... 84

Tabel 4.23 Hasil Uji Normalitas Data Self-Concept Siswa ... 86

Tabel 4.24 Hasil Uji Perbedaan Data Self-Concept Siswa ... 87

Tabel 4.25 Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran oleh Guru ... 88

Tabel 4.26 Persentase Respon Siswa Terhadap Pembelajaran ... 90

Tabel 4.27 Kontingensi Kemampuan Penalaran dan Self-Concept Siswa ... 107

Tabel 4.28 Koefisien Kontingensi Kemampuan Penalaran dan Self-Concept Siswa ... 108

Tabel 4.29 Klasifikasi Koefisien Kontingensi ... 109

Tabel 4.30 Kontingensi Kemampuan Komunikasi dan Self-Concept Siswa ... 110

Tabel 4.31 Koefisien Kontingensi Kemampuan Komunikasi dan Self-Concept Siswa ... 110


(10)

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian ... 58

Gambar 4.1 Perbandingan Rata-rataSkor Pretes, Postes Kemampuan Penalaran Matematis... 62

Gambar 4.2 Perbandingan Rata-rataSkor Pretes, Postes Kemampuan Komunikasi Matematis... 63

Gambar 4.3 Perbandingan Rata-rataSkor N-gain Kemampuan Penalaran Matematis ... 63

Gambar 4.4 Perbandingan Rata-rataSkor N-gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 64

Gambar 4.5 Interaksi antara Pembelajaran dan PAM terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa .... ... 74

Gambar 4.6 Interaksi antara Pembelajaran dan PAM terhadap PeningkatanKemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... ... 83

Gambar 4.7 Perbandingan Rataan Skor Self-Concept Siswa ... 85

Gambar 4.8 Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran ... 89

Gambar 4.9 Persentase Aktivitas Siswa ... 90

Gambar 4.10 Kegiatan Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Secara Berkelompok... ... 94

Gambar 4.11Guru Mengamati dan Memberi Dorongan Kepada Siswa Untuk Memahami dan Menyelesaikan Masalah... ... 95


(11)

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 4.12 Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusi Kelompok dengan

Membacakannya dan Ditemani oleh Teman ... ... 96

Gambar 4.13 Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusi Kelompok dengan percaya Diri... 97

Gambar 4.14 Guru Membantu Siswa Menarik Kesimpulan Materi ... 98

Gambar 4.15 Guru Memberikan Penjelasan Kembali Mengenai Konsep yang Belum Dipahami ... 98

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran A.1 Silabus Pembelajaran ... 120

Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 127

Lampiran A.3 Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen ... 133

Lampiran A.4 Lembar Kerja Siswa Kelas Kontrol ... 139

Lampiran A.5 Lembar Observasi Guru Kelas Eksperimen ... 144

Lampiran A.6 Lembar Observasi Guru Kelas Kontrol ... 145

Lampiran A.7 Lembar Observasi Siswa Kelas Eksperimen ... 147

Lampiran A.8 Lembar Observasi Siswa Kelas Kontrol ... 148

Lampiran B.1 Kisi-Kisi Soal Kemampuan Penalaran dan Komunikasi ... 150

Lampiran B.2 Soal dan Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi ... 155

Lampiran B.3 Data Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 163

Lampiran B.4 Data Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 164

Lampiran B.5 Perhitungan Uji Coba Reliabilitas Tes, Daya Pembeda, Tingkat Kesukaran, Validitas, dan Rekap Analisis Kemampuan Penalaran Matematis ... 165

Lampiran B.6 Perhitungan Uji Coba Reliabilitas Tes, Daya Pembeda, Tingkat Kesukaran, Validitas, dan Rekap Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis ... 169


(12)

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Lampiran B.7 Kisi-Kisi Skala Sikap Self-Concept Siswa ... 173

Lampiran B.8 Lembar Skala Self-Concept Siswa ... 174

Lampiran C.1 Hasil Pengolahan Data Awal Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 176

Lampiran C.2 Data Aktivitas Guru ... 179

Lampiran C.3 Data Aktivitas Siswa ... 181

Lampiran C.4 Hasil Pengolahan Data Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis ... 183

Lampiran C.5 Hasil Pengolahan Data Self-Concept Siswa ... 196

Lampiran C.6 Pengolahan Data Uji Asosiasi ... 199

Lampiran D.1 Surat Izin Penelitian ... 205


(13)

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu MENINGKATKAN

KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SERTA SELF-CONCEPT SISWA MTS

MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH ABSTRAK

Penelitan ini bermaksud untuk menganalisis peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis serta self-concept siswa MTs melalui pembelajaran berbasis masalah. Penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimenpada salah satu MTs Negeri di Kabupaten Subang, dengan disain kelompok kontrol non-ekivalen yang melibatkan 84 siswa kelas VII. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis serta skala self-concept siswa. Analisis statistik yang dilakukan adalah Independent Sample t-test, Uji Mann

Whitney, Uji ANOVA satu jalur dan dua jalur. Hasil penelitian yang diperoleh adalah: (1) peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh PBM lebih baik daripada siswa dengan pembelajaran konvensional; (2) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memiliki PAM tinggi, sedang dan rendah setelah memperoleh PBM; (3) terdapat interaksi antara pembelajaran (PBM dan konvensional) dengan PAM siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa; (4) peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh PBM lebih baik daripada siswa dengan pembelajaran konvensional; (5) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang memiliki PAM tinggi, sedang dan rendah setelah memperoleh PBM; (6) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran (PBM dan pembelajaran konvensional) dengan PAM siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa; (7) peningkatan self concept siswa yang memperoleh PBM sama dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

Kata Kunci: PBM, kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, self-concept.


(14)

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

IMPROVING

MATHEMATICAL REASONING AND COMMUNICATION ABILITY AND SELF-CONCEPT OF ISLAMIC JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENTS

THROUGH PROBLEM BASED LEARNING

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the improve of reasoning and mathematical communication ability and self-concept of student through problem based learning. This study was a quasi-experimental research on one of the MTs in Subang district, with the design of non-equivalent control group involving 84 students of class VII.The instrument usedis a test ofmathematicalreasoning abilityandcommunicationand students'self-conceptscale. The statistical analysis performed were independent sample t-test, Mann-Whitney test, ANOVA one way test, and ANOVA two-way test. The research results obtained are the improvement of students' mathematical reasoning abilities who learned using problem based learning is better compared to students who learned using conventional learning,there are differences inthe increase inmathematicalreasoning abilitybetweenstudentswhomhavePAMhigh, medium and lowafterobtainingPBM, there was an interactionbetweenlearning(PBM andconventional) withPAMstudents(high, medium, low) toincreasestudents' mathematicalreasoning abilities,the improvement of students' mathematical communication abilities who learned using problem based learning was better compared to students who learned using conventional learning,there were

differences inthe increase inmathematicalcommunication

abilitybetweenstudentswhohavePAMhigh, medium and lowafterobtainingPBM, there was no interactionbetweenlearning(PBM andconventional)

withPAMstudents(high, medium, low) toincreasestudents'

mathematicalcommunication abilities,the improvement of students' self-concept who learned using problem based learning is equal to students who learned using conventional learning.

Key Word : Problem Based Learning, Mathematical reasoning and communication ability, Self-concept.


(15)

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah


(16)

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, bernalar, dan bekerjasama secara efektif, sehingga dapat berkembang maju di masa globalisasi ini. Berdasarkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki tersebut, manusia dapat memanfaatkan informasi-informasi dari berbagai sumber menjadi sesuatu yang berguna dalam kehidupan.

Dalam pembelajaran matematika, siswa dibekali kemampuan-kemampuan yang dapat membantu mengembangkan daya berpikirnya, di antaranya kemampuan berpikir, bernalar, memecahkan masalah, serta kemampuan komunikasi matematis. Hal ini tercantum dalam tujuan pembelajaran matematika di sekolah, yaitu melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, serta mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan, gambar, grafik, peta, diagram, dan sebagainya (Depdiknas, 2006). Selain itu, dalam National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000), tercantum bahwa melalui pembelajaran matematika terdapat 5 keterampilan proses yang perlu dimiliki siswa yaitu: (1) Pemecahan masalah (problem solving); (2) Penalaran dan pembuktian (reasoning and proof); (3) Komunikasi (communication); (4) Koneksi (connection); dan (5) Representasi (representation). Keterampilan-keterampilan tersebut merupakan keterampilan berpikir matematika tingkat tinggi (high order mathematical thinking) yang penting untuk dikembangkan oleh siswa dalam proses pembelajaran matematika.

Pentingnya kemampuan-kemampuan tersebut dimiliki oleh siswa juga sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang terdapat dalam KTSP (Depdiknas, 2006: 36), bahwa peserta didik harus memiliki kemampuan,


(17)

2

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Dalam Assessment Frameworks and Specifications 2003, Mullis, dkk. (Suryadi, 2012) mengungkapkan empat ranah kognitif matematika yang mencerminkan tahapan berpikir matematis yang dijadikan acuan dalam pengembangan soal-soal untuk studi TIMSS yang akan datang. Empat ranah kognitif matematika tersebut yakni pengetahuan tentang fakta dan prosedur, penggunaan konsep, pemecahan masalah rutin, dan penalaran matematis. Penalaran matematis merupakan tahapan berpikir tertinggi yang mencakup kapasitas untuk berpikir secara logik dan sistematik.

Penalaran merupakan proses berpikir dalam proses penarikan kesimpulan. Menurut Galloti (Matlin, 1994), penalaran adalah proses transformasi yang diberikan dalam urutan tertentu untuk menjangkau kesimpulan. Secara garis besar, menurut Shurter dan Pierce (Dahlan, 2011) terdapat dua jenis penalaran yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif adalah proses penalaran yang menurunkan prinsip atau aturan umum dari pengamatan hal-hal atau contoh-contoh khusus. Proses ini disebut generalisasi induktif, proses dari khusus ke umum, sedangkan penalaran deduktif adalah proses penalaran dari pengetahuan prinsip atau pengalaman yang umum yang menuntun kita memperoleh kesimpulan untuk sesuatu yang khusus. Proses ini disebut proses dari umum ke khusus.


(18)

3

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kemampuan penalaran sebaiknya diberikan sejak usia dini khususnya dalam pembelajaran matematika, karena memberikan banyak keuntungan bagi siswa di masa yang akan datang. Menurut Baroody (Dahlan, 2011: 4.9) beberapa keuntungan apabila penalaran diperkenalkan kepada siswa,

1. Anak-anak perlu diberikan banyak kesempatan dan teratur menggunakan keterampilan bernalar dan melakukan pendugaan agar lebih memahami proses yang disiapkan pada doing mathematics dan eksplorasi dari matematika.

2. Mendorong siswa dalam melakukan Guessing.

3. Menolong siswa memahami nilai balikan yang negatif (negative feedback) dalam memutuskan suatu jawaban.

4. Menolong siswa memahami bahwa intuisi merupakan dasar untuk kemampuan tingkat tinggi dalam matematika dan juga ilmu pengetahuan lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, penalaran penting diberikan kepada siswa dalam pembelajaran khususnya pembelajaran matematika. Pentingnya proses penalaran dalam belajar matematika ini direkomendasikan oleh hasil penelitian Sumarmo (Dahlan, 2011), yakni hendaknya guru berusaha agar siswa tidak hanya terampil mengaplikasikan konsep atau rumus saja, tetapi lebih didorong ke arah pencapaian tingkat penalaran yang lebih tinggi. Begitu pula hasil penelitian Baig dan Halai (2006), yang menemukan bahwa anak-anak belajar dengan lebih baik jika mereka belajar untuk memecahkan masalah, berkomunikasi secara matematis dan menunjukkan kemampuan penalaran. Hal ini akan meningkatkan pemahaman anak-anak tentang matematika dan akan meningkatkan minat mereka dalam konsep dan berpikir matematis.

Rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa di Indonesia, dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh The Trends Internasional In Mathematics and Science Study (TIMSS) yang dikoordinir oleh International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA). Hasil penelitian dari TIMSS pada tahun 2011 menunjukkan Indonesia berada pada peringkat 38 dari 45 negara dengan rata-rata skor 386 yang berarti pada level rendah. Soal-soal yang dikembangkan oleh TIMSS mencakup empat ranah kognitif yakni pengetahuan tentang fakta dan prosedur, penerapan konsep,


(19)

4

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penyelesaian masalah rutin dan penalaran. Soal pada ranah penalaran mencakup kemampuan menemukan konjektur, analisis, evaluasi, generalisasi, koneksi, sintesis, pemecahan masalah yang tidak rutin, dan justifikasi atau pembuktian. Salah satu soal TIMSS pada ranah penalaran adalah sebagai berikut:

Ryan sedang memasukkan buku ke dalam sebuah kotak berbentuk balok seperti tampak pada gambar di bawah ini. Semua buku mempunyai ukuran yang sama. Berapa buku terbanyak yang dapat mengisi kotak tersebut ?

Menurut Rosnawati (2013) soal di atas melibatkan pengukuran geometris, item yang dikembangkan adalah menghitung berapa banyak buku dari ukuran tertentu akan termuat dalam sebuah kotak dengan ukuran tertentu. Kekeliruan yang dilakukan siswa umumnya terletak pada pandangan siswa terhadap ukuran buku dan ukuran balok yang tersedia, sehingga kemungkinan yang dilakukan siswa untuk menghitung banyaknya buku adalah dengan membagi 36 dengan 6 sehingga diperoleh 6 buku. Hitungan ini dimungkinkan akibat pemikiran siswa yang membayangkan buku yang dimasukkan ke dalam balok ditumpuk. Umumnya siswa tidak memperdulikan berapa buku terbanyak yang dapat dimasukkan ke dalam balok yang tersedia. Sebenarnya bila konsep kekekalan volume sudah dikuasai siswa, maka siswa dapat memperkirakan buku terbanyak yang mungkin dapat dimasukan. Perkiraan itu dilakukan dengan menghitung volume balok dan volume buku bila buku dianggap sebagai balok sehingga banyaknya buku yang dapat dimasukkan ke dalam balok adalah

Volume balok = 30 x 20 x 36 =21600 Volume buku = 15 x 20 x 6 = 1800


(20)

5

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Perkiraan banyaknya buku = 21600: 1800 = 12

Jadi banyaknya buku yang dapat dimasukkan ke dalam balok tersebut adalah 12 buku.

Soal TIMSS 2011 di atas diujikan kepada siswa kelas IX di salah satu MTs Negeri di Kabupaten Subang. Dari 40 orang siswa hanya ada 1 orang siswa yang menjawab pertanyaan dengan tepat. Siswa tersebut menggunakan strategi konsep kekekalan volume untuk memecahkan masalah tersebut. Berikut ini adalah jawaban siswa yang benar:

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa kemampuan penalaran matematis siswa masih rendah. Hal ini disebabkan antara lain menurut Wahyudin (Sumarmo, 2013) karena model pembelajaran matematika kurang mendorong siswa berinteraksi dengan siswa lain dalam belajar, dan siswa kurang menggunakan nalar yang logis dalam menyelesaikan masalah matematika.

Rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya dalam aspek komunikasi matematis. Dalam pengembangan kemampuan ranah kognitif matematis, aspek komunikasi matematis merupakan bagian dari kompetensi matematis yang dapat dikembangkan bersamaan dengan kemampuan ranah kognitif matematis tersebut. Menurut Mullis, dkk (Suryadi, 2012) kemampuan mengkomunikasikan ide dan proses matematis dapat dipandang sebagai suatu keterampilan matematis penting yang dapat menunjang pengembangan kecakapan hidup (life skills) dan khususnya menunjang pembelajaran matematika. Komunikasi merupakan hal yang sangat mendasar dan tidak bisa dipisahkan dari tiap kategori ranah kognitif matematika yaitu: pengetahuan tentang fakta dan prosedur, penerapan konsep, pemecahan masalah rutin, dan penalaran matematis.


(21)

6

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Terkait dengan komunikasi matematis, dalam Principles and Standards for School Mathematics (NCTM, 2000:60) disebutkan bahwa standar kemampuan yang seharusnya dikuasai oleh siswa,

1. Mengorganisasi dan mengkonsolidasi pemikiran matematika dan mengkomunikasikan kepada siswa lain.

2. Mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren dan jelas kepada siswa lain, guru, dan lainnya.

3. Meningkatkan atau memperluas pengetahuan matematika siswa dengan cara memikirkan pemikiran dan strategi siswa lain.

4. Menggunakan bahasa matematika secara tepat dalam berbagai ekspresi matematika.

Pentingnya kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika diungkapkan oleh Mahmudi (2009) bahwa proses komunikasi yang baik berpotensi dalam memicu siswa untuk mengembangkan ide-ide dan membangun pengetahuan matematikanya. Menurut Armiati (2009), salah satu alasan mengapa komunikasi matematis menjadi penting adalah karena matematika tidak hanya sebagai alat berpikir yang membantu siswa untuk mengembangkan pola, menyelesaikan masalah dan memberikan kesimpulan, tetapi juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan pikiran, memvariasikan ide secara jelas, tepat dan singkat.

Berdasarkan uraian di atas, komunikasi matematis merupakan kemampuan standar yang harus dimiliki siswa dalam mengembangkan ide-ide dan pengetahuan matematikanya. Kemampuan komunikasi dapat dikembangkan secara bersamaan dengan kemampuan penalaran matematis, karena kemampuan komunikasi merupakan hal yang sangat mendasar dalam menunjang pengembangan kecakapan hidup khususnya menunjang pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Cheah (Dahlan, 2011) bahwa pengembangan komunikasi matematika sejatinya tidak terlepas dari kompetensi matematika lainnya, penalaran, koneksi, dan problem solving.

Selain kemampuan penalaran dan komunikasi matematis terdapat aspek psikologi yang turut memberikan kontribusi terhadap keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan tugas dengan baik. Aspek psikologis tersebut adalah


(22)

7

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

matematis seseorang mengacu pada persepsi atau kepercayaan terhadap kemampuan dirinya untuk melakukan tugas dengan baik dalam matematika atau keyakinan dalam belajar matematika. Pentingnya self-concept ini juga dikemukakan oleh Byrne, Valentine, Dubois, dan Cooper (Wang, 2007) yang menyatakan bahwa self-concept merupakan konstruksi penting dalam pendidikan karena kaitannya dengan prestasi akademik.

Hubungan antara self-concept dan pencapaian akademis ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Brookover, Thomas dan Paterson (Burns, 1993) terhadap 1.000 anak-anak yang berusia 12 tahun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kemampuan self-concept dipandang sebagai suatu faktor yang cukup berarti dalam pencapaian prestasi akademis pada segala tingkatan usia. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Stenner dan Katzenmeyer (Burns, 1993) yang menyelidiki hubungan antara self-concept dan pencapaian kemampuan akademik dengan menggunakan dua buah tes kemampuan, enam buah tes pencapaian prestasi dan tujuh buah skala observasi diri terhadap 225 anak berusia 11 tahun di daerah pedalaman Virginia Barat. Korelasi antara skor skala observasi diri dan tes pencapaian prestasi lebih besar secara signifkan dibandingkan dengan skala observasi dengan tes kemampuan. Hal ini mendukung hipotesis bahwa self-concept berperan penting dalam pencapaian prestasi akademis. Penelitian tentang hubungan self-concept dan prestasi belajar siswa juga dilakukan oleh Yara dan Ayodele (Salamor, 2013) yang menemukan bahwa,

self-concept siswa yang positif terhadap matematika akan meningkatkan prestasi matematika siswa tersebut.

Karakteristik matematika yang abstrak menyebabkan banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Siswa sering mengalami kecemasan dalam belajar matematika dikarenakan tidak mampu ataupun tidak percaya diri dalam menyelesaikan masalah matematika. Dengan kata lain, siswa berada pada daerah penilaian self-concept yang negatif. Hal ini dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa dalam matematika.


(23)

8

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Suasana belajar sangat mempengaruhi sellf-concept siswa. Suasana belajar yang kondusif dapat menumbuhkembangkan self-concept yang positif bagi siswa. Oleh karena itu guru dituntut agar mampu memberikan suasana yang kondusif bagi siswa dalam belajar.

Berdasarkan penjelasan di atas, guru dituntut agar memilih suatu model pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk terlibat secara aktif dalam pengalaman belajarnya, baik dalam membangun konsep, mengemukakan ide atau gagasan mereka. Menurut Rusman (2010) salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir siswa (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah Pembelajaran Berbasis Masalah (disingkat PBM). Sedangkan menurut Graaff dan Kolmos (2003), Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai titik awal dari proses pembelajaran. Masalah yang disajikan berdasarkan kehidupan sehari-hari yag telah diseleksi dan dimanipulasi sesuai dengan kriteria dan obyektivitas pelajaran.

Penerapan PBM di kelas menurut Tan (2003) tidak hanya tentang menanamkan masalah dalam kelas tetapi juga tentang menciptakan kesempatan bagi siswa untuk membangun pengetahuan melalui interaksi yang efektif dan penyelidikan bersama. Menurut Ibrahim dan Nur (Sumarmo, 2013: 151), langkah-langkah umum dalam menerapkan pembelajaran berbasis masalah pada matematika,

1. Mengorientasikan siswa pada masalah: guru memberi penjelasan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah.

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar: guru membantu siswa mengidentifikasi dan mengorganisasi tugas belajar.

3. Membimbing pemeriksaan individual atau kelompok: guru mendorong siswa mengumpulkan informasi, melaksanakan eksperimen.

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya: guru membantu siswa menyusun laporan dan berbagi tugas dengan sesama siswa. 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah: guru

membantu siswa merefleksi dan mengevaluasi proses yang telah dikerjakannya.


(24)

9

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan langkah-langkah umum di atas, menurut Sutawidjaja dan Dahlan (2011), beberapa ciri atau karakteristik PBM yaitu: (1) Menyajikan pertanyaan atau masalah; (2) Berfokus pada interdisiplin; (3) Penyelidikan otentik; (4) Menghasilkan suatu produk; dan (5) Kolaborasi.

Dengan demikian PBM merupakan suatu model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan penelitian Noer (2009), yang menemukan bahwa kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan menggunakan PBM lebih baik daripada siswa yang pembelajaran matematikanya secara konvensional, baik pada peringkat sekolah tinggi, peringkat sekolah sedang, dan gabungan kedua peringkat sekolah tersebut. Selain itu ada hasil penelitian lain tentang penerapan model PBM, yaitu penelitian Permana dan Sumarmo (Sumarmo, 2013) yang menemukan bahwa penerapan model PBM dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa, hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap siswa pada satu SMA Negeri di Cimahi. Secara rinci, kemampuan penalaran matematis siswa melalui pembelajaran berbasis masalah tergolong kualifikasi cukup. Selain itu, siswa aktif selama proses pembelajaran berbasis masalah, ini terlihat dari siswa mau bekerja sama, saling membantu dan saling memberikan pendapat (sharing ideas) dalam menyelesaikan tugas-tugas atau soal-soal yang diberikan.

Selain dari aspek kognitif dan afektif, aspek Pengetahuan Awal Matematis (PAM) siswa juga dijadikan sebagai fokus dalam penelitian ini. Hal ini terkait dengan perolehan pengetahuan baru yang sangat ditentukan oleh pengetahuan awal (prior knowledge) siswa. Apabila pengetahuan awal siswa baik maka akan berakibat pada perolehan pengetahuan yang baik pula, sesuai dengan teori konstruktivisme yang berpandangan bahwa belajar merupakan kegiatan membangun pengetahuan yang dilakukan sendiri oleh siswa berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki sebelumnya (Pamungkas, 2012). Selain itu tujuan dari mengkaji Pengetahuan Awal Matematis (PAM) siswa yakni untuk melihat apakah implementasi pendekatan pembelajaran yang digunakan


(25)

10

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dapat merata di semua kategori PAM atau kategori PAM tertentu saja. Jika merata di semua PAM, maka penelitian ini dapat digeneralisasi bahwa implementasi pembelajaran yang digunakan cocok untuk semua level kemampuan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan pengoptimalisasian pengolahan informasi yang diterima siswa dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis serta self-concept siswa, sehingga penelitian yang akan dilakukan berjudul “Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis serta Self-Concept Siswa MTs Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah penerapan pendekatan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis serta self-concept siswa Madrasah Tsanawiyah dibandingkan dengan pembelajaran konvensional ?”

Rumusan masalah tersebut di atas dapat dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

2. Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memiliki pengetahuan awal matematika tinggi, sedang dan rendah setelah memperoleh pembelajaran berbasis masalah?

3. Apakah ada pengaruh interaksi antara pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional) dengan pengetahuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa?


(26)

11

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

5. Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang memiliki pengetahuan awal matematika tinggi, sedang dan rendah setelah memperoleh pembelajaran berbasis masalah?

6. Apakah ada pengaruh interaksi antara pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional) dengan pengetahuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa?

7. Apakah self concept siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji:

1. Peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memiliki pengetahuan awal matematika tinggi, sedang dan rendah setelah memperoleh pembelajaran berbasis masalah.

3. Interaksi antara pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional) dengan pengetahuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa.

4. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.


(27)

12

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5. Perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang memiliki pengetahuan awal matematika tinggi, sedang dan rendah setelah memperoleh pembelajaran berbasis masalah.

6. Interaksi antara pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional) dengan pengetahuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.

7. Self concept siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dilihat dari proses penelitian yang akan dilaksanakan dan hasil penelitian yang diharapkan.

1. Proses Penelitian

a. Siswa dapat berlatih menyelesaikan soal-soal kemampuan penalaran dan komunikasi matematis.

b. Guru dapat mengembangkan self-concept yang dimiliki siswa melalui proses pembelajaran berbasis masalah.

2. Hasil Penelitian

Manfaat berdasarkan hasil penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu manfaat praktis dan manfaat teoritis.

a. Manfaat Praktis 1) Bagi siswa.

Melalui hasil penelitian ini siswa mampu mengembangkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis serta self-concept untuk meningkatkan prestasi belajar matematika atau mata pelajaran lainnya. 2) Bagi guru.

Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam rangka pemilihan model pembelajaran yang cocok untuk mengembangkan kemampuan


(28)

13

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penalaran dan komunikasi matematis serta self-concept siswa dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.

3) Bagi peneliti.

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan berpijak di ruang lingkup yang lebih luas, serta membuka wawasan penelitian bagi para ahli pendidikan matematika untuk mengembangkannya.

4) Dunia pendidikan.

Penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran pembelajaran khususnya bagi guru-guru yang mengajarkan mata pelajaran matematika dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan.

b. Manfaat teoritis

Secara umum penelitian ini memberikan sumbangan kepada dunia pendidikan untuk dapat mengembangkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis serta self-concept siswa. Serta memberikan gambaran yang jelas pada guru tentang model pembelajaran berbasis masalah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

1.5 Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut.

1. Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pembelajaran yang diawali dengan menghadapkan siswa pada masalah, kemudian mengorganisasikan siswa untuk belajar, membantu investigasi mandiri atau kelompok. Selanjutnya siswa mengembangkan dan mempresentasikan model solusi dan penyajian, serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. 2. Kemampuan penalaran matematis adalah kemampuan siswa dalam: (1)

Menarik kesimpulan logik ; (2) Memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat, hubungan atau pola; (3) Memperkirakan jawaban dan proses solusi; (4) Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis


(29)

14

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

situasi,atau membuat analogi, generalisasi, dan menyusun konjektur; (5) Mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, membuktikan dan menyusun argumen yang valid; dan (6) menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung, dan pembuktian dengan induksi matematik.

3. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa secara tertulis dalam: (1) Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide atau model matematis; (2) Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis; dan (3) Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri.

4. Self-concept (konsep diri).

Self-concept adalah bentuk tingkah laku siswa yang mengarah kepada self-concept positif dan self-concept negatif. Karakteristik self-concept positif siswa, yaitu: (1) tidak takut menghadapi situasi baru; (2) mudah mengenal tugas-tugas baru; (3) dapat bekerjasama; (4) dapat bertanggungjawab; (5) kreatif; (6) berani mengemukakan pengalaman-pengalamannnya; (7) mandiri; (8) penggembira. Sedangkan karakteristik self-concept negatif siswa, yaitu: (1) menunggu keputusan dari orang lain; (2) jarang mengikuti aktivitas baru; (3) selalu bertanya dalam menilai sesuatu; (4) tidak spontan; (5) kaku terhadap barang-barang miliknya; (6) pendiam; (7) menghindar, tampak frustasi.

5. Peningkatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa ditinjau berdasarkan

gain ternormalisasi yang diperoleh dari skor pretes dan postes siswa.

6. Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah dimana guru menjelaskan konsep suatu materi, siswa mencatat dan diberikan kesempatan untuk bertanya, selanjutnya guru memberikan soal-soal latihan dalam bentuk lembar kerja siswa yang dikerjakan oleh siswa secara berkelompok kemudian perwakilan siswa membacakan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas.


(30)

15

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

7. Pengetahuan Awal Matematika (PAM) adalah pengetahuan awal yang dimiliki siswa berdasarkan nilai ulangan harian dan ulangan akhir semester sebelumnya yang diurutkan dari skor tertinggi ke skor terendah.


(31)

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Disain Penelitian

Penelitian ini adalah suatu penelitian kuasi eksperimen yang menerapkan PBM untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, serta self-concept pada siswa MTs. Penelitian ini melibatkan dua kelas yaitu kelas eksperimen (kelas perlakuan) dan kelas kontrol (kelas pembanding). Kelas eksperimen merupakan kelompok siswa yang pendekatan pembelajarannya menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) sedangkan kelas kontrol adalah kelompok siswa yang pendekatan pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional. Yang menjadi pertimbangan disain penelitian ini adalah kelas yang ada sudah terbentuk sebelumnya, sehingga pengelompokan secara acak tidak mungkin dilakukan, karena dapat mengganggu efektivitas pembelajaran di sekolah, terutama jadwal pelajaran yang telah diberlakukan.

Disain penelitian ini adalah disain kelompok kontrol non-ekivalen. Pada disain ini subyek tidak dikelompokkan secara acak. Ilustrasi dari disain ini adalah sebagai berikut.

O X O

O O

(Ruseffendi, 1998:47) Keterangan:

O : Pemberian tes awal (pretest) dan tes akhir (posttes) tentang kemampuan penalaran dan komunikasi matematis

X : Pembelajaran Berbasis Masalah

Dalam penelitian ini, tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis yang digunakan pada awal (pretes) dan akhir (postes) pembelajaran untuk melihat ada tidaknya peningkatan akibat perlakuan akan lebih baik jika diukur dengan alat yang sama.


(32)

37

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3.2Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII salah satu MTs Negeri di Kabupaten Subang sebanyak 295 orang yang terbagi ke dalam 7 kelas dan dibentuk secara acak oleh sekolah. Selanjutnya dipilih dua kelas yang setiap kelasnya memiliki karakteristik yang sama, untuk dijadikan sampel penelitian. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik

purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011). Dari dua kelas tersebut dipilih satu kelas digunakan sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi digunakan sebagai kelas kontrol.

Dalam penelitian ini siswa-siswa dalam kelas eksperimen maupun kelas kontrol dikelompokkan berdasarkan pengetahuan awal matematisnya menjadi tiga level, yaitu kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokkan tersebut berdasarkan rata-rata nilai ulangan harian dan nilai UAS semester ganjil.

Adapun kriteria penetapan kelompok tersebut didasarkan pada rata-rata ( ) dan simpangan baku (SB) total dari seluruh siswa, yakni:

Tabel 3.1 Level PAM Siswa

Rentang Level PAM Siswa

PAM > + SB Tinggi

- SB PAM ≤ + SB Sedang

PAM < - SB Rendah

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap data PAM siswa, diperoleh = 5,90 dan SB = 1,51, sehingga + SB = 7,41 dan - SB = 4,39. Banyaknya siswa yang berada pada kelompok tinggi, sedang dan rendah pada kelas eksperimen dan kontrol disajikan pada Tabel 3.2, di halaman selanjutnya.

Tabel 3.2

Jumlah Siswa Berdasarkan PAM


(33)

38

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tinggi 13 14

Sedang 18 18

Rendah 11 10

Total 42 42

3.3Variabel Penelitian

Penelitian ini melibatkan variabel bebas dan variabel terikat. Menurut Sugiyono (2011) menjelaskan bahwa:

1) Variabel bebas atau variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya yaitu pembelajaran berbasis masalah.

2) Variabel terikat atau variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu kemampuan penalaran dan komunikasi matematis serta self-concept siswa.

3.4Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis instrumen yaitu tes dan non-tes. Instrumen tes, berupa tes awal (pretes) dan tes akhir (postes) untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Instrumen non-tes berupa skala self-concept dan lembar observasi. Skala

self-concept digunakan untuk mengukur pencapaian self-concept siswa dan lembar observasi digunakan untuk melihat keterlaksanaan pembelajaran.

3.4.1 Instrumen Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis

Tes kemampuan siswa untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis ini berbentuk uraian, tujuannya untuk melihat proses pengerjaan yang dilakukan siswa sehingga dapat diketahui sejauh mana kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Dalam penyusunan tes kemampuan ini, diawali dengan penyusunan kisi-kisi yang mencakup kompetensi dasar, indikator, aspek yang diukur beserta skor penilaiannya dan nomor butir


(34)

39

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

soal. Setelah membuat kisi-kisi soal, dilanjutkan dengan menyusun soal beserta kunci jawabannya dan aturan pemberian skor untuk masing-masing butir soal.

Pedoman pemberian skor untuk mengukur kemampuan penalaran matematis berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane, dan Jacabcsin (1996), seperti terlihat pada tabel 3.3, di halaman selanjutnya.

Tabel 3.3

Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran

Skor Kriteria

0 Tidak ada jawaban

1 Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang penalaran atau menarik kesimpulan salah

2 Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar

3 Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar

4 Dapat menjawab semua aspek pertanyaan tentang penalaran matematik dan dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap

Sedangkan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane, dan Jacabcsin (1996), seperti terlihat pada tabel 3.4 berikut:

Tabel 3.4

Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi

Skor Mengilustrasikan/ Menjelaskan

Menyatakan/

Menggambar Ekspresi Matematik 0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan ketidakpahaman

tentang konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa. 1 Hanya sedikit dari

penjelasan yang benar.

Hanya sedikit dari gambar, diagram yang benar.

Hanya sedikit dari model matematika yang benar. 2 Penjelasan secara

matematik masuk akal namun hanya sebagian lengkap dan benar.

Melukiskan diagram, gambar, namun kurang lengkap dan benar.

Menemukan model matematika dengan benar, namun salah dalam mendapatkan solusi. 3 Penjelasan secara

matematik masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun secara logis atau terdapat

Melukis diagram, gambar, secara lengkap dan benar.

Menemukan model matematika dengan benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi


(35)

40

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu sedikit kesalahan

bahasa.

secara benar dan lengkap. 4 Penjelasan secara

matematik masuk akal dan jelas tersusun secara logis dan sistematis.

Melukis diagram, gambar, secara lengkap, benar dan sistematis.

Menemukan model matematika dengan benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara benar dan lengkap serta sistematis.

Sebelum soal tes kemampuan penalaran dan komunikasi digunakan, terlebih dahulu diperiksa validitas isi dan validitas muka. Validitas muka dilakukan untuk keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya dan tidak salah tafsir atau kejelasan bahasa dan gambar dari setiap butir tes yang diberikan. Sedangkan validitas isi dilakukan dengan melihat kesesuaian materi tes dengan kisi-kisi tes, materi pelajaran yang telah diajarkan dan apakah soal pada instrumen sesuai atau tidak dengan indikator kemampuan yang diukur dan tingkat kesukaran untuk siswa (Nasution, 2007).

Pemeriksaaan validitas muka dan validitas isi ini dikonsultasikan kepada dosen pembimbing sebagai validator ahli. Setelah validasi ahli dilaksanakan dan diperoleh saran dari ahli mengenai isi dan desain instrumen tes, hasil validasi tersebut dijadikan dasar untuk merevisi intrumen tes.

Setelah direvisi dari ahli, validasi selanjutnya yaitu dari tiga orang siswa kelas VIII untuk melihat keterbacaan bagi siswa yang kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Selanjutnya soal tes diujicobakan pada siswa diluar sampel penelitian, yaitu siswa kelas VIII di MTs di mana penelitian dilakukan. Siswa tersebut telah terlebih dahulu mendapatkan pembelajaran mengenai materi Segitiga dan Segiempat. Ujicoba soal tes dilaksanakan pada pertengahan bulan April.

Setelah ujicoba soal tes dilaksanakan, kemudian dilakukan analisis mengenai validitas butir soal, reliabilitas tes, daya pembeda dan tingkat kesukaran dengan berbantuan software ANATES V.4 sebagai berikut:


(36)

41

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2011). Pengukuran dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila menghasilkan data yang secara akurat memberikan gambaran mengenai variabel yang diukur seperti dikehendaki oleh tujuan pengukuran tersebut (Azwar, 2012). Untuk mengetahui valid-tidaknya instrumen tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis tersebut dilakukan analisis validitas terhadap butir soal. Tinggi-rendahnya validitas pengukuran dinyatakan secara empirik oleh suatu koefisien, yaitu koefisien validitas.

Adapun untuk menentukan tingkat validitas soal digunakan kriteria menurut Guilford (Erman, 2003) sebagai berikut:

Tabel 3.5

Kriteria Koefisien Korelasi

Nilai r xy Kriteria

0,90<rxy≤ 1,00 Sangat Tinggi

0,70<rxy≤ 0,90 Tinggi

0,40<rxy≤ 0,70 Sedang

0,20<rxy≤ 0,40 Rendah

0,00<rxy≤ 0,20 Sangat Rendah

xy

r ≤ 0,00 Tidak Valid

Hasil uji validitas soal tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil uji validitas ini dapat diinterpretasikan dalam rangkuman yang disajikan pada Tabel 3.6 dan 3.7 berikut:

Tabel 3.6

Data Hasil Uji Validitas Instrumen Tes Kemampuan Penalaran

No. Soal r hitung r tabel Kriteria Kategori

1 0,667 0,329 Valid Sedang

2 0,699 0,329 Valid Sedang

3 0,859 0,329 Valid Tinggi


(37)

42

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5 0,711 0,329 Valid Tinggi

6 0,602 0,329 Valid Sedang

Pengambilan keputusan yang dilakukan adalah dengan membandingkan

rhitung dengan rtabel. Jika rhitung>rtabel maka soal valid, sedangkan jika rhitung rtabel

maka soal tidak valid. Sehingga untuk α = 0,05 dengan n = 36 diperoleh harga

rtabel = 0,329. Berdasarkan tabel 3.6 terlihat bahwa keenam soal tersebut r

hitungnya lebih besar dari rtabel. Artinya, soal tersebut layak digunakan untuk

mengukur kemampuan penalaran matematis pada penelitian ini.

Tabel 3.7

Data Hasil Uji Validitas Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi

No. Soal r hitung r tabel Kriteria Kategori

1 0,767 0,329 Valid Tinggi

2 0,755 0,329 Valid Tinggi

3 0,640 0,329 Valid Sedang

Seperti halnya kemampuan penalaran, pengambilan keputusan yang dilakukan adalah dengan membandingkan rhitung dengan rtabel. Jika rhitung>rtabel

maka soal valid, sedangkan jika rhitung rtabel maka soal tidak valid. Sehingga

untuk α = 0,05 dengan n = 36 diperoleh harga rtabel = 0,329.

Berdasarkan tabel 3.7 terlihat bahwa ketiga soal tersebut r hitungnya lebih besar dari rtabel. Artinya, soal tersebut layak digunakan untuk mengukur

kemampuan komunikasi matematis pada penelitian ini. b. Reliabilitas Instrumen

Suatu alat evaluasi dikatakan reliabel, jika mampu menghasilkan data yang memiliki tingkat reliabilitas tinggi, dengan kata lain konsistensi, keterandalan, keterpercayaan, kestabilan, ataupun keajegan. Reliabilitas menurut Azwar (2012) adalah sejauhmana hasil suatu proses pengukuran dapat dipercaya. Untuk itu dilakukan analisis reliabilitas terhadap butir soal. Derajat reliabilitas pengukuran dinyatakan secara empirik oleh suatu koefisien, yaitu koefisien reliabilitas.

Adapun kriteria derajat reliabilitas menurut Guilford (Erman, 2003) dapat dilihat pada Tabel 3.8 sebagai berikut:


(38)

43

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Tabel 3.8

Kriteria Koefisien Reliabilitas

Nilai r11 Kriteria

11

r ≤ 0,20 Derajat Reliabilitas Sangat Rendah 0,20 <r11≤ 0,40 Derajat Reliabilitas Rendah 0,40 <r11≤ 0,60 Derajat Reliabilitas Sedang 0,60 <r11≤ 0,80 Derajat Reliabilitas Tinggi 0,80 <r11≤ 1,00 Derajat Reliabilitas Sangat Tinggi

Pada Lampiran B dapat dilihat bahwa soal tes kemampuan penalaran matematis memiliki reliabilitas tinggi dengan koefisien korelasi 0.77 dan soal tes kemampuan komunikasi matematis memiliki reliabilitas sedang dengan koefisien korelasi 0.51. Artinya, soal-soal tes pada penelitian ini akan memberikan hasil yang hampir sama jika diujikan kembali kepada siswa.

c. Daya Pembeda

Daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan kemampuan individu peserta tes. Butir soal yang baik akan mampu membedakan siswa yang memiliki kemampuan tinggi (pandai) dengan siswa yang memiliki kemampuan rendah (kurang pandai). Derajat daya pembeda suatu butir soal dinyatakan dengan indeks diskriminasi yang bernilai dari -1,00 sampai dengan 1,00.

Klasifikasi interfensi untuk menentukan daya pembeda tiap butir soal digunakan kriteria menurut Erman (2003) sebagai berikut:

Tabel 3.9

Kriteria Daya Pembeda

Daya Pembeda Kriteria

DP≤ 0,00 Sangat Jelek 0,00 < DP≤ 0,20 Jelek 0,20 < DP≤ 0,40 Cukup Baik

0,40 < DP≤ 0,70 Baik


(39)

44

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hasil perhitungan daya pembeda soal tes kemampuan penalaran matematis dapat dilihat pada Tabel 3.10 berikut:

Tabel 3.10

Data Hasil Uji Daya Pembeda setiap Butir Soal Tes Kemampuan Penalaran

No Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi

1 0,38 Cukup Baik

2 0,40 Cukup Baik

3 0,45 Baik

4 0,22 Cukup Baik

5 0,42 Baik

6 0,32 Cukup Baik

Keenam butir soal tes kemampuan penalaran tersebut memiliki daya pembeda yang cukup baik, tetapi butir soal no. 4 perlu direvisi redaksinya, karena pada saat siswa menjawab soal no. 4, siswa banyak yang bertanya dan salah penafsiran.Hasil analisis dan perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran B. Secara umum dari enam soal tes dapat dikerjakan oleh siswa yang pandai dengan baik, sedangkan siswa yang kurang pandai tidak dapat mengerjakannya dengan baik. Artinya, instrumen tes pada penelitian ini sudah mampu membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai.

Hasil perhitungan daya pembeda soal tes kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat pada Tabel 3.11 berikut:

Tabel 3.11

Data Hasil Uji Daya Pembeda setiap Butir Soal Tes Komunikasi

No Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi

1 0,37 Cukup Baik

2 0,30 Cukup Baik

3 0,25 Cukup Baik

Ketiga butir soal tes kemampuan komunikasi tersebut memiliki daya pembeda yang cukup baik, tetapi butir soal no. 1 dan 2 perlu direvisi redaksinya, karena pada saat siswa menjawab soal no. 1 dan 2, siswa banyak yang bertanya dan salah penafsiran. Hasil analisis dan perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran B. Secara umum dari tiga soal tes dapat dikerjakan oleh siswa yang pandai dengan baik, sedangkan siswa yang kurang pandai tidak dapat


(40)

45

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengerjakannya dengan baik. Artinya, instrumen tes pada penelitian ini sudah mampu membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai. d. Tingkat Kesukaran

Analisis tingkat kesukaran tiap butir soal dilakukan untuk menunjukkan kualitas butir soal atau untuk mengetahui tingkat kesukaran masing-masing soal yang diberikan, apakah soal tersebut termasuk kategori mudah, sedang atau sukar. Menurut Nasution (2007) besarnya tingkat kesukaran butir soal dapat dihitung dengan memperhatikan proporsi peserta tes yang menjawab benar terhadap setiap butir soal. Untuk menentukan tingkat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan suatu bilangan yang disebut indeks kesukaran, yang berada pada interval 0,00 sampai dengan 1,00. Klasifikasi indeks kesukaran digunakan kriteria menurut Erman (2003) seperti pada Tabel 3.2, di halaman selanjutnya.

Tabel 3.12

Kriteria Indeks Kesukaran Indeks Kesukaran Kriteria

IK = 0,00 Sangat Sukar

0,00 < IK≤ 0,30 Sukar

0,30 < IK≤ 0,70 Sedang

0,70 < IK≤ 1,00 Mudah

IK= 1,00 Sangat Mudah

Hasil perhitungan tingkat kesukaran soal tes kemampuan penalaran matematis pada penelitian ini dirangkum dalam Tabel 3.13:

Tabel 3.13

Data Hasil Uji Tingkat Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan Penalaran No Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0,36 Sedang

2 0,28 Sukar

3 0,48 Sedang

4 0,31 Sedang

5 0,34 Sedang


(41)

46

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hasil analisis dan keputusan revisi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran B. Berdasarkan hasil analisis validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran terhadap hasil ujicoba instrumen tes kemampuan penalaran matematis yang diujikan pada 36 siswa kelas VIII G di sekolah tempat penelitian dilakukan, dapat disimpulkan bahwa instrumen tes tersebut layak dipakai sebagai acuan untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa kelas VII yang merupakan sampel dalam penelitian ini.

Hasil perhitungan tingkat kesukaran soal tes kemampuan komunikasi matematis pada penelitian ini dirangkum dalam Tabel 3.14:

Tabel 3.14

Data Hasil Uji Tingkat Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi No Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0,44 Sedang

2 0,40 Sedang

3 0,25 Sukar

Hasil analisis dan keputusan revisi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran B. Berdasarkan hasil analisis validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran terhadap hasil ujicoba instrumen tes kemampuan komunikasi matematis yang diujikan pada 36 siswa kelas VIII di sekolah tempat penelitian dilakukan, dapat disimpulkan bahwa instrumen tes tersebut layak dipakai sebagai acuan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII yang merupakan sampel dalam penelitian ini.

3.4.2 Skala Self-Concept

Pengukuran skala self-concept ini menggunakan skala Likert. Dalam skala Likert, responden (subyek) diminta untuk membaca secara seksama setiap pernyataan yang diberikan, sebelum merespon pernyataan-pernyataan tersebut. Respon yang diberikan bersifat subjektif tergantung dari kondisi sikap masing-masing individu.

Menurut Sugiyono (2011), dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Jawaban atau respon setiap item instrumen


(42)

47

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain: Sangat Setuju, Setuju, Netral, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju.

Untuk menguji validitas skala self-concept ini digunakan uji validitas isi (content validity). Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan isi atau rancangan yang telah ditetapkan. Instrumen dinyatakan valid apabila sesuai dengan apa yang hendak diukur. Pada penelitian ini, pengujian validitas skala self-concept dilakukan oleh dosen pembimbing. Berorientasi pada validitas konstruk dan validitas isi, berupa indikator yang hendak diukur, redaksi setiap butir pernyataan, keefektifan susunan kalimat dan koreksi terhadap bentuk format yang digunakan.

3.4.3 Lembar Observasi

Menurut Ruseffendi (1998) observasi penting dilakukan karena melalui angket dan wawancara, masih ada hal yang belum bisa terungkap yaitu mengenai keadaan wajar yang sebenarnya sedang terjadi. Tujuan dari lembar observasi pada penelitian ini adalah untuk mengamati kemampuan guru dalam mengelola kelas ketika mengajar dan sesuai tidaknya dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah direncanakan, dengan menggunakan Lembar Observasi Kinerja Guru. Lembar observasi juga digunakan untuk mengamati kinerja siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas, baik itu kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Lembar observasi dapat dijadikan guru sebagai bahan evaluasi dalam memberikan pengajaran kepada siswa, sehingga diharapkan menjadi lebih baik pada pembelajaran berikutnya.

Instrumen lembar observasi disusun berdasarkan tahapan-tahapan pembelajaran yang diterapkan. Bentuk instrumen berupa pernyataan tipe Likert dalam lima sub skala pada masing-masing pernyataan. Observer dalam penelitian ini adalah guru kelas di sekolah tempat dilaksanakannya penelitian, pengisian


(1)

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa data dan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Ada perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memiliki pengetahuan awal matematika tinggi, sedang dan rendah setelah memperoleh pembelajaran berbasis masalah.

3. Ada pengaruh interaksi antara pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional) dengan pengetahuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa.

4. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

5. Ada perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang memiliki pengetahuan awal matematika tinggi, sedang dan rendah setelah memperoleh pembelajaran berbasis masalah.

6. Tidak ada pengaruh interaksi antara pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional) dengan pengetahuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.

7. Self concept siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.


(2)

114

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, diajukan beberapa saran sebagai berikut.

1. Pendekatan pembelajaran berbasis masalah hendaknya menjadi alternatif pembelajaran guru di MTs, terutama untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, serta mengembangkan self-concept siswa.

2. Pendekatan pembelajaran berbasis masalah dapat menjadi alternatif pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis di semua kategori pengetahuan awal matematika siswa.

3. Bagi peneliti yang akan menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis masalah dan mengembangkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis ditinjau dari pengetahuan awal matematika siswa, hendaknya menggali lebih jauh lagi bagaimana pengaruh penerapan pembelajaran berbasis masalah dan pengetahuan awal matematika terhadap kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.


(3)

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, HI. N.(2013). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategic Teams Assisted Individualization.Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan.

Alwisol. (2010). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Arends, R. I. (2008). Learning to Teach: Ninth Edition. Connecticut: Central Connecticut State University.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Armiati (2009). Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Azwar, S. (2012). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakrta: Pustaka Pelajar.

Baig, S & Halai, A. (2006). Learning Mathematical Ruls with Reasoning. Eurasia Journal of Mathematics, Science and technology Education. 2 (2). 15-39. Burns, R. B. (1993). Konsep Diri: Teori Pengukuran, Perkembangan dan

Perilaku. Jakarta: Arcan.

Cai, J., Lane, S., & Jakabcsin, M.S. (1996). Assesing Students Mathematical Communication. Official Journal of the Science and Mathematics. 96(5) 238-246.

Dahar, R.W. (2006). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga. Dahlan, J. A. (2011). Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Depdiknas. (2006). Permendiknas No. 22 tahun 2006. Jakarta: Depdiknas. Erman. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA.

Graff, E. D., & Kolmos, A. (2003). Characteristic of Problem-Based Learning. Int. J. Engng. 19(5) 657-662.


(4)

116

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia:

http://www.physics.indiana.edu/̴ sdi/Analyzingchange-Gain.pdf.

Mahmudi, A. (2009). Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal MIPA UNHALU. 8(1).

Matlin, M.W. (1994). Cognition, Third Edition. Geneseo: State University of New York.

Madio, S. S. (2010). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan.

Minarni, A. (2013). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial Siswa SMP. Disertasi SPS UPI: Tidak diterbitkan.

Musriandi, R. (2013). Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Self-Concept Siswa MTs. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan.

Nasution, N. (2007). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.

NCTM [National Council of Teachers of Mathematics] (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, Virginia: NCTM.

Noer, S. H. (2009). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa

SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Prosiding Seminar

Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Yogyakarta: UNY. Nufus, H. (2012). Penerapan Aktivitas Quick on The Draw dalam Tatanan

Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan. Pamungkas, A. S. (2012). Pembelajaran Eksplorasi untuk Mengembangkan

Kemampuan Berpikir Logis dan Self Concept Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan.

Partini (2009). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Representasi Matematis Siswa SMA. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan.


(5)

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pikry, F. (2013). Hubungan Perkembangan Kognitif, Afektif dan Psikomotorik. Tersedia Online: http://fakhrypikry.blogspot.com/2013/05/hubungan-perkembangan-kognitif-afektif.html?m=1.

Pudjijogyanti, C. R. (1985). Konsep Diri dalam Pendidikan. Jakarta: Arcan. Qohar, A. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan

Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Matematika Siswa SMP Melalui Reciprocal Teaching. Disertasi SPS UPI: Tidak diterbitkan.

Ram, P. (1999). Problem-Based Learning in Undergraduate Education. Journal of Chemical Education. 76(8).

Rahman, R. (2010). Pengaruh Pembelajaran Berbantuan Geogebra terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif dan Self-Concept Siswa. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan.

Rakhmat, J. (2009). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rola, F. (2006). Hubungan Konsep Diri dengan Motivasi Berprestasi pada Remaja. Makalah Fakultas Kedokteran USU. Tidak diterbitkan.

Rosnawati, R. (2013). Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP Indonesia pada TIMSS 2011. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Ruseffendi, E.T. (1998). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Rusman (2010). Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Bandung: Mulia Mandiri Pers.

Salamor, R. (2013). Pembelajaran Group Investigation dalam Upaya Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Self Concept Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama.Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan. Sanusi, U. (2013). Pembelajaran dengan Pendekatan Humanistik. Jurnal

Pendidikan Agama Islam-Ta’lim. 11(2).

Sofyan, D. (2008). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.


(6)

118

Neneng Arwinie, 2014

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Serta Self-Concept Siswa MTS Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Suherman, E. (2003). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.

Suryadi, D. (2012). Membangun Budaya Baru dalam Berpikir Matematika. Bandung: Rizqi Press.

Sumarmo, U. (2013). Kumpulan Makalah:Berpikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sutawidjaja, A & Dahlan, J. A. (2011). Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.

Takaya, K. (2008). Jerome Bruner’s Theory of Education: From Early Bruner to Later Bruner. Interchange. 39 (1). 1-19.

Tan, O. S. (2003). Problem-Based Learning Innovation. Asia: Cengage Learning. Walpole, R.E. (1995). Introduction to Statistic 3rd edition. Jakarta: Gramedia. Wang, J. (2007). A Trend Study of Self-Concept and Mathematics Achievement

in a Cross-Cultural Context. Mathematics Education Research Journal. 19(3). 33-47.

Wilkins, J. L. M. (2004). Mathematics and Science Self-Concept: An International Investigation. The Journal of Experimental Education. 72(4). 331-346.


Dokumen yang terkait

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BERPRESTASI SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN DISCOVERY DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK: studi kuasi eksperimen pada salah satu SMP di jakarta barat.

0 1 62

Implementasi Brain-Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Spasial dan Self-Concept Matematis Siswa pada Pembelajaran Geometri SMP : Penelitian kuasi eksperimen pada siswa kelas VIII salah satu SMP di Siak.

66 150 62

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MELALUI PENDEKATAN METAKOGNITIF: Penelitian Kuasi eksperimen pada Salah Satu SMP Negeri di Kota Medan.

0 0 46

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONCEPT ATTAINMENT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN SELF CONCEPT SISWA SMP: Studi Kuasi Eksperimen Pada Kelas VIII di Salah Satu SMP Negeri Tarogong Kaler Garut.

4 12 46

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN, REPRESENTASI, DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP NEGERI MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH : Penelitian Kuasi Eksperimen pada Salah Satu SMP Negeri di Kabupaten Garut.

3 26 56

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH :Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa SMA di Kabupaten Bima.

0 1 50

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN VISUAL THINKING : Kuasi-Eksperimen pada Siswa Salah Satu MTs Negeri di Tembilahan.

1 4 42

PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN WINGEOM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SPASIAL DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA : Studi Kuasi Eksperimen di MTs Al-Basyariah Kabupaten Bandung.

0 0 60

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PENDEKATAN REALISTIK :Studi Eksperimen di Salah Satu SMP Negeri di Bandung:.

0 1 44

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PENDEKATAN REALISTIK :Studi Eksperimen di Salah Satu SMP Negeri di Bandung.

0 0 44