FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO, FLORES.

(1)

1

Laporan Penelitian

FUNGSI SOSIAL BUDAYA BAHASA LIO,

FLORES

Tim Peneliti:

I Wayan Simpen

Ida Bagus Putra Yadnya

Aron Meko Mbete

A.A. Putu Putra

Gek Wulan Novi Utami

Nissa Puspitaning Adni

Didanai oleh

Program Magister Linguistik

Universitas Udayana


(2)

2 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberagaman atau kebhinekaan bangsa ditandai oleh keanekaragaman bahasa lokal (vernacular) yang ada di Indonesia. Dari pelbagai sumber memang disimpulkan bahwa lebih dari 720 bahasa dan ratusan etnik, masing-masing dengan tradisi, adat istiadat, dan tentunya sistem sosial yang berbeda-beda pula antara satu daerah dengan daerah yang lain. Ada etnik Lio, Ngadha, Nagekeo, Sikka, Lamaholot, Manggarai, di daratan Flores, ada etnik Lembata, ada pula sejumlah etnik di Pulau alor dan Pantar, masing-masing dengan subetnik bahkan dengan bahasa-bahasa yang berbeda pula.

Tidak ada bahasa Flores, kendati ada “Orang Flores” yang diidentikkan dengan suku Flores. Secara historis, bahasa di Flores memang direkonstruksi dan dihipotesiskan berasal dari proto-Flores (Fernandes, 1986l 1996). Brandes bahan menetapkan garis pisah kelinguistikan atas dasar kontruksi genetif yang membelah Pula Flores, khususnya antara wilayah pakai bahasa Lio dan bahasa Sikka.

Bahasa Lio, Flores, adalah salah satu bahasa lokal, atau bahasa daerah, atau juga bahasa etnik Lio yang ada di Flores Tengah, Nusa Tenggara Timur. Selain bahasa Lio, di Kabupaten Ende ada juga dialek Ende dan dialek Nage. Oleh masyarakat di Kabpupaten Ende, ketiga dialek itu dikenal sebagai logat Aku untuk bahasa Lio, logat

Ja’o untuk dialek Ende, dan logat Nga’o dialek Nage. Ketiga bentuk persona pertama (tunggal) yang mengandung makna aku atau saya itu menjadi nama bahasa atau dialek-dialek. Kesalingpahaman dalam komunikasi verbal antardialek itu masih memadai atau cukup baik kendati disadari pula oleh para guyub tuturnya sebagai bahasa atau dialek


(3)

3

yang berbeda. Pranasalisasi merepresentasikan dialek-dialek Ja’o dan Nga’o dan bahasa Lio. Selain bahasa Lio dan kedua dialek itu, di Kabupaten Ende, sebagai bagian NKRI, hidup pula Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi. Sebagai mata pembelajaran di sekolah-sekolah (SMP, SMA, dan SMK) dan di perguruan tinggi, sejumlah bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, juga hidup dan berkembang walau tidaklah menjadi bahasa sehari-hari. Dengan demikian, masyarakat di Kabupaten Ende, seperti juga banyak masyarakat Indonesia lainnya, telah berkembang menjadi masyarakat dwibahasa (bilingualism) dalam arti lebih dari dua bahasa (lihat Romaine, 1995).

Bahasa Lio juga mengenal dan memiliki dialek yang berkorespondensi antara k-h. Dialek /k/ ada di kawasan barat dan utara Lio, sedangkan dialek /h/ ada di wilayah timur khususnya daerah Lise. Sebagai contoh dapat dilihat pada korespondensi berikut ini.

Dialek k Dialek h

ki hi ‘ilalang’

kasa hasa ‘pagat’

kea hea ‘sej. labu’

kolo holo ‘kepala’ kubu hubu ‘atap’ koro horo ‘lombok’

Dari segi daya dukung penuiturnya, bahasa Lio dikuasai dan digunakan oleh sebagian besar masyarakat di Kabupaten Ende. Bahasa Lio juga memiliki beberapa dialek dengan ciri-ciri fonologis dan leksikal, di samping ciri-ciri suprasegmental yang sangat jelas pula. Jumlah penutur bahasa Lio diperkirakan lebih dari 100 ribu orang jika


(4)

4

penutur bahasa Lio di wilayah Kabupaten Sikka pun dimasukkan ke dalamnya. Dialek Ende didukung oleh sekitar empat puluh ribu penutur sedangkan dialek Nag’o didukung oleh sekitar tiga puluh ribu penutur. Perlu diinformasikan kembali bahasa Lio digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Sikka khususnya di dua kecamatan yakni Kecamatan Paga dan Kecamatan Mego. Kedua kecamatan itu berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Ende, termasuk Kecamatan Kotabaru di bagian Utara. Sungai Nangabolo di Kabupaten Sikka menjadi pembatas wilayah pakai bahasa Lio dan Bahasa Sikka. Masyarakat di kedua kecamatan itu juga berkembang menjadi masyarakat multibahasa, bahasa Lio, bahasa Sikka, dan bahasa Indonesia. Adat, budaya, dan tradisi Lio masih cukup kuat terpelihara di kedua kecamatan itu, Paga dan Mego kendati adat, budaya, dan tradisi Sikka juga kuat menyatu dalam masyarakat di kawasan itu.

Sebagai turunan Proto-Austronesia, bahasa Lio berkerabat erat (closed relationship) dengan bahasa Ngadha dan bahasa Palu’e (Fernandes, 1986; Mbete 1981).

Bahasa Palu’e terdapat di Pulau Palu’e, utara Kabupaten Ende dan secara administratif termasuk wilayah Kabupaten Sikka. Secara administratif, Dalam hubungan kekerabatan yang besar, bahasa Lio termasuk kelompok bahasa Flores Barat dengan bahasa Manggarai sebagai anggota kelompok yang lebih besar jumlah penuturnya. Pada jenjang lebih tinggi bahasa Lio berkerabat erat pula dengan subkelompok bahasa Flores Timur (termasuk bahasa Sikka dan Lamaholot). Bahasa-bahasa kerabat di Flores, termasuk bahasa Lio mewariskan ciri-ciri fonologis, morfologis, leksikal, gramatikal, dan semantik asali dari bahasa asalnya. Selain kadar dan ciri-ciri divergensi kelinguistikan yang genetis, unsur-unsur serapan dari Proto-Papua juga ada dalam bahasa itu.


(5)

5

Sebagai bahasa lokal yang menyatu dengan dan menjadi ciri jati diri guyub tutur pemilik dan para pewarisnya yakni para anggota guyub tutur bahasa Lio, bahasa Lio mengemban fungsi-fungsi yang sangat penting bagi masyarakat Lio. Bahasa Lio adalah perekat persatuan sebagai Orang Lio, sarana komunikasi dan interaksi verbal antarwarga etnik Lio, perekam dan pengalih (transmisi) kebudayaan Lio antargenerasi; kebudayaan Lio dalam pelbagai seginya. Bahasa Lio juga menjadi sarana pengungkap seni sastra dan budaya Lio, dan menjadi ciri pembeda jati diri Orang Lio dengan etnik-etnik lainnya di Flores dan Indonesia umumnya. Seperti disingggung di atas, bahasa Lio pula yang membedakan Orang Lio dengan Orang Sikka, Orang Ende, Orang Nagekeo, Orang Ngada, Orang Manggarai, Orang Lamaholot, dan Orang Riung. Sebagaimana telah disinggung di atas, diinformasikan bahwa sesungguhnya secara linguistis, guyub tutur dan penutur bahasa Lio terdapat pula di bagian barat Kabupaten Sikka, khususnya di Kecamatan Paga dan Mego. Penduduk Kabupaten Sikka di kedua kecamatan itu, menguasai bahasa Lio dialek Paga-Mbengu dengan ciri suprasegmentalnya yang khas. Seain itu di antara mereka juga ada yang menguasai dan menggunakan bahasa Sikka, dan tentunya bahasa Indonesia.

Sebagai warisan sejarah dan elemen budaya masa lalu, bahasa Lio telah hidup dan berfungsi bagi guyub tuturnya dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat dan kebudayaan etnik Lio sejak ratusan bahkan ribuan tahuan silam. Sistem kemasyarakatan, adat istiadat, tradisi, dan kebudayaan Lio diungkapkan, diwadahi, dan diwariskan antargenerasi dengan dan dalam bahasa Lio. Lagu-lagu rakyat atau musik etnik Lio yang cukup terkenal itu bersyairkan bahasa Lio. Demikian juga teks-teks sastra lisan dengan paralelisme semantik sebagai pilar estetik dalam berekspresi secara verbal, merupakan produk-produk seni-budaya bernilai tinggi. Karya sastra lisan yang


(6)

6

bernilai tinggi dan tertuang dalam mitos Ine Pare ‘Dewi Padi’, merupakan pusat dan

puncak adicita (ideology) etnik Lio yang hingga kini masih terawat kuat dalam bahasa dan budaya agraris komunitas etnik Lio. Mitos Ine Pare ‘Dewi Padi’ adalah sastra suci

bagi masyarakat Lio terutama dalam konteks perladangan asli.

Peredaran waktu dan dinamika ruang telah pula mengubah banyak segi kebudayaan Lio. Jikalau sebelum masa Kemerdekaan (1940an hanya ada sara Lio

(bahasa Lio) dan sara Melaju (bahasa Melayu), pasca Kemerdekaan Indonesia memang mengubah lingkungan kebahasaan bahasa Lio. Masyarakat etnik Lio yang semula umumnya ekabahasa (yang secara terbatas didampingi sara Melaju ‘bahasa Melayu’ di kalangan tertentu khususnya kaum terdidik kala itu, perubahan lingkungan kebahasaan pun semakin meluas dan mendalam. Meluas, karena semakin banyak pembelajar dan pengguna bahasa Indonesia khususnya etnik Lio, dan semakin mendalam karena banyak segi kehidupan diwahanai oleh bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, bahasa nasional, dan bahasa Negara. Pembelajaran, penggunaan, pemerluasan wilayah pakai bahasa nasional, bahasa resmi bahasa Indonesia sebagai penyatu bangsa Indonesia yang majemuk dan posisi itu jelas menggeser kedudukan bahasa Lio. Jikalau pada masa lalu bahasa Lio menjadi bahasa ibu sebagian besar etnik Lio di kota, terutama di pedesaan, setakat ini, bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa ibu bagi sebagian etnik Lio. Seiring dengan itu, semakin terpinggir pula kedudukan dan semakin menyusut pula fungsi sosiokultural bahasa Lio (lihat Mbete, 1994).

Kehadiran bahasa Indonesia juga menandai masuknya kebudayaan Indonesia dalam pelbagai aspeknya. Pola pikir, cara dan gaya hidup, mata pencaharian, pola konsumsi berubah dan berkembang. Budaya agraris dengan mengandalkan pengolahan ladang berpindah mulai menipis mengiringi pola pengihidupan dengan tanaman


(7)

7

perdagangan yang lebih menjanjikan seperti kakao, cengkeh, fanili, kemiri, dan sebagainya. Mata pencaharian baru di bidang jasa lebih dipilih oleh generasi muda. Berladang dengan aneka tanaman tumpangsari asli dengan padi lokal sebagai primadona budaya agraris etnik Lio semakin terdesak. Seiring dengan itu, lahan untuk padi lokal dengan aneka tanaman pangan asli, semakin sempit. Kerajinan dan budaya tenun ikat semakin kurang dipilih oleh generasi muda putri. Demikian pula kerajinan keramik atau gerabah yang mengolah sumber daya tanah liat semakin ditinggalkan pula, hanya ditekuni oleh segelintir perempuan tua, sedangkan kaum wanita muda sudah meninggalkan profesi itu.

Bahasa adalah gambaran atau representasi lingkungan tempat bahasa hidup, dalam arti hidup dalam manusia. Dengan demikian, bahasa Lio dalam subsistem leksikon, teks, dan wacana menggambarkan pula kenyataan yang ada di sekitarnya, baik kenyataan sosial maupun kenyataan lingkungan hidupnya. Kekayaan leksikon khusus, merepresentasikan lingkungan alam dan budaya yang beragam pula. Khazanah leksikon bahasa Lio tentang keberagaman jenis, ukuran, bentuk ikan-ikan laut dapat ditemukan di lingkungan pesisir atau daerah pantai, baik di pantai selatan Kabupaten Ende dan Nage maupun di Pantai Utara Kabupaten Ende. Berdasarkan sifat laut selatan yang

“garang”, oleh guyub tutur bahasa Lio dan dialek Ende, pantai selatan disebut Ma’u

Haki ‘laut jantan’, sedangkan pantai utara yang relatif lebih tenang ombaknya disebut

Ma’u Fai, ‘laut betina’.

Seperti halnya bahasa-bahasa lokal dengan kandungan lokalitasnya di pelbagai guyub tutur dan guyub etnik di Indonesia, bahasa Lio yang hidup sejak berabad-abad hingga dewasa ini, merepresentasikan hubungan timbal balik bahasa itu dengan lingkungan, baik dalam skala (buana) agung, mikrokosmos, maupun dalam skala


(8)

8

(buana) alit, mikrokosmos. Ikhwal adanya hubungan timbal balik itu sesungguhnya terekam dan terwadahkan dalam bahasa Lio karena pada hakikatnya bahasa adalah

“wadah atau sarang kebudayaan”. Termasuk ke dalamnya adalah kategori produk budaya material yang bersumber pada alam di lingkungannya. Budaya bahari berbasis laut tentu berbeda dengan budaya perladangan berbasis lahan atau tanah garapan dengan aneka tumbuhan. Dalam bahasa lah tersimpan kekayaan makna dan nilai kehidupan insani tersimpan. Akan tetapi, perjalanan waktu, dinamika kebudayaan, perubahan lingkungan alami dan sosial, telah berdampak pada perubahan bahasa Lio sebagai wahana budaya etnik Lio. Generasi muda guyub etnik dan guyub tutur bahasa Lio

sebagai ahli waris sudah “meninggalkan” bahasa lokal warisan leluhur mereka.

Generasi muda bahkan sudah mulai meninggalkan tradisi.

1.2 Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas berikut dirumuskan masalah yang dikaji dalam penelitian ini.

a. Bagaimanakah gambaran tentang penggunaan bahasa Lio dalam kehidupan dan ranah keluarga atau rumah tangga?

b. Bagaimanakah gambaran tentang pemakaian bahasa Lio dalam ranah ketetanggaan?

c. Bagaimanakah gambaran tentang pemakaian bahasa Lio dalam situasi resmi dan tidak remis dalam skala nasional dan keindonesiaan?

d. Bagaimanakah gambaran tentang pemakaian bahasa Lio dalam kegiatan adat istiadat dan situasi resmi keadatan, baik dalam pernikahan, pendirian rumah adat, maupun ritual-ritual dalam siklus perladangan?


(9)

9

e. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terpinggir dan menyusutnya fungsi sosial budaya bahasa Lio?

Pemakaian bahasa adalah perilaku sosial yang berkaitan dengan fungsi-fungsi sosial budaya yang diemban oleh bahasa yang hidup, termasuk bahasa Lio, Flores. Bahasa, termasuk ragam fungsional dan ragam sosial mana yang dipakai, sangat tergantung pada sejumlah faktor, baik faktor atau dimensi ruang dengan konteks situasinya, maupun, dan terutama dimensi sosial kultural yaitu mitra tutur, topik tutur, dan sejumlah faktor terkait lainnya.

1.3 Tujuan

Tujuan penelitian pemakaian bahasa Lio dalam konteks sosial kultural ini dipilah menjadi dua. Yang pertama, tujuan khusus yang berkaitan dengan fokus penelitian ini sebagaimana terumus dalam masalah yang diajukan. Yang kedua adalah tujuan umum yang berkaitan dengan kondisi kehidupan bahasa Lio dan bahasa-bahaa lokal lainnya di Indonesia. Uraian secara singkat tentang kedua tujuan itu dapat disimak di bawah ini.

1.3. 1 Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk memperoleh fakta dan informasi tentang penggunaan bahasa dalam sejumlah ranah pakai sebagaimana tertulis dalam masalah yang diformulasikan di atas. Pemerolehan informasi dan fakta tentang penggunaan bahasa dalam kehidupan keluarga atau rumah tangga, dalam hubungan dan interaksi verbal dengan tetangga, di tempat-tempat umum, dan dalam ranah-ranah adat


(10)

10

atau ranah-ranah tradisional, merupakan tujuan khusus yang dicapai dalam penelitian sosiolinguistik ini.

1. 3. 2 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini juga diupayakan untuk memperoleh pemahaman tentang dinamika penggunaan bahasa Lio, kebertahanan, dan dinamika sosial-budaya serta tradisi berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat etnik Lio, Flores. Selain itu, penelitian ini juga ditujukan untuk memperoleh fakta dan informasi tentang dampak-dampak perubahan, baik yang berdimensi positif maupun yang negatif yang memengaruhi kebertahanan dan atau penyusutan fungsi sosial budaya bahasa Lio.

1.4 Manfaat

Manfaat penelitian ini pun dipilah menjadi dua. Pertama manfaat teoretis dan kedua manfaat praktis. Uraian singkat manfaat-manfaat itu dapat disimak di bawah ini.

1. 4. 1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis jelas terkandung di dalam penelitian ini. Sebagaimana diketahui, sebagai pendekatan dan kerangka kaji teoretik sosiolinguistik yang bersifat lintas bidang (interdisipliner). Dengan demikian, fakta-fakta baru yang khas dan mutakhir tentang kebertahanan dan penyusutan fungsi sosial budaya bahasa Lio diharapkan bermanfaat untuk memperkuat dan mengembangkan konsep-konsep kerangka teoretik sosiolinguistik. Kajian sosiolinguistik kritis, terutama tentang dinamika fungsi bahasa juga bermanfaat untuk itu.


(11)

11

3.2 Manfaat Praktis

Fakta dan informasi tentang penggunaan bahasa dalam kehidupan sosial budaya, dalam hal fungsi sosial budaya bahasa Lio, bermanfaat bagi masyarakat pemilik dan pewaris bahasa Lio, khususnya bagi generasi mudanya. Bagi generasi muda penutur bahasa Lio, yang diharapkan masih menjadi bahasa ibu bagi mereka, fakta dan informasi sosiolinguistik ini bermanfaat dalam rangka pembinaan bahasa Lio, khususnya pembinaan penggunaan bahasa Lio bagi generasi muda Lio. Sesuai dengan fungsi bahasa Lio sebagai penanda jati diri dan sumber daya kebudayaan lokal, pembinaan pemakainya melalui jalur formal merupakan upaya pemertahan bahasa Lio agar terhindar dari ancaman kepunahan.

Fakta dan informasi tentang penggunaan bahasa Lio, khususnya tentang fakta penyusutan fungsinya, jelas berkaitan dengan upaya upaya elaborasi, kodifikasi, dan penataan korpus kebahasaan yang menjadi inti unruk pembelajaran sebagai strategi implementasi. Dengan demikian, perencanaan bahasa (language planning), bahkan rekayasa bahasa (language engineering), dan tentunya pemberdayaan bahasa (language empowering), menjadi keniscayaan dan prioritas tertinggi jika kelestarian bahasa Lio sebagai salah satu bahasa daerah dalam kaitan dengan kekayaan budaya bangsa, niscaya upaya-upaya itu menjadi tanda kepedulian. Sudah tentu kepedulian dan langkah strategis kebahasaan itu, tidaklah hanya pihak Pemerintah Daerah di era otonomi daerah ini, melainkan terutama para ahli waris bahasa Lio itu sendiri.


(12)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Ada sejumlah hasil penelitian yang perlu dikaji. Sejumlah hasil penelitian sosiolinguistik khususnya perlu ditelaah kembali relevansinya dengan penelitian ini. Dalam kaitan ini, sudah tentu lebih diutamakan hasil penelitian sosiolinguitik tentang bahasa Lio yang telah pernah dilakukan oleh para linguis, termasuk penelitian makrolinguistik atau linguistik terapan yang ada kaitan substansialnya dengan penelitian ini.

Hasil penelitian yang paput ditelaah adalah penelitian Mbete (1992).

Peneitiannya yang berjudul “Kedudukan dan Fungsi Bahasa Lio, Ngadha, dan Sikka”,

berkaitan erat dengan fokus penelitian ini. Penelitian Mbete tentang

Ada sejumlah karya ilmiah ekolinguistik yang secara substansial dan omtologis berkaitan dengan masalah penelitian ini. Kaitan substansial, kesamaan, dan perbedaannya dengan kajian ini dipaparkan secara singkat. Upaya penjelajahan atas beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para pengembang ekolinguistik, khususnya ekoleksikal, bertujuan pula untuk memaknai dan memosisikan penelitian ekoleksikal bahasa Lio, Flores.

Penelitian Mbete dkk. (2007) bertajuk “Ungkapan-Ungkapan Verbal Etnik Lio yang Berfunsi Melestarikan Lingkungan”, harus diakui sebagai salah satu sumber inspirasi untuk melanjutkan penelitian ini. Demikian pula penelitian Mbete (1992)


(13)

13

tentang “Fungsi Bahasa Lio, Flores” membuka ruang peduli akademis yang membuka

cakrawala dan peta persoalan kebahasaan dalam perspektif sosiolinguistik.

Ungkapan-ungkapan verbal, baik berupa tuturan-tuturan parsial dalam kaitan dengan prinsip-prinsip hidup dan praktek hidup sehari-hari, mengandung makna, nilai, dan pesan-pesan adicita (ideology). Di antaranya adalah ungkapan verbal yang menekankan pentingnya kebersamaan, kekompakan, dan kesatuan dalam kehidupan sosial. Selain demi keserasian hidup dengan sesama, keharmonisan hidup dengan sesamaa makhluk yang digolongkan sebagai lingkungan alam, secara khusus amanat pelestarian mata air, adalah fungsi-fungsi ekologis yang sangat penting. Akan tetapi, hasil kajian tersebut juga merampatkan bahwa daya makna ungkapan-ungkapan tersebut sudah tidak kuat lagi. Pemahaman dan kepatuhan sikap untuk menjaga lingkungan telah menyusut. Meskipun tidak menggunakan teori dan metode ekolinguistik, secara tematik penelitian tersebut memiliki kaitan pula dengan penelitian ini.

Merosotnya fungsi-fungsi sosial bahasa Lio dalam sejumlah ranah juga telah dideskripsikan oleh Mbete (1992). Dalam penelitiannya ditemukan menurunnya penggunaan bahasa Lio dalam sejumlah ranah pakai bahasa. Kendati telah dilakukan 23 tahun silam, generasi muda dalam guyub tutur bahasa Lio, memang sudah enggan menggunakan bahasa Lio, sudah beralih ke bahasa Indonesia.

2.2 Kerangka Konsep

Beberapa konsep operasional digunakan dalam penelitian ini.

a) Konsep fungsi. Fungsi sosial budaya bahasa adalah pola pemilihan dan penggunaan bahasa atau ragam dan variasi bahasa yang berkaitan dengan konteks situasi tatkala digunakan dalam kehidupan sosial.


(14)

14

b) Kediwibahasaan. Kedwibahasaan adalah situasi kebahasaan masyarakat, di sisi individual, ketika dalam kurun waktu yang lama dan dinamis hidup dan digunakan lebih dari dua bahasa dalam interaksi dan komunikasi verbal masyarakat.

c) Ranah (domain) pemakaian bahasa. Ranah konstelasi pemakaian bahasa konteks yang terdiri atas, tempat, situasi, dan topik yang menentukan pemilihan dan penggunaan bahasa.

d) Ragam fungsiolek. Ragam fungsiolek adalah ragam tertentu yang kontras dengan ragam lain, dan yang digunakan dalam konteks sosial budaya tertentu.

2.3 Kerangka Teori

Penelitian ini menggunakan teori sosiolinguistik kerangka teoretik yang menyandingkan sosiologi dan linguistik. Sosiolinguistik adalah bidang kajian yang interdisipliner atau lintas bidang. Kajian yang lintas bidang ini dapat dilihat secara makrososiolinguistik maupun mikrososiolinguistik (lihat Fishman, 1977; Bell, 1976). Bahasa dalam penggunaan atau pemakaiannya (language in used) selalu berdimensi sosial (lihat Fishman, 1977). Dimensi sosial yang dimaksudkan adalah siapa berbisacara dan siapa mitra tutur, di mana (yang berkaitan dengan tempat dan situasi resmi dan tidak resmi), topik-topik apa yang dituturkan atau dituliskan.

Dalam kehidupan sosial, selain faktor struktur dan sistem sosial melandasinya, ragam atau variasi bahsa memang berkaitan dengan dimensi mitra tutur (interlocutor). Mitra tutur juga sangat kompleks. Baik penutur maupun mitra tutur pasti memiliki kedudukan sosial dalam struktur sosial. Dengan demikian struktur sosial tercermin dalam penggunaan dan sosok bahasa atau variasi sosial (sosiolek) yang hadir dalam


(15)

15

konteks pertuturan atau pertulisan itu. Dengan kata lain struktur sosial berkorelasi atau ada kovariasi antara struktur sosial dan struktur bahasa (Bright, 1971).

Secara sosiolinguistik, fungsi bahasa juga berkaitan dengan atau tiada terpisahkan dari kedudukan bahasa secara sosial politik, bahkan dengan politik bahasa (language police). Politik bahasa secara nasional yang memayungi hajat hidup dan dinamika kebahasaan di suatu Negara, selalu pada pilihan politik kebahasaan yang bersifat tunggal, dalam arti lebih mengutamakan bahasa Negara dan bahasa nasional, karena menyangkut ikatan kebangsaan dan kenegaraan dalam batas-batas wilayahnya.

Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa Negara. Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia memang sangat berbeda dengan bahasa-bahasa daerah, atau bahasa-bahasa lokal. Kendati dijamin hak hidupnya oleh Negara, namun perubahan sikap dan tingkat kesetiaan pada bahasa daerah di Indonesia yang semakin meluntur, jelas memengaruhi pemakaian bahasa-bahasa daerah atau bahasa lokal. Cakupan dan ruang hidup bahasa nasional, bahasa Indonesia (lihat Halim, 1985), mulai melemahkan kedudukan fungsi bahasa daerah di habitat aslinya. Kedwibahasaan yang “bocor” dan tidak berimbang merupakan faktor-faktor yang mendasari pola pemakaian atau penggunaan bahasa-bahasa daerah dalam konteks kelokalan sekalipun.

2.4 Pendekatan

Penelitian tentang fungsi sosial budaya bahasa Lio ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik statistik sederhana. Pendekatan kuantitatif bekerja dengan menggunakan daftar tanyaan (kuesioner) yang berdasarkan ranah-ranah dan variabel sosiolinguistik. Selian itu, pendekatan kualitatif yang ditunjang pula dengan pendekatan lapangan dengan human instrument sebagai alat penjaring data, juga digunakan.


(16)

16

Penggalian pengalaman-pengalaman pribadi (personal experience) diandalkan dalam penelitian ini.

Pendekatan fungsional dalam konteks penggunaan bahasa juga digunakan dalam penelitian ini. Menurut Bell (1976), pendekatan fungsional berkaitan dengan pilh-memilih bahasa ataupun ragam bahasa dalam konteks hidup sosial dan kebudayaan tempat bahasa tertentu hadir di dalamnya. Kajian ini memang menyasari pola guyub tutur memilah dan memilih bahasa dan atau ragam bahasa tertentu sesuai dengan konteks sosial dan konteks budaya.


(17)

17 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penjaringan Data

Penelitian sosiolinguistik yang menyasari pemakaian atau penggunaan bahasa Lio, Flores ini, sebagaimana juga pendekatan yang digunakan yakni kualitatif dan fungsional, maka dalam penjaringan data kuantitatif khususnya digunakan metode

survey dan kuesioner (daftar tanyaan). Daftar tanyaan disusun berdasarkan kerangka teori, pendekatan, dan metode dalam hal ini ranah pakai dan faktor penentu pemilihan dan penggunaan bahasa dalam konteks kedwibahasaan atau juga ragam fungsional dalam bahasa tertentu.

Daftar tanyaan disebarkan kepada seratus responden yang sekitar 20 orang di antara responden itu sekaligus juga menjadi informan pemberi informasi tentang fungsi bahasa Lio khususnya. Keseratus responden itu berasal dari sejumlah lokasi dan wilayah kecamatan, khususnya kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Ende bagian Timur karena di bagian barat hidup bahasa Ende dan bahasa Nage.

Wawancara mendalam (depth interview) juga dilakukan terhadap ke-20 informan. Ke-20 informan itu terdiri atas generasi muda generasi tua dalam jumlah yang proporsional, termasuk juga keseimabngan gender dan tersebar di beberapa kecamatan yang diteliti. Wawancara mendalam berpedomankan pada kerangka masalah dan ranah-ranah pemakain bahasa Lio. Situasi lokasi yang dinamis dan relatif statis juga menjadi dasar pertimbangan. Demikian juga situasi isolasi, dalam kaitan dengan dinamika dan


(18)

18

perkembangan masyarakat bahasa Lio dengan dialek geografinya menjadi dasar penentuan lokasi dan informan serta responden.

3.2 Metode Analisi Data

Data keangkaan yang didsasarkan pada hasil isian atas daftar tanyaan diklasifikasikan sesuai dengan ranah dan variabel penelitian sosiolingusitik ini. Perhitungan sederhana atas kekerapan atau frekuensi pemilihan dan penggunaan bahasa Lio, di sisi bahasa Indonesia, dan bahasa lain, memberikan gambaran kuantitatif tentang gejala fungsi bahasa Lio dan bahasa Indonesia dalam kehidupan masyarakat.

Selainjutnya data-data keangkaan yang merepresntasikan fungsi sosial bahasa Lio dan bahasa Indonesia serta bahasa lainnya dihitung pula persentasenya dengan rentangan atau sebaran yang variatif. Sebaran kekerapan dengan persentasenya itu menggambarkan funsi sosial bahasa Lio dan bahasa Indonesia, bahkan juga bahasa-bahasa lain yang hidup dalam masyarakat Lio di Kabupaten Ende.

3.3 Metode Penyajian Hasil Analisis

Hasil kajian ini bersifat kuantitatif dengan tampilan data keangkaan dan persentase. Sajian dalam bentuk tabel memang mendominasi penyajian hasil kajian ini. Kendatipun demikian, narasi verbal kebahasaan menjadi teknik penyajian hasil yang memberikan pemaknaan atas angka-angka pula.


(19)

19 BAB IV

GUYUB TUTUR, PENGGUAAN, DAN DINAMIKA SOSIAL- BUDAYA BAHASA LIO, FLORES

4.1 Guyub Tutur Bahasa Lio

Sebelum menguiraikan ikhwal guyub tutur, paparan singkat tentang bahasa Lio disajikan dalam tulisan ini. Bahasa Lio tergolong bahasa vokalis setelah mengalami perubahan atau penanggalan konsonan protobahasa Flores (lihat Fernandes, 1995; Mbete, 1999) pada posisi akhir. Gejala apokope atau penghilangan konsonan pada akhir kata itu, secara genetis menjadi evidensi atau bukti kualitatif yang memperkuat hubungan kekerabatan erat bahasa-baahsa di Flores. BAhasa Manggarai, bahasa Ngadha, bahasa Nagekeo, bahasa Riung, bahasa Lio, bahasa Sikka, bahasa Lamaholot di Flores adalah bahasa-bahasa vokalis. Kendati ada konsonan pada akhir kata, konsonan-konsonan sengau /n, ng, r/ saja. Selanjutya, korespondensi bunyi antara bahasa Lio dan Dialek Ende tampak pada hadirnya pranasal (sebagai contoh: bahasa Lio: bebo, dialek Ende mbembo‘tidak tahu’).

Sebagaimana telah disinggung pada bab pendahuluan, khususnya pada uraian latar belakang, penelitian ini menjadikan guyub tutur bahasa Lio, menjadi sasaran utama sekaligus sumber informasi dan sumber data primer penelitian yamg ebrtajuk ekolinguistik bahasa Lio. Penutur bahasa Lio memang lebih banyak daripada bahasa atau dialek Ended dan Nage di bagian barat wilayah Kabupaten Ende. Wilayah pakai bahasa Lio pun melampau batas-batas administrasi Kabupaten Ende karena meluas hingga di dua kecamatan yang menjadi wilayah Kabupaten Sikka, Flores yakni Kecamatan Paga dan Kecamatan Mego. Tuturan Lio dan batas wilayah pakainya dengan


(20)

20

bahasa Sikka bahkan “dibelah” secara ekologis oleh bentaran Sungai dan wilayah

Nangablo di Sikka Barat.

Bahasa Lio memang tidak mengenal dan tidak memiliki tingkat-tingkat penggunaan bahasa yang diglosik yang berkontras sebagai ragam halus atau ragam tinggi dan kasar atau sosiolek dalam menata penggunaan bahasa dalam konteks hubungan sosial yang berjenjang atau hirarkis. Kendatipun demikian, bentuk hormat dengan orangtua, orang-orang tua, pemimpin, dan pejabat, termasuk tetua-tetua adat diwarnai secara suprasegmental dan sikap ragawi kinestik yang juga honorifik.

Variasi atau ragam bahasa Lio bersifat fungsional-kontekstual. Fungsi untuk menandai dan memaknai pelbagai kegiatan adat dan tradisi dalam sejumlah lini kehidupan tradisional berbasis keetnikan mengahsilkan ragam bahasa Lio yang disebut sebagai sara waga. Dalam guyub tutur bahasa Lio, juga dalam dialek Ende, dan dialek Nage di Kabupaten Ende, kata ‘bahasa’ dipadankan dengan sara. Bahasa Lio dipadankan dengan sara Lio, bahasa/dialek Ende sara Ende, bahasa/dialek Nage, sara Nage, bahasa Sikka, sara Sikka, dan seterusnya. Ini berarti konsep bahasa yang hakiki bagi guyub tutur bahasa Lio adalah makna, nilai, dan fungsi penggunaannya, atau cara berkomunikasi. Secara etnografik konsep bahasa menjadi pangkal kebermaknaannya.

Secara morfologik, sara waga dapat dijelaskan kembali dalam konteks masyarakat dan kebudayaan Lio, Flores. Ragam bahasa sehari-hari memang berbeda dengan ragam

sara waga. Sara waga sebagai salah satu ragam atau variasi fungsional berakarkan kata

wangka ‘perahu’. Leksikon wangka ‘perahu’ (PAN) adalah butir bahasa dan budaya

kebaharian para penutur bahasa-bahasa Austronesia. Sebagai elemen budaya kebaharian

leksikon wangka ‘perahu’ atau sejenisnya memang menuntut keseimbangan agar tidak


(21)

21

memang berpakemkan kesepadanan makna, pengualangan yang pada hakikatnya bermakna maksud yang sama. Sebagai contoh dapat disimak sara waga berikut ini.

Boka ngere (k)hi ‘merebah bagai ilalang’

bere ngere ae ‘mengalir bagai air’

Ungkapan tersebut bermakna budaya yakni warga guyub tutur bahasa Lio harus

serempak “jatuh merebah bersama atau kompak ibarat alang-alang yang diterpa angin kencang puting beliung. Kekompakan itu juga ibarat air yang cepat mengalir begitu saja, lancer dan tanoa dalih bagaikan air yang cepat mengalir kencang di kali yang terjal sebagaimana tersirat dalam bere ngere ae. Ungkapan verbal yang padat dan sarat makna dan nilai tradisi etnik Lio itu, adalah ccontoh bentuk paralelisme semantic sebagai varian atau ragam fungsional dalam adat dan budaya etnik Lio.

Sesuai dengan pola strukturnya yang menggunalan pakem kesepadanan makna (semantic parallelism) sebagaimana pola penggunaan bahasa dalam konteks vudaya dan aneka ritual yang ada di sejumlah guyub etnik di Nusa Tenggara Timur khususnya (Fox, 2000), dan Indonesia bagian tengah dan timur umumnya. Hal ini dapat dibandinglan dengan pola dan pakem berpantun pada etnik-etnik Melayu, Minang, Aceh, Lampung, dan sebagainya. Sara waga masih hidup dan berfungsi. Dikaitkan dengan seni berbahasa atau sastra, dapat dikatakan bahwa sara waga adalah sastra lisan atau tradisi lisan yang indah dalam konteks penggunaan bahasa Lio dalam kehidupan sosialbudaya

sebagai “rumah atau istana tempat bahasa Lio hidup”. Sara waga memang menjadikan semua ritual adat dalam siklus hidup manusia dan perladangan sebagai basis dan rumah makna kultural bahasa Lio, sebagaimana juga bahasa-bahasa lokal lainnya.

Seni berbicara atau cara berkomunikasi verbal dengan pola kesepadanan makna maksud itu dtemukan secara kontekstual dalam kehidupan masyarakat khususnya dalam


(22)

22

kegiatan adat dan budaya. Dalam rangkaian pernikahan, sejak pranikah dengan tahapan

tu ngawu ‘belis’ dan wuru mana ‘ikatan kekerabatan’ sara waga selalu digunakan secara fungsional. Patut dijelaskan pula bahwa tidak banyak orang atau warga guyub tutur bahasa Lio berusia tua yang mahir berbahasa sara waga. Hanya segelintir penutur tua tertentu, yang karena bakat berbahasa Lo sara waga sajalah yang mahir menggunakannya. Keterampilan itu dimiliki secara otodidak. Penutur yang mahir berbahasa sara waga itulah yang umumnya dijadikan sebagai juru bicara dalam pelbagai upacara adat dan tradisi yang dicontohkan di atas.

4.2Lingkungan Hidup yang Natural, Kultural, dan Sosial

Bahasa, budaya, masyarakat, dan tentunya ruang atau tempat bahasa, budaya, masyarakat memanfaatkannya untuk hidup, mengalami perubahan mengiringi perjalanan waktu. Dimensi ruang dengan segala isinya, termasuk manusia dengan kebudayaan dan bahasanya, semuanya mengalami perubahan kendati dengan irama dan cakupan yang sangat beragam. Sudah tentu perubahan ruang atau lingkungan alam, yang di dalamnya juga bersisi manusia, masyarakat, dan kebudayaannya itu, senantiasa berubah. Perubahan lingkungan hidup yang alamiah yang dikarenakan oleh bencana alam (gempa bumi vulkanis dan tekntonis, tsunami, longsor, kekeringan, berdampak pada kondisi lingkungan dan manusia di dalamnya.

Sebagaimana halnya di belahan Bumi dan di pelbagai pelosok Tanah Air, Pulau Flores umumnya dan daerah Kabupaten Ende khususnya adalah lingkungan ragawi yang secara nisbih memiliki kesamaan topografi. Gunung-gemunung dan bukit-bebukitan dengan lembah yang curam adalah wajah yang sangat menonjol wilayah negeri ini. Sebagai pembanding, Pulau Sumba dan Pulau Timor memang


(23)

bergunung-23

gunung dan berbukit-bukit namun tidaklah “sekaya dan sepadat” alam Pulau Flores, dan Kabupaten Endeh khususnya. Dataran rendah sangat sedikit. Bebukitan dan gemunung yang kaya itu pula ruang (space) untuk hidup manusia khususnya menjadi lebih banyak. Folres saja memiliki lebih dari tujuh gunung berapi selain puluhan gunung tidak berapi. Sebagai wilayah dengan kekayaan gunung berapi yang cukup banyak, ada di setiap kabupaten, daratan Flores dengan curah hujan selama empat bulan, Desember-Maret, secara umum cukup subur. Aneka jenis atau spesies tumbuhan dan hewan ada di wilayah ini. Demikian pula, Flores yang dikelilingi dengan laut dan selat, perairan yang ada di sekitarnya menyimpak kekayaan ikan dan binatang laut. Baik darat maupun lautan, Pulau Flores, termasuk wilayah Kabupaten Ende yang menjadi tempat hidup bahasa Lio dengan kebudayaan dan masyarakatnya, memiliki kekayaan sumber daya alam darat dan laut yang memadai. Dengan demikian, relasi para warga guyub tutur bahasa-bahasa lokal di Flores berinteraksi dan berelasi dengan aneka fauna dang flora, selain dengan segi-segi topografi Flores. Pemahaman dan pengetahuan mereka tentang pelbagai entitas yang di sekitar mereka diberi nama. Secara khusus nama-nama gunung dan lembah-lembah yang unik, demikian juga nama pantai dan muara, diberi nama.

Sebagai bangsa yang pada mula dan muasalnya adalah bangsa pelaut, budaya kebaharian sesungguhnya cukup kuat melekat dan masih tetap hidup hingga setakat ini khususnya di kalangan masyarakat pesisir, sebagai contoh betapa hebatnya masyarakat Lamalera, Lembata menguasai alam laut dengan budaya kebaharian mereka yang sudah terkenal di seluruh dunia. Ketangkasan menangka sang raja laut, Ikan Paus, adalah prestasi yang menjadi ikon para guyub tutur bahsa dan budaya Lamalera. Ritual yang mengantar dan menopang kekuatan adalah kekuatan untuk “menguasai” ikan paus dan lingkungan lautan yang ganas.


(24)

24

4.3 Dinamika Lingkungan, Sosial Budaya, dan Bahasa

Perubahan lingkungan, baik alam maupun kebudayaan, termasuk situasi kebahasaan memang menandai dinamika kehidupan yang ada di Indonesia, di Pulau Flores, dan di Kabupaten Ende. Secara umum, alam yang pada beberapa tahun silam lebih didominasi oleh kehijauan alamiah, di sisi kegersangan yang alamiah pula, kini mulai berubah. Jikalau masa lalu kehijauan didominasi oleh tumbuhan tropis dengan vegetasinya yang beraneka ragam dan yang endemis, sejak beberapa puluh tahun silam sudah mengalami perubahan yang cukup bermakna. Tanaman kemiri adalah tanaman yang terwaris sejak lama, pada era tahun 70an bertambah banyak melalui budidaya masal. Lebih “dahsyat” lagi. Tanaman perdagangan cengkeh dan kakao telah mengubah banyak lahan, yang semula dihuni oleh tanaman padi ladang, jagung, umbi-umbian, dan sebagainya, kini justru telah didominasi oleh cengkeh dan kakao, di sisi tanaman baru seperti durian, salak, dan sebagainya.

Perubahan lingkungan patut dijadikan pertimbangan dan kajian. Bahasa hanya hidup dengan dan dalam lingkungan masyarakat pemilik bahasa, Bahasa juga hanya hidup dalam kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Selain itu bahasa juga hidup dengan dan dalam lingkungan alam kendati hanya dapat ditelusuri melalui leksikon (Haugen, 1992). Akan tetapi karena bahasa adalah representasi tentang dunia yang terekam secara verbal dan dalam sistem leksikon bahkan juga penggunaan bahasa (green grammar) merupakan representasi hubungan antra manusia dan lingkungan, baik hubungan yang mendukung kelestarian lingkungan, maupun sebaliknya hubungan yang justru merusak keharmonisan di suatu lingkungan alam dan manusia.


(25)

25 BAB V

PENGGUNAAN BAHASA LIO DAN BAHASA LAIN DALAM KONTEKS SOSIALBUDAYA MASYARAKATNYA

5.1 Gambaran Singkat tentang Bahasa Lio

Sebelum membahas tentang fungsi bahasa Lio khususnya sosial budaya suku Lio, sedikit paparan tentang gambaran umum suku Lio, termasuk masyarakat, bahasa, dan budaya suku Lio.

Seperti yang disebutkan pada bab pendahuluan, bahasa Lio adalah salah satu bahasa daerah di Flores, Nusa Tengggara Timur dengan jumlah penutur lebih dari dua ratus ribu orang. Menyinggung sistem fonem bahasa Lio, bahasa Lio memiliki enam vokal yang menempati posisi tertentu dalam pembentukan kata, yaitu i, u, e, o, a, dan e (schwa). Adapun penempatan yang dimaksud adalah semua vokal berdistribusi lengkap, dapat muncul di awal, tengah, dan akhir, kecuali vokal e (schwa) yang dapat muncul di awal dan tengah saja (Mbete, 1992:23). Bahasa Lio memiliki dua puluh tiga konsonan yaitu p, t, k, b, bh, mb, d, dh, nd, g, gh, ng, n, q, l, r, m, n, j, h, f, s, dan semivokal w.

Selain paparan singkat tentang sistem fonologi, sistem morfologi juga dipaparkan dengan beberapa contoh yang diperoleh dari wawancara dengan informan sebagai data penelitian ini. Bahasa Lio memiliki afiks yang terbatas bahkan hanya dua prefiks dan dua sufiks yang dimiliki bahasa Lio yaitu ola- dan sa- untuk prefiks, lalu ada ke- dan se- untuk sufiks (Mbete, 1992:24). Dalam bahasa Lio ditemukan kata yang merupakan hasil dari pemajemukan seperti jujuena ‘sejenis nama ikan yang hidup di pasir’, dilihat dari kata pembentuk juju merupakan verba yang bermakna masuk ke


(26)

26

pasir, dan ena adalah nomina yang bermakna pasir, ketika digabungkan jujuena berarti ikan yang hidup di dalam pasir di laut dalam.

Demikian paparan singkat tentang sistem kebahasaan bahasa Lio, berikut paparan tetang masyarakat Lio. Mata pencaharian masyarakat Lio didominasi oleh petani yang mengandalkan ladang berpindah sebagai tempat mencari penghasilan. Mata pencaharian orang Lio ini berkaitan dengan adat orang Lio sehingga banyak juga ritual-ritual adat yang berkaitan dengan perladangan seperti ritual-ritual sebelum tanam, saat tanam, dan pasca tanam. Masyarakat Lio dapat disebut sebagai masyarakat Lio dan uniknya kepemilikan tanah di lingkungan hidup masyarakat Lio memiliki struktur dan masih ada sampai sekarang. Struktur kepemilikan tanah bukan hanya simbol pemilik tanah melainkan memiliki peranan yang sangat penting pada hal-hal yang berkaitan dengan ritual adat untuk perladangan seperti pemilihan waktu tanam yang diputuskan oleh pemimpin adat. Adapun struktur kepemilikan tanah tersebut yaitu ria bewa ‘penguasa

tertinggi tanah-tanah adat’ yang membawahi mosalaki-mosalaki ‘tuan tanah setempat’,

didukung staf yang disebut tukesani yang juga pemilik tanah, dan tingkat paling bawah yang merupakan anggota keluarga disebut Ajiana (Mbete, 1992:29).

Sedikit tentang kebudayaan masyarakat Lio dipaparkan melalui pesta adat tahunan tentang siklus pertanian tradisional yang dimaksudkan untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas keberhasilan panen selama setahun. Setiap wilayah Lio memiliki sebutan pesta tahunan yang berbeda misalnya di Lio Timur disebut mbana, di Lio Selatan disebut pesta Jokaju. Seperti yang telah disebutkan, pesta ini bertujuan untuk mengucapkan rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas keberhasilan panen selama setahun dan pelaksanaan pesta ini dengan memberikan makanan pada warga, termasuk peserta tari yang ikut memeriahkan pesta syukuran ini.


(27)

27

5.2 Ranah-Ranah Penggunaan Bahasa Lio dan Bahasa Lain

Pada bab ini dipaparkan data dan kajian atas angka-angka keangkaan yang merepresentasikan kekerapan pemakain bahasa Lio dan juga bahasa Indonesia serta bahssa-bahasa lain yang hidup dalam masyarakat Lio, di Kabupaten Ende. Paparan ini bermula dari ranah rumah tangga atau ranah keluarga. Ranah keluarga diuraikan lebih awal dengan dua pertimbangan teoretis dan empirik yang perlu diuraikan. Secara teoretis, ranah keluarga adalah ranah paling awal, perdana, dan utama dalam pembelajaran dan penggunaan bahasa. Secara empirik, ranah keluarga atau ranah rumahtangga adalah benteng utama keberadaan dan kehidupan, bahkan kelanjutan atau kelestarian bahasa Lio, seperti juga bahasa-bahasa lokal lainnya, di tengah perkembangan bahasa Indonesia, dan berdimensi sosial dengan bahasa-bahasa asing lainnya.

Ranah-ranah lainnya yang menyusuli ranah keluarga adalah ranah hubungan dalam komunikasi verbal. Seperti diuraikan di atas, bahasa yang digunakan selalu berdimensi sosial, apalagi penggunaan bahasa secara lisan. Relasi sosial sangat menentukan pilihan dan penggunaan bahasa atau ragam bahasa yang digunakan. Ranah dan variabel hubungan sosial secara umum dapat dipilah. Dalam konteks hubungan social ini, gejala sosial memilahnya, mulai dari mitra tutur yang tidak dikenal, dikenal, sangat dikenal, bahkan ada mitra tutur yang sangat akrab dan sangat intim. Dimensi ini jelas menentukan juga pilihan dan penggunaan bahasa, walau tetap memperhitungkan juga repertoar kebahasaan mitra tutur.

Ranah adat merupakan faktor yang sangat menentukan juga pilihan dan pemakaian bahasa Lio, bahasa lain, khususnya bahasa Indonesia. Patut diingat bahwa ranah adat istiadat dalam kehidupan masyarakat tradisional adalah pilar utama


(28)

28

kehidupan dan fungsi bahasa Lio. Telah disinggung di atas, bahwa bahasa Lio sudah lebih dahulu hidup dan berperan dalam kehidupan tradisional etnik Lio, bahkan sudah berabad-abad. Dibandingkan dengan bahasa Indonesia bahasa Lio telah lama menjadi bagian inti dari etnik Lio, menjadi elemen inti dari kebudayaan Lio, dan menjadi sarana komunikasi dan penyikat rasa keetnikan Orang Lio.

Ranah agama juga menempati tempat tersendiri dalam kehidupan masyarakat Lio. Sesungguhnya ranah agama termasuk pula ranah agama suku atau agama asli. Sebab sebelum masuknya agama Katolik dan Islam di Kabupaten Ende, termasuk di daerah pakai bahasa Lio, agama asli Orang Lio juga diwahanai oleh bahasa Lio dalam pelbagai kegiatan ritualnya. Dalam kehidupan agama Katolik, Konsili Vatika, yang menghimbau lembaga gereja untuk menerima dan menggunakan bahasa lokal, termasuk bahasa Lio, memberikan peluang untuk turut berfungsi dalam kehidupan sosial religius. Selain dalam agama Katolik, kegiatan agama Islam juga menggunakan bahasa Lio. Selain bahasa Lio, bahasa Indonesia, dan secara khusus bahasa Arab, juga menjadi pilihan yang fungsional.

Ranah emosi dan pikiran juga dikaji sebagai faktor penentu pilihan dan pemakaian bahasa. Ranah emosi tentu lebih bersifat subjektif sekaligus menjadi ciri ekspresi verbal para penutur bahasa Lio. Faktor ini juga menjadi ukuran tentang tingkat

“kedalaman” bahasa Lio, bahkan juga Indonesia, dan bahasa lain yang digunakan.

Ekspresi perasaan termasuk ekspresi seni berbahasa, sedangkan faktor pikiran lebih bersifat rasional dan objektif, khususnya dalam kaitan dengan penalaran dan pemikiran.


(29)

29

5.3 Frekuensi Penggunaan Bahasa dalam Ranah-Ranah Pemakaiannya

Pada subbab ini akan dipaparkan data dan pemakanaan data mengenai frekuensi penggunaan bahasa dalam ranah-ranah pemakaiannya. Adapun ranah-ranah yang dimaksud adalah ranah keluarga, ranah hubungan, ranah adat, dan ranah agama yang dijelaskan dengan tabel dan uraiannya seperti berikut.

Tabel 1 Ranah Keluarga

BL BI LI dan IL BLain dan BI Sesama anggota keluarga di rumah 75% 4 % 20% 1%

Sesama anggota keluarga di pasar, warung, tempat keramaian, rumah kerabat

49% 18% 33% Sesama anggota keluarga di tempat ibadah 39% 19% 42% Sesama anggota keluarga di tempat formal 15% 45% 40%

Keterangan:

BL : bahasa Lio BI : bahasa Indonesia

LI : bahasa Lio+bahasa Indonesia IL : bahasa Indonesia + bahasa Lio BLain : bahasa daerah lain

Tabel di atas menunjukkan bahasa Lio memiliki peranan penting dalam komunikasi di ranah keluarga. Persentase bahasa Lio paling tinggi dipilih responden saat berkomunikasi dengan sesama anggota keluarga baik di rumah, pasar, warung, tempat keramaian, dan rumah kerabat yang tergolong tempat informal maupun kantor yang termasuk tempat formal. Para responden merasa sangat akrab dengan mitra tuturnya jika berkomunikasi menggunakan bahasa Lio.

Adanya pilihan bahasa lain yang digunakan menunjukkan situasi, tempat, dan pelibat saat berinteraksi misalnya percakapan terjadi antar anggota keluarga bertempat di rumah, responden lebih memilih menggunakan bahasa Lio karena mereka merasa nyaman, akrab, dan lebih bebas mengekspresikan ide dan perasaannya menggunakan bahasa tersebut. Berbeda dengan percakapan antar anggota keluarga di tempat formal


(30)

30

(kantor) yang memilih menggunakan bahasa Indonesia karena para responden menyadari situasi formal di tempat tersebut. Selain itu, para responden juga mengatakan pesan yang ingin disampaikan lebih mudah dimengerti saat berbahasa Indonesia dengan orang luar di tempat formal. Hal itu menunjukkan bahwa bahasa Lio memiliki peranan penting sebagai alat komunikasi bahkan yang utama tetapi pada situasi yang lebih formal dan asing para esponden memilih menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Lio dan bahasa Indonesia.

Fenomena lain yang diketahui adalah adanya bahasa daerah lain yaitu bahasa Jawa yang digunakan pada ranah keluarga. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya pendatang dari suku lain khususnya Jawa yang menetap di Flores Timur. Presentasenya tergolong kecil tetapi sudah dapat menunjukkan bahwa keberagaman bahasa mulai muncul di lingkungan guyub tutur Lio.

Pada ranah keluarga ditemukan juga fakta bahwa sarana utama dalam berkomunikasi antaranggota keluarga bukanlah hanya bahasa Lio, melainkan bahasa Lio dan bahasa Indonesia bahkan bahasa Indonesia saja saat membicarakan topik tertentu, dalam hal ini pendidikan. Hal tersebut ditunjukkan respon responden terhadap kuesioner yang diberikan, berikut tabel persentase dan uraiannya.

Tabel 2 Pemakaian Bahasa Lain dalam Ranah Keluarga

BL BI BL dan BI BLain dan BI Membicarakan pendidikan pada anak 25% 42% 33%

Pilihan bahasa pengajar mengajar

TK-SD 4% 51% 45% Pilihan bahasa pengajar mengajar di

tingkat SLTP ke atas 4% 87% 8% 1% Keterangan:

BL : bahasa Lio BI : bahasa Indonesia

LI : bahasa Lio+bahasa Indonesia IL : bahasa Indonesia + bahasa Lio


(31)

31

BLain : bahasa daerah lain

Tabel di atas menunjukkan persentase tinggi pada pilihan bahasa Indonesia (42%) diikuti dengan persentase bahasa Lio dan bahasa Indonesia (33%) saat membicarakan pendidikan dengan anak (anggota keluarga). Menurut responden pilihan bahasa Indonesia saat berkomunikasi dengan anak tentang pendidikan adalah bahasa yang cocok karena responden sebagai orang tua ingin memperkenalkan bahasa Indonesia sehingga anak tidak kesulitan mengikuti pelajaran di sekolah. Pernyataan tersebut didukung juga dengan persentase tabel di atas yang menunjukkan 51% pengajar mengajar di tingkat TK-SD dan 87% memilih bahasa Indonesia sebagai pengantar mengajar di tingkat SLTP ke atas. Selain itu, pengenalan bahasa Indonesia pada generasi muda juga penting untuk memudahkan komunikasi mereka saat berinteraksi dengan orang di luar Flores (bukan orang Lio).

Ranah Hubungan Sosial BL BI BL dan BI BLain dan BI

Berkomunikasi dengan orang yang tidak dikenal

19% 76% 5% Berkomunikasi dengan orang dikenal/akrab 49% 8% 33% Orang lebih tua dikenal 51% 13% 36% Orang lebih tua tidak dikenal/akrab 32% 57% 11% Keterangan:

BL : bahasa Lio BI : bahasa Indonesia

LI : bahasa Lio+bahasa Indonesia IL : bahasa Indonesia + bahasa Lio BLain : bahasa daerah lain

Tabel di atas menunjukkan penggunaan bahasa Indonesia hampir sebanding bahkan mengungguli bahasa Lio. Hal itu terjadi karena latar belakang kedekatan penutur dengan mitra tutur serta umur mitra tutur yang sangat penting dalam pemilihan bahasa pada ranah hubungan. Presentase sebesar 76% untuk bahasa Indonesia sebagai


(32)

32

pilihan penutur yang berkomunikasi dengan orang yang tidak dikenal, begitu juga presentase pilihan bahasa Indonesia oleh penutur saat berbicara dengan orang lebih tua dan tidak dikenal sebesar 57% menunjukkan bahwa kedekatan hubungan antara penutur dan mitra tutur sangat berpengaruh pada pilihan bahasa yang digunakan dalam ranah hubungan. Selaras dengan persentase pilihan bahasa Indonesia saat berkomunikasi dengan orang yang lebih tua dan tidak dikenal/akrab, persentase pilihan bahasa Lio 49% saat berkomunikasi dengan orang yang dikenal dan 51% saat berkomunikasi dengan orang yang lebih tua dan dikenal/akrab.

Adanya presentase yang cukup besar (33%) pada bahasa Lio dan bahasa Indonesia/bahasa Indonesia dan bahasa Lio digunakan untuk mitra tutur yang dikenal dan lebih tua usianya. Orang Lio sangat menghormati tetua mereka dan bahasa Lio dirasa mewakili rasa hormat tersebut selain juga rasa persaudaraan sehingga bahasa Lio dipilih sebagai sarana komunikasi dengan mitra tutur yang lebih tua dan dikenal, tetapi kehadiran bahasa Indonesia yang menyebabkan percampuran bahasa yang digunakan penutur disebabkan oleh keadaan penutur yang mengharuskan penutur merantau mengemban pendidikan atau bekerja sehingga bahasa Lio yang digunakan sudah bercampur dengan bahasa Indonesia.

1. Ranah Adat

BL BI BL dan BI BLain dan BI Membicarakan urusan pernikahan

(Wurumana)

86% 4 % 10% Membicarakan urusan ritual perladangan

(Nggua bapu)

92 % 2% 6% Saat menyelesaikan sengketa tanah

(perselisihan adat)

87% 5% 8% Upacara memohon restu (Pati Ka) 92% 6% 2% Keterangan:

BL : bahasa Lio BI : bahasa Indonesia


(33)

33

IL : bahasa Indonesia + bahasa Lio BLain : bahasa daerah lain

Menurut persentase tabel penggunaan bahasa pada ranah Adat menunjukkan bahwa persentase tertinggi dimiliki bahasa Lio. Guyub tutur Lio memilih menggunakan bahasa Lio saat melaksanakan ritual adat ataupun berkomunikasi dengan tokoh adat misalnya mosalaki ‘tuan tanah’ dan riabewa ‘kepala dari semua tuan tanah’. Secara

umum komunikasi pada ranah adat menggunakan bahasa Lio. Adapun situasi yang melibatkan penutur menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Lio dan bahasa Indonesia yaitu saat generasi muda berkomunikasi dengan tokoh adat berusia relatif muda.

2. Ranah Agama

BL BI BL dan BI BA BA dan BI Saat berdoa sendiri 9% 43% 19% 1 28% Saat berdoa bersama di tempat

ibadah 2% 46% 23% 1 28% Saat melaksanakan kegiatan

keagamaan 5% 44% 22% 29% Keterangan:

BL : bahasa Lio BI : bahasa Indonesia

LI : bahasa Lio+bahasa Indonesia IL : bahasa Indonesia + bahasa Lio BLain : bahasa daerah lain

BA : bahasa Arab

BA dan BI : bahasa Arab dan bahasa Indonesia

Tabel di atas menunjukkan hal yang berbeda dengan ranah adat dalam pemilihan bahasa. Seperti yang dipaparkan bahasa Lio menjadi sarana utama untuk berkomunikasi pada ranah adat, tetapi pada ranah agama responden memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa utama untuk berkomunikasi dengan presentase 43% - 46%. Para responden yang memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa utama saat berdoa adalah para responden


(34)

34

yang beragama Katolik karena doa-doa mereka lebih dominan berbahasa Indonesia, sedangkan responden sebanyak 28% - 29% yang memilih bahasa Arab merupakan responden beragama islam karena doa-doa mereka menggunakan bahasa Arab. Pilihan bahasa pada ranah agama ini tidak berhubungan dengan pilihan bahasa mereka ketika berkomunikasi sekadar saling tegur sapa atau membicarakan kehidupan sehari-hari dengan orang Lio lainnya. Itu berarti orang Lio tetap menggunakan bahasa Lio sebagai sarana utama dengan orang Lio lainnya tetapi orang Lio memilih bahasa Indonesia dan bahasa Arab sebagai sarana komunikasi utama pada ranah agama saja.

3. Ranah Emosi dan Pikiran

BL BI BL dan BI Untuk mengungkapkan perasaan Anda (senang, sedih,

kesal, marah, susah) 73% 7% 20% Untuk menyatakan ide atau buah pikiran Anda ketika

berbicara tentang adat istiadat Lio, misalkan tentang urusan pernikahan (Wurumana)

81% 9% 10%

Untuk menyatakan ide atau buah pikiran Anda tentang

perladangan dan upacara (nggua bapu) 77% 8% 17% saat marah dan mencaci maki orang lain (Noka-woro),

bahasa apa yang digunakan 76% 4% 20% bertukar pikiran tentang masalah keluarga, kesulitan

ekonomi dengan istri/suami/saudara Anda 78% 6% 14%

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa persentase pilihan bahasa Lio paling tinggi (73% - 81%) pada setiap pertanyaan pada kuesioner yang berkaitan dengan penyampaian emosi dan pikiran secara verbal. Orang Lio lebih memilih bahasa Lio untuk mengungkapkan perasaannya seperti marah, susah, sedih, senang, kesal, dan mengajukan ide/buah pikirannya terlebih berkaitan dengan adat karena bahasa Lio dapat mewakili apa yang mereka rasakan dan pikirkan. Bahasa daerah, bahasa Lio khususnya, memiliki makna dan rasa yang dalam, dekat, menyatu dengan orang Lio sehingga pengungkapan perasaan dan pikiran orang Lio tidak pas jika diungkapkan dengan bahasa lain selain bahasa Lio.


(35)

35 BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan data dan analisis di atas, berikut disimpulkan hasil penelitian ini sebagai berikut.

1. Dalam kehidupan keluarga, dan ketetanggaan bahasa Lio masih berfungsi dan berperan sangat penting. Bahasa Lio memiliki kekerapan pemakaian yang sangat tinggi. Dengan demikian, dalam ranah keluarga dan kehidupan bertetangga, bahasa lio masih tetap bertahan hidup. Dengan kata lain, keluarga sebagai benteng terakhir kehidupan bahasa Lio, seperti juga bahasa-bahasa daerah lain, merupakan jaminan kebertahanan bahasa Lio.

2. Dalam ranah hubungan, masyarakat Lio memilih bahasa Lio sebagai sarana utama untuk berkomunikasi terutama dengan orang yang lebih tua dan akrab. Sedangkan, untuk orang yang lebih tua dan tidak dikenal, masyarakat Lio lebih memilih menggunakan bahasa Lio dan Indonesia, atau bahasa Indonesia saja. 3. Dalam ranah adat, bahasa Lio masih menjadi bahasa utama sebagai sarana

komunikasi, karena adanya kehadiran pemimpin adat, seperti riabewa dan

mosalaki yang sangat dihormati.

4. Dalam ranah agama, bahasa yang lebih banyak dipilih adalah bahasa Indonesia, karena doa-doa masyarakat Lio yang beragama Katolik lebih banyak berbahasa Indonesia dan urutan kedua adalah bahasa Arab, karena doa-doa masyarakat Lio yang beragama Islam berbahasa Arab.


(36)

36

6.2 Saran

Berdasarkan fakta dan temuan Sosiolinguistik tentang fungsi bahasa Lio yang sudah mulai menyusut pada ranah-ranah sosial di atas, berikut disampaikan pula saran-saran.

1. Perlu dilakukan kajian yang lebih dalam dan lebih luas cakupan fungsi sosial budaya bahasa Lio

2. Perlu upaya pembinaan sikap positif dan pengembangan daya cipta sastra Lio di kalangan generasi muda Lio.

3. Perumusan kembali politik Bahasa Nasional yang lebih menjamin hak hidup bahasa daerah

4. Pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten diharapkan mengembangkan konsep dan strategi pembinaan dan pengembangan bahasa Lio, sesuai dengan kewenangan dalam konteks otonomi daerah.


(37)

37

DAFTAR PUSTAKA

Downes, William, 1984. ‘Knowledge of Words and Knowledge of World’ dalam William Downess 1984. Language and Society. London: Fontana paperback. Dwisusilo, Rachmad K 2008. Sosiologi Lingkungan. Jakarta: Rajawali Press.

Fill, Alwin and Peter Muhlhausler, 2001 (Eds). The Ecolinguistic Reader: Language, Ecology, and Environment. London and New York: Continuum.

Graddol, David 2011 (Ed.) Applied Linguistics for the 21st Century. AILA Review 14.E-book. Copies from http://www.english.co.uk.

Halliday, M.A.K 1978 ‘Language and Sosial Man, Language and Environment’ dalam

Halliday, M.A.K Language as Sosial Semiotic: The Sosial Interpretation of Language and Meaning. London: Edward Arnold.

Halliday, M.A. K 2001 ‘Ecocritisism of the Language System’ dalam Fill and Peter

Muhlhausler (eds) 2001. The Ecolinguistics Reader. Language, Ecology, and Environment. London and New York: Continuum.

Haugen, Einar 1972. The Ecology of Language. Stanford, CA: Standford University Press.

Keraf, Sony 2002. Et ika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Keraf, Sonny 2014. Filsafat Lingkungan Hidup. ALam sebagai Sebuah SIstem Kehidupan. Yogyakarta: Kanisius.

Lindo, Anna Vibeke & Jeppe Bundsgaard (eds), 2000. Dialectical Ecolinguistics. Three Essays for The Symposium 30 Years of Language and Eolology in Graz December 2000. Odense: University of Odense. Research Group for Ecology, Language & Ideology Nurdin Institut.

Mbete, Aron Meko 2008. ‘Ekolinguistik: Perspektif Kelinguistikan yang Prospektif’.

Bahan Matrikulasi Program Magister dan Doktor Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana 2008.

Mbete, Aron Meko. 2013 Penuntun Ringkas Penulisan Proposal Penelitian Ekolinguistik. Denpasar: Diva

Mufwene, Salikoko S. 2004. The Ecology of Language Evolution. Cambridge: Cambridge Universiy Press.

Phillipson, Robert & Tove Skutnabb-Kangas 2001. “A Human Rights Perspective on

Language Ecology” dalam Angela Creese, Peter Martin & Nancy Homberger

(Eds.) in volume 9 Ecology of Language.

Preziosi, Donald 1984. ‘Relations between Environmental and Linguistic Structure’

dalam Fawcett et. al (Eds) 1984. The Semiotics of Culture and Language. London: Frances Pinter

Swadesh, Morris dalam Sherzer, Joel (ed). 1972. The Origin and Diversification of Language. London: Routledge & Kegan Paul.

Verhaar, J. W. M. 2006. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Volosinov, V. N 1973. Marxism and The Philosophy of Language. New York: Seminar Press.


(38)

38

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1: INSTRUMEN PENELITIAN

KUISIONER A. Petunjuk Umum

Kuisioner ini digunakan untuk menjaring data yang berkaitan dengan fungsi dan kedudukan bahasa Lio dalam kehidupan sehari-hari para penuturnya. Untuk mendapatkan data yang akurat, para responden dimohon untuk menjawab semua pertanyaan sesuai dengan kenyataan yang ada.

B. Petunjuk Khusus

Mohon para responden memilih salah satu jawaban yang telah disediakan dengan melingkari nomor jawaban yang dipilih, dan apabila pilihan tidak sesuai dengan jawaban yang sebenarnya, silakan diisi sendiri!

C. Identitas Responden

1. Nama : ... 2. Jenis Kelamin : ... 3. Umur : ... 4. Status : Menikah/belum menikah

5. Pendidikan : ... 6. Pekerjaan : ... 7. Alamat : ... 8. Daerah Asal : ...

1. Bahasa yang Anda kuasai sampai saat ini adalah: a. bahasa Lio saja

b. bahasa Lio dan bahasa Indonesia c. bahasa Indonesia saja

d. bahasa Lio, bahasa Indonesia, dan bahasa asing (Inggris) e. ... 2. Apabila Anda berkomunikasi di dalam rumah tangga dengan

sesama anggota keluarga, bahasa yang digunakan adalah: a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan bahasa Indonesia d. ... Alasannya:

3. Apabila Anda berkomunikasi dengan anggota keluarga di luar rumah (pasar, warung, jalan, tempat keramaian, atau di rumah teman/kerabat, bahasa yang digunakan: a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia


(39)

39

d. ... Alasannya:

4. Apabila Anda berkomunikasi dengan anggota keluarga di tempat ibadah, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

5. Apabila Anda berkomunikasi dengan anggota keluarga di tempat formal (kantor), bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan bahasa Indonesia

d. ... Alasannya:

6. Apabila Anda berkomunikasi dengan orang yang belum dikenal, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ... Alasannya:

7. Apabila Anda berkomunikasi dengan orang yang sudah dikenal/akrab, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

8. Apabila Anda berkomunikasi dengan orang yang lebih tua, dan belum dikenal bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ...

Alasannya:

9. Apabila Anda berkomunikasi dengan orang yang lebih tua dan sudah dikenal, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia


(40)

40

Alasannya:

10. Apabila Anda berkomunikasi dengan orang yang lebih muda dan belum dikenal, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan bahasa Indonesia d. ... Alasannya:

11. Apabila Anda berkomunikasi dengan orang yang lebih muda dan sudah dikenal, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

12. Apabila Anda berbicara dengan orang yang berbeda jenis kelamin (laki-laki dengan perempuan), bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ... Alasannya:

13. Untuk mengungkapkan perasaan Anda (senang, sedih, kesal, marah, susah), bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

14. Untuk menyatakan ide atau buah pikiran Anda ketika berbicara

tentang ada istiadat, misalkan tentang urusan pernikahan, bahasa yang digunakan: a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

15. Untuk menyatakan ide atau buah pikiran Anda tentang kegiatan khusus yang berkaitan dengan kelautan dan upacara, bahasa apa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:


(41)

41

16. Apabila Anda menceritakan kepada orang lain/ anak Anda tentang Legenda, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

17. Apabila Anda berbicara tentang pendidikan Anak Anda, bahasa yang digunakan: a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

18. Saat menasihati Anak Anda yang akan merantau/melanjutkan pendidikan di luar Ende, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

19. Saat menyelesaikan perselisihan Adat (sengketa tanah), menurut pengamatan Anda, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

20. Saat berjualan dan berbelanja di pasar tradisional, bahasa yang digunakan: a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

21. Apabila Anda marah dan mencaci maki orang lain, bahasa apa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

22. Apabila Anda berbicara tentang prinsip-prinsip hidup dengan keluarga dan teman-teman, bahasa apa yang digunakan: a. bahasa Lio


(42)

42

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

23. Apabila Anda bertukar pikiran tentang masalah keluarga, kesulitan ekonomi dengan istri/suami/saudara Anda, bahasa yang digunakan: a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

24. Apabila anak Anda memperbincangkan/mempersoalkan kesulitan belajar dengan Anda, bahasa apa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

25. Apabila Anda berbicara dengan orang yang dihormati (pejabat, tokoh adat), bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

26. Apabila Anda berbicara dengan bos (orang kaya), bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d... Alasannya:

27. Apabila Anda berdoa sendiri, bahasa yang digunakan: a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

28. Apabila Anda berdoa bersama (berjemaah, Missa di Gereja, sholat di Masjid), bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ...


(43)

43

Alasannya:

29. Apabila Anda melaksanakan ritual adat, bahasa yang digunakan: a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

30. Apabila Anda melaksanakan ibadah keagamaan, berdoa, bahasa yang digunakan: a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

31. Menurut pengamatan Anda apabila guru mengajar di TK dan tingkat sekolah dasar kelas 1-6 dan, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ... Alasannya:

32. Apabila guru mengajar di tingkat SLTP ke atas, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

33. Sampai saat ini tokoh adat dan budaya daerah Ende yang ada di daerah Anda, adalah:

a. sangat banyak b. cukup banyak c. sedikit

d. ... Alasannya:

34. Jumlah penutur bahasa Lio saat ini, adalah: a. sama dengan yang dulu

b. mulai berkurang c. sangat sedikit

d. ... Alasannya:

35. Gengsi atau martabat Anda akan bertambah bila menggunakan bahasa:


(44)

44

a. Lio

b. bahasa Indonesia c. Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

36. Apabila di daerah Anda ada seseorang yang sangat mahir dan menguasai bahasa Lio, sikap masyarakat:

a. sangat menghormati b. biasa saja

c. tidak dihormati d. ... Alasannya:

37. Pada suatu saat, bahasa Lio diramalkan dapat “hilang atau punah”, sikap Anda: a. biasa saja

b. menyesali/sedih c. mensyukuri

d. Tidak masalah e. ... Alasannya:

38. Desakan bahasa Indonesia terhadap bahasa daerah Lio sangat kuat, sikap Anda: a. pesimis, karena bahasa Lio akan punah

b. optimis, bahasa Lio tidak akan punah c. biasa saja

d. ... Alasannya:

39. Jika Anda setuju ingin melestarikan bahasa Lio, usaha yang dilakukan: a. tetap menjadikan bahasa Lio bahasa pertama /ibu

b. membiarkan bahasa Lio bersaing dengan bahasa Indonesia c. mempertahankan ranah pemakaian bahasa Lio

d. mengajarkan bahasa Lio di sekolah e... Alasannya:

40. Supaya bahasa Lio tetap ajeg, lestari, bertahan, salah satu langkah di bawah ini dianggap tepat:

a. melibatkan pemerintah melalui kebijakan b. melarang pemakaian bahasa, selain bahasa Lio

c. senantiasa menjadikan bahasa Lio sebagai bahasa pertama d ... Alasannya:


(45)

45


(1)

40 Alasannya:

10. Apabila Anda berkomunikasi dengan orang yang lebih muda dan belum dikenal, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan bahasa Indonesia d. ... Alasannya:

11. Apabila Anda berkomunikasi dengan orang yang lebih muda dan sudah dikenal, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

12. Apabila Anda berbicara dengan orang yang berbeda jenis kelamin (laki-laki dengan perempuan), bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ... Alasannya:

13. Untuk mengungkapkan perasaan Anda (senang, sedih, kesal, marah, susah), bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

14. Untuk menyatakan ide atau buah pikiran Anda ketika berbicara

tentang ada istiadat, misalkan tentang urusan pernikahan, bahasa yang digunakan: a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

15. Untuk menyatakan ide atau buah pikiran Anda tentang kegiatan khusus yang berkaitan dengan kelautan dan upacara, bahasa apa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:


(2)

41

16. Apabila Anda menceritakan kepada orang lain/ anak Anda tentang Legenda, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

17. Apabila Anda berbicara tentang pendidikan Anak Anda, bahasa yang digunakan: a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

18. Saat menasihati Anak Anda yang akan merantau/melanjutkan pendidikan di luar Ende, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

19. Saat menyelesaikan perselisihan Adat (sengketa tanah), menurut pengamatan Anda, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

20. Saat berjualan dan berbelanja di pasar tradisional, bahasa yang digunakan: a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

21. Apabila Anda marah dan mencaci maki orang lain, bahasa apa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

22. Apabila Anda berbicara tentang prinsip-prinsip hidup dengan keluarga dan teman-teman, bahasa apa yang digunakan: a. bahasa Lio


(3)

42 c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ... Alasannya:

23. Apabila Anda bertukar pikiran tentang masalah keluarga, kesulitan ekonomi dengan istri/suami/saudara Anda, bahasa yang digunakan: a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

24. Apabila anak Anda memperbincangkan/mempersoalkan kesulitan belajar dengan Anda, bahasa apa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

25. Apabila Anda berbicara dengan orang yang dihormati (pejabat, tokoh adat), bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

26. Apabila Anda berbicara dengan bos (orang kaya), bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d... Alasannya:

27. Apabila Anda berdoa sendiri, bahasa yang digunakan: a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

28. Apabila Anda berdoa bersama (berjemaah, Missa di Gereja, sholat di Masjid), bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ...


(4)

43 Alasannya:

29. Apabila Anda melaksanakan ritual adat, bahasa yang digunakan: a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

30. Apabila Anda melaksanakan ibadah keagamaan, berdoa, bahasa yang digunakan: a. bahasa Lio

b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

31. Menurut pengamatan Anda apabila guru mengajar di TK dan tingkat sekolah dasar kelas 1-6 dan, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia

d. ... Alasannya:

32. Apabila guru mengajar di tingkat SLTP ke atas, bahasa yang digunakan:

a. bahasa Lio b. bahasa Indonesia

c. bahasa Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

33. Sampai saat ini tokoh adat dan budaya daerah Ende yang ada di daerah Anda, adalah:

a. sangat banyak b. cukup banyak c. sedikit

d. ... Alasannya:

34. Jumlah penutur bahasa Lio saat ini, adalah: a. sama dengan yang dulu

b. mulai berkurang c. sangat sedikit

d. ... Alasannya:

35. Gengsi atau martabat Anda akan bertambah bila menggunakan bahasa:


(5)

44 a. Lio

b. bahasa Indonesia c. Lio dan Indonesia d. ... Alasannya:

36. Apabila di daerah Anda ada seseorang yang sangat mahir dan menguasai bahasa Lio, sikap masyarakat:

a. sangat menghormati b. biasa saja

c. tidak dihormati d. ... Alasannya:

37. Pada suatu saat, bahasa Lio diramalkan dapat “hilang atau punah”, sikap Anda: a. biasa saja

b. menyesali/sedih c. mensyukuri

d. Tidak masalah e. ... Alasannya:

38. Desakan bahasa Indonesia terhadap bahasa daerah Lio sangat kuat, sikap Anda: a. pesimis, karena bahasa Lio akan punah

b. optimis, bahasa Lio tidak akan punah c. biasa saja

d. ... Alasannya:

39. Jika Anda setuju ingin melestarikan bahasa Lio, usaha yang dilakukan: a. tetap menjadikan bahasa Lio bahasa pertama /ibu

b. membiarkan bahasa Lio bersaing dengan bahasa Indonesia c. mempertahankan ranah pemakaian bahasa Lio

d. mengajarkan bahasa Lio di sekolah e... Alasannya:

40. Supaya bahasa Lio tetap ajeg, lestari, bertahan, salah satu langkah di bawah ini dianggap tepat:

a. melibatkan pemerintah melalui kebijakan b. melarang pemakaian bahasa, selain bahasa Lio

c. senantiasa menjadikan bahasa Lio sebagai bahasa pertama d ... Alasannya:


(6)

45 LAMPIRAN 2. TABULASI DATA