Sahabat Senandika
Yayasan Spiritia
No. 4, Maret 2003
Sahabat Senandika
Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha
Kunjungan ke Papua
Oleh Babe
Maret ini, Yuni sama saya diminta oleh
proyek AusAID untuk melanjutkan survei
tentang layanan untuk Odha dengan kunjungan
ke Papua. Kali ini, kami ditemani oleh dr.
Hendra Widjaja, yang baru mengikuti proyek
ASA dengan tanggung jawab untuk perawatan
dan dukungan klinis untuk Odha. Dr. Hendra
sebelumnya bekerja empat tahun di RS Mitra
Masyarakat di Timika, Papua.
Kami di Papua selama 16 hari, dan dalam
waktu itu, mengunjungi delepan kota (Jayapura,
Wamena, Nabire, Biak, Manokwari, Fakfak,
Kaimana dan Sorong), dua di antaranya dua kali.
Sebagian besar perjalanan kami adalah dalam
pesawat terbang Merpati yang kecil, dan yang
sering terlambat—kami sering harus lapor ke
bandara pukul 5:30, tetapi pesawat baru
berangkat pukul 9! Dari Manokwari ke Biak,
kami pakai kapal Pelni “Ceremai’—petualangan
baru!
Gambar yang kami dapat dari kunjungan
singkat ini sangat memprihatinkan. Walaupun
hanya ada sedikit orang yang mengetahui
dirinya HIV-positif, karena konseling dan tes
sukarela (VCT) praktisnya tidak tersedia,
jumlah kasus yang diketahui melalui surveilans
dan skrining donor darah adalah tinggi dan
cepat meningkat. Contohnya, di Unit Transfusi
Darah (UTD) Biak, dilaporkan empat donor
HIV-positif pada 2001, delapan pada 2002,
sedangkan sembilan (dari 236, atau hampir 4
persen) pada dua bulan pertama 2003. Walaupun
begitu, masih ada darah yang ditransfusi di
beberapa daerah tanpa skrining. Contohnya lain
di Wamena: pada 1998, surveilans menujukkan 8
persen pekerja seks dan tamunya terinfeksi HIV.
Namun belum ada surveilans lagi sejak itu. Di
Fakfak, dilaporkan 12 kasus AIDS yang dirawat
di rumah sakit, sebagian besar pada enam bulan
terakhir ini.
Kami dengar bahwa 1 persen dari penduduk
kota Sorong adalah pekerja seks. Surveilans
terhadap pekerja seks di Sorong yang dilakukan
pada Desember 2002 menunjukkan 17 persen
HIV-positif.
Di mana-mana, kami dengar bahwa tingkat
infeksi menular seksual (IMS) sangat tinggi. Di
Nabire, kami ketemu dengan seorang dokter
Perancis dari Medecin du Monde, yang baru
mulai program di daerah Puncak Jaya. Dia
laporkan bahwa IMS adalah masalah yang
cukup besar di antara masyarakat umum di
pedalaman.
Dengan transfusi darah yang mungkin tidak
aman, dan kekurangan alat suntik dan medis
lain, yang memaksakan jarum suntik dipakai
berulang kali, ada kemungkinan besar bahwa
epidemi AIDS di Papua tidak ‘kalah’ dengan
beberapa negara di Afrika sub-Sahara.
Umumnya layanan kesehatan untuk Odha di
Papua sangat buruk. Kami dengar bahwa
sebagian besar perawat di rumah sakit masih
takut menangani pasien AIDS. Setelah diagnosis,
keluarga sering kali diusulkan untuk bawa
pasien pulang untuk meninggal dunia, karena
‘AIDS tidak dapat diobati.’
Berita yang baik adalah bahwa Pemerintah
Provinsi Papua sudah menyediakan dana supaya
80 Odha dapat memperoleh obat antiretroviral
Daftar Isi
Kunjungan ke Papua
Laporan Kunjungan Penguatan Daerah
Bengkulu
Perubahan Istilah
Pertemuan Nasional Odha (PNO) III
Tes Darah Lengkap Dapat Berguna
untuk Meramalkan Kadar CD4 < 200
Skills Building ke-II
HAART Mungkin Lebih Berhasil pada
Perempuan
Terbitan Ulang Buku Kecil Spiritia ‘Hidup
dengan HIV/AIDS’
Pertemuan UNICEF
Perempuan Merangkul Kotak Kenangan
Tanya-Jawab
Tips untuk Orang dengan HIV No. 15
1
2
2
2
3
4
4
4
5
5
6
6
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
(ARV) secara gratis. Sudah ada sedkitnya dua
teman kita di Jayapura yang baru mulai
memakai ARV ini. Masalah terbesar adalah
kekurangan dokter di luar Jayapura yang siap
menatalaksanakan terapi ARV ini. Kami
membahas masalah ini di semua kota yang kami
kunjungi, dan umumnya ada sedikitnya satu
dokter yang mau terlibat dalam program ini.
Di setiap tempat yang kami kunjungi, baik
dengan kelompok petugas kesehatan, maupun
dengan kelompok pekerja seks, peran Mbak
Yuni sangat berpengaruh. Sekali lagi, ini
menunjukkan pentingnya keterlibatan Odha
dalam semua kegiatan berhubungan dengan
penanggulangan AIDS; kami harap pada
kunjungan berikut di Papua, kami dapat diikuti
oleh Odha dari Papua.
Laporan
Kunjungan
Penguatan Daerah Bengkulu
Oleh Daniel Marguari
Yayasan Spiritia melakukan kunjungan ke
Bengkulu, merupakan propinsi ke 15 yang telah
dikunjungi. Team ini berjumlah 4 orang dan
sebagian besar adalah orang HIV positif dari
Jaringan Odha Indonesia.
Bengkulu berpenduduk sekitar 2 juta orang
terbagi dalam 5 kabupaten dan telah
mempunyai 10 kasus HIV positif berdasarkan
hasil sero survey pada tahun 2001. Menurut info
seorang teman yang melakukan pendampingan,
telah mendampingi 2 odha dari Bengkulu yang
memulai ARV (1 telah meninggal).
Kita melakukan pertemuan dengan berbagai
sektor, baik lsm, dokter, rumah sakit, media
massa, IDI, KPAD, DPRD, PMI, MUI, Ormas,
jajaran pemerintahan terkait. Dari berbagi
pertemuan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Bengkulu hanya punya 1 alat tes HIV untuk
sero surveilans yang dimiliki oleh
Laboratorium Kesehatan di Dinas
Kesehatan.
2. Setidaknya dalam 2 tahun terakhir tidak ada
pihak yang melakukan penyebaran
informasi dan penyuluhan HIV/AIDS,
jikapun ada hanya dalam sekup terbatas dan
pihak yang sangat terbatas.
3. VCT tidak tersedia, dan ada beberapa orang
beresiko tinggi yang ingin di tes tetapi tak
dapat dilayani.
4. Dalam 2 tahun terakhir ada sekitar 25 orang
pengguna narkoba yang sebagian dirawat di
rumah sakit ketergantungan obat (RSKO) di
2
rumah sakit jiwa, sebagian menggunakan
putaw jarum suntik, ini menunjukkan sudah
ada komunitas pecandu di Bengkulu.
5. Lembaga Pemasyarakatan Bengkulu ada
sekitar 15 % dari 465 berlatar bekang IDU
dan kegiatan seksual sejenis juga cukup
tinggi.
6. Jajaran KPAD propinsi Bengkulu hanya
unsur birokrat dan KPAD kabupaten belum
terbentuk.
7. Belum ditemukan kasus AIDS dan belum
ada pengalaman dokter dan rumah sakit
dalam melakukan pengobatan Infeksi
Oportunistik dan obat ARV.
Perubahan Istilah
Oleh Babe
Depkes saat ini mulai membentuk pedoman
nasional perawatan, dukungan dan pengobatan
bagi Odha. Babe terlibat sebagai anggota tim
membentuk bagian pedoman tentang
pengobatan antiretroviral. Di antara anggota
lain adalah dr. Hendra, yang dulu kerja di RS
Mitra Masyarakat di Timika, Papua, dan
sekarang bertanggung jawab untk perawatan
klinis HIV di proyek ASA.
Pada pertemuan tim tersebut, kami membahas
beberapa istilah berhubungan dengan perawatan
untuk HIV. Sebagai hasil, kami sudah
memutuskan untuk mengubah istilah yang
berikut:
• ‘kadar’, dengan arti ‘count’, diganti dengan
‘jumlah’, mis. jumlah CD4, bukan kadar CD4
• ‘tiruan’, dengan arti ‘copy’, diganti dengan
‘kopi’, mis. viral load 10.000 kopi
• ‘resistansi lintang’, dengan art ‘cross resistance’,
diganti dengan ‘resistansi silang’.
Istilah baru akan dipakai dalam buku kecil dan
lembaran informasi Spiritia waktu ada terbitan
ulang.
Pertemuan Nasional Odha
(PNO) III
Pertemuan ini dilaksanakan pada triwulan I
tahun 2003. Dilaksanakan selama 4 hari penuh
dengan 50 peserta dari 23 kota dari 14 propinsi,
acara dilaksanakan di Pulau Jawa, 80% peserta
HIV positif beserta, dokter, suster, keluarga dan
aktivis.
Pertemuan ini bertujuan antara lain untuk
menyediakan suasana yang kondusif bagi odha
dari berbagai daerah untuk bertemu, bertukar
Sahabat Senandika No. 4
pikiran dan mendiskusikan masalah yang
berhubungan dengan kehidupan mereka.
Meningkatkan kesadaran dan wawasan odha
tentang situasi HIV/AIDS di Indonesia.
Meningkatkan rasa solidaritas dan memperkuat
jaringan dukungan antar odha di Indonesia.
Pada PNO II tahun 2001 telah dikeluarkan
“Asas–Asas PNO” berdasarkan keinginan dan
kesepakatan seluruh peserta yang telah
didistribusikan ke berbagai kalangan di
Indonesia. Dalam PNO III seluruh peserta
mendukung dan ingin meneruskan “Asas–Asas
PNO II” dengan melakukan beberapa
perubahan didalamnya. Hasil tersebut disepakati
bersama dengan nama “Pernyataan Cikopo”.
Asas-Asas PNO II dan Pernyataan Cikopo akan
kami lampirkan pada Sahabat Senandika edisi
bulan ini
Tes Darah Lengkap Dapat
Berguna untuk Meramalkan
Kadar CD4 < 200
Oleh Brian Boyle, MD, dari 10th
Retroviruses Conference, 10-14 February
2003 Boston, MA
Pengobatan HIV mencakup keputusan
tentang kapan harus mulai dan kapan harus
mengganti terapi antiretroviral (ART). Masalah
ini akan sama penting di negara berkembang
seperti di negara maju.
Sayangnya, karena kekurangan sumber daya
dan kemampuan laboratorium di negara
Maret 2003
berkembang, banyak sumber daya yang
dianggap biasa di negara maju, misalnya jumlah
CD4, tes viral load dan resistensi, adalah tidak
tersedia atau sangat terbatas.
Pada penelitian yang dikajikan di 10th
Conference on Retroviruses and
Opportunistic Infections, para peneliti menilai
penggunaan hasil tes laboratorium yang murah,
yang secara umum dan mudah diperoleh,
sebagai tanda gantian untuk jumlah CD4. Pasien
terlibat jika jumlah CD4-nya (rata-rata 333) dan
tes darah lengkap (TDL) pada hari yang sama.
Para peneliti menemukan bahwa dengan
memakai data dari TDL, mereka dapat bikin
algoritme untuk meramalkan jumlah CD4 di
bawah 200. Model multivariable (lihat di bawah)
untuk meramalkan jumlah CD4 di bawah 200
mempunyai sensitivitas, spesifisitas dan nilai
peramal positif berurutan 91 persen, 73 persen
dan 88 persen.
Para penulis menyimpulkan, “Dengan
memakai hasil tes laboratorium yang murah
berdasarakan TDL, analisis algoritme memberi
model yang efektif yang jauh lebih mudah
dipakai dibandingkan logistic regression equation
untuk meramalkan apakah jumlah CD4 adalah
di atas atau di bawah 200. Algoritme ini
mempunyai relevansi dan penggunaan saat in
untuk rangkaian sumber daya terbatas.”
Referensi: R. Y. Chen and others. Complete Blood Count as a
Surrogate CD4 Marker for HIV Monitoring in Resource-limited
Settings. Abstract 168. 10th CROI. February 10-14, 2003. Boston,
MA, USA.
URL: http://www.hivandhepatitis.com/2003icr/10thretro/
docs/021903d.html
3
Skills Building ke-II
Oleh Hertin
Salah satu dari program Yayasan Spiritia
adalah Skill Building atau Pelatihan
Keterampilan untuk Odha. Pelatihan
keterampilan sebaya yang pertama diadakan di
Jakarta dengan topik berbicara di depan umum.
Pesertanya 12 orang dari 11 kota. Pelatihan
keterampilan selanjutnya bertemakan kelompok
dukungan sebaya.
Pada saat ini ada sekitar 10 kelompok
dukungan sebaya di Indonesia. Kelompok
dukungan sebaya sangat dibutuhkan sekarang,
mengingat angka orang–orang yang terinfeksi
HIV/AIDS cukup tinggi di Indonesia. Dengan
adanya kelompok dukungan sebaya, diharapkan
Odha mempunyai wadah yang nyaman untuk
sharing dan mendapatkan informasi tentang
HIV/AIDS tentang perawatan maupun
pengobatan tanpa ada rasa takut
didiskriminasikan atau adanya stigma (cap
buruk) dari masyarakat di lingkungannya. Dan
yang lebih penting lagi Odha bisa mandiri,
percaya diri dan mempunyai semangat hidup
kembali. Pelatihan keterampilan ini
dilaksanakan di Jogyakarta, pada awal April.
HAART Mungkin Lebih
Berhasil pada Perempuan
Oleh Faith Reidenbach, 17 Maret 2003
Perempuan HIV-positif yang memakai terapi
antiretroviral sangat manjur (HAART)
memperoleh manfaat sama dengan lelaki. Justru
perkembangan penyakit dapat lebih lambat. Ini
menurut penelitian Inggris.
Antonia L. Moore, anggota penelitian klinis di
Royal Free and University College School of
Medicine di London, dan rekan-rekan
memantau 497 lelaki dan 146 perempuan selama
rata-rata 13 bulan setelah mereka mulai
HAART pertama kali. Di antara lelaki, 81
persen berkulit putih dan 75 persen homoseks.
Sedangkan 58 persen perempuan adalah AfrikaAmerika dan sembilan persen lain tidak berkulit
putih. Delapan puluh enam persen perempuan
dan 15 persen lelaki diperkirakan terinfeksi
akibat kegiatan heteroseks.
Persentase perempuan dan lelaki yang dirawat
di rumah sakit sama. Ini menurut laporan
kelompok Moore di Journal of Acquired
Immune Deficiency Syndromes edisi 1 Februari.
4
Analisis langsung menunjukkan cepatnya
perkembangan penyakit, yang didefinisikan
sebagai kematian atau diagnosis AIDS yang
baru, adalah sedikit lebih lambat pada
perempuan .
Perbedaan antara perempuan dan lelaki sedikit
lebih besar lagi waktu para peneliti mengamati
dua faktor tambahan yang berhubungan secara
independen dengan perkembangan penyakit,
yaitu riwayat AIDS dan jumlah CD4 yang lebih
tinggi pada awal. Namun perbedaan tidak
bermana secara statistik.
‘”Walaupun perempuan mempunyai jumlah
CD4 yang lebih rendah pada awal dibandingkan
lelaki, dengan viral load yang serupa, mereka
mendapatkan manfaat dari HAART yang sama
seperti lelaki,” Moore berkomentar kepada
Reuters Health.
“Sementara hasil kami tampaknya
menunjukkan beberapa manfaat tambahan
untuk perempuan, penting untuk diakui
beberapa batasan dari penelitian macam ini,”
Moore menambah. “Kami membandingkan
sekelompok lelaki yang sebagian besar berkulit
putih dan homoseks dengan sekelompok
perempuan yang sebagian besar orang Afrika
berkulit hitam dan terinfeksi secara heteroseks.
Walaupun kami berupaya untuk menghitung
perbedaan ini dan yang lain yang diketahui
antara jenis kelamin, mungkin ada perbedaan
lain yang tidak dicatat atau diamati
berhubungan dengan jenis kelamin yang dapat
memberi alasan lain untuk hasilnya.”
URL: http://www.hivandhepatitis.com/recent/women/
031703e.html
Terbitan Ulang Buku Kecil
Spiritia ‘Hidup dengan HIV/
AIDS’
Oleh Babe
Edisi perdana buku kecil ‘Hidup dengan HIV/
AIDS’ diterbitkan pada 1996. Sejak itu, buku
tersebut direvisi dua kali dan diterbitkan ulang,
terakhir pada November 1999 dalam bentuk
buku saku. Buku ini selalu laku, dengan banyak
permintaan, bukan hanya dari Odha dan
keluarga, tetapi juga dari LSM dan petugas
perawatan kesehatan.
Namun, dalam tiga tahun terakhir ini, ada
beberapa kemajuan dan perkembangan
berhubungan dengan hidup Odha, misalnya
ketersediaan obat antiretroviral dengan harga
yang lebih terjangkau.
Sahabat Senandika No. 4
Oleh karena itu, tim Spiritia sudah
merevisikan buku kecil ini, dan versi baru sudah
diterbitkan. Karena inisiatif untuk buku asli
datang dari pendiri Spiritia, almarhumah Suzana
Murni yang meninggal dunia tahun lalu, edisi
baru ini didedikasikan pada beliau. Buku diawali
dengan cerita singkat tentang peranan Suzana,
dan dilengkapi dengan kutipan dari beberapa
tulisan beliau.
Ada anggapan bahwa bentuk buku lama
terlalu kecil, dan tulisan sulit dibaca. Jadi versi
baru adalah lebih besar, dan diharap ini akan
lebih cocok. Kami di Spiritia menantikan
komentar dan umpan balik dari pembaca
mengenai buku ini.
Satu eksemplar buku ini, yang diterbitkan dan
didistribusikan dengan dukungan Ford
Foundation, dikirim kepada semua penerima
Sahabat Sendandika. Kami di Spiritia berharap
buku ini akan dapat disampaikan kepada semua
Odha, keluarga, dan pendamping lain di
Indonesia. Kelompok dukungan sebaya dan
LSM lain yang ingin memperoleh buku ini
dengan jumlah yang lebih besar dapat
memintanya langsung dari Yayasan Spiritia.
Pada halaman akhir buku ini ada tempat kosong
yang diharapkan akan dipakai oleh penyalur
buku untuk mencatat alamat dan informasi lain.
Ada banyak teman-teman Spriritia yang
mengusulkan agar buku ini disebarluaskan
melalui toko buku. Dengan ini, informasi dapat
diperoleh oleh masyarakat umum yang
mungkin tidak terjangkau oleh jaringan Spiritia.
Oleh karena ini, Spiritia berencana
menghubungi penyalur buku untuk mulai
membahas masalah ini. Kami memikirkan
untuk menjual dengan harga agak murah,
dengan untung yang diperoleh akan
disumbangkan pada Positive Fund.
Pertemuan UNICEF
Oleh Karni
Pada tanggal 12 Maret 2003 di Crowne Plaza
Hotel, UNICEF mengadakan workshop sehari
tentang HIV/AIDS untuk semua staf UNICEF
tentang HIV/AIDS. Acara ini selain dari
UNICEF sendiri dibantu juga dari beberapa
instansi lain seperti:
1. Dr. Sigit dari Depkes
2. Dr. Flora dari Proyek FHI/ASA
3. Joyce D. dan David Gordon dari Yakita
4. Hertin S. dan Karni dari Yayasan Spiritia
5. Dr. Bing Wibisono dari WHO
6. Taufik M. dari ILO
7. Jane Wilson dari UNAIDS
Maret 2003
Tujuan program UNICEF ini adalah:
• Meningkatkan kepedulian oleh staf kantor
UNICEF Indonesia tentang pola epidemi HIV/
AIDS dan dampaknya yang berpotensi pada
tingkat individu, keluarga dan komunitas.
• Memudahkan pembentuknya suasana yang
mendukung di kantor UNICEF.
• Mendorong keterlibatan yang positif dan
berdasarkan informasi oleh staf UNICEF dalam
kenyataan saat ini dan tanggapan pada masa
depan terhadap epidemi HIV di Indonesia.
Acaranya menarik karena semua peserta
semangat mengikuti dan materi yang disajikan
adalah pemahaman–pemahaman tentang HIV/
AIDS seperti:
1. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia
2. Pengetahuan dasar HIV/AIDS
3. Penularan HIV/AIDS sehubungan dengan
pemakaian jarum suntik
4. Pengalaman dari orang yang terinfeksi HIV
dan bagaimana cara hidup positif HIV/
AIDS itu
Dan hasil pengamatan dari pertemuan ini
bahwa penyebaran informasi tentang HIV/
AIDS memperlihatkan masih sedikit karena dari
para peserta masih ada pertanyaan yang benar–
benar mendasar. Maka dari itu untuk pembaca
yang budiman marilah kita perluas lebih banyak
lagi karena HIV/AIDS sudah ada di hadapan
kita.
Perempuan Merangkul
Kotak Kenangan
Gladys Sananguray tinggal dalam gubuk tanpa
listrik atau air ledeng sejak suaminya meninggal
karena AIDS dan dia sendiri didiagnosis HIVpositif. Dia dan anak-anaknya diusir oleh
keluarga almarhum suaminya. Tetapi perhatian
Gladys sekarang adalah mengenai apa yang akan
terjadi pada anaknya waktu dia tiada lagi. “Masa
depan hidup ini, waktu saya sendiri meninggal...
Saya tidak tahu siapa akan bertanggung jawab
untuk anak-anak kecil saya ini.”
Begini dampak AIDS pada komunitas, dengan
sejarah budaya dan keluarga hilang karena satu
generasi anak keseluruhan menjadi yatim piatu.
Tetapi sebagai upaya memecahkan tabu dan
kebisingan yang mengelilingi AIDS, Palang
Merah Zimbabwe mendorong penggunaan
kotak kenangan. Para ibu ditolong untuk
menghubungi anak-anaknya melalui
menyediakan kotak simpanan harta benda diisi
foto keluarga, surat, cerita dan sejarah.
5
Federasi Palang Merah Internasional (IFRC)
menyatakan proyek ini membantu mengurangi
penderitaan untuk si orang tua yang mengetahui
dia akan meninggalkan anak yatim piatu dengan
membolehkannya menghubungi anak tersebut
setelah dia mati. Ini juga tetap menghidupkan
ingatan si ibu untuk anaknya, dan membantu
menetapkan rasa sejarah dan kepemilikan.
Upaya ini juga mendorong pembicaraan
terbuka tentang penyakit—seperti contoh
dengan anak Gladys. “Mereka sering mengambil
buku kenangan saya, membacanya,
mengubahnya, dan membahas bersama.”
Lexa Samugadza, seorang ibu yang belum
kawin dengan tiga anak perempuan muda,
didukung oleh keluarganya, tetapi dia juga
khawatir mengenai apa yang dapat terjadi pada
anaknya. “Saya rasa saya menulis di buku
kenanganku bahwa mereka harus menjauhkan
lelaki dan mementingkan sekolahnya, dan
kemudian mereka harus tetap saling
mendukung,” katanya.
Saudara Lexa, Adeline, yang berusia 25 tahun,
bekerja di program HIV/AIDS Palang Merah.
Dia menegaskan, agar perempuan dapat
dilindungi, mereka harus diberdayakan untuk
mandiri.
Di Afrika sub-Sahara, 58 persen orang dewasa
dengan HIV/AIDS adalah perempuan. IFRC
mengatakan bahwa upaya yang jauh lebih besar
dibutuhkan untuk mengurangi kerentanan
perempuanm pada HIV dan untuk memastikan
kesinambungan budaya antara generasi.
Sumber: BBC News, 7 Maret 2003-03-29
URL: http://ww2.aegis.org/news/bbc/2003/BB030307.html
Tips untuk Orang dengan
HIV No. 15
Nutrisi/gizi sangat penting untuk Odha. Satu
akibat dari infeksi HIV adalah lebih banyak
tenaga dan gizi dibutuhkan oleh tubuh kita, dan
ada kehilangan zat mineral. Jadi diet yang
seimbang adalah penting, dengan perhatian lebih
besar pada vitamin dan zat mineral.
Walaupun mungkin perlu memakai suplemen
agar tubuh kita memperoleh cukup vitamin dan
mineral, adalah lebih baik untuk coba
memperolehnya dari makanan. Jika mungkin,
makan lebih banyak sayuran segar, khususnya
yang berwarna, dan buah-buahan, serta ikan
berlemak. Buah alpokat sangat kaya vitamin dan
mineral.
Sahabat Senandika
Diterbitkan sekali sebulan oleh
Yayasan Spiritia
dengan dukungan
Tanya-Jawab
Jadwal Dosis Obat
Oleh Babe
T: Saya memakai terapi antiretroviral dengan
kombinasi AZT, 3TC dan nevirapine. Dokter
bilang saya harus memakainya dua kali sehari.
Apakah ini berarti saya harus memakai persis
setiap 12 jam, atau apakah ada kelonggaran?
J: Memang sebaiknya kita memakai obat
dengan jangka waktu 12 jam antara setiap dosis.
Namun dengan kombinasi ini, tidak ada
masalah besar jika kita terlambat satu atau dua
jam.
Jika kita lupa satu dosis, dan baru ingat pada
waktu dosis berikut harus dipakai, tidak ada
manfaat menggandakan dosis.
6
T H E FORD
AT I ON
DA
FOU N D
Kantor Redaksi:
Jl Radio IV/10
Kebayoran Baru
Jakarta 12130
Telp: (021) 7279 7007
Fax: (021) 726-9521
E-mail: [email protected]
Editor:
Hertin Setyowati
Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk
diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus
mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon).
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar
untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum
melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi
dengan dokter.
Sahabat Senandika No. 4
No. 4, Maret 2003
Sahabat Senandika
Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha
Kunjungan ke Papua
Oleh Babe
Maret ini, Yuni sama saya diminta oleh
proyek AusAID untuk melanjutkan survei
tentang layanan untuk Odha dengan kunjungan
ke Papua. Kali ini, kami ditemani oleh dr.
Hendra Widjaja, yang baru mengikuti proyek
ASA dengan tanggung jawab untuk perawatan
dan dukungan klinis untuk Odha. Dr. Hendra
sebelumnya bekerja empat tahun di RS Mitra
Masyarakat di Timika, Papua.
Kami di Papua selama 16 hari, dan dalam
waktu itu, mengunjungi delepan kota (Jayapura,
Wamena, Nabire, Biak, Manokwari, Fakfak,
Kaimana dan Sorong), dua di antaranya dua kali.
Sebagian besar perjalanan kami adalah dalam
pesawat terbang Merpati yang kecil, dan yang
sering terlambat—kami sering harus lapor ke
bandara pukul 5:30, tetapi pesawat baru
berangkat pukul 9! Dari Manokwari ke Biak,
kami pakai kapal Pelni “Ceremai’—petualangan
baru!
Gambar yang kami dapat dari kunjungan
singkat ini sangat memprihatinkan. Walaupun
hanya ada sedikit orang yang mengetahui
dirinya HIV-positif, karena konseling dan tes
sukarela (VCT) praktisnya tidak tersedia,
jumlah kasus yang diketahui melalui surveilans
dan skrining donor darah adalah tinggi dan
cepat meningkat. Contohnya, di Unit Transfusi
Darah (UTD) Biak, dilaporkan empat donor
HIV-positif pada 2001, delapan pada 2002,
sedangkan sembilan (dari 236, atau hampir 4
persen) pada dua bulan pertama 2003. Walaupun
begitu, masih ada darah yang ditransfusi di
beberapa daerah tanpa skrining. Contohnya lain
di Wamena: pada 1998, surveilans menujukkan 8
persen pekerja seks dan tamunya terinfeksi HIV.
Namun belum ada surveilans lagi sejak itu. Di
Fakfak, dilaporkan 12 kasus AIDS yang dirawat
di rumah sakit, sebagian besar pada enam bulan
terakhir ini.
Kami dengar bahwa 1 persen dari penduduk
kota Sorong adalah pekerja seks. Surveilans
terhadap pekerja seks di Sorong yang dilakukan
pada Desember 2002 menunjukkan 17 persen
HIV-positif.
Di mana-mana, kami dengar bahwa tingkat
infeksi menular seksual (IMS) sangat tinggi. Di
Nabire, kami ketemu dengan seorang dokter
Perancis dari Medecin du Monde, yang baru
mulai program di daerah Puncak Jaya. Dia
laporkan bahwa IMS adalah masalah yang
cukup besar di antara masyarakat umum di
pedalaman.
Dengan transfusi darah yang mungkin tidak
aman, dan kekurangan alat suntik dan medis
lain, yang memaksakan jarum suntik dipakai
berulang kali, ada kemungkinan besar bahwa
epidemi AIDS di Papua tidak ‘kalah’ dengan
beberapa negara di Afrika sub-Sahara.
Umumnya layanan kesehatan untuk Odha di
Papua sangat buruk. Kami dengar bahwa
sebagian besar perawat di rumah sakit masih
takut menangani pasien AIDS. Setelah diagnosis,
keluarga sering kali diusulkan untuk bawa
pasien pulang untuk meninggal dunia, karena
‘AIDS tidak dapat diobati.’
Berita yang baik adalah bahwa Pemerintah
Provinsi Papua sudah menyediakan dana supaya
80 Odha dapat memperoleh obat antiretroviral
Daftar Isi
Kunjungan ke Papua
Laporan Kunjungan Penguatan Daerah
Bengkulu
Perubahan Istilah
Pertemuan Nasional Odha (PNO) III
Tes Darah Lengkap Dapat Berguna
untuk Meramalkan Kadar CD4 < 200
Skills Building ke-II
HAART Mungkin Lebih Berhasil pada
Perempuan
Terbitan Ulang Buku Kecil Spiritia ‘Hidup
dengan HIV/AIDS’
Pertemuan UNICEF
Perempuan Merangkul Kotak Kenangan
Tanya-Jawab
Tips untuk Orang dengan HIV No. 15
1
2
2
2
3
4
4
4
5
5
6
6
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
(ARV) secara gratis. Sudah ada sedkitnya dua
teman kita di Jayapura yang baru mulai
memakai ARV ini. Masalah terbesar adalah
kekurangan dokter di luar Jayapura yang siap
menatalaksanakan terapi ARV ini. Kami
membahas masalah ini di semua kota yang kami
kunjungi, dan umumnya ada sedikitnya satu
dokter yang mau terlibat dalam program ini.
Di setiap tempat yang kami kunjungi, baik
dengan kelompok petugas kesehatan, maupun
dengan kelompok pekerja seks, peran Mbak
Yuni sangat berpengaruh. Sekali lagi, ini
menunjukkan pentingnya keterlibatan Odha
dalam semua kegiatan berhubungan dengan
penanggulangan AIDS; kami harap pada
kunjungan berikut di Papua, kami dapat diikuti
oleh Odha dari Papua.
Laporan
Kunjungan
Penguatan Daerah Bengkulu
Oleh Daniel Marguari
Yayasan Spiritia melakukan kunjungan ke
Bengkulu, merupakan propinsi ke 15 yang telah
dikunjungi. Team ini berjumlah 4 orang dan
sebagian besar adalah orang HIV positif dari
Jaringan Odha Indonesia.
Bengkulu berpenduduk sekitar 2 juta orang
terbagi dalam 5 kabupaten dan telah
mempunyai 10 kasus HIV positif berdasarkan
hasil sero survey pada tahun 2001. Menurut info
seorang teman yang melakukan pendampingan,
telah mendampingi 2 odha dari Bengkulu yang
memulai ARV (1 telah meninggal).
Kita melakukan pertemuan dengan berbagai
sektor, baik lsm, dokter, rumah sakit, media
massa, IDI, KPAD, DPRD, PMI, MUI, Ormas,
jajaran pemerintahan terkait. Dari berbagi
pertemuan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Bengkulu hanya punya 1 alat tes HIV untuk
sero surveilans yang dimiliki oleh
Laboratorium Kesehatan di Dinas
Kesehatan.
2. Setidaknya dalam 2 tahun terakhir tidak ada
pihak yang melakukan penyebaran
informasi dan penyuluhan HIV/AIDS,
jikapun ada hanya dalam sekup terbatas dan
pihak yang sangat terbatas.
3. VCT tidak tersedia, dan ada beberapa orang
beresiko tinggi yang ingin di tes tetapi tak
dapat dilayani.
4. Dalam 2 tahun terakhir ada sekitar 25 orang
pengguna narkoba yang sebagian dirawat di
rumah sakit ketergantungan obat (RSKO) di
2
rumah sakit jiwa, sebagian menggunakan
putaw jarum suntik, ini menunjukkan sudah
ada komunitas pecandu di Bengkulu.
5. Lembaga Pemasyarakatan Bengkulu ada
sekitar 15 % dari 465 berlatar bekang IDU
dan kegiatan seksual sejenis juga cukup
tinggi.
6. Jajaran KPAD propinsi Bengkulu hanya
unsur birokrat dan KPAD kabupaten belum
terbentuk.
7. Belum ditemukan kasus AIDS dan belum
ada pengalaman dokter dan rumah sakit
dalam melakukan pengobatan Infeksi
Oportunistik dan obat ARV.
Perubahan Istilah
Oleh Babe
Depkes saat ini mulai membentuk pedoman
nasional perawatan, dukungan dan pengobatan
bagi Odha. Babe terlibat sebagai anggota tim
membentuk bagian pedoman tentang
pengobatan antiretroviral. Di antara anggota
lain adalah dr. Hendra, yang dulu kerja di RS
Mitra Masyarakat di Timika, Papua, dan
sekarang bertanggung jawab untk perawatan
klinis HIV di proyek ASA.
Pada pertemuan tim tersebut, kami membahas
beberapa istilah berhubungan dengan perawatan
untuk HIV. Sebagai hasil, kami sudah
memutuskan untuk mengubah istilah yang
berikut:
• ‘kadar’, dengan arti ‘count’, diganti dengan
‘jumlah’, mis. jumlah CD4, bukan kadar CD4
• ‘tiruan’, dengan arti ‘copy’, diganti dengan
‘kopi’, mis. viral load 10.000 kopi
• ‘resistansi lintang’, dengan art ‘cross resistance’,
diganti dengan ‘resistansi silang’.
Istilah baru akan dipakai dalam buku kecil dan
lembaran informasi Spiritia waktu ada terbitan
ulang.
Pertemuan Nasional Odha
(PNO) III
Pertemuan ini dilaksanakan pada triwulan I
tahun 2003. Dilaksanakan selama 4 hari penuh
dengan 50 peserta dari 23 kota dari 14 propinsi,
acara dilaksanakan di Pulau Jawa, 80% peserta
HIV positif beserta, dokter, suster, keluarga dan
aktivis.
Pertemuan ini bertujuan antara lain untuk
menyediakan suasana yang kondusif bagi odha
dari berbagai daerah untuk bertemu, bertukar
Sahabat Senandika No. 4
pikiran dan mendiskusikan masalah yang
berhubungan dengan kehidupan mereka.
Meningkatkan kesadaran dan wawasan odha
tentang situasi HIV/AIDS di Indonesia.
Meningkatkan rasa solidaritas dan memperkuat
jaringan dukungan antar odha di Indonesia.
Pada PNO II tahun 2001 telah dikeluarkan
“Asas–Asas PNO” berdasarkan keinginan dan
kesepakatan seluruh peserta yang telah
didistribusikan ke berbagai kalangan di
Indonesia. Dalam PNO III seluruh peserta
mendukung dan ingin meneruskan “Asas–Asas
PNO II” dengan melakukan beberapa
perubahan didalamnya. Hasil tersebut disepakati
bersama dengan nama “Pernyataan Cikopo”.
Asas-Asas PNO II dan Pernyataan Cikopo akan
kami lampirkan pada Sahabat Senandika edisi
bulan ini
Tes Darah Lengkap Dapat
Berguna untuk Meramalkan
Kadar CD4 < 200
Oleh Brian Boyle, MD, dari 10th
Retroviruses Conference, 10-14 February
2003 Boston, MA
Pengobatan HIV mencakup keputusan
tentang kapan harus mulai dan kapan harus
mengganti terapi antiretroviral (ART). Masalah
ini akan sama penting di negara berkembang
seperti di negara maju.
Sayangnya, karena kekurangan sumber daya
dan kemampuan laboratorium di negara
Maret 2003
berkembang, banyak sumber daya yang
dianggap biasa di negara maju, misalnya jumlah
CD4, tes viral load dan resistensi, adalah tidak
tersedia atau sangat terbatas.
Pada penelitian yang dikajikan di 10th
Conference on Retroviruses and
Opportunistic Infections, para peneliti menilai
penggunaan hasil tes laboratorium yang murah,
yang secara umum dan mudah diperoleh,
sebagai tanda gantian untuk jumlah CD4. Pasien
terlibat jika jumlah CD4-nya (rata-rata 333) dan
tes darah lengkap (TDL) pada hari yang sama.
Para peneliti menemukan bahwa dengan
memakai data dari TDL, mereka dapat bikin
algoritme untuk meramalkan jumlah CD4 di
bawah 200. Model multivariable (lihat di bawah)
untuk meramalkan jumlah CD4 di bawah 200
mempunyai sensitivitas, spesifisitas dan nilai
peramal positif berurutan 91 persen, 73 persen
dan 88 persen.
Para penulis menyimpulkan, “Dengan
memakai hasil tes laboratorium yang murah
berdasarakan TDL, analisis algoritme memberi
model yang efektif yang jauh lebih mudah
dipakai dibandingkan logistic regression equation
untuk meramalkan apakah jumlah CD4 adalah
di atas atau di bawah 200. Algoritme ini
mempunyai relevansi dan penggunaan saat in
untuk rangkaian sumber daya terbatas.”
Referensi: R. Y. Chen and others. Complete Blood Count as a
Surrogate CD4 Marker for HIV Monitoring in Resource-limited
Settings. Abstract 168. 10th CROI. February 10-14, 2003. Boston,
MA, USA.
URL: http://www.hivandhepatitis.com/2003icr/10thretro/
docs/021903d.html
3
Skills Building ke-II
Oleh Hertin
Salah satu dari program Yayasan Spiritia
adalah Skill Building atau Pelatihan
Keterampilan untuk Odha. Pelatihan
keterampilan sebaya yang pertama diadakan di
Jakarta dengan topik berbicara di depan umum.
Pesertanya 12 orang dari 11 kota. Pelatihan
keterampilan selanjutnya bertemakan kelompok
dukungan sebaya.
Pada saat ini ada sekitar 10 kelompok
dukungan sebaya di Indonesia. Kelompok
dukungan sebaya sangat dibutuhkan sekarang,
mengingat angka orang–orang yang terinfeksi
HIV/AIDS cukup tinggi di Indonesia. Dengan
adanya kelompok dukungan sebaya, diharapkan
Odha mempunyai wadah yang nyaman untuk
sharing dan mendapatkan informasi tentang
HIV/AIDS tentang perawatan maupun
pengobatan tanpa ada rasa takut
didiskriminasikan atau adanya stigma (cap
buruk) dari masyarakat di lingkungannya. Dan
yang lebih penting lagi Odha bisa mandiri,
percaya diri dan mempunyai semangat hidup
kembali. Pelatihan keterampilan ini
dilaksanakan di Jogyakarta, pada awal April.
HAART Mungkin Lebih
Berhasil pada Perempuan
Oleh Faith Reidenbach, 17 Maret 2003
Perempuan HIV-positif yang memakai terapi
antiretroviral sangat manjur (HAART)
memperoleh manfaat sama dengan lelaki. Justru
perkembangan penyakit dapat lebih lambat. Ini
menurut penelitian Inggris.
Antonia L. Moore, anggota penelitian klinis di
Royal Free and University College School of
Medicine di London, dan rekan-rekan
memantau 497 lelaki dan 146 perempuan selama
rata-rata 13 bulan setelah mereka mulai
HAART pertama kali. Di antara lelaki, 81
persen berkulit putih dan 75 persen homoseks.
Sedangkan 58 persen perempuan adalah AfrikaAmerika dan sembilan persen lain tidak berkulit
putih. Delapan puluh enam persen perempuan
dan 15 persen lelaki diperkirakan terinfeksi
akibat kegiatan heteroseks.
Persentase perempuan dan lelaki yang dirawat
di rumah sakit sama. Ini menurut laporan
kelompok Moore di Journal of Acquired
Immune Deficiency Syndromes edisi 1 Februari.
4
Analisis langsung menunjukkan cepatnya
perkembangan penyakit, yang didefinisikan
sebagai kematian atau diagnosis AIDS yang
baru, adalah sedikit lebih lambat pada
perempuan .
Perbedaan antara perempuan dan lelaki sedikit
lebih besar lagi waktu para peneliti mengamati
dua faktor tambahan yang berhubungan secara
independen dengan perkembangan penyakit,
yaitu riwayat AIDS dan jumlah CD4 yang lebih
tinggi pada awal. Namun perbedaan tidak
bermana secara statistik.
‘”Walaupun perempuan mempunyai jumlah
CD4 yang lebih rendah pada awal dibandingkan
lelaki, dengan viral load yang serupa, mereka
mendapatkan manfaat dari HAART yang sama
seperti lelaki,” Moore berkomentar kepada
Reuters Health.
“Sementara hasil kami tampaknya
menunjukkan beberapa manfaat tambahan
untuk perempuan, penting untuk diakui
beberapa batasan dari penelitian macam ini,”
Moore menambah. “Kami membandingkan
sekelompok lelaki yang sebagian besar berkulit
putih dan homoseks dengan sekelompok
perempuan yang sebagian besar orang Afrika
berkulit hitam dan terinfeksi secara heteroseks.
Walaupun kami berupaya untuk menghitung
perbedaan ini dan yang lain yang diketahui
antara jenis kelamin, mungkin ada perbedaan
lain yang tidak dicatat atau diamati
berhubungan dengan jenis kelamin yang dapat
memberi alasan lain untuk hasilnya.”
URL: http://www.hivandhepatitis.com/recent/women/
031703e.html
Terbitan Ulang Buku Kecil
Spiritia ‘Hidup dengan HIV/
AIDS’
Oleh Babe
Edisi perdana buku kecil ‘Hidup dengan HIV/
AIDS’ diterbitkan pada 1996. Sejak itu, buku
tersebut direvisi dua kali dan diterbitkan ulang,
terakhir pada November 1999 dalam bentuk
buku saku. Buku ini selalu laku, dengan banyak
permintaan, bukan hanya dari Odha dan
keluarga, tetapi juga dari LSM dan petugas
perawatan kesehatan.
Namun, dalam tiga tahun terakhir ini, ada
beberapa kemajuan dan perkembangan
berhubungan dengan hidup Odha, misalnya
ketersediaan obat antiretroviral dengan harga
yang lebih terjangkau.
Sahabat Senandika No. 4
Oleh karena itu, tim Spiritia sudah
merevisikan buku kecil ini, dan versi baru sudah
diterbitkan. Karena inisiatif untuk buku asli
datang dari pendiri Spiritia, almarhumah Suzana
Murni yang meninggal dunia tahun lalu, edisi
baru ini didedikasikan pada beliau. Buku diawali
dengan cerita singkat tentang peranan Suzana,
dan dilengkapi dengan kutipan dari beberapa
tulisan beliau.
Ada anggapan bahwa bentuk buku lama
terlalu kecil, dan tulisan sulit dibaca. Jadi versi
baru adalah lebih besar, dan diharap ini akan
lebih cocok. Kami di Spiritia menantikan
komentar dan umpan balik dari pembaca
mengenai buku ini.
Satu eksemplar buku ini, yang diterbitkan dan
didistribusikan dengan dukungan Ford
Foundation, dikirim kepada semua penerima
Sahabat Sendandika. Kami di Spiritia berharap
buku ini akan dapat disampaikan kepada semua
Odha, keluarga, dan pendamping lain di
Indonesia. Kelompok dukungan sebaya dan
LSM lain yang ingin memperoleh buku ini
dengan jumlah yang lebih besar dapat
memintanya langsung dari Yayasan Spiritia.
Pada halaman akhir buku ini ada tempat kosong
yang diharapkan akan dipakai oleh penyalur
buku untuk mencatat alamat dan informasi lain.
Ada banyak teman-teman Spriritia yang
mengusulkan agar buku ini disebarluaskan
melalui toko buku. Dengan ini, informasi dapat
diperoleh oleh masyarakat umum yang
mungkin tidak terjangkau oleh jaringan Spiritia.
Oleh karena ini, Spiritia berencana
menghubungi penyalur buku untuk mulai
membahas masalah ini. Kami memikirkan
untuk menjual dengan harga agak murah,
dengan untung yang diperoleh akan
disumbangkan pada Positive Fund.
Pertemuan UNICEF
Oleh Karni
Pada tanggal 12 Maret 2003 di Crowne Plaza
Hotel, UNICEF mengadakan workshop sehari
tentang HIV/AIDS untuk semua staf UNICEF
tentang HIV/AIDS. Acara ini selain dari
UNICEF sendiri dibantu juga dari beberapa
instansi lain seperti:
1. Dr. Sigit dari Depkes
2. Dr. Flora dari Proyek FHI/ASA
3. Joyce D. dan David Gordon dari Yakita
4. Hertin S. dan Karni dari Yayasan Spiritia
5. Dr. Bing Wibisono dari WHO
6. Taufik M. dari ILO
7. Jane Wilson dari UNAIDS
Maret 2003
Tujuan program UNICEF ini adalah:
• Meningkatkan kepedulian oleh staf kantor
UNICEF Indonesia tentang pola epidemi HIV/
AIDS dan dampaknya yang berpotensi pada
tingkat individu, keluarga dan komunitas.
• Memudahkan pembentuknya suasana yang
mendukung di kantor UNICEF.
• Mendorong keterlibatan yang positif dan
berdasarkan informasi oleh staf UNICEF dalam
kenyataan saat ini dan tanggapan pada masa
depan terhadap epidemi HIV di Indonesia.
Acaranya menarik karena semua peserta
semangat mengikuti dan materi yang disajikan
adalah pemahaman–pemahaman tentang HIV/
AIDS seperti:
1. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia
2. Pengetahuan dasar HIV/AIDS
3. Penularan HIV/AIDS sehubungan dengan
pemakaian jarum suntik
4. Pengalaman dari orang yang terinfeksi HIV
dan bagaimana cara hidup positif HIV/
AIDS itu
Dan hasil pengamatan dari pertemuan ini
bahwa penyebaran informasi tentang HIV/
AIDS memperlihatkan masih sedikit karena dari
para peserta masih ada pertanyaan yang benar–
benar mendasar. Maka dari itu untuk pembaca
yang budiman marilah kita perluas lebih banyak
lagi karena HIV/AIDS sudah ada di hadapan
kita.
Perempuan Merangkul
Kotak Kenangan
Gladys Sananguray tinggal dalam gubuk tanpa
listrik atau air ledeng sejak suaminya meninggal
karena AIDS dan dia sendiri didiagnosis HIVpositif. Dia dan anak-anaknya diusir oleh
keluarga almarhum suaminya. Tetapi perhatian
Gladys sekarang adalah mengenai apa yang akan
terjadi pada anaknya waktu dia tiada lagi. “Masa
depan hidup ini, waktu saya sendiri meninggal...
Saya tidak tahu siapa akan bertanggung jawab
untuk anak-anak kecil saya ini.”
Begini dampak AIDS pada komunitas, dengan
sejarah budaya dan keluarga hilang karena satu
generasi anak keseluruhan menjadi yatim piatu.
Tetapi sebagai upaya memecahkan tabu dan
kebisingan yang mengelilingi AIDS, Palang
Merah Zimbabwe mendorong penggunaan
kotak kenangan. Para ibu ditolong untuk
menghubungi anak-anaknya melalui
menyediakan kotak simpanan harta benda diisi
foto keluarga, surat, cerita dan sejarah.
5
Federasi Palang Merah Internasional (IFRC)
menyatakan proyek ini membantu mengurangi
penderitaan untuk si orang tua yang mengetahui
dia akan meninggalkan anak yatim piatu dengan
membolehkannya menghubungi anak tersebut
setelah dia mati. Ini juga tetap menghidupkan
ingatan si ibu untuk anaknya, dan membantu
menetapkan rasa sejarah dan kepemilikan.
Upaya ini juga mendorong pembicaraan
terbuka tentang penyakit—seperti contoh
dengan anak Gladys. “Mereka sering mengambil
buku kenangan saya, membacanya,
mengubahnya, dan membahas bersama.”
Lexa Samugadza, seorang ibu yang belum
kawin dengan tiga anak perempuan muda,
didukung oleh keluarganya, tetapi dia juga
khawatir mengenai apa yang dapat terjadi pada
anaknya. “Saya rasa saya menulis di buku
kenanganku bahwa mereka harus menjauhkan
lelaki dan mementingkan sekolahnya, dan
kemudian mereka harus tetap saling
mendukung,” katanya.
Saudara Lexa, Adeline, yang berusia 25 tahun,
bekerja di program HIV/AIDS Palang Merah.
Dia menegaskan, agar perempuan dapat
dilindungi, mereka harus diberdayakan untuk
mandiri.
Di Afrika sub-Sahara, 58 persen orang dewasa
dengan HIV/AIDS adalah perempuan. IFRC
mengatakan bahwa upaya yang jauh lebih besar
dibutuhkan untuk mengurangi kerentanan
perempuanm pada HIV dan untuk memastikan
kesinambungan budaya antara generasi.
Sumber: BBC News, 7 Maret 2003-03-29
URL: http://ww2.aegis.org/news/bbc/2003/BB030307.html
Tips untuk Orang dengan
HIV No. 15
Nutrisi/gizi sangat penting untuk Odha. Satu
akibat dari infeksi HIV adalah lebih banyak
tenaga dan gizi dibutuhkan oleh tubuh kita, dan
ada kehilangan zat mineral. Jadi diet yang
seimbang adalah penting, dengan perhatian lebih
besar pada vitamin dan zat mineral.
Walaupun mungkin perlu memakai suplemen
agar tubuh kita memperoleh cukup vitamin dan
mineral, adalah lebih baik untuk coba
memperolehnya dari makanan. Jika mungkin,
makan lebih banyak sayuran segar, khususnya
yang berwarna, dan buah-buahan, serta ikan
berlemak. Buah alpokat sangat kaya vitamin dan
mineral.
Sahabat Senandika
Diterbitkan sekali sebulan oleh
Yayasan Spiritia
dengan dukungan
Tanya-Jawab
Jadwal Dosis Obat
Oleh Babe
T: Saya memakai terapi antiretroviral dengan
kombinasi AZT, 3TC dan nevirapine. Dokter
bilang saya harus memakainya dua kali sehari.
Apakah ini berarti saya harus memakai persis
setiap 12 jam, atau apakah ada kelonggaran?
J: Memang sebaiknya kita memakai obat
dengan jangka waktu 12 jam antara setiap dosis.
Namun dengan kombinasi ini, tidak ada
masalah besar jika kita terlambat satu atau dua
jam.
Jika kita lupa satu dosis, dan baru ingat pada
waktu dosis berikut harus dipakai, tidak ada
manfaat menggandakan dosis.
6
T H E FORD
AT I ON
DA
FOU N D
Kantor Redaksi:
Jl Radio IV/10
Kebayoran Baru
Jakarta 12130
Telp: (021) 7279 7007
Fax: (021) 726-9521
E-mail: [email protected]
Editor:
Hertin Setyowati
Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk
diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus
mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon).
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar
untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum
melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi
dengan dokter.
Sahabat Senandika No. 4