Sahabat Senandika

Yayasan Spiritia

No. 64, Maret 2008

Sahabat Senandika
Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Laporan Kegiatan
Pelatihan Pembentukan
Kelompok Dukungan
Sebaya
Palu, 24-27 Maret 2008
Oleh: Dhayan Dirgantara
Diakhir bulan Maret 2008, Yayasan Spiritia
kembali mengadakan pelatihan pembentukan
kelompok dukungan sebaya yang dilaksanakan
selama tiga hari di kota Palu, Sulawesi Tengah.
Pelatihan kali ini diikuti 17 peserta perwakilan 14
kabupaten/kota dari 13 propinsi di Indonesia,
dengan prioritas utama peserta dari kota-kota
dipropinsi yang belum ada kelompok dukungan

sebaya, seperti Kendari-Sulawesi Tenggara,
Mamuju-Sulawesi Barat, Biak-Papua Barat, TualAmbon, Banjarbaru-Kalimantan Selatan,
Manokwari-Papua Barat dan memperkuat
kelompok-kelompok dukungan yang kurang
berkembang seperti, Jambi, Bengkulu, Palu dan
Palangkaraya.
Kelompok Dukungan Compassion In Action Plus
Palu, bertindak sebagai panitia lokal dan didukung
oleh rekan-rekan dari Aksi Peduli Sesama (APS)
dan Bala Keselamatan (Salvation Army) Sulawesi
Tengah.
Pelatihan ini sendiri bertujuan:
\ Meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan bagi Odha dan Ohidha
agar dapat memulai kelompok
dukungan sebaya ataupun memperkuat
kelompok dukungan sebaya yang sudah
ada.
\ Menyediakan kesempatan bagi Odha
dan Ohidha untuk mengembangkan

pengetahuan dan pengalaman agar dapat
terlibat pada tingkat perencanaan
program dan kebijakan serta
mengupayakan kebutuhannya sebagai
orang dengan HIV/AIDS.

\ Mendukung Odha dan Ohidha lainnya
baik keterampilan maupun informasi.
Pelatihan kali ini merupakan pelatihan
pembentukan kelompok skala nasional terakhir
yang dilakukan Spiritia. Kedepannya pelatihan
seperti ini akan didorong untuk dilakukan oleh
kelompok-kelompok penggagas dipropinsinya
masing-masing.
Pelatihan yang berlangsung selama tiga hari penuh
ini, para peserta diberikan materi-materi dasar
pembentukan kelompok dukungan sebaya; seperti
mengapa perlu berkelompok, apa yang dapat
dicapai dalam sebuah kelompok, bagaimana
kelompok bias berjalan, dll, dengan diselingi oleh

beberapa permainan (games) tentang
kepemimpinan, komunikasi, motivasi, mengatasi
konflik serta pengantar berjaringan dan advokasi.
Dihari terakhir dilakukan malam keakraban
dengan mengundang berbagai pihak, dengan tujuan

Daftar Isi

Laporan Kegiatan

1

Pelatihan Pembentukan Kelompok
Dukungan Sebaya

1

Pengetahuan adalah kekuatan

2


HIV dan malaria penyebab penting
terhadap kematian ibu
Manfaat memulai ART dengan CD4 lebih
tinggi
Penggunaan narkoba oleh Odha beresiko
terhadap kelainan jantung tanpa gejala
Bakteri baik mengurangi tingkat viral load
pada vagina

Pojok Info
Lembaran Informasi Baru

Tips
Tips untuk Odha

2
4
5
6


7
7

7
7

Tanya Jawab

8

Tanya-Jawab

8

Positive Fund

8

Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.

untuk lebih saling mengenal, membangun
hubungan dan mengenalkan Yayasan Spiritia
kepada stakeholder setempat.
Seperti pelatihan-pelatihan yang dilselenggarakan
Yayasan Spiritia, rasa kekeluargaan terjalin dengan
erat, baik diantara sesama peserta maupun antara
peserta dan fasilitator. Hal ini tergambar dari
kebersamaan pada saat sesi, makan maupun pada
saat sedang tidak berlangsungnya sesi.
Diakhir acara pelatihan, seluruh peserta
mengungkapkan bahwa pengetahuan dan
pengalaman yang didapatkan dalam pelatihan kali
ini akan sangat membantu mereka, membentuk
maupun menguatkan kelompok dukungan
didaerah masing-masing.

Pengetahuan
adalah kekuatan


HIV dan malaria penyebab
penting terhadap kematian
ibu
Oleh: Keith Alcorn, aidsmap.com
Tgl. Laporan: 20 Febuari 2008
Upaya untuk mengurangi kematian ibu di Afrika
tidak digerakkan oleh bukti. Hal ini dikatakan oleh
para peneliti Spanyol dan Mozambik, setelah
sebuah penelitian otopsi yang diterbitkan dalam
jurnal PLoS Medicine mengungkap bahwa separuh
dari ibu meninggal karena infeksi dan hampir satu
di antara tujuh meninggal karena penyebab terkait
HIV. Komplikasi terkait kehamilan yang umum
hanya menyebabkan 38% kematian selama
kehamilan, kelahiran atau setelah melahirkan.
Kematian ibu karena komplikasi ketika
melahirkan atau infeksi setelah melahirkan
merupakan kenyataan hidup selama sejarah hidup
manusia, tetapi perbaikan dalam layanan medis

menghasilkan penurunan angka kematian ibu secara
bermakna sejak abad ke-19 di negara kaya.
Tetapi, risiko seumur hidup terhadap kematian
ibu adalah satu di antara enam ibu Sierra Leone,
dibandingkan dengan satu di antara 30.000 di
Eropa bagian barat laut dan salah satu sasaran yang
dinyatakan dalam Millenium Development Goals
adalah mengurangi mortalitas ibu sebanyak tiga
perempat pada 2015. Mozambik mempunyai
angka kematian ibu tertinggi kedelapan di dunia.
WHO menyatakan bahwa penyebab utama
kematian ibu adalah hemoragi (perdarahan)
pascakelahiran, sepsis puerperal, kelainan tekanan
darah tinggi, kelahiran sungsang (obstructed labour),
dan aborsi. Diakui bahwa tidak dapat menghitung
dampak kondisi tidak langsung terhadap mortalitas
ibu, misalnya infeksi.
Tanpa informasi yang lebih baik tentang
penyebab kematian ibu, ada risiko bahwa investasi
pada sistem kesehatan yang dirancang untuk

mengurangi mortalitas ibu tidak berhasil

2

Sahabat Senandika No. 64

mendapatkan dampak yang bermakna. Ketiadaan
kejelasan tentang penyebab kematian ibu mungkin
juga mendorong pernyataan bahwa penyakit
khusus misalnya HIV, telah didanani secara
berlebihan dibandingkan dengan layanan kesehatan
ibu secara rutin.
Untuk memperbaiki pemahaman tentang
penyebab kematian ibu di Mozambik, para peneliti
dari Universitas Barcelona dan Maputo Central
Hospital di Mozambik merancang penelitian otopsi
secara prospektif pada semua ibu yang meninggal
antara Oktober 2002 dan Desember 2004.
Seratus tujuh puluh sembilan kematian ibu terjadi
di antara 21.135 kelahiran hidup selama masa

penelitian, menghasilkan rasio mortalitas ibu sebesar
8,47 per 1.000 kelahiran hidup.
Penyebab kematian yang paling umum adalah
hemoragi (16,6%), kondisi terkait HIV (12,9%),
bronkopneumonia piogenik (12,2%), malaria berat
(10,1%), septisemia puerperal (8,7%), eklampsia
(8,7%) dan meningitis piogenik (7,2%).
Secara keseluruhan, 48% kematian disebabkan
oleh penyakit infeksi yang dapat dicegah: kondisi
terkait HIV, pneumonia piogenik, malaria berat dan
meningitis piogenik. Tiga puluh delapan persen
kematian adalah akibat komplikasi terkait
kehamilan misalnya hemoragi.
Tes HIV dilakukan pada 123 dari 139
perempuan; 52% adalah HIV-positif. Hampir 13%
kematian adalah karena kondisi terkait HIV; hampir
separuh dari kasus tersebut adalah mikobakteri.
Para penulis mencatat: “Penurunan secara
bermakna pada mortalitas ibu dapat dicapai
dengan meningkatkan tes HIV selama kehamilan,

ART pada perempuan hamil yang HIV-positif, dan
tindakan pencegahan pada populasi secara umum.”
Malaria juga adalah penyebab kematian yang
penting, walaupun Maputo, ibukota Mozambik
mempunyai beban malaria yang rendah karena
tindakan pengendalian malaria. Penulis
menunjukkan bahwa Maputo, serupa dengan kota
besar lain di negara berkembang, dikelilingi oleh
daerah tinggi endemi malaria, dan peningkatan
kematian ibu karena malaria dapat diduga di kota
besar.
Mereka juga menunjukkan tingkat kematian yang
tinggi karena pneumonia piogenik, kondisi yang
mudah diobati dengan antibiotik dan jarang
menjadi penyebab kematian pada orang dewasa
yang tidak memiliki masalah kesehatan lain yang
berat.

Maret 2008

Keterbatasan utama pada penelitian ini adalah
pembatasan terhadap sampel perempuan yang
meninggal setelah dirujuk ke rumah sakit di tingkat
tertier di ibukota Mozambik. Penulis mengakui
bahwa tingkat hemoragi mungkin lebih tinggi di
daerah pedesaan karena ketidakmampuan untuk
merujuk kasus ke rumah sakit.
Ringkasan: HIV and malaria important causes of
maternal death, African study shows
Sumber: Menendez C et al. An autopsy study of maternal
mortality in Mozabique: the contribution of infectious diseases.
PLoS Medicine 5 (2): e44, 2008.

3

Manfaat memulai ART
dengan CD4 lebih tinggi
Oleh: Michael Carter, aidsmap.com
Tgl. Laporan: 19 Febuari 2008
Para peneliti Spanyol menemukan lebih banyak
bukti yang mendukung memulai terapi
antiretroviral (ART) sebelum jumlah CD4 pasien
menurun di bawah 350. Hal ini menurut penelitian
yang diterbitkan dalam Journal of Acquired
Immune Deficiency Syndromes edisi 1 Februari
2008. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa
pasien yang memulai ART dengan jumlah CD4
antara 200-350 secara bermakna lebih mungkin
mengalami pengembangan penyakit HIV
dibandingkan pasien yang memulai ART dengan
jumlah CD4 di atas tingkat tersebut.
Pedoman pengobatan HIV di AS dan Eropa
sudah menyarankan bahwa ART harus dimulai
sebelum jumlah CD4 seseorang turun menjadi di
bawah 350 dan pedoman Inggris yang akan
diperbarui (yang saat ini sedang ditinjau kembali
sebelum diterbitkan) juga menyarankan hal yang
serupa.
Para peneliti Spanyol juga menemukan bahwa
pasien yang memulai ART dengan viral load yang
tinggi lebih berisiko mengembangkan penyakit,
serupa dengan pasien yang memiliki riwayat
penggunaan narkoba suntikan serta mereka yang
koinfeksi dengan virus hepatitis C (HCV).
Angka kesakitan dan kematian sudah menurun
secara bermakna pada pasien Odha sejak ART
ditemukan pada pertengahan 1990-an. Tetapi ART
yang baru tersedia ini tidak dapat menyembuhkan
HIV dan memiliki beberapa keterbatasan termasuk
efek samping, membutuhkan tingkat kepatuhan
yang tinggi dan resistansi terhadap obat.
Cara terbaik untuk memakai ART juga masih
belum jelas. Sampai sekarang, pedoman
pengobatan HIV menyarankan penggunaan ART
ditunda hingga jumlah CD4 sudah menurun
menjadi 200. Tetapi muncul bukti yang
menunjukkan bahwa memulai ART dengan jumlah
CD4 yang lebih tinggi, dalam jangka panjang
menghasilkan peningkatan sistem kekebalan yang
lebih baik. Pasien dengan jumlah CD4 yang lebih
rendah lebih berisiko terhadap penyakit berat
termasuk beberapa jenis kanker serta penyakit
jantung, ginjal dan hati.

4

Untuk lebih memahami faktor terkait dengan
pengembangan penyakit HIV dan waktu yang
terbaik untuk memulai ART, para peneliti dari
kohort PISCIS di Spanyol melakukan penelitian
yang melibatkan 2.035 pasien yang belum pernah
diobati (naif pengobatan), dan belum AIDS, yang
memulai ART antara 1998 dan 2004.
Pada saat ART dimulai, 760 pasien mempunyai
jumlah CD4 di bawah 200, 650 mempunyai jumlah
CD4 antara 200 – 350, dan 625 mempunyai
jumlah CD4 di atas 350. Usia median pasien adalah
36 tahun dan 75% adalah laki-laki.
Masa tindak lanjut median adalah hampir tiga
tahun, dan dalam masa ini 148 (7%) pasien
mengalami pengembangan penyakit baru terdefinisi
AIDS atau meninggal.
Faktor yang terkait dengan pengembangan
penyakit adalah jumlah CD4 pada awal di bawah
200 (p < 0,001), viral load pada awal di atas
100.000 (p = 0,002), koinfeksi dengan HCV (p <
0,001), penggunaan narkoba suntikan (p = 0,002)
dan memulai ART sebelum 2001 (p = 0,019).
Kemudian para peneliti melakukan sejumlah
analisis lain, kali ini dengan memperhitungkan
“tenggang waktu (lead time)” yaitu lamanya pasien
terinfeksi HIV. Analisis ini menunjukkan bahwa
pasien yang memulai ART dengan jumlah CD4
antara 200-350, 85% lebih berisiko
mengembangkan AIDS atau kematian (HR = 1,85;
95% CI, 1,03-3,33), dibandingkan pasien yang
memulai ART dengan jumlah di atas 350.
“Hasil ini menyediakan informasi yang berharga
untuk keputusan medis tentang kapan ART harus
dimulai, terutama saat ini karena kita memiliki ARV
yang lebih baik dan rejimen yang lebih nyaman”,
para peneliti menyimpulkan.
Ringkasan: Spanish study shows the benefits of
starting HIV treatment at higher CD4 cell counts
Sumber: Jaen A et al. Determinants of HIV progression and
assessment of the optimal time to initiate highly active
antiretroviral therapy: PISCIS cohort (Spain). J Acquir Immune
Defic Syndr 47: 212 – 220, 2008.

Sahabat Senandika No. 64

Penggunaan narkoba oleh
Odha beresiko terhadap
kelainan jantung tanpa
gejala
Oleh: Michael Carter, aidsmap.com
Tanggal laporan: 11 Febuari 2008
Para peneliti AS menemukan prevalensi tinggi
terhadap masalah jantung tanpa gejala pada pasien
Odha. Penelitian ini dipresentasikan dalam
Conference on Retroviruses and Opportunistic
Infections (CROI) ke-15 yang menunjukkan bahwa
walaupun terapi antiretroviral (ART) tampak
sebagai faktor penyokong, demikian juga dengan
merokok dan penggunaan narkoba misalnya
kokain dan mariyuana. Oleh karena itu mereka
menyarankan bahwa perubahan perilaku harus
menjadi “prioritas utama” dalam menatalaksana
infeksi HIV kronis.
Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa
pasien Odha lebih berisiko terhadap penyakit
kardiovaskular. Study to Understand the Natural
History of HIV/AIDS in the Era of Effective
Therapy (SUN Study) adalah kohort penelitian
prospektif yang melibatkan pasien dari tujuh kota
di AS. Para peneliti melakukan pemeriksaan
ultrasonografi (USG) jantung pada 643 pasien
Odha untuk menentukan faktor yang terkait
dengan kelainan jantung tanpa gejala.
Ekokardiografi dilakukan untuk memeriksa
kegagalan fungsi sistolik ventrikular jantung bagian
kiri, kegagalan fungsi diastolik, hipertensi paru,
hipertrofi ventrikular kiri, dan pembesaran
pembuluh ateri bagian kiri. Semua kondisi ini dapat
muncul tanpa gejala tetapi merupakan indikator
penyakit jantung.
Sebagian besar pasien (77%) adalah laki-laki, 61%
berkulit putih dan berusia rata-rata 41 tahun. Jangka
waktu rata-rata sejak didiagnosis HIV adalah enam
tahun dan 19% pasien pernah didiagnosis dengan
infeksi oportunistik (IO). Sejumlah pasien secara
bermakna berisiko terhadap penyakit jantung, 44%
adalah perokok dan 11% mempunyai tekanan
darah tinggi. Tingkat penggunaan narkoba adalah
tinggi dan seperempat pasien masih memakai
mariyuana, 17% menghisap kokain dan 10%
memakai heroin.
Semua pasien mempunyai jumlah CD4 di atas 100.
USG pada jantung menunjukkan bahwa 11%
pasien mempunyai kegagalan fungsi sistolik
ventrikular jantung bagian kiri, 25% mempunyai

Maret 2008

kegagalan fungsi diastolik, 18% mempunyai
hipertensi paru, 6% mempunyai hipertrofi
ventrikular kiri dan 40% mempunyai pembesaran
atria bagian kiri.
Beberapa faktor risiko terhadap kondisi ini,
misalnya jenis kelamin laki-laki terhadap kegagalan
fungsi sistolik (p = 0,013) dan berusia di atas 46
tahun terhadap pembesaran pembuluh ateri bagian
kiri (p = 0,012) tidak dapat diubah.
Ada bukti yang juga memberi kesan ada
hubungan antara ART dan kelainan jantung.
Pengobatan dengan PI yang mengandung ritonavir
adalah faktor risiko yang bermakna terhadap
hipertensi paru (p = 0,019), dan terapi AZT secara
bermakna dikaitkan dengan hipertrofi ventrikular
kiri (p = 0,03).
Tetapi para peneliti juga menemukan bahwa ada
faktor risiko terhadap beberapa kerusakan yang
dapat diubah. Peningkatan jumlah kolesterol
dikaitkan dengan hipertensi paru (p = 0,04), dan
kelebihan berat badan adalah faktor risiko yang
bermakna terhadap hipertrofi ventrikular kiri (p <
0,001).
Merokok dan penggunaan narkoba juga
merupakan faktor penting. Tetap merokok adalah
faktor risiko yang bermakna terhadap kegagalan
fungsi sistolik (p = 0,004), memakai kokain pada
bulan sebelumnya adalah faktor risiko terhadap
kegagalan fungsi diastolik (p = 0,03), dan memakai
mariyuana pada enam bulan sebelumnya terhadap
hipertrofi ventrikular kiri (p < 0,001) dan terhadap
pembesaran atria bagian kiri (p = 0,006).
“Kelainan fungsi jantung yang tidak kentara
adalah umum pada kohort pasien ini,” para peneliti
menyimpulkan. Mereka mencatat bahwa kelainan
tidak hanya dikaitkan dengan faktor risiko jantung
yang tradisional tetapi juga terhadap “faktor yang
dapat diubah misalnya penggunaan narkoba.”
Mereka menyarankan “perubahan gaya hidup
harus menjadi prioritas utama dalam
penatalaksanaan penyakit infeksi HIV kronis.”
Ringkasan: Recreational drug use a risk for
asymptomatic heart disorders in HIV-positive
patients
Sumber: Mondy K et al. Prevalence of risk
factors in HIV-infected persons for
echocardiographic abnormalities in the era of
modern HAART. Fifteenth Conference on
Retroviruses and Opportunistic Infections, Boston,
abstract 978, 2008.
Edit terakhir: 20 Maret 2008

5

Bakteri baik mengurangi
tingkat viral load pada
vagina
Oleh: Tim Hom, aidsmeds.com
Tanggal laporan: 9 Febuari 2008
Bakteri sehat membatasi jumlah HIV yang
terdeteksi dalam cairan vagina perempuan Odha.
Hal ini berdasarkan penelitian yang dipresentasikan
dalam Conference on Retroviruses dan
Opportunistic Infections (CROI) ke-15. Penulis
yang melakukan presentasi berharap temuan
mereka, yang memberi kesan bahwa kemungkinan
perempuan Odha dengan tingkat laktobasilus
dalam vagina yang sehat untuk menularkan virus
adalah lebih rendah. Temuan ini mendorong
penelitian tambahan yang melakukan tes terhadap
kemungkinan penggunaan suplemen laktobasilus
sebagai strategi pencegahan.
Penelitian ini dipresentasikan dalam CROI oleh
Jane Hitti, MD, lektor obstetrik dan ginekologi di
Fakultas Kedokteran Universitas Washington (UW)
di Seattle, AS dan rekan di UW dan Rumah Sakit
Universitas Rochester di Rochester, AS.
Kelompok Dr. Hitti meneliti kumpulan bakteri
pada vagina 57 perempuan Odha. Mereka
memantau tingkat laktobasilus dalam vagina, serta
juga terkait hidrogen peroksida, produk yang
dihasilkan oleh bakteri dan diyakini mencegah virus
(serta pertumbuhan bakteri dan jamur yang
berbahaya secara berlebihan).
Bakteri laktobasilus yang umum ditemukan
dalam vagina adalah saudara bakteri yang sehat
yang terdeteksi dalam usus halus dan sering
ditemukan dalam yogurt.
Setiap kurang lebih tiga bulan – selama rata-rata
dua tahun – para peneliti juga memantau tingkat
HIV dalam cairan vagina perempuan dalam
penelitian tersebut serta mengamati infeksi menular
seksual (IMS) misalnya trikomoniasis, gonore dan
klamidia.
Sementara penelitian dalam tabung percobaan
sebelumnya mengindikasikan bahwa laktobasilus
mungkin dapat mencegah infeksi HIV pada
perempuan, kelompok Dr. Hitti sudah menetapkan
hubungan yang erat antara penurunan tingkat virus
di vagina dengan kehadiran laktobasilus yang

6

menghasilkan hidrogen peroksida. Dr. Hitti
melaporkan bahwa, apabila laktobasilus ditemukan
di vagina perempuan, viral load dalam cairan
vagina menurun tiga kali lipat.
Para peneliti juga menemukan bahwa jumlah
virus di vagina beragam, tergantung pada kehadiran
laktobasilus. Perempuan dengan jumlah bakteri
rendah selama masa awal kunjungan, tetapi
kemudian mempunyai tingkat laktobasilus yang
lebih tinggi pada kunjungan selanjutnya, melihat
tingkat HIV di vagina menurun. Serupa dengan
tingkat HIV di vagina meningkat pada perempuan
yang bakteri baiknya hilang antar kunjungan.
“Temuan ini menggarisbawahi pentingnya
mempertahankan laktobasilus yang sehat di vagina
perempuan Odha,” Dr. Hitti mengatakan. “Saya
berharap kita dapat meneliti penambahan
laktobasilus di masa yang akan datang untuk
perempuan yang tidak mempunyai bakteri ini
sebagai strategi untuk mengurangi jumlah HIV di
vagina.”
Artikel asli: Good Bacteria Reduces Vaginal HIV Levels
Edit terakhir: 20 Maret 2008

Sahabat Senandika No. 64

Pojok Info

Tips

Lembaran Informasi Baru

Tips untuk Odha

Pada Maret 2008, Yayasan Spiritia telah menerbitkan
15 lembaran informasi yang direvisi:
• Informasi Dasar
Lembaran Informasi 001—Daftar Lembaran
Informasi
• Terapi Antiretroviral
Lembaran Informasi 432—Efavirenz
Lembaran Informasi 446—Lopinavir/Ritonavir
Lembaran Informasi 447—Atazanavir
Lembaran Informasi 448—Fosamprenavir
• Infeksi Oportunistik
Lembaran Informasi 504—Demensia & Masalah
Saraf
Lembaran Informasi 505—Hepatitis
Lembaran Informasi 508—Sarkoma Kaposi
(KS)
Lembaran Informasi 510—MAC
(Mycobacterium Avium Complex)
Lembaran Informasi 512—PCP (Pneumonia
Pneumocystis)
• Obat untuk Infeksi Oportunistik
Lembaran Informasi 531—Siprofloksasin
Lembaran Informasi 532—Klaritromisin
Lembaran Informasi 533—Dapson
• Efek Samping
Lembaran Informasi 556—Toksisitas
Mitokondria
• Topik Khusus
Lembaran Informasi 600—Gizi
Untuk memperoleh lembaran revisi ini atau seri
Lembaran Informasi lengkap, silakan hubungi
Yayasan Spiritia dengan alamat di halaman belakang
atau browse ke situs web Spiritia:


Aneka puding bisa meningkatkan daya tahan
tubuh, mencegah peradangan, demam dan diare.
Radang, diare, dan demam memang terkadang
dialami oleh Odha karena turunnya daya tahan
tubuh. Berikut ini adalah resep puding stroberi yang
bermanfaat untuk membantu mengatasi demam,
mual, tidak nafsu makan, badan lemah, dan sakit
waktu menelan.
Bahan:
Agar-agar 1 bungkus
Susu cair rasa stroberi 2 gelas
Gula pasir 3 sendok makan
Buah stroberi 250 gram

Cara membuat:
Rebus susu, agar-agar dan gula. Aduk hingga
mendidih, lalu angkat.
Setelah agak dingin, masukkan buah stoberi yang
telah dipotong menjadi dua. Ratakan puding
tersebut, lalu biarkan dingin dan masukkan ke
dalam lemari es.
Bahan saus:
Susu cair rasa stroberi 250 cc
Gula pasir 50 gram
Kuning telur 1 butir, kocok sebentar
Tepung maizena ½ sendok makan, cairkan
dengan sedikit air.
Cara membuat saus:
Rebus susu dan gula hingga mendidih, lalu
masukkan maizena cair sambil diaduk hingga
mengental. Setelah kental, adonan diangkat.
Masukkan kuning telur, sambil diaduk terus
hingga dingin.
Hidangkan puding dengan saus.
Sumber: Buku Potensi Diri dan Alam untuk Pengobatan HIV/
AIDS

Maret 2008

7

Tanya Jawab

Positive Fund
Laporan Keuangan Positive Fund

Tanya-Jawab
Tanya
Saya ingin mengetahui semua tentang penyakit
CMV? Karena mata sebelah kiri saya telah terkena
virus ini dan merembet ke mata sebelah kanan.
Jawab:
CMV menang dapat merusak retina, yaitu lapisan
di belakang mata. Penyakit ini disebut sebagai
Retinitis CMV. Sayangnya kerusakannya adalah
permanen, tidak dapat dipulihkan, walau dapat
dihentikan dengan obat. Tetapi obat yang biasa
dipakai, gansiklovir, mahal dan sulit diperoleh.
Pengobatan dapat dilakukan dengan infus, dengan
suntikan pada bola mata, dan juga ada versi yang
ditanam dalam mata.
Retinitis CMV biasanya hanya terjadi bila CD4
turun di bawah 50, dan cara terbaik untuk
mencegahnya ada dengan mulai terapi antiretroviral
(ART) sebelum CD4 turun begitu rendah. Bila
ART dipakai setelah mengalami penyakit ini, sering
kerusakan dapat dihentikan, tetapi tidak dipulihkan.
Sayangnya juga, Retinitis CMV juga dapat dialami
oleh Odha yang mulai ART dengan CD4 sangat
rendah. Sebagaimana sistem kekebalan mulai pulih,
infeksi yang laten dapat muncul - hal ini disebut
sebagai sindrom pemulihan kekebalan. Tetapi
penggunaan ART terus biasanya dapat
menghentikan kerusakan.
Nah, apakah Anda yakin masalah disebakan oleh
CMV? Ada beberapa masalah mata lain yang dapat
muncul pada Odha bahkan pada orang yang tidak
terinfeksi HIV. Kalau belum sebaiknya Anda
periksa ke spesialis mata yang berpengalaman
dengan HIV (kalau ada). Sebetulnya Retinitis CMV
mudah didiagnosis oleh dokter yang bukan spesialis
mata, dengan alat yang dipakai untuk memeriksa
retina.
Ada informasi lebih lanjut mengenai CMV di
Lembaran Informasi 501.
Jawaban oleh: Babé tanggal 15 September 2007-website Yayasan
Spiritia

Yayasan Spiritia
Periode M aret 2008

Saldo aw al 1 Maret 2008

16,144,969

Penerimaan di bulan
Maret 2008

880,600+
___________

Total penerimaan

17,025,569

Pengeluaran selama bulan Maret:
Item

Jumlah

Pengobatan

114,500

Transportasi

0

Komunikasi

0

Peralatan / Pemeliharaan

0

Modal Usaha

0+
___________
114,500-

Total pengeluaran

Saldo akhir Positive Fund
per 31 M aret 2008

16,911,069

Sahabat Senandika
Diterbitkan sekali sebulan oleh

Yayasan Spiritia
dengan dukungan
T H E FORD
FOU N D
AT I O N
DA

Kantor Redaksi:
Jl. Johar Baru Utara V No 17
Jakarta Pusat 10560
Telp: (021) 422 5163 dan (021) 422 5168
Fax: (021) 4287 1866
E-mail: yayasan_spiritia@yahoo.com
Editor:
Caroline Thomas
Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk
diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus
mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon).
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar
untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum
melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi
dengan dokter.

8

Sahabat Senandika No. 64