Sahabat Senandika

Yayasan Spiritia

No. 61, Desember 2007

Sahabat Senandika
Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Laporan Kegiatan
New Trends in
Management of HIV/AIDS
Sahid Jaya Hotel, 30 November-1
Desember 2007
Oleh: Caroline Thomas
Simposium New Trends in HIV Management
yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia bekerjasama dengan
KPA Nasional dan Pokja HIV/AIDS Ikatan
Dokter Indonesia ini berlangsung selama 2 hari
dengan bertempat di Hotel Sahid Jaya pada tanggal
30 November-1 Desember 2007.
Simposium ini dimulai dengan Lecture 1

oleh Dr. I Nyoman Kandun, MPH dari
Departemen Kesehatan RI dengan Topik:
Peraturan and Pencegahan HIV di Indonesia.
Selanjutnya, dianjutkan dengan Lecture 2 oleh Dr.
Kemal Siregar dari KPA dengan topik Strategi
Nasional Pencegahan HIV/AIDS.
Kedua Lecture yang berupa symposium
pleno, membahas topik yang hampir sama yaitu
topik tentang Rencana Aksi Nasional 2007-2010.
Kesimpulan dari kedua sesi yang mirip ini adalah
sebagai berikut:
• Rencana Aksi Nasional 2007-2010: 80% orang
yang beresiko bisa dicapai, 60% dari mereka
bisa merubah perilaku beresiko mereka, 100 %
Odha mendapatkan ARV, 60% wanita hamil
yang HIV+ bisa menerima profilaksis ARV,
menurunkan angka infeksi pada tahun 2010 dan
mengintensifkan pencegahan dan control di
Papua (Save Papua).
• Tujuan umum strategi penanggulangan HIV

nasional adalah: Untuk mencegah dan
mengurangi penyebaran HIV, meningkatkan
kualitas hidup Orang dengan HIV/AIDS
(Odha), dan mengurangi dampak sosial dan
ekonomi yang disebabkan oleh HIV kepada
individu, keluarga dan masyarakat.
• Secara statistik, pada tahun 2007 tercatat 10,384
Odha. Dari jumlah tersebut, 49,5% berasal dari

faktor resiko penggunaan napza suntik, 42%
dari heteroseksual, 4% dari homoseksual, 1.6%
dari perinatal, dan 2.8% yang tidak diketahui.
• Estimasi 2006 dari kelompok yang paling
beresiko untuk tertular HIV adalah: Pelanggan
Pekerja Seks Komersial (PSK), Pasangan dari
pelanggan PSK, Lelaki yang berhubungan seks
dengan lelaki (LSL), Pengguna napza suntikan
dan Pasangan dari Pengguna napza suntikan.
• Isu-isu penting terkait dengan penanggulangan
HIV di Indonesia adalah: peningkatan angka

pengguna napza, penggunaan napza di
Lembaga Pemasyarakatan (LP), seks tidak
aman, mobilitas penduduk, dan anak-anak yang
terinfeksi dan terdampak oleh HIV.
• Selain itu, tantangan yang dihadapi adalah:
Norma dan perilaku sosial; koordinasi
penanggulangan dari kelompok yang berbedabeda; pengembangan program dan peraturan;
kebutuhan dan resiko remaja; kebutuhan untuk
mengembangkan program perawatan,
pengobatan dan dukungan; stigma dan
diskriminasi, dan isu desentralisasi dan otonomi
daerah.

Daftar Isi
Laporan Kegiatan
New Trends in Management of HIV/AIDS

1
1


Pengetahuan adalah kekuatan

5

Kepatuhan terhadap ART dikaitkan
dengan melek kesehatan
Obat herpes juga melawan HIV

5
6

Pojok Info
Lembaran Informasi Baru

Tips
Tips untuk Odha

6
6


7
7

Tanya Jawab

8

Tanya-Jawab

8

Positive Fund

8

Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.

• Sudah ada peraturan untuk mengintensifikan
penanggulangan HIV yang akan dikoordinasi

oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.
Peraturan ini dituang didalam Peraturan
Presiden No 75 tahun 2006.
Sesi berikutnya adalah sesi yang dibagi ke dalam 2
kelas yang berbeda. Berikut ini adalah ringkasan
dari sesi parallel di hari pertama yang saya ikuti:
Sesi “Tes cepat dengan metode pengambilan
darah dari jari (Finger Prick)” oleh Dr.
Sondang Maryutka Sirait, Sp. PK:
• Metode Finger prick adalah metode
pengambilan sampel darah kapiler dengan cara
penusukan jarum di ujung jari. Metode ini
berbeda dengan metode yang biasa dilakukan
yaitu dengan mengambil darah melalui
pembuluh darah vena. Metode finger prick ini
juga harus menggunakan 3 rapid test yang
berbeda.
• Sudah ada penelitian yang dilakukan oleh
IHPCP dan Depkes kepada 199 orang yang
berasal dari populasi yang rentan terhadap HIV

dan hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada hasil
yang cukup berbeda (signifikan) dari kedua
metode tersebut.
• Walaupun sudah dilakukan penelitian, metode
ini belum direkomendasikan oleh Departemen
Kesehatan karena beberapa faktor seperti:
Penelitian harus dilakukan dengan melibatkan
lebih banyak responden dan harus ada program
pematangan mutu external yang dikoordinasi
oleh Departemen Kesehatan.
• Melihat dari mudahnya teknik pengambilan
darah dengan metode finger prick dan hasil
yang tidak signifikan dari kedua metode
pengambilan darah, diharapkan Departemen
Kesehatan dapat mensosialisasikan hasil ini
dengan cepat. Pensosialisasian ini tentunya
mengharapkan lebih banyak pihak yang mau
terlibat dalam penelitian tersebut sehingga jika
disetujui, teknik ini bisa menjadi teknik yang
lebih mudah digunakan oleh lebih banyak

petugas kesehatan sehingga lebih banyak orang
yang bisa dijangkau.

2

Sesi “Substitusi Metadon” oleh Dr. Ratna
Mandiati, Sp. KJ:
• Estimasi jumlah pengguna napza pada saat ini
adalah 1,3-2 juta orang. Jenis napza yang dipakai
adalah: Heroin, methamphetamine, marijuana,
ecstasy, cocaine, benzodiazepine, dan glue.
• Estimasi pengguna napza suntik jenis heroin
adalah lebih dari 60%.
• Untuk ketergantungan heroin, ada 3 macam
obat yang digunakan sebagai substitusi:
Naltrexone, Buprenorphine, dan Methadone.
• Naltrexone dipakai untuk detoksifikasi secara
cepat (rapid detoxification) dengan dosis 50 mg
per hari, harganya murah namun karena bukti
menunjukkan bahwa orang yang menggunakan

obat ini cenderung memiliki tinggi ‘drop out’
yang tinggi, maka obat ini disarankan untuk
orang-orang yang punya motivasi yang tinggi
untuk berhenti memakai heroin.
• Buprenorphine dipakai dengan dosis 2-12 mg
per hari dengan keuntungan pasien lebih
nyaman dan orang tua pasien bisa berperan
sebagai co-terapis. Kerugiannya adalah
Buprenorphine dipakai dengan cara disuntikkan
dan harganya relatif mahal.
• Methadone adalah susbtitusi oral yang berupa
sirup yang sudah dilakukan penelitiannya di 7
negara dan sudah terdaftar pada tahun 2007.
Methadone digunakan sebagai terapi rumatan
dan detoksifikasi di RS Ketergantungan Obat
(RSKO) tetapi di Puskesmas, Methadone hanya
digunakan untuk terapi rumatan.
• Methadone sangat dianjurkan karena murah,
mudah dan dapat meningkatkan abstinensi
(‘puasa’ heroin), penurunan angka kriminalitas,

peningkatan kualitas hidup, peningkatan kualitas
seks aman.
Sesi “Tantangan dari kontrol IMS di
Indonesia” oleh dr. Loly Simanjuntak:
• Infeksi Menular Seksual (IMS) bisa disebabkan
oleh bakteri, virus, jamur, maupun protozoa.
• IMS bisa tidak menunjukkan gejala
(asimptomatik) dan bisa menunjukkan gejala
(simptomatik).
• Dampak IMS terhadap HIV adalah: dengan
meningkatnya IMS, kejadian HIV juga semakin
mungkin untuk meningkat.

Sahabat Senandika No. 61

• Hubungan HIV dan IMS adalah: jika ada luka
terbuka dari HIV contohnya seperti luka yang
disebabkan oleh sifilis dan herpes, HIV dapat
masuk melalui luka tersebut. Lain halnya dengan
Gonorrhea dan Chlamydia yang menyebabkan

termobilisasinya CD4 untuk melawan IMS
sehingga pada saat yang bersamaan, jika ada
HIV, HIV akan lebih mudah untuk menyerang
CD4 yang terkonsentrasi di suatu tempat
(vagina, misalnya)
• Jumlah rata-rata dari tahun 1987-2206, ada
44,5% orang yang tertular HIV melalui
hubungan seksual.
• Tantangan dari pencegahan pengontrolan IMS
dan HIV adalah: daya guna kondom masih
rendah, adanya resistansi obat, pasien tidak
mencari obat, tidak cukup obat tersedia di
beberapa tempat, reagen untuk tes masih
kurang, fasilitas masih kurang, SDM masih
terbatas.
Sesi “Harm reduction (HR)”:
• Keunggulan layanan Harm reduction dari
pemerintah adalah: ada kesinambungan, dapat
mencapai skala yang kritis, selain itu pemerintah
juga bisa mengadvokasi hak-hak kesehatan
pengguna napza suntikan sebagai anggota
masyarakat.
• Tantangan dari layanan HR yang disediakan oleh
pemerintah adalah: program ini baru bagi
pemerintah karena ada isu-isu kontraktual,
seringnya terjadi mutasi pegawai negeri,
program ini dapat menjadi tambahan bagi
puskesmas yang sudah cukup sibuk, serta tidak
ada sistem dukungan yang langsung kerja di
bidang penjangkauan.
• Dalam Rencana Aksi nasional, direncanakan
pada tahun 2010 ada peningkatan dalam
program penukaran jarum suntik steril (needle/
syringe exchange program/NEP) sehingga
mencapai 64% dari keseluruhan orang yang
membutuhkannya.
• Kesimpulan yang diambil dari program Harm
Reduction sekarang ini adalah: Sampai saat ini
Indonesia masih memimpin pengembangan
program Harm Reduction regional dengan
penerapan program HR di 75 puskesmas dan
bermitra dengan 35 organisasi, Program HR di
pusat kesehatan Depkes dan penjara sangat
efektif untuk mengurangi laju infeksi HIV baru
sehingga prevalensi HIV bisa ditekan sampai
lebih dari 30%, namun cakupan masih
membutuhkan monitoring yang teliti.

Desember 2007

Sesi “Isu baru dalam pengelolaan HIV pada
anak”:
• 2,5 juta anak terinfeksi HIV dan 530,000 kasus
baru ditemukan setiap tahun, setiap menit
seorang anak meninggal karena HIV, 50% anak
meninggal sebelum berusia 2 tahun padahal
HIV bisa dicegah penularannya pada anak.
• Pada saat ini, anak yang membutuhkan ART
adalah 780,000 orang tetapi yang sekarang yang
menggunakan ART Cuma 115,500 orang. Ini
berarti hanya sekitar 15% yang memakai ARV
dari jumlah yang semestinya menggunakan
ARV.
• Diagnosa untuk anak yang berusia kurang dari
18 bulan adalah dengan pengukuran jumlah
virus di dalam darah dengan: PCR, RNA PCR,
atau ultra sensitive p24 Aq. Tetapi yang paling
disarankan ada dengan tes PCR.
• Untuk anak yang berusia diatas 18 bulan, bisa
menggunakan tes antibody. Tes harus dilakukan
6-12 minggu setelah ASI terakhir.
• Jika bayi berusia kurang dari 18 bulan dan tidak
ada akses untuk melakukan PCR, dokter bisa
mengambil diagnosa presumtif dengan: hasil
ELISA yang positive dan kriteria stadium 4.
• Tujuan pemberian ARV untuk anak adalah
untuk menurunkan tingkat kesakitan dan
kematian pada anak dengan HIV, memulihkan
sistem kekebalan tubuh anak dan meningkatkan
kualitas hidup anak dengan HIV.
• Menurut WHO, seorang anak harus memulai
ARV ketika: sudah ada diagnosa presumtif dari
dokter dan anak sudah berada dalam stadium 3
atau 4.
• Selain itu, CD4 persentase dan CD4 mutlak
yang memenuhi syarat untuk ARV adalah:
1. Jika anak berusia kurang dari 11 bulan: CD4
persentase kurang dari 25% dan jumlah CD4
mutlak kurang dari 1,500.
2. Jika anak berusia antara 12-35 bulan: CD4
persentase kurang dari 20% dan jumlah CD4
mutlak kurang dari 750.
3. Jika anak berusia antara 36-59 bulan: CD4
persentase kurang dari 15% dan jumlah CD4
mutlak kurang dari 350.
4. Jika anak berusia 5 tahun atau lebih: CD4
persetase kurang dari 15% dan jumlah CD4
mutlak kurang dari 200.

3

• Saat ini sudah ada obat-obatan yang
dikombinasikan dalam satu bentuk sehingga
memudahkan anak untuk meminum obat
(Fixed Dose Combination/FDC) dengan harga
yang cukup terjangkau (kurang lebih $60
setahun—informasi dari Clinton Foundation).
Obat-obatan ini contohnya adalah: Triviro LNS
kid, Triomune baby dan Triomune Junior,
Emtri, dll.
• Untuk mendorong kepatuhan anak untuk
minum obat, dapat dilakukan berbagai cara
seperti: menggunakan kotak obat, penghargaan
dengan stiker kepada anak, kunjungan rumah,
sistem buddies, alarm, buku cerita, dll.
• Anak-anak juga dianjurkan untuk meminum
Cotrimoxazole untuk pencegahan beberapa
infeksi. Cotrimoxazole dapat menekan angka
kematian anak sampai 43% di Zambia dan 27%
di Mali.
• Untuk Indonesia, jika ARV tidak bisa diakses,
untuk sementara, orang tua dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan rutin, pemberian
Cotrimoxazole dan pemberian obat anti cacing.
Sesi “Koinfeksi HIV dan Virus Hepatitis”:
• Didunia, 5%-60% orang yang HIV + adalah
juga Hepatitis C Virus (HCV) + .
• Di Indonesia, 64%-80% orang yang HIV+
adalah juga HCV + .
• Konsekuensi dari HCV terhadap HIV adalah:
peningkatan tes fungsi hati (peningkatan SGOT
dan SGPT), dan HCV bisa meningkatkan kasus
kematian terkait dengan HIV.
• Pada penelitian awal, Hepatitis B Virus (HBV)
bisa meningkatkan jumlah virus HIV.
• Dengan adanya Virus Hepatitis, seorang Odha
bisa mengalami peningkatan resiko untuk
mengalami sirosis, dan kanker hati dengan
resiko 6-11 kali lebih besar.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan
resiko sirosis dan kanker hati adalah: konsumsi
alkohol, VL HIV yang tidak terkontrol, dan
rendahnya jumlah CD4.
• Untuk menghindari keracunan pada hati
(hepatotoksisitas), kita harus: menghindari
pengunaan obat-obatan maupun ‘obat-obatan’
yang bisa menyebabkan keracunan hati seperti
jamu yang belum ada uji klinis dan juga
mengurangi konsumsi alkohol.
• Kesimpulan yang penting yang diberikan adalah:
1. HIV meningkatkan resiko kematian terkait
dengan penyakit pada hati.
2. Dengan menangani HIV, berarti kita mengurangi
resiko kematian terkait dengan penyaki

4

pada hati.
3. Karena mahalnya obat-obatan untuk terapi
HCV dan rendahnya tingkat kesuksesan terapi,
sangat disarankan bagi rang yang mempunyai
koinfeksi HIV-HCV untuk ditangani HIVnya
karena dengan penanganan yang baik terhadap
HIV, HCV bisa terkontrol.
Pada akhir symposium 2 hari ini, kami merasa
mendapatkan banyak ilmu dan pengetahuan. Ada
hal yang agak mengganggu buat saya sebagai
seorang peserta yang bukan datang dari kalangan
medis adalah tidak adanya akses untuk mendapat
materi/ handout/ slide dari panitia. Panitia
memberikan website: www.worldaidsdayindo.com
dengan iming-iming bahwa materi akan diberikan
melalui website tersebut tetapi website tersebut
tidak berisi apa-apa selain topik (judul) dan
pembicara, formulir registrasi, lustrum activity,
home coming alumni, Jakarta shopping tour, dll.
Ada beberapa materi yang penting yang tidak
bisa saya catat namun penting seperti “HIV
nephropathy and blood safety” dan beberapa sesi
lain yang tidak bisa diikuti karena sesi parallel
dilaksanakan pada waktu yang bersamaan di kelas
yang berbeda.

Sahabat Senandika No. 61

Pengetahuan
adalah kekuatan
Kepatuhan terhadap ART
dikaitkan dengan melek
kesehatan
Oleh: Joene Hendry, Reuters
Health
Tgl. laporan: 16 November 2007
Pasien terinfeksi HIV yang kurang melek
pengobatan sering tidak mengerti aturan
pengobatan yang diberikan oleh petugas kesehatan
dan oleh karena itu kemungkinan mereka patuh
pada pengobatan lebih rendah. Hal ini berdasarkan
temuan dari sebuah penelitian.
Temuan ini juga menunjukkan bahwa warga AS
keturunan Afrika yang terinfeksi HIV adalah dua
kali lebih mungkin tidak patuh dibandingkan
dengan pembandingnya yang berkulit putih. Tetapi
apabila data ini dianalisis, pemimpin penelitian Dr.
Chandra Y. Osborn, dari Universitas
Northwesterny, Chicago, AS dan rekan
menemukan bahwa melek kesehatan menengahi
perbedaan ras.
Tingkat melek kesehatan ditentukan oleh
keterampilan kemelekan secara keseluruhan oleh
pasien, para peneliti menjelaskan. Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa tingkat melek
kesehatan yang rendah dikaitkan dengan dampak
kesehatan yang buruk dan adalah lebih umum di
antara warga AS keturunan Afrika dibandingkan
warga berkulit putih.
Tim Osborn meneliti hubungan antara melek
kesehatan dengan perbedaan ras terhadap
kepatuhan terhadap pengobatan setelah beberapa
waktu di antara 204 pasien terinfeksi HIV yang
mengunjungi klinik untuk rawat jalan di Chicago
dan Shreveport, Louisiana. Pasien tersebut, 80
persen laki-laki dan 45 persen warga AS keturunan
Afrika, rata-rata berusia 40 tahun.
Secara keseluruhan, lebih dari 70 persen peserta
penelitian memakai tiga atau lebih obat HIV dan
lebih dari separuh diobati untuk penyakit kronis
lain, para peneliti melaporkan dalam American
Journal of Preventive Medicine.

Desember 2007

Tes pengenalan kata yang terkait dengan
kesehatan menentukan 68,6 persen pasien yang
cukup melek kesehatan (membaca hingga tingkat
sembilan atau lebih). Dua puluh persen lebih sedikit
pasien dengan tingkat melek kesehatan sedang
(tingkat membaca tujuh hingga delapan) dan
kurang lebih 11 persen dengan tingkat melek
kesehatan rendah.
Para peneliti menemukan bahwa warga AS
keturunan Afrika adalah 2,4 kali lebih mungkin
untuk tidak patuh terhadap rejimen pengobatan
mereka dibandingkan dengan yang bukan
keturunan Afrika apabila analisis ini dipengaruhi
faktor usia, jenis kelamin, penghasilan, jumlah
pengobatan dan penyakit non-HIV, Osborn
mengatakan.
Osborn mengatakan pada Reuters Health bahwa
apabila dampak melek huruf dipertimbangkan,
“melek huruf adalah prediktor bermakna terhadap
ketidakpatuhan, sehingga pasien dengan tingkat
melek huruf rendah adalah 2,1 kali lebih mungkin
untuk tidak patuh terhadap rejimen pengobatan
mereka dibandingkan dengan yang melek huruf.”
Keterbatasan melek kesehatan adalah hambatan
terhadap kepatuhan yang berpotensi untuk diubah,
para peneliti mencatat. Mereka yang berisiko tidak
patuh dapat mendapatkan manfaat dari bahan
pendidikan kesehatan yang disesuaikan dengan
budaya dan etiket obat ditulis untuk semua tingkat
melek huruf.
Ringkasan: Adherence to HIV therapy linked to health literacy
Sumber: American Journal of Preventive Medicine, November
2007

5

Obat herpes juga melawan
HIV

Pojok Info

Oleh: POZ
Tanggal laporan: 13 November 2007
Obat anti-herpes valasiklovir ditemukan
mengurangi viral load HIV dalam darah dan
pengeluaran dari kelamin laki-laki yang terinfeksi
virus herpes simplex-2 (HSV-2). Hal ini
berdasarkan laporan penelitian dari AIDSmap.
Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya dan
selanjutnya memberi kesan bahwa pengobatan
herpes, apabila tidak memakai terapi HIV, dapat
memberi manfaat kesehatan dan membantu
mencegah kelanjutan penularan HIV.
Richard Zuckerman, MD, MPH, dari seksi
penyakit menular dan kesehatan internasional di
Dartmouth-Hitchcock Medical Center di Lebanon,
New Hampshire, dan rekan meneliti obat
valasiklovir pada 20 laki-laki yang terinfeksi HIV
dan HSV-2 di Lima, Peru. Laki-laki ini secara acak
diberi valasiklovir 500mg dua kali sehari atau
plasebo selama delapan bulan. Kemudian setelah
berhenti selama dua minggu, kelompok yang
menerima dosis obat diganti sehingga mereka yang
menerima plasebo sekarang diberi valasiklovir dan
yang sudah menerima valasiklovir sekarang diberi
plasebo selama delapan minggu lagi.
Pengobatan dengan valasiklovir dikaitkan dengan
31 persen penurunan viral load HIV pada contoh
yang diambil dari dubur dibandingkan dengan
plasebo, dan 53 persen penurunan viral load HIV
dalam darah. Penulis penelitian menyimpulkan
bahwa penekanan produksi HSV-2 pada orang
koinfeksi dengan HIV menghasilkan penurunan
yang bermakna pada HSV-2 dan HIV.

6

Lembaran Informasi Baru
Pada Desember 2007, Yayasan Spiritia telah
menerbitkan tiga lagi lembaran informasi untuk Odha,
sbb:
• Terapi Antiretroviral
Lembaran Informasi 404—Pedoman Nasional
ART
Lembaran Informasi 462—Maraviroc
Lembaran Informasi 471—Raltegravir
Dengan ini, sudah diterbitkan 135 lembaran
informasi dalam seri ini.
Juga ada 17 lembaran informasi yang direvisi:
• Informasi Dasar
Lembaran Informasi 001—Daftar Lembaran
Informasi
• Terapi Antiretroviral
Lembaran Informasi 400—Siklus Hidup HIV
(urutan baru, ganti 415)
Lembaran Informasi 401—Penggunaan Obat
Antiretroviral (urutan baru, ganti 400)
Lembaran Informasi 402—Nama Obat
Antiretroviral (urutan baru, ganti 401)
Lembaran Informasi 403—Terapi Antiretroviral
(urutan baru, ganti 410)
Lembaran Informasi 405—Kepatuhan terhadap
Terapi (urutan baru, ganti 416)
Lembaran Informasi 406—Terapi Berdenyut
(urutan baru, ganti 417)
Lembaran Informasi 407—Interaksi Obat
(urutan baru, ganti 419)
Lembaran Informasi 411—AZT (Zidovudine)
(urutan baru, ganti 420)
Lembaran Informasi 413—ddI (Didanosine)
(urutan baru, ganti 422)
Lembaran Informasi 414—d4T (Stavudine)
(urutan baru, ganti 423)
Lembaran Informasi 415—3TC (Lamivudine)
(urutan baru, ganti 424)
Lembaran Informasi 416—Abacavir (urutan
baru, ganti 425)
Lembaran Informasi 417—Duviral (urutan baru,
ganti 426)
Lembaran Informasi 419—Tenofovir (urutan
baru, ganti 428)
Lembaran Informasi 420—FTC (Emtricitabine)

Sahabat Senandika No. 61

(urutan baru, ganti 429)
Lembaran Informasi 445—Amprenavir
Salinan lembaran baru/revisi ini dilampirkan
pada Sahabat Senandika edisi ini. Untuk
memperoleh seri Lembaran Informasi lengkap,
silakan hubungi Yayasan Spiritia dengan alamat di
halaman belakang. Yang sudah mempunyai buku
lembaran informasi dapat memastikan semuanya
terbaru dengan lihat tanggal penerbitan pada
Daftar Lembaran Informasi. Semua lembaran
informasi ini juga dapat dibaca dan didownload dari
situs web Spiritia:

Tips
Tips untuk Odha
Sebagai Odha, kita diharuskan untuk
mengunjungi dokter secara berkala. Terkadang kita
malu dan sering lupa apa yang harus kita bicarakan
didalam ruang dokter. Berikut ini ada beberapa tips
yang bisa digunakan ketika kita mengunjungi
dokter:
• Kalau ini kunjungan pertama, ceritakan riwayat
kesehatan kita: imunisasi, pengalaman sakit
berat, operasi, alergi, kebiasaan hidup, penyakit
keturunan dan menular jika ada.
• Bawa hasil pemeriksaan sebelumnya dari dokter
yang lain jika ada.
• Ungkapkan alasan kunjungan dan kondisi
kesehatan kita: gejala yang dialami, kapan gejala
muncul, pengobatan yang sudah pernah
diberikan (termasuk obat tradisional) dan
perkembangan kondisi sampai saat ini.
• Jangan segan bertanya sampai kita benar-benar
mengerti penjelasan dokter. Jika tidak lupa, kita
bisa membuat catatan dari rumah.
• Buat catatan, atau minta dokter membuat
catatan, mengenai informasi yang penting dan
mungkin dilupakan, misalnya aturan untuk
minum obat, efek samping yang dapat gawat,
dsb. Bila kita sulit melakukan hal ini, kita dapat
meminta teman mengikuti kita ke dokter untuk
membuat catatan.
Sumber: Buku Pasien Berdaya Yayasan Spiritia

Desember 2007

7

Tanya Jawab
Tanya-Jawab
T: Saat ini saya bekerja sbg pegawai kontrak/
outsourcing di salah satu perusahaan BUMN. Pada
akhir November 2006 saya mengikuti beberapa
test untuk diangkat sebagai pegawai tetap. Ternyaa
dalam test kesehatan terakhir saya positif HIV, dan
sampe sekarang belum di umumkan mengenai hasil
diterima atau tidaknya di perusahaan tersebut?
Apakah dengan + HIV akan mempengaruhi
hasilnya nanti?
Saya juga sudah ARV yg tadinya jumlah CD4
saya 260 (pd akhir Nopember 2006) sekarang
jumlah CD4 saya naik menjadi 587 (Juli 2007).
Mohon penjelasan.. Sekian, Tks.
J: Sekarang sudah ada Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi tentang Pencegahan dan
Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja
(Kepmen No. KEP.68/MEN/IV/2004).
Keputusan ini bisa dibaca pada bagian Links
website Yayasan Spiritia. Menurut peraturan ini,
tidak boleh dilakukan tes HIV paksaan, dan kalau
ada yang diketahui HIV, hal ini tidak boleh
mempengaruhi status, atau mangatan sebagai
karyawan tetap. Tetapi...
Kalau ternyata dapat dibuktikan Anda
didiskriminasikan oleh perusahaan karena status
HIV, Anda dapat bawa ke pengadilan. Kalau Anda
ingin melakukan langkah ini, Spiritia siap coba
membantu, dan ada beberapa pengacara yang siap
bantu juga.

Positive Fund
Laporan Keuangan Positive Fund
Yayasan Spiritia
Periode D esember 2007

Saldo aw al
1 Desember 2007

16,487,419

Penerimaan di bulan
Desember 2007

1,130,600+
_________

Total penerimaan

17,618,019

Pengeluaran selama bulan Desember :
Item

Jumlah

Pengobatan

114,500

Transportasi

0

Komunikasi

0

Peralatan / Pemeliharaan

0

Modal Usaha

0+
_______
114,500-

Total pengeluaran

Saldo akhir Positive Fund
per 31 D esember 2007

17,503,519

Sahabat Senandika
Diterbitkan sekali sebulan oleh

Yayasan Spiritia
dengan dukungan
T H E FORD
FOU N D
AT I O N
DA

Kantor Redaksi:
Jl. Johar Baru Utara V No 17
Jakarta Pusat 10560
Telp: (021) 422 5163 dan (021) 422 5168
Fax: (021) 4287 1866
E-mail: yayasan_spiritia@yahoo.com
Editor:
Caroline Thomas
Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk
diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus
mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon).
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar
untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum
melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi
dengan dokter.

8

Sahabat Senandika No. 61