PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP.

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS) PADA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP

(Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII pada Salah Satu SMP Negeri di Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

Astri Jayanti 0900511

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS) PADA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP

Oleh Astri Jayanti

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada

Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Astri Jayanti 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS) PADA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP

Oleh Astri Jayanti

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada

Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Astri Jayanti 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(4)

ASTRI JAYANTI

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS) PADA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP

(Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII pada Salah Satu SMP Negeri di Kota Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I,

Dra. Encum Sumiaty, M.Si. NIP. 196304201989032002

Pembimbing II,

Drs. Nar Herrhyanto, M.Pd NIP. 196106181987031001

Mengetahui:

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

Drs. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D. NIP. 196101121987031003


(5)

(6)

Astri Jayanti, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (student team

Astri Jayanti. (0900511). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) pada Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMP yang masih rendah, oleh karena itu dilakukan suatu kajian tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran matematika. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: apakah kemampuan berpikir kritis siswa yang pembelajaran matematikanya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional, peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang pembelajaran matematikanya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional, kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, serta sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen. Adapun populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII pada salah satu SMPN di Kota Bandung, dengan kelas sampel, yaitu kelas VII A dan VII B. Instrumen penelitian yang digunakan berupa tes tertulis kemampuan berpikir kritis matematis dan instrumen non tes, yaitu: lembar observasi, jurnal harian, dan angket. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa yang pembelajaran matematikanya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional, peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang pembelajaran matematikanya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional, kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD termasuk kedalam kategori sedang, serta siswa memberikan sikap positif terhadap kegiatan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Kata kunci: Model Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement


(7)

Astri Jayanti, 2013

ABSTRACT

Astri Jayanti. (0900511). Implementation of STAD Cooperative Learning Model to Learn Mathematics to Increase Junior High School Students Ability to Think Critically

This research was motivated by the low mathematical junior high school students ability to think critically, therefore conducted an assessment of the implementation of STAD cooperative learning model to learn mathematics. The purpose of this research is to know: whether the critical thinking ability of students learning mathematics using STAD cooperative learning models better than students who used the conventional learning models, increasing students' critical thinking ability are learning math using STAD cooperative learning models better than students who used the conventional learning models, the quality of students' critical thinking ability improved after using STAD cooperative learning models, as well as students' attitudes toward mathematics learning activities using cooperative model type STAD. The method used in this research is quasi-experimental methods. The population in this study were all students of class VII at one of the secondary schools in the city of Bandung, with a sample class, the class VII A and VII B. The research instrument was used in the form of a written test critical thinking ability and mathematical non-test instruments, namely: observation sheets, daily journals, and questionnaires. The results showed that the critical thinking ability of students learning mathematics using STAD cooperative learning models is better than students using the conventional model of learning, increasing students' critical thinking ability are learning math using STAD cooperative learning models better than students who used the conventional learning models , the increas quality of students' critical thinking ability after using STAD cooperative learning models included into categories, as well as giving students a positive attitude towards mathematics learning activities using STAD cooperative learning models.

Keywords: Cooperative Model Type STAD (Student Teams Achievement Divisions), Critical Thinking Ability, Student Attitudes


(8)

Astri Jayanti, 2013


(9)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR DIAGRAM ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Batasan Masalah... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Definisi Operasional... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif ... 8

B. Pembelajaran Koopeartif Tipe STAD ... 10

C. Berpikir Kritis ... 15

D. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis ... 18

E. Sikap ... 22

F. Penelitian yang Relevan ... 23

G. Hipotesis ... 24

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 25


(10)

C. Instrumen Penelitian... 26

D. Prosedur Penelitian... 37

E. Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 46

B. Pembahasan ... 70

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 79


(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan formal bertambah dari tahun ke tahun. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan formal pada setiap jenjang pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan media pembelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan serta peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi membawa pengaruh langsung terhadap perubahan dalam dunia pendidikan. Bukan hanya proses belajar mengajar yang kini mampu dilakukan secara jarak jauh, dunia pendidikan saat inipun tak ubahnya seperti materi umum yang begitu bebas, mudah, dan cepat dikonsumsi masyarakat luas. Begitu juga dengan pelajaran matematika, oleh karena itu diperlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi diantaranya kemampuan berpikir kritis.

Menurut Depdiknas (Phitopank, 2012), pembelajaran matematika yang mengembangkan kemampuan berpikir kritis, merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran pemecahan masalah, implikasinya guru perlu (1) menyediakan lingkungan belajar matematika yang merangsang timbulnya persoalan matematika, (2) membantu siswa memecahkan persoalan matematika menggunakan caranya sendiri, (3) membantu siswa mengetahui informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan matematika, (4) mendorong siswa untuk berpikir logis, konsisten, sistematis dan mengembangkan sistem dokumentasi/catatan, (5) mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk memecahkan persoalan, (6) membantu siswa mengetahui bagaimana dan kapan


(12)

menggunakan berbagai alat peraga/media pendidikan matematika, seperti: jangka, penggaris, kalkulator, dsb.

Kebijakan bidang pendidikan di Indonesia memasukkan kemampuan berpikir kritis kedalam kurikulum. Artinya dalam setiap kegiatan pembelajaran harus terdapat kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, termasuk didalam kurikulum 2006 yaitu KTSP (dalam Rahmawati, 2011:1).

Menurut Ennis (Khotimah, 2011:2), berpikir kritis adalah suatu proses, sedangkan tujuannya adalah membuat keputusan yang masuk akal tentang apa yang diyakini atau dilakukan. Berpikir kritis adalah berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, karena pada saat mengambil keputusan atau menarik kesimpulan merupakan kontrol aktif yaitu reasonable, reflective, responsible, dan skillful

thinking.

Berpikir kritis merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Menurut Ennis (Fatimah, 2012:2), berpikir kritis adalah berpikir rasional dan reflektif yang difokuskan pada apa yang diyakini dan dikerjakan. Spliter (Fatimah, 2012:2) mengungkapkan bahwa, siswa yang yang berpikir kritis akan menjadikan penalaran sebagai landasan berpikir, berani mengambil keputusan dan konsisten dengan keputusan tersebut. Kemampuan berpikir kritis tidak hanya bermanfaat pada saat siswa belajar, tetapi dapat menjadi bekal bagi siswa di masa yang akan datang.

Salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam kehidupan dan kehadirannya sangat terkait erat dengan dunia pendidikan adalah Matematika. Matematika perlu dipahami dan dikuasai semua lapisan masyarakat terutama siswa di sekolah. Russefendi (2006:94) mengemukakan, “Matematika penting sebagai pembentuk sikap, oleh karena itu salah satu tugas guru adalah mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik”.


(13)

3

Namun kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMP di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga pendidikan OECD PISA (Bangsa, 2011:2) dukunga Bank Dunia terhadap 7.355 siswa usia 15 tahun dari 290 SLTP/SMU/SMK se-Indonesia pada tahun 2003, diketahui 70% siswa Republik Indonesia hanya mampu menguasai matematika pada tahap I, yaitu sebatas memecahkan masalah satu permasalahan sederhana (contoh soal tahap I bentuk sederhana dari adalah); tidak menguasai tahap II, yaitu belum mampu menyelesaikan dua masalah (contoh soal tahap II, tentukan hasil penjumlahan dari dan ; tidak menguasai tahap III, yaitu belum mampu menyelesaikan masalah kompleks (contoh soal tahap III, diketahui sebuah segitiga dengan alas ( cm dan tinggi cm, tentukan luas segitiga tersebut); dan tidak menguasai tahap IV, yaitu belum mampu menyelesaikan masalah rumit (contoh soal tahap IV, Sebuah kebun berbentuk persegi panjang. Panjang kebun itu 5 m lebihnya dari 2 kali lebar kebun. Pada sisi kebun terdapat jalan dengan lebar 1 m. Luas jalan pinggir kebun adalah . Berapakah panjang dan lebar kebun tersebut?).

Mengapa kemampuan berpikir kritis begitu penting? Empat alasan yang dikemukakan oleh Wahab (Khotimah, 2011:3) mengenai pentingnya mengembangkan kemampuan berpikir kritis, yaitu: (1) tuntutan zaman yang menghendaki warga negara dapat mencari, memilih, dan menggunakan informasi untuk kehidupan bermasyarakat dan bernegara, (2) setiap warga negara senantiasa berhadapan dengan berbagai masalah dan pilihan sehingga dituntut mampu berpikir kritis dan kreatif, (3) kemampuan memandang sesuatu dengan cara yang berbeda dalam menyelesaikan masalah, (4) berpikir kritis merupakan aspek dalam memecahkan permasalahan secara kreatif agar peserta didik dapat bersaing secara adil dan mampu bekerja sama dengan bangsa lain.

Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah bahwa kemampuan berpikir kritis siswa sangat penting untuk dikembangkan. Oleh karena itu, hendaknya proses pembelajaran selama ini bisa diperbaiki dengan berbagai inovasi pembelajaran. Agar kemampuan berikir kritis siswa berkembang dengan optimal, maka


(14)

diperlukan strategi atau model pembelajaran matematika yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement

Division). Menurut Rusman (2012,201) pembelajaran kooperatif adalah

pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri’. Dalam model pembelajaran kooperatif ini guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung ke arah berpikir yang lebih tinggi. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa, tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan ide-ide mereka, ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri.

Model Pembelajaran koopeartif tipe STAD (Student Teams Achievement

Division) merupakan model pembelajaran secara berkelompok dengan

masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 orang dan tingkat kemampuan yang heterogen. Model pembelajaran koopeartif tipe STAD bukan sekedar belajar kelompok pada umumnya, tetapi pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD terdapat 5 tahapan yang harus dilalui dalam proses pembelajaran. Tahapan-tahapan tersebut adalah persiapan, kegiatan kelompok, pelaksanaan tes individu, perhitungan skor individu, dan tahap pemberian penghargaan kelompok. Pada penelitian ini, tahapan pada kegiatan kelompok menggunakan bahan ajar berupa LKK (Lembar Kegiatan Kelompok) yang mengacu pada kemampuan berpikir kritis siswa dan pembelajarannya dilengkapi dengan metode penemuan. Menurut Suherman, dkk (2001:202), tujuan dari metode penemuan adalah untuk menawarkan pengertian yang mendalam tentang isi atau materi dengan melibatkan proses penemuan Menurut Slavin (Islamiati, 2008:5), model pembelajaran kooperatif tipe STAD mengupayakan peran aktif siswa, terutama dalam kerja kelompok, saling membantu, dan saling membelajarkan teman sekelompoknya dalam meyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.


(15)

5

Menurut Slavin (Dian: 2011): pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student

Teams Achievement Division) memiliki 5 komponen utama, yaitu :

1. Bahan pelajaran disajikan oleh guru baik secara langsung ataupun melalui media pembelajaran.

2. Anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang yang heterogen dari segi penampilan akademik, jenis kelamin dan etnis.

3. Dilakukan tes Individual setelah beberapa kali siswa mengerjakan latihan.

4. Dilakukan penilaian terhadap nilai kemajuan individual

5. Diberikan pengakuan terhadap tim berdasarkan kemajuan anggota kelompok.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) pada Pembelajaran Matematika untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah kemampuan berpikir kritis siswa yang pembelajaran matematikanya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional?

2. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang pembelajaran matematikanya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional?

3. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD?

4. Bagaimana sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD?


(16)

Untuk menghindari meluasnya permasalahan, maka masalah dibatasi sebagai berikut:

1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2. Konsep yang diteliti dibatasi pada sub pokok bahasan persegi panjang, jajargenjang, dan belah ketupat.

3. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII pada salah satu SMP Negeri di Kota Bandung

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umun bertujuan untuk mengetahui keefektifan pembelajaran matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Secara khusus tujuan yang ingin dicapai untuk mengetahui:

1. Apakah kemampuan berpikir kritis siswa yang pembelajaran matematikanya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang pembelajaran matematikanya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

3. Kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

4. Sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika dengan menggunakan model STAD

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat, terutama:

1. Bagi siswa, sebagai acuan dalam mendorong siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran.

2. Bagi guru, sebagai masukan pertimbangan untuk meningkatkan Berpikir kritis siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.


(17)

7

3. Bagi Sekolah, dengan adanya model pembelajaran yang baik maka mampu mewujudkan siswa yang cerdas dan berprestasi.

4. Bagi penulis, sebagai tambahan pengetahuan untuk menjadi seorang pendidik kelak dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis.

F. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka beberapa istilah perlu didefinisikan secara operasional sebagai berikut:

1. Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah salah satu model pembelajaran kooperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan ajar secara kolaboratif, sajian presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan

reward. Pada penelitian ini, tahapan pada kegiatan kelompok menggunakan

bahan ajar berupa LKK (Lembar Kegiatan Kelompok) yang mengacu pada kemampuan berpikir kritis siswa dan pembelajarannya dilengkapi dengan metode penemuan.

2. Berpikir kritis adalah suatu proses berpikir bertujuan untuk membuat keputusan yang rasional yang diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu. Kemampuan berpikir kritis adalah berpikir pada tingkat tinggi, karena saat mengamibil keputusan menggunakan kontrol aktif, yaitu: reasonable, reflective, responsible, dan skillfull thinking. Indikator dari kemampuan berpikir kritis adalah memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, membuat kesimpulan, membuat penjelasan lebih lanjut, dan mengatur strategi dan taktik.

3. Model pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini, adalah model pembelajaran langsung dengan menggunakan metode ekspositori, yaitu guru terlebih dahulu menjelaskan materi yang akan dipelajari, dan memberikan contoh-contoh soal, kemudian siswa diberikan


(18)

latihan soal untuk diselesaikan dengan bimbingan guru, siswa diperbolehkan bertanya kalau tidak mengerti.


(19)

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen, sebab dalam penelitian ini diberikan suatu perlakuan untuk mengetahui hubungan antara perlakuan tersebut dengan aspek tertentu yang akan diukur. Menurut Ruseffendi (2005: 35) “Penelitian eksperimen atau percobaan (experimental research) adalah penelitian yang bertujuan untuk melihat sebab akibat yang dilakukan terhadap variabel bebas, dan dapat dilihat hasilnya pada variabel terikat.

Dalam penelitian ini perlakuan yang diberikan adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD, sedangkan aspek yang diukurnya adalah kemampuan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir kritis.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk “Desain Kelompok Kontrol non-ekuivalen” dengan menggunakan dua kelas yang terdiri dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen akan mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, sedangkan pada kelas kontrol akan mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Dengan demikian desain dari penelitian ini (Ruseffendi, 2005:53) sebagai berikut:

O X O

O O

Keterangan:

O : Pemberian pretes (sebelum perlakuan) Pemberian postes (setelah perlakuan)

X : Perlakuan (pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD)


(20)

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII pada salah satu SMPN di Kota Bandung semester genap tahun akademik 2012/2013 yang berjumlah 8 kelas. Selanjutnya dari banyaknya kelas VII tersebut dipilih dua kelas sebagai sampel penelitian, yaitu kelas VII A dan VII B. Kemudian dari dua kelas tersebut dipilih kelas VII B sebagai kelas eksperimen yang mendapat pembelajaran model kooperatif tipe STAD dan kelas VII A sebagai kelas kontrol yang mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.

C. Instrumen Penelitian

Data yang diperoleh dari penelitian ini berasal dari instrumen tes dan non

tes.

1. Instrumen tes

Instrumen tes dalam penelitian ini adalah tes tertulis mengenai kemampuan berpikir kritis. Tes tertulis berupa soal-soal bentuk uraian yang berkaitan dengan materi pelajaran. Dalam penelitian ini ada dua tahap tes yang diberikan, yaitu pretes dan postes. Pretes digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sedangkan postes digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa kedua kelas tersebut setelah diberikan perlakuan atau pembelajaran.

Sebelum penelitian dilakukan, instrumen ini diujicobakan terlebih dahulu supaya dapat terukur validitas, reliabilitas, indeks kesukaran dan daya pembedanya. Analisis Kualitas instrumen terdiri dari:

a. Validitas Butir Soal

Menurut Suherman (2003:112,) suatu alat evaluasi disebut valid (absah atau sahih) apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Validitas butir soal dihitung menggunakan rumus koefisien korelasi menggunakan angka kasar (raw score),


(21)

27

2 2 2 2

( ( ) )( ( ) )

i i

xy

i i

n x y x y

r

n x x n y y

          Keterangan: xy r

: Koefisien validitas

n

: Jumlah siswa

i

x y

: Jumlah skor total ke i dikalikan skor setiap siswa

i

x

: Jumlah total skor soal ke-i

y

: Jumlah skor total siswa 2

i

x

: Jumlah total skor kuadrat ke-i 2

y

: Jumlah total skor kuadrat siswa

Interpretasi koefisien validitas ) koefisien validitas dibagi ke dalam kategori-kategori seperti yang dicetuskan oleh Guilford (Suherman, 2003:113) yang terdapat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1

Klasifikasi Koefisien validitas

Setelah diperoleh nilai koefisien validitas, dilanjutkan dengan menguji keberartiannya dengan perumusan hipotesis sebagai berikut:

: Koefisien validitas tiap butir soal tidak berarti : Koefisien validitas tiap butir soal berarti Statistik ujinya:

No Koefisien Validitas Kriteria

1. Sangat tinggi (sangat baik)

2. Tinggi (baik)

3. Sedang (cukup)

4. Rendah

5. Sangat rendah


(22)

√ Kriteria Pengujian:

Dengan mengambil taraf nyata = , maka diterima, jika:

) )

Setelah instrumen diujicobakan, selanjutnya dilakukan pengolahan dengan menggunakan AnatesV4 software, sehingga diperoleh nilai koefisien validitas ( ) butir soal pada Tabel 3.2 berikut ini:

Tabel 3.2

Validitas Tiap Butir soal

Proses perhitungan validitas butir soal menggunakan anates AnatesV4 software selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.2

Setelah diperoleh nilai koefisien validitas, maka akan dilanjutkan dengan uji keberartian untuk setiap butir soal.

 Perumusan Hipotesis:

: Koefisien validitas butir soal no.1 tidak berarti : Koefisien validitas butir soal no. 1 berarti Statistik Uji:

)√

√ )

No Koefisien Validitas Kriteria

1. 0,886 Validitas tinggi

2. 0,913 Validitas sangat tinggi

3. 0,894 Validitas tinggi

4. 0,740 Validitas tinggi


(23)

29

Kriteria Pengujian:

Dengan mengambil taraf nyata , ternyata dari Tabel Distribusi t diperoleh . Karena 10,460 terletak di luar interval (-2,042 ; 2,042), maka ditolak

Kesimpulan:

Dengan mengambil taraf nyata , ternyata koefisien validitas butir soal no.1 berarti.

 Perumusan Hipotesis:

: Koefisien validitas butir soal no.2 tidak berarti : Koefisien validitas butir soal no.2 berarti Statistik Uji:

)√

√ ) Kriteria Pengujian:

Dengan mengambil taraf nyata , ternyata dari Tabel Distribusi t diperoleh . Karena 12,285 terletak di luar interval (-2,042 ; 2,042), maka ditolak

Kesimpulan:

Dengan mengambil taraf nyata , ternyata koefisien validitas butir soal no.2 berarti

 Perumusan Hipotesis:

: Koefisien validitas butir soal no.3 tidak berarti : Koefisien validitas butir soal no.3 berarti Statistik Uji:

)√

√ ) Kriteria Pengujian:


(24)

diperoleh . Karena 10,928 terletak di luar interval (-2,042 ; 2,042), maka ditolak

Kesimpulan:

Dengan mengambil taraf nyata , ternyata koefisien validitas butir soal no.3 berarti

 Perumusan Hipotesis:

: Koefisien validitas butir soal no.4 tidak berarti : Koefisien validitas butir soal no.4 berarti Statistik Uji:

)√

√ ) Kriteria Pengujian:

Dengan mengambil taraf nyata , ternyata dari Tabel Distribusi t diperoleh . Karena 6,031 terletak di luar interval (-2,042 ; 2,042, maka ditolak

Kesimpulan:

Dengan mengambil taraf nyata , ternyata koefisien validitas butir soal no.4 berarti

 Perumusan Hipotesis:

: Koefisien validitas butir soal no.5 tidak berarti : Koefisien validitas butir soal no.5 berarti Statistik Uji:

)√

√ ) Kriteria Pengujian:

Dengan mengambil taraf nyata , ternyata dari Tabel Distribusi t diperoleh . Karena 12,403 terletak di luar interval (-2,042 ; 2,042). Karena 12,403 terletak di luar interval (-2,042 ; 2,042), maka ditolak


(25)

31

Kesimpulan:

Dengan mengambil taraf nyata , ternyata koefisien validitas butir soal no.5 berarti.

Hasil pengujian untuk setiap butir soal dapat dilihat dalam Tabel 3.3 sebagai beikut:

Tabel 3.3

Klasifikasi Uji Keberartian

b. Reliabilitas

Menurut Suherman (2003:131), reliabilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten). Hasil pengukuran itu harus tetap sama (relatif sama), jika pengukurannya diberikan pada subyek yang sama meskipun dilakukan oleh orang, waktu dan tempat yang berbeda, tidak terpengaruh oleh pelaku, situasi dan kondisi. Untuk mencari koefisien reliabilitas soal tipe uraian dihitung dengan menggunakan rumus Cronbach Alpha, yaitu:

keterangan:

n

: banyak butir soal 2

i

s

: jumlah varians skor setiap soal 2

t

s

: varians skor total dimana,

Butir Soal

Koefisien Validitas Hasil Uji

1.

0,886 Berarti

2. 0,913 Berarti

3. 0,894 Berarti

4. 0,740 Berarti

5. 0,915 Berarti

2

11 1 2

1 i t s n r n s         


(26)

2 n

s

n

 

keterangan: 2

s

: varians 2

X

: jumlah skor kuadrat setiap item

X

 : jumlah skor setiap item

n

: jumlah subjek

Seperti halnya koefisien validitas yang telah dibahas sebelumnya, untuk koefisien reliabilitas yang menyatakan derajat keterandalan alat evaluasi, dinyatakan dengan . Tolak ukur untuk menginterpretasi derajat reliabilitas alat evaluasi, dapat digunakan tolak ukur yang dibuat oleh Guilford (Suherman, 2003:139) sebagai berikut:

Tabel 3.4

Klasifikasi Derajat Reliabilitas

Reliabilitas soal dihitung menggunakan bantuan AnatesV4 software, sehingga diperoleh nilai koefisien reliabilitasnya sebesar 0,96. Berdasarkan Tabel 3.4 ternyata reliabilitas intrumen yang digunakan tergolong ke dalam kategori sangat tinggi. Hasil selengkapnya dari reliabilitas tes dapat dilihat pada Lampiran C.2.

c. Daya Pembeda

Menurut Suherman (2003:159), daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan

No. Derajat Reliabilitas Kriteria

1.

11

0, 20

r

Sangat rendah

2.

11

0, 20

 

r

0, 40

Rendah

3. Sedang

4. Tinggi


(27)

33

antara hasil testi yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut (atau testi yang menjawab salah). Untuk menentukan daya pembeda tipe uraian digunakan rumus berikut:

A B X X DP SMI   Keterangan:

DP : Daya Pembeda

A

X

: Rata-rata siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar atau rata-rata kelompok atas

B

X : Rata-rata siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar atau rata-rata kelompok bawah

SMI

: Skor Maksimal Ideal

Adapun klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda disajikan dalam Tabel 3.5 berikut.

Tabel 3.5

Klasifikasi Daya Pembeda

Daya pembeda diperoleh dengan menggunakan batuan AnatesV4 software seperti tampak pada Tabel 3.6

Tabel 3.6

Daya Pembeda Tiap Butir Soal

No. Daya Pembeda Kriteria

1. DP0,00

Sangat jelek

2. 0,00DP0, 20 Jelek

3. 0, 20 DP0, 40 Cukup

4. 0, 40 DP0,70 Baik

5. 0,70DP1,00 Sangat Baik

No. Daya Pembeda (%) Kriteria

1.

80,00 Sangat Baik

2. 82,22 Sangat Baik

3. 78,89 Sangat Baik


(28)

Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.2

d. Indeks Kesukaran

Menurut Suherman (2003:211), derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut indeks kesukaran. Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval 0,00 sampai 1,00 yang menyatakan tingkatan mudah atau sukarnya suatu soal. Untuk menentukan indeks kesukaran soal tipe uraian digunakan rumus:

X IK

SMI  Keterangan:

IK :Indeks Kesukaran

X : Rata-rata

SMI

: Skor Maksimal Ideal

Adapun klasifikasi indeks kesukaran disajikan dalam Tabel 3.6 berikut:

Tabel 3.6

Klasifikasi Indeks Kesukaran

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan anatesV4 software diperoleh hasil nilai indeks kesukaran seperti tampak pada Tabel 3.7 berikut:

Tabel 3.7

Tingkat Kesukaran Tiap Butir Soal

No. Indeks Kesukaran Kriteria

1.

0,00

IK  Terlalu sukar

2. 0,00IK0,30 Sukar

3. 0,30IK 0,70 Sedang

4. 0,70IK 1,00 Mudah

5. IK 1,00 Terlalu mudah

No. Indeks Kesukaran (%) Kriteria

1.

60,00 Sedang


(29)

35

Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.2

Sedangkan rekapitulasi hasil pengolahan data ujicoba yang diperoleh disajikan pada Tabel 3.9 berikut:

Tabel 3.9

Rekapitulasi Analisis Butir Soal

No Validitas Butir Soal Daya Pembeda Indeks Kesukaran

Nilai Validitas

Interpretasi Nilai DP

Interpretasi Nilai IK

Interpretasi

1 0,886 Validitas tinggi

80,00 Sangat baik 60,00 Sedang 2 0,913 Validitas

sangat tinggi

82,22 Sangat baik 58,89 Sedang

3 0,894 Validitas tinggi

78,89 Sangat baik 55,00 Sedang 4 0,740 Vaiditas

tinggi

51,11 baik 35,56 Sedang

5 0,915 Validitas sangat

tinggi

81,11 Sangat baik 45,00 Sedang

Berdasarkan validitas butir soal, reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran dari setiap soal yang diujicobakan serta dengan mempertimbangkan indikator yang terkandung dalam setiap butir soal tersebut, maka dalam penelitian ini semua soal digunakan sebagai instrumen tes.

2. Instrumen non tes

Instrumen non tes digunakan untuk memperoleh data kualitatif. Data kualitatif diolah atau dianalisis dengan cara membandingkan antara data yang diperoleh dengan teori yang ada. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar observasi, jurnal harian siswa dan angket.

a. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan sebagai pedoman untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran dengan model pembelajaran

3. 55,00 Sedang

4. 35,56 Sedang


(30)

dua macam lembar observasi, yaitu lembar observasi guru dan lembar observasi siswa. Lembar observasi ini diisi oleh observer yang terdiri dari guru mata pelajaran atau rekan mahasiswa yang mengetahui model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

b. Jurnal Harian

Jurnal digunakan untuk mengetahui komentar siswa terhadap pembelajaran matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Selain itu, jurnal juga digunakan sebagai informasi untuk melakukan perbaikan pada pembelajaran berikutnya. Pengisian jurnal dilakukan pada setiap akhir pertemuan. Siswa diminta memberikan komentar terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan

c. Angket

Angket digunakan sebagai instrumen dengan tujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Angket diberikan kepada seluruh siswa kelompok eksperimen dan pengisiannya dilakukan setelah berakhirnya pembelajaran. Skala yang digunakan dalam angket adalah skala Likert (Suherman, 2003:189). Ada dua jenis pernyataan dalam skala Likert, yaitu pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable). Jawaban pernyataan positif dan negatif dalam skala Likert dikategorikan dalam Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).

Pembobotan yang akan dipakai dalam mentransfer skala kualitatif kedalam skala kuantitatif disajikan pada Tabel 3.10 berikut

Tabel 3.10

Panduan Pemberian Skor Skala Sikap Siswa

Pernyataan Bobot Pendapat

SS S N TS STS

Favorable 5 4 3 2 1

Unfavorable 1 2 3 4 5


(31)

37

Angket yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti kategori sikap “Interest and Attitude” menurut Bloom (Acenale, 2012), yaitu :

1. Attitude yaitu tingkat kecenderungan positif atau negatif yang

berhubungan dengan suatu objek psikologis.

2. Interest atau minat yaitu kecenderungan menghayati suatu

objek untuk mengenal objek tersebut.

3. Motivation (motivasi) yaitu kekuatan yang ada didalam diri

seseorang yang mendorong orang tersebut untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan.

4. Anxiety yaitu kecemasan seseorang yang disebabkan oleh rasa

ketidakmampuannya dalam memecahkan suatu permaslahan. 5. Self-concept yaitu pandangan individu terhadap dirinya sendiri

yang sangat dipengaruhi oleh anggapan dan pendapat dari orang lain.

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan,

dan evaluasi

1. Tahap Persiapan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini sebagai berikut: a. Mengidentifikasi permasalahan.

b. Mengajukan judul penelitian yang akan dilaksanakan c. Membuat proposal penelitian

d. Konsultasi dengan pembimbing selama pembuatan proposal

e. Identifikasi permasalahan mengenai bahan ajar, merencanakan pembelajaran, serta alat dan bahan yang akan digunakan.

f. Melakukan seminar proposal penelitian. g. Melakukan perbaikan proposal penelitian

h. Membuat surat perizinan tempat untuk penelitian i. Menyusun instrumen penelitian

j. Melakukan uji coba instrumen yang akan digunakan untuk mengetahui kualitasnya. Ujicoba instrumen ini diberikan terhadap subyek lain di luar subyek penelitian, tetapi mempunyai kemampuan yang setara dengan subyek dalam penelitian yang akan dilakukan


(32)

Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini, yaitu sebagai berikut: a. Memberikan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

b. Melaksanakan kegiatan pembelajaran di kedua kelas tersebut. Di kelas eksperimen, pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Sedangkan di kelas kontrol, pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.

c. Pengisian lembar observasi pada setiap pertemuan. d. Pengisisan jurnal harian di akhir setiap pertemuan e. Memberikan postes pada kedua kelas tersebut

f. Pengisian angket setelah seluruh kegiatan pembelajaran 3. Tahap evaluasi

Pada tahap ini dilakukan pengkajian dan analisis terhadap penemuan-penemuan penelitian serta melihat pengaruh terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang ingin diukur. Selanjutnya dibuat kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh dan menyusun laporan penelitian.

Prosedur penelitian yang telah diuraikan diatas dapat digambarkan pada Diagram 3.1 berikut:


(33)

39

Astri Jayanti, 2013

Identifikasi masalah

Seminar proposal penelitian Perbaikan proposal penelitian Orientasi dan observasi penelitian Pembuatan Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian revisi

Kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran koopratif tipe STAD

Kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional

Pretes

Lembar observasi, jurnal harian dan angket

Analisis data Postes

Pembuatan proposal

Ujicoba Instrumen


(34)

E. Analisis data

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan memberikan tes (pretes dan postes), lembar observasi, jurnal harian, dan pengisian angket. Data yang diperoleh kemudian dikategorikan kedalam jenis data kuantitatif dan jenis data kualitatif. Data kuantitatif meliputi data hasil tes siswa (pretes dan postes). Sementara itu, data kualitatif meliputi data hasil lembar observasi, jurnal harian dan pengisian angket

1. Analisis Data Kuantitatif

Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis statistika terhadap hasil skor pretes dan postes dari kelas eksperimen dan kelas kontrol.

a. Analisis Skor Pretes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Pengolahan skor pretes pada kelas eksperimen dan kontrol bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal kedua kelas, apakah kedua kelas memiliki kemampuan yang sama atau tidak. Untuk mengolah data tersebut penulis menggunakan bantuan software SPSS (Statistical Product and Service Solution)

versi 20 dengan langkah-angkah sebagai berikut:

1) Menganalisis Data Secara Deskriptif

Sebelum melakukan pengujian terhadap skor hasil pretes, terlebih dahulu dilakukan perhitungan terhadap deskripsi data yang meliputi mean, standar

deviasi, maksimum dan minimum. Hal ini perlu dilakukan sebagai langkah

awal dalam melakukan pengujian hipotesis. 2) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor pretes berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak normal. Pengujian normalitas data digunakan uji statistik Shapiro-Wilk.


(35)

41

Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah skor pretes kedua kelompok memiliki varians yang homogen atau tidak homogen. Jika kedua kelompok berdistribusi normal, maka pengujian dilanjutkan dengan menguji homogenitas varians kelompok. Sedangkan jika tidak berdistribusi normal, maka pengujian dilakukan dengan statistika nonparametrik

4) Uji Perbedaan Dua Rata-rata

Uji Perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah rata-rata skor pretes kedua kelas sama. Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan kedua kelas mempunyai varians homogen maka untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t atau Independent Sample T-Test dengan asumsi kedua varians homogen. Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal tetapi mempunyai varians yang tidak homogen, maka untuk pengujian ahipotesis dilakukan uji t yaitu Independent Sample

T-Test dengan asumsi kedua varians tidak homogen. Untuk data yang tidak

memenuhi asumsi normalitas maka pengujiannya menggunakan uji nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney

b. Analisis Skor Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Pengolahan data skor postes pada kelas eksperimen dan kontrol bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan berpikir kritis matematika siwa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Untuk mengolah data tersebut penulis menggunakan bantuan software SPSS (Statistical Product and Service

Solution) versi 20 dengan langkah-angkah sebagai berikut:

1) Menganalisis Data Secara Deskriptif

Sebelum melakukan pengujian terhadap skor hasil postes, terlebih dahulu dilakukan perhitungan terhadap deskripsi data yang meliputi mean, standar

deviasi, maksimum dan minimum.

2) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor postes berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak normal. Pengujian normalitas data digunakan uji statistik Shapiro-Wilk.


(36)

Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah skor postes kedua kelompok memiliki varians yang homogen atau tidak homogen. Jika kedua kelompok berdistribusi normal, maka pengujian dilanjutkan dengan menguji homogenitas varians kelompok. Sedangkan jika tidak berdistribusi normal, maka pengujian dilakukan dengan statistika nonparametrik

4) Uji Perbedaan Dua Rata-rata

Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol secara signifikan. Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan varians kedua kelas yang diperoleh homogen maka untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t yaitu Independent Sample T-Test dengan asumsi kedua varians homogen. Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal tetapi varians kedua kelas yang diperoleh tidak homogen maka untuk pengujian dilakukan uji t yaitu Independent Sample

T-Test dengan asumsi kedua varians tidak homogen. Untuk data yang tidak

memenuhi asumsi normalitas, maka pengujiannya menggunakan statistika non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney

c. Analisis Data Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Apabila data hasil pretes kelas kontrol dan eksperimen tidak berbeda secara signifikan, maka data yang digunakan untuk melihat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa adalah data postes, gain, atau indeks gain. Selanjutnya, jika hasil pretes kelas kontrol dan eksperimen menunjukkan kemampuan yang berbeda, maka data yang digunakan adalah data indeks gain (gain ternormalisasi). Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan indeks gain (gain ternormalisasi). Data indeks gain diperoleh dengan menggunakan rumus gain ternormalisasi menurut Meltzer (Nurhayati, 2012:41 ) sebagai berikut:


(37)

43

Analisis dilakukan untuk melihat peningkatan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

Dalam menganalisis data ini menggunakan bantuan software SPSS (Statistical

Product and Service Solution) versi 20 dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menganalisis Data Secara Deskriptif

Sebelum melakukan pengujian terhadap skor hasil indeks gain terlebih dahulu dilakukan perhitungan terhadap deskripsi data yang meliputi mean,

stadar deviasi, maksimum, minimum

2) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor indeks

gain berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak normal.

Pengujian normalitas data menggunakan uji statistik Shapiro-Wilk. 3) Uji Homogenitas Varians Kelompok

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah indeks gain kedua kelompok memiliki variansi yang homogen atau tidak homogen. Jika kedua kelompok berdistribusi normal, maka pengujian dilanjutkan dengan menguji homogenitas varians kelompok. Sedangkan jika tidak berdistribusi normal, maka pengujian dilakukan dengan statistika non-parametrik.

4) Uji Perbedaan Dua Rata-rata

Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol secara signifikan. Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan varians kedua kelas yang diperoleh homogen maka untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t yaitu Independent Sample

T-Test dengan asumsi kedua varians homogen. Jika kedua kelas berasal dari

populasi yang berdistribusi normal tetapi varians kedua kelas yang diperoleh tidak homogen maka untuk pengujian dilakukan uji t yaitu Independent

Sample T-Test dengan asumsi kedua varians tidak homogen. Untuk data yang

tidak memenuhi asumsi normalitas, maka pengujiannya menggunakan statistika non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney.


(38)

dapat digambarkan pada Diagram 3.2 berikut:

Diagram 3.2

Langkah-langkah Pengolahan Data Kuantitatif

d. Analisis Data Kualitas Peningakatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa diperoleh dari data

indeks gain. Menurut Huke R.R. (Nurhayati, 2012:43) kriteria tersebut adalah

sebagai berikut:

Tabel 3.11 Kategori Indeks Gain

Gain Kategori

Rendah Sedang Tinggi Data tersebut akan dianalisis secara deskriptif

2. Analisi Data kualitatif

Data kualitatif yang terdiri dari lembar observasi kelas, jurnal harian dan angket diberikan khusus kepada kelas eksperimen untuk mengetahui sikap mereka terhadap model STAD pada pembelajaran Matematika untuk meningkatkan

Data Skor Pretes, Postes, dan Indeks Gain

Uji Normalitas Uji Non-Paramrtrik

(Mann Whitney)

Uji Homogenitas Uji Perbedaan Dua Rata-rata

(Uji t’)

Uji Perbedaan Dua

Rata-rata (Uji t) Kesimpulan

Populasi tidak berdistribusi normal Populasi berdistribusi

normal

Populasi berdistribusi normal dan homogen

Populasi berdistribusi normal tetapi tidak homogen


(39)

45

kemampuan berpikir kritis siswa. Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk menjawab hipotesis yang diajukan.

a. Lembar Observasi Kelas

Data hasil observasi yang diperoleh ditulis dan dikumpulkan dalam tabel berdasarkan permasalahan yang kemudian dianalisis secara deskriptif.

b. Jurnal Harian

Data yang terkumpul dianalisis untuk setiap pertemuan, kemudian dianalisis secara deskriptif.

c. Angket

Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan pemilihan data representatif dan dapat menjawab permasalahan penelitian. Data disajikan dalam bentuk tabel dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi setiap alternatif jawaban serta untuk mempermudah dalam membaca data. Data yang diperoleh dihitung rata-ratanya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

̅ ∑ Keterangan:

̅ : rata-rata

W : Nilai setiap kategori

F : Jumlah siswa yang memilih setiap kategori Kriteria:

Jika ̅>3 maka dapat dipandang positif Jika ̅<3 maka dapat dipandang negatif Jika ̅=3 maka dapat dipandang netral


(40)

75

BAB V PENUTUP

1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan berpikir kritis siswa yang pembelajaran matematikanya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang pembelajaran matematikanya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

3. Kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD termasuk kedalam kategori sedang. 4. Siswa memberikan sikap positif terhadap kegiatan pembelajaran matematika

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

5. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan mengenai pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, maka beberapa saran yang dapat dikemukakan diantaranya sebagai berikut:

1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran matematika disarankan menjadi salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

2. Bagi peneliti lanjutan disarankan melakukan penelitian mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran matematika dengan pokok kajian yang lebih luas, jenjang yang berbeda, dan kompetensi matematik lainnya.


(41)

75

3. Bagi peneliti lanjutan disarankan untuk melakukan pra penelitian terlebih dahulu, supaya bisa mengatur waktu dengan sangat baik ketika penelitian.


(42)

76

DAFTAR PUSTAKA

Acenale. (2012). Sikap Siswa dalam Belajar. [Online].

Tersedia:http//acenale.woerpress.com/2012/03/14/sikap-siswa-dalam-belajar.html. [25 April 2013].

Bangsa, P.D.C. (2011). Penerapan pendekatan Contextual Teachingand Learning

(CTL) dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak

diterbitkan

Dian, A.R. (2011). Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam Matematika.

[online]. Tersedia:

http://kangdarukanti11januari.blogspot.com/2011/01/pembelajaran-kooperatif-tipe-stad-dalam.html [13 oktber 2012].

Ennis, R. (1996). Critical Thinking. New Jersey: Simon & Schuster/A Viacom Company.

Fatimah, N. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E dalam

Mata Pelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Fisher, A. (2009). Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga.

Huda, M. (2012). Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model

Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Islamiati, I.M. (2008). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode

Penemuan Terbimbing dalam Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa (Penelitian Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 10 Bandung). Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Khotimah, T.H. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 7E

untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi

FMPIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Nurhayati, R. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Matematika dengan

Menggunakan Model Pembelajaran Serach, Solve, Create, and Share (SSCS) utuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.


(43)

77

Phitopank, S. (2012). Menurut Depdinas, 2006 Pembelajaran Matematika yang

Mengembangkan Kemampuan Berpikir kritis bagian dari pemecahan

masalah.[online]. Tersedia:

http://sartika-pgmi.blogspot.com/2012_09_01_archive.html. [10 Oktobr 2012].

Pusdihartati, R.T. (2006). Implementasi Pembeajaran Kooperatif Tipe Studen

Team Achievement Division (STAD) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa (Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 52 Bandung. Skripsi FPMIPA UPI

Bandung: Tidak diterbitkan

Rahmawati. (2011). Pengaruh Pembelajaran Matematika Berbasis Komputer

Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMA. Skripsi

FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Ruseffendi. (2005). Dasar-dasar Penelitian dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: PT.Tarsito.

Ruseffendi. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: PT. Tarsito.

Rusman. (2012) Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Setiawan. (2011). Sikap Belajar Siswa. [Online]. Tersedia: http://setiawan-pendidikanmatematika .blogspot.com/2011/05/sikap-belajar-siswa.html. [13 oktober 2013].

Suarni. (2011). Penggunaan Model Kooperatif Tipe Student Teams Achievement

Divisions (STAD) dengan Media ICT pada Materi Trigonometri untuk Meningkatkan Kemaapuan Pemahaman Konsep (Penelitian Tindakan Kelas Pada siswa kelas X.A di Madrasah Aliyah Al-Inayah Bandung).

Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sudjana, (2005). Metode Statistika. Bandung: PT Tarsito Bandung

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA

Suherman, E., dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.

Sutrisni, M.I (2009). Cooperative Leraning dengan model STAD pada

Pembelajaran Matematika Kelas VIII SMP Negeri 2 Delitua. Jurnal


(44)

Uyanto, S.S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Jakarta: Graha Ilmu. Yulianti, H. (2009). Penerapan Model SAVI (Somatic, Auditory, Visual,

Intelectual) dalam Pembelajaran Matematika untuk meningkatkan Kemmapuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Yuni, S.N. (2012). Pencapaian Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam

Pembelajaran Matematika dengan Strategi React. Skripsi FPMIPA UPI

Bandung: Tidak diterbitkan.


(1)

45

kemampuan berpikir kritis siswa. Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk menjawab hipotesis yang diajukan.

a. Lembar Observasi Kelas

Data hasil observasi yang diperoleh ditulis dan dikumpulkan dalam tabel berdasarkan permasalahan yang kemudian dianalisis secara deskriptif.

b. Jurnal Harian

Data yang terkumpul dianalisis untuk setiap pertemuan, kemudian dianalisis secara deskriptif.

c. Angket

Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan pemilihan data representatif dan dapat menjawab permasalahan penelitian. Data disajikan dalam bentuk tabel dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi setiap alternatif jawaban serta untuk mempermudah dalam membaca data. Data yang diperoleh dihitung rata-ratanya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

̅ ∑ Keterangan:

̅ : rata-rata

W : Nilai setiap kategori

F : Jumlah siswa yang memilih setiap kategori Kriteria:

Jika ̅>3 maka dapat dipandang positif Jika ̅<3 maka dapat dipandang negatif Jika ̅=3 maka dapat dipandang netral


(2)

BAB V PENUTUP

1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan berpikir kritis siswa yang pembelajaran matematikanya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang pembelajaran matematikanya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

3. Kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD termasuk kedalam kategori sedang. 4. Siswa memberikan sikap positif terhadap kegiatan pembelajaran matematika

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

5. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan mengenai pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, maka beberapa saran yang dapat dikemukakan diantaranya sebagai berikut:

1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran matematika disarankan menjadi salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

2. Bagi peneliti lanjutan disarankan melakukan penelitian mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran matematika dengan pokok kajian yang lebih luas, jenjang yang berbeda, dan kompetensi matematik lainnya.


(3)

3. Bagi peneliti lanjutan disarankan untuk melakukan pra penelitian terlebih dahulu, supaya bisa mengatur waktu dengan sangat baik ketika penelitian.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Acenale. (2012). Sikap Siswa dalam Belajar. [Online].

Tersedia:http//acenale.woerpress.com/2012/03/14/sikap-siswa-dalam-belajar.html. [25 April 2013].

Bangsa, P.D.C. (2011). Penerapan pendekatan Contextual Teachingand Learning (CTL) dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Dian, A.R. (2011). Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam Matematika.

[online]. Tersedia:

http://kangdarukanti11januari.blogspot.com/2011/01/pembelajaran-kooperatif-tipe-stad-dalam.html [13 oktber 2012].

Ennis, R. (1996). Critical Thinking. New Jersey: Simon & Schuster/A Viacom Company.

Fatimah, N. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E dalam Mata Pelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Fisher, A. (2009). Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga.

Huda, M. (2012). Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Islamiati, I.M. (2008). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing dalam Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa (Penelitian Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 10 Bandung). Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Khotimah, T.H. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 7E untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi FMPIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Nurhayati, R. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Pembelajaran Serach, Solve, Create, and Share (SSCS) utuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.


(5)

77

Phitopank, S. (2012). Menurut Depdinas, 2006 Pembelajaran Matematika yang Mengembangkan Kemampuan Berpikir kritis bagian dari pemecahan

masalah.[online]. Tersedia:

http://sartika-pgmi.blogspot.com/2012_09_01_archive.html. [10 Oktobr 2012].

Pusdihartati, R.T. (2006). Implementasi Pembeajaran Kooperatif Tipe Studen Team Achievement Division (STAD) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa (Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 52 Bandung. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Rahmawati. (2011). Pengaruh Pembelajaran Matematika Berbasis Komputer Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMA. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Ruseffendi. (2005). Dasar-dasar Penelitian dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: PT.Tarsito.

Ruseffendi. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: PT. Tarsito.

Rusman. (2012) Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Setiawan. (2011). Sikap Belajar Siswa. [Online]. Tersedia: http://setiawan-pendidikanmatematika .blogspot.com/2011/05/sikap-belajar-siswa.html. [13 oktober 2013].

Suarni. (2011). Penggunaan Model Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan Media ICT pada Materi Trigonometri untuk Meningkatkan Kemaapuan Pemahaman Konsep (Penelitian Tindakan Kelas Pada siswa kelas X.A di Madrasah Aliyah Al-Inayah Bandung).

Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sudjana, (2005). Metode Statistika. Bandung: PT Tarsito Bandung

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA

Suherman, E., dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.

Sutrisni, M.I (2009). Cooperative Leraning dengan model STAD pada Pembelajaran Matematika Kelas VIII SMP Negeri 2 Delitua. Jurnal


(6)

78

Uyanto, S.S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Jakarta: Graha Ilmu. Yulianti, H. (2009). Penerapan Model SAVI (Somatic, Auditory, Visual,

Intelectual) dalam Pembelajaran Matematika untuk meningkatkan Kemmapuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Yuni, S.N. (2012). Pencapaian Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam

Pembelajaran Matematika dengan Strategi React. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.


Dokumen yang terkait

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

The Effectiveness Of Using The Student Teams Achievement Divisions (STAD) Technique Towards Students’ Understanding Of The Simple Past Tense (A Quasi-Experimental Study at the Eighth Grade Students of SMP Trimulia, Jakarta Selatan)

1 8 117

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (Student Team Achievement Divisions) STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD

1 6 165

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan hasil belajar akidah akhlak: penelitian tindakan kelas di MA Nihayatul Amal Karawang

0 10 156

Peningkatan hasil belajar PKN siswa kelas IV MI Attaqwa Bekasi Utara melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions)

0 5 152

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) BERBANTUAN ANIMASI FLASH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA

0 4 87

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA.

0 1 34

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA SISWA.

0 0 16

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA SISWA.

0 0 16