UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERCERITA MATERI ISRA’ MIRAJ NABI MUHAMMAD SAW. DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE LEARNING CELL PADA SISWA KELAS IV MI ROUDLOTUL BANAT PERENG-SIDOARJO.
SIDOARJO
SKRIPSI
Oleh: HANA NAFILAH
NIM. D07212007
PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
(2)
SIDOARJO
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata 1
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Oleh : HANA NAFILAH
NIM : D07212007
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JUNI 2016
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Muhammad SAW. Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Learning Cell Pada Siswa Kelas IV MI Roudlotul Banat Pereng-Sidoarjo. Skripsi. 2016
Kata Kunci:Keterampilan Bercerita, Model Pembelajaran Kooperatif TipeThe Learning Cell. Pada pembelajaran SKI khususnya Materi Isra’ Miraj Nabi Muhammad SAW. yang dilaksanakan di kelas IV MI Roudlotul Banat proses pembelajaran kebanyakan di dominasi oleh guru dan kurang melibatkan keaktifan siswa. Disamping itu, siswa cenderung mengalami kesulitan dalam menceritakan sejarah selama proses pelajaran. Hal tersebut memberikan dampak rendah karena siswa cenderung pasif, hanya mendengarkan penjelasan dari guru dan mengerjakan LKS. Sehingga menyebabkan menurunnya nilai Keterampilan Bercerita.
Rumusan masalah yang dikaji adalah: 1) Bagaimana penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe The Learning Cell pada siswa kelas IV dengan materi Isra’ Miraj Nabi Muhammad SAW. di MI Roudlotul Banat Pereng? 2) Bagaimana peningkatan Keterampilan Bercerita dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif TipeThe Learning Cellmateri Isra’ Miraj Nabi Muhammad SAW. pada siswa kelas IV dengan di MI Roudlotul Banat Pereng-Sidoarjo?
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mendeskrispikan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe The Learning Cell pada siswa kelas IV dengan materi Isra’ Miraj Nabi Muhammad SAW. di MI Roudlotul Banat Pereng 2) Untuk mengetehui peningkatan Keterampilan Bercerita dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Learning Cell materi Isra’ Miraj Nabi Muhammad SAW. pada siswa kelas IV di MI Roudlotul Banat Pereng-Sidoarjo.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tidakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus dan menggunakan model Kurt Lewin, setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah hasil observasi, wawancara, rubric penilaian performance, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah analisis data secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) Bahwa penerapan Model Pembelajaran Kooperatife tipe The Learning Cell sudah baik. Hal ini terbukti dengan nilai Keterampilan Bercerita yang menunjukkan banyak dari mereka yang mencapai lebih dari standar ketuntasan belajar yang telah ditetapkan, yaitu 75. (2)Bahwa ada peningkatan Keterampilan Bercerita dari siklus I diperoleh rata-rata 72,8 dan siklus II diperoleh rata-rata 79,7 dengan prosentase ketuntasan 60% menjadi 85%.
(8)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN MOTTO... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI... iv
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI... v
ABSTRAK... vi
KATA PENGANTAR... vii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv
BAB I : PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tindakan yang Dipilih... 7
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Lingkup Penelitian... 8
F. Manfaat Penelitian ... 8
G. Signifikansi Penelitian ... 10
BAB II : KAJIAN TEORI...11
A. Keterampilan Bercerita...11
(9)
2. Tujuan Keterampilan Bercerita ... 17
3. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Bercerita…………... 20
B. Hakikat PelajaranSejarah Kebudayaan Islam (SKI)...21
1. Mata PelajaranSejarah Kebudayaan Islam (SKI)... 21
2.Ruang lingkup Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di MI………...22
3.Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)………... 23
C. Model Pembelajaran Kooperative tipeThe Learning Cell………..27
1.Pengertian Model PembelajaranThe Learning Cell………... 29
2.Tujuan Model PembelajaranThe Learning Cell………...32
3.Prinsip-Prinsip Model PembelajaranThe Learning Cell…………..34
4.Langkah–langkah Model PembelajaranThe Learning Cell……... 36
5. Kelebihan KekuranganModel PembelajaranThe Learning Cell….37 BAB III : PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS ...39
A. Metode Penelitian ... 39
B. Setting dan Subyek Penelitian... 40
C. Variabel yang Diteliti ... 41
D. Rencana Tindakan ... 42
E. Data dan Cara Pengumpulannya... 46
F. Teknik Analisis Data ... 47
G. Tim Peneliti... 49
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...50
(10)
B. Pembahasan ... 86
BAB V : PENUTUP...90
A.Kesimpulan ... 90
B. Saran... 91
DAFTAR PUSTAKA...xv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...xvii
BIOGRAFI PENULIS ...xviii
SURAT TUGAS PEMBIMBING KARTU KONSULTASI SKRIPSI SURAT IZIN PENELITIAN SURAT KETERANGAN
(11)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar pada setiap individu atau kelompok untuk merubah sikap dari tidak tahu menjadi tahu sepanjang hidupnya. Proses belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang di dalamnya terjadi proses siswa belajar dan guru mengajar dalam konteks interaktif, terjadi interaksi edukatif antar guru dan siswa, sehingga terdapat perubahan dalam diri siswa baik perubahan pada tingkat pengetahuan pemahaman dan ketrampilan atau sikap.1
Adanya kesamaan pada mata pelajaran yang diajarkan di sekolah tingkat dasar danMadrasah Ibtida’iyahmembuat kedua sekolah tersebut menjadi sekolah yang seimbang tingkatannya. Namun ada pula perbedaanya yaitu hanya terletak di mata pelajaran agama. Apabila Sekolah Dasar (SD) mata pelajaran agama hanya ada satu macam yaitu Pendidikan Agama Islam (PAI), sedangkan di Madrasah Ibtida’iyah (MI) mata pelajaran agama masih dibagi lagi dalam berbagai mata pelajaran, yaitu : Aqidah Akhlaq, Fiqih, Al-Qur’anHadits, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dan Bahasa Arab.2
1
Oemar Hamalik, Proses Pembelajaran, (Bandung: Bumi Aksara, 2001), hal 48 2
(12)
Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di Madrasah Ibtidaiyah merupakan salah satu mata pelajaran agama yang membahas tentang asal-usul, sejarah serta peranan kebudayaan Islam dan para tokoh yang pengaruh dalam sejarah Islam pada masa lampau. Secara substansial, mata pelajaran Sejarah Kebudayan Islam memiliki peran dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mengenal secara dalam tentang Sejarah Kebudayaan Islam, yang mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak, dan kepribadian peserta didik.
Proses pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di Madrasah Ibtida’iyah (MI) selama ini berjalan monoton dan rata-rata terkesan membosankan. Sehingga Sejarah Kebudayaan Islam menjadi salah satu mata pelajaran yang terkesan kurang menarik dan membosankan sehingga peserta didik tidak begitu memahami materi yang diajarkan karena dari awal mereka sudah terlebih dahulu menganggap pembelajaran yang membosankan. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang di dorong untuk menggembangkan kemampuan berpikir dan hanya menerima atau mentransfer keilmuan. Siswa dianggap sebagai orang yang tidak mempunyai pengetahuan apa-apa, kemudian dimasuki dengan informasi supaya ia tahu. Padahal belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari penuangan informasi kedalam benak siswa, belajar memperlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Djohar menyatakan hal tersebut dengan istilah “delivery sistem” yaitu upaya menyampaikan pengetahuan kepada siswa, yang
(13)
akhirnya akan menjelma menjadi pendidikan dengan sistem suap.3 Artinya pendidikan kita tidak jauh dari menyuapi anak didik dengan pengetahuan, sedangkan suapan yang diperoleh tersebut tidak akan menyamai jumlah volume ilmu yang berkembang.
Berdasarkan pengalaman peneliti dan wawancara dengan guru kelas IV MI Roudlotul Banat Pereng-Sidoarjo diperoleh informasi bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam menceritakan sejarah materi Isra’ Miraj Nabi Muhammad SAW. pada mata pelajaran SKI. Fakta menunjukkan dari hasil pengamatan nilai uji kompetensi 1 siswa kelas IV semester genap tahun ajaran 2015/2016, bahwa dari 20 siswa hampir 50% siswa yang mendapat nilai lebih kurang dari KKM mata pelajaran SKI yakni 75. Disamping itu siswa dirasa kurang mampu untuk menceritakan sejarah setelah proses pembelajaran berlangsung. Keterampilan berbicara dianggap sebagai keterampilan yang sangat penting dalam berbahasa karena berbicara merupakan suatu yang aplikatif dalam bahasa dan merupakan tujuan awal seseorang belajar suatu bahasa. Hal tersebut disebabkan oleh penerapan model pembelajaran yang kurang bervariasi. Seorang guru selalu melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan membaca buku, mengerjakan pertanyaan di buku atau LKS, sesekali praktek dan penilaian. Kegiatan pembelajaran yang sangat sederhana tersebut tentu saja membuat siswa
3
Djohar,Pengembangan Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan.(Yogyakarta; Grafika Indah, 2006 ) hal 166
(14)
jenuh dan bahkan tidak gemar belajar sehingga berpengaruh pada keterampilan menceritakan mereka.
Pembelajaran SKI dianggap membosankan bagi siswa karena cakupan materinya yang berkaitan dengan sejarah dan penggunaan metode pembelajaran yang monoton yaitu pembelajaran yang didominasi oleh guru. Siswa lebih banyak menggunakan indera pendengarannya dibandingkan dengan indera penglihatannya sehingga apa yang telah mereka pelajari tersebut akan cenderung dilupakan. Disamping itu siswa kurang antusias untuk mempelajarinya.
Aktivitas dalam proses pembelajaran kebanyakan didominasi oleh guru dan kurang melibatkan keaktivan siswa. Siswa hanya menjadi objek pembelajaran sehingga siswa kurang mandiri dan mengakibatkan siswa menjadi pasif. Proses pembelajaran SKI di kelas kebanyakan diarahkan pada kemampuan siswa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut mengembangkan kemampuan berfikirnya, tidak sedikit siswa yang mengalami kesulitan dalam mengikuti mata pelajaran ini karena metode pembelajaran yang digunakan oleh guru dirasa kurang tepat. Adanya kelemahan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar SKI ini berdampak terhadap kualitas akademik/ hasil belajar siswa. Hal ini apabila dibiarkan terus berkelanjutan akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan secara maksimal.
Berdasarkan persoalan di atas, penulis mencoba salah satu cara yang bisa digunakan sebagai rujukan untuk mengatasi hal tersebut sebagai upaya untuk
(15)
meningkatkan kemampuan menceritakan sejarah siswa terhadap pelajaran tersebut. Dalam suatu pembelajaran, keterampilan menceritakan sejarah sangat penting dan sangat dibutuhkan siswa dalam belajar, agar siswa tidak merasa jenuh dan mampu untuk mengembangkan kemampuan intelektualnya dalam bercerita. Siswa tidak harus berfikir sendiri untuk menemukan pemahamannya, namun mereka bisa bekerja sama dengan teman-teman mereka serta adanya timbal balik antara guru dan peserta didik.
“Perubahan itu perlu”, kalimat inilah yang seharusnya kita jadikan pedoman untuk mengubah pembelajaran yang kurang baik menjadi lebih baik, pembelajaran yang kurang semangat menjadi lebih asyik, sehingga terciptalah pembelajaran yang PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif , dan Menyenangkan). Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan model belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar belum bikatakan selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai materi yang diajarkan.4
4
Jauhar, Mohammad S.Pd,Implementasi PAIKEM Dari Behavioristik Sampai Konstruktivistik Sebuah Pengembangan Pembelajaran Berbasis CTL(Constektual Teacing & Learning). (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2011), Hal 52
(16)
Salah satu model pembelajaran yang banyak melibatkan keaktifan siswa, dan partisipasi siswa adalah dengan menerapkan Model Pembelajaran Kooperative tipe Model Pembelajaran The Learning Cell. Model Pembelajaran The Learning Cellmerupakan model pembelajaran yang menjadi pedoman dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan pelaksanaan Model Pembelajaran The Learning Cell, diharapkan berkembangnya berbagai macam inovasi kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang mendorong siswa untuk dapat berperan aktif dalam proses Pembelajaran
Dari latar belakang tersebut, maka peneliti merasa terdorong untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan Model Pembelajaran The Learning Cell terhadap peningkatan hasil belajar siswa dengan judul “
Upaya Meningkatkan Keterampilan Menceritakan SKI MateriIsra’ Miraj
Nabi Muhammad SAW. Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Learning Cell Pada Siswa Kelas IV MI Roudlotul Banat Pereng-Sidoarjo”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe The Learning Cell pada siswa kelas IV dengan materiIsra’ MirajNabi Muhammad SAW. di MI Roudlotul Banat Pereng-Sidoarjo?
(17)
2. Bagaimana peningkatan Keterampilan Bercerita dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Learning Cell materi Isra’ Miraj Nabi Muhammad SAW. pada siswa kelas IV dengan di MI Roudlotul Banat Pereng-Sidoarjo?
C. Tindakan yang dipilih
Tindakan yang dipilih untuk pemecahan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran SKI yaitu dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Learning Cell. Dengan penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Learning Cell diharapkan Keterampilan Bercerita siswa dapat meningkat khususnya pada materiIsra’ MirajNabi Muhammad SAW. kelas IV. D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskrispikan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe The
Learning Cell pada siswa kelas IV dengan materi Isra’ Miraj Nabi Muhammad SAW. di MI Roudlotul Banat Pereng-Sidoarjo.
2. Untuk mengetehui peningkatan Keterampilan Bercerita dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Learning Cell materi Isra’ Miraj Nabi Muhammad SAW. pada siswa kelas IV di MI Roudlotul Banat Pereng-Sidoarjo.
(18)
E. Lingkup Penelitian
Agar lingkup penelitian mengarah pada tujuan yang akan dicapai, maka dari latar belakang masalah di atas dibuat lingkup penelitian sebagai berikut: 1. Topik permasalahan yang akan dilakukan tindakan untuk diselesaikan
mengacu pada KI 4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia KD 4.2 Menceritakan kembali peristiwa penting di dalamIsra’ Mi’rajNabi Muhammad SAW.
2. Implementasi (pelaksanaan) penelitian ini menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Learning Cell untuk meningkatkan keterampilan bercerita pada pelajaran SKI pada materiIsra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. 3. Subyek penelitian adalah siswa kelas IV MI Roudlotul Banat Pereng-Sidoarjo semester genap tahun ajaran 2015-2016, menggunakan satu RPP sebanyak 2 kali pertemuan dengan tiap pertemuan dua jam pelajaran.
F. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis mengharapkan adanya manfaat atau kegunaan, khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi yang berkepentingan di bidang pendidikan. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu:
(19)
1. Guru
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman bermakna bagi guru. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para guru, khususnya guru mata pelajaran SKI akan pentingnya menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa melalui inovasi dan kreasi pembelajaran. Terutama pada materi Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. yang sering dilalui dengan metode sederhana. Sehingga mengakibatkan siswa jenuh dan tidak memiliki minat yang tinggi terhadap kegiatan pembelajaran.
2. Peserta didik
Hasil dan temuan penelitian ini dapat memberikan informasi dan pengalaman terhadap siswa tentang penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Learning Cell dalam pembelajaran SKI. Selain itu, pembelajaran yang bermakna dalam materi Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan bercerita siswa dalam belajar SKI.
3. Sekolah
Sebagai masukan dalam menemukan hambatan dan kelemahan dalam penyelenggaraan pembelajaran serta sebagai upaya untuk memperbaiki dan mengatasi masalah-masalah pembelajaran yang sedang dihadapi di kelas, sehingga dapat menemukan cara yang tepat untuk meningkatkan kualitas
(20)
dan keterampilan bercerita siswa yang optimal demi kemajuan lembaga pendidikan (sekolah).
G. Signifikansi Penelitian
Adapun sistematika pembahasan pada penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan, meliputi: a. Latar Belakang, b. Rumusan Masalah, c. Tindakan yang Dipilih, d. Tujuan Penelitian, e. Lingkup Penelitian, f. Manfaat Penelitian, g. Definisi Operasional, dan h. Signifikansi Penelitian.
Bab II :Kajian Teori, meliputi: a. Keterampilan Bercerita, b. Hakikat Pelajaran SKI, c. Model Pembelajaran Kooperatif Lerning TipeThe Learning Cell.
Bab III : Metodologi Penelitian, meliputi: a. Metode Penelitian, b. Setting Penelitian, c. Variabel yang Diselidiki, d. Rencana Tindakan, e. Data dan Cara Pengumpulanya, f. Analisis Data, dan g. Tim Peneliti dan Tugasnya. Bab IV :Hasil penelitian dan pembahasan, meliputi: a. Hasil Penelitian dan b. Data Hasil Penelitian dan Observasi.
(21)
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Keterampilan Bercerita
1. Pengertian Keterampilan Bercerita
Keterampilan adalah kegiatan pembelajaran yang berfokus pada pengalaman belajar melalui gerak di lakukan peserta didik. Kegiatan keterampilan terjadi jika peserta didik menerima stimulus kemudian merespons dengan menggunakan gerak.1
Bercerita merupakan bagian dari keterampilan berbicara dalam pembelajaran Bahasa Indonesia keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa lisan.Bercerita adalah aktifitas yang menarik dan digunakan pada semua aktivitas pembelajaran.2 Bercerita adalah membicarakan kembali sesuatu yang telah didengar atau sesuatu yang telah dilihat.3
Dari dua pendapat diatas dapatlah kita simpulkan bahwa bercerita merupakan suatu aktivitas mengulas kembali apa yg telah dilihat, dialami atau dibaca, yang dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari atau dalam
✁
✂✄ ☎s Suprijono, Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,2012, cet VII, hal 8
2
Anting Jatiningtyas,Aspek Pendidikan Moral dalam Buku Cerita Anak,(Yogyakarta: IKIP, 2008) hal 18
3
T. Handayu,Memaknai cerita Mengeasah Jiwa: Panduan Memanamkan Moral pada Anak Melalui Cerita, (Solo: Era Media, 2009) hal 30.
(22)
aktivitas pembelajaran. Dengan bercerita siswa dapat meningkatkan pemahamannya terhadap suatu hal dan dapat merangsang untuk melahirkan sebuah ide atau pendapat serta dapat menjadikan pembelajaran sebagai suatu pengalaman yang menyenangkan bagi mereka.
Pendidikan berkelanjutan dan pengembangan karakter menjadi tugas bagi keluarga, dan guru. Mempersiapkan generasi muslim yang tangguh merupakan harapan Al-Qur’an. Setiap muslim, baik sebagai individu maupun sebagai komunitas, harus berupaya mewujudkan generasi yang berkualitas dalam semua aspek kehidupan manusia.
Salah satu firman Allah swt yang mengharuskan setiap umat tidak meninggalkan di belakang mereka generasi yang lemah, tak berdaya, dan tak memiliki daya saing dalam kompetensi kehidupan dapat dibaca dalam surah An-Nisa/4:9 sebagai berikut:
.
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaknya mereka mengucapkan perkataan yang benar.
(23)
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna (Q.S. At-Tin: 5) menjelaskan:
Artinya: “Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah
-rendahnya (neraka)”. Secara fisik, manusia memiliki struktur tubuh yang
sangat sempurna, ditambah lagi dengan pemberian akal, maka ia adalah makhlukjasadiyahdanruhaniyah. Akal yang dianugrahkan kepada manusia memiliki tingkatan kecerdasan yang berbeda-beda.
Banyak orang meyakini bahwa orang yang cerdas adalah orang yang memiliki kemampuanIntelligence Quotient(IQ) yang tinggi, namun pada kenyataannya, tidak semua orang yang memiliki kemampuan IQ yang tinggi itu memiliki kemampuan adaptasi, sosialisi, pengendalian emosi, dan kemampuan spiritual. Banyak orang yang memiliki kecerdasan IQ, namun ia tidak memiliki kemampuan untuk bergaul, bersosialisai dan membangun komunikasi yang baik dengan orang lain. Banyak juga orang yang memiliki kemampuan IQ, tapi ia tidak memiliki kecerdasan dalam melakukan hal-hal yang dapat menentukan kebehasilannya di masa depan, prioritas-prioritas apa yang mesti dilakukan untuk menuju sukses dirinya.4
4
(24)
Keterampilan bercerita yang baik memerlukan pengetahuan, pengalaman serta kemampuan berpikir yang memadai. Selain itu dalam bercerita juga diperlukan penguasaan beberapa keterampilan, yaitu ketepatan tatabahasa sehingga hubungan antar kata dan kalimat menjadi jelas. Ketepatan kata dan kalimat sangat perlu dikuasai dalam bercerita, sebab dengan menggunakan kata dan kalimat yang tepat dalam bercerita akan memudahkan pendengar memahami isi cerita yang dikemukakan olehpenyampaian maksud yang sama antara pembicara dan pendengar, sehingga tujuan penyampaian makna cerita juga dapat tercapai. Selain itu dalam bercerita diperlukan kelancaran dalam menyampaikan kalimat per kalimat. Kelancaran dalam menyampaikan isi cerita akan menunjang pembicara dalam menyampaikan isi cerita secara runtut dan lancar sehingga penyimak/pendengar yang mendengarkan dapat antusias dan tertarik mendengarkan cerita.5
Bercerita merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang bersifat produktif yang berarti menghasilkan ide, gagasan, dan buah pikiran. Ide, gagasan, dan pikiran seorang pembicara memiliki hikmah atau dapat dimanfaaatkan oleh penyimak/pendengar, misalnya seorang guru berbicara dalam mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, sehingga ilmu tersebut dapat dipraktikkan dan dimanfaatkan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Bercerita merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat produktif. Artinya, dalam bercerita seseorang melibatkan pikiran, kesiapan mental, keberanian,
5
(25)
perkataan yang jelas sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Bercerita adalah aktivitas berbahasa yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa setelah menyimak. Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa) yang didengarkan itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu bercerita. Dalam kegiatan bercerita diperlukan penguasaan terhadap lambang bunyi yang berupa tanda visual yang dibutuhkan dalam bercerita. Bercerita adalah membicarakan kembali sesuatu yang telah didengar atau sesuatu yang telah dilihat.6
Untuk itu, keterampilan bercerita perlu dikembangkan kepada siswa sedini mungkin. Keterampilan bercerita merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kemahiran seseorang dalam penyampaian informasi secara lisan. Isnaini mengungkapkan bahwa keterampilan bercerita sebagai keterampilan produktif lisan yang menuntut banyak hal yang harus dikuasai oleh peserta didik, meliputi penguasaan aspek kebahasaan dan non kebahasaan.7
Bercerita merupakan salah satu cara untuk mengungkap kemampuan berbicara siswa yang bersifat pragmatis. Agar dapat bercerita, paling tidak ada dua hal yang dituntut untuk dikuasai siswa, yaitu unsur linguistik (bagaimana cara bercerita, bagaimana memilih bahasa) dan unsur "apa" yang diceritakan.
6
T. Handayu,Memaknai cerita Mengeasah Jiwa: Panduan Memanamkan Moral pada Anak Melalui Cerita, (Solo: Era Media, 2009), hal. 30.
7
Isnaini Yulianita,Reproduktif Siswa dalam Keterampilan Berbahasa, (Yogyakarta : IKIP, 2000), hlm. 91.
(26)
Ketepatan, kelancaran, dan kejelasan cerita akan menunjukkan kemampuan bercerita siswa adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan, kemampuan bercerita adalah salah satu bentuk atau cara yang dilakukan dalam upaya menjalin komunikasi dalam pendidikan anak. Dengan kemampuan bercerita, seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, dan ungkapan kemauan dan keinginan membagikan pengalaman yang diperoleh.
Menurut Mulyantini (2002:35), bercerita adalah salah satu bentuk atau cara yang dilakukan dalam upaya menjalin komunikasi dalam pendidikan anak. Dengan kemampuan bercerita, seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, dan ungkapan kemauan dan keinginan membagikan pengalaman yang diperoleh. Kemampuan menceritakan tidak bisa dipisahkan dengan pembelajaran bercerita, karena bercerita merupakan salah satu teknik dalam pembelajaran bercerita. Selain itu ada juga pemikiran ahli bahasa, Brewster, Rixon, Halliwel, Pedderson dkk, dalam buku Teaching English To Young Leaners bahwa kemampuan menceritakan bukanlah membacakan cerita tanpa melihat buku, artinya tidak menghafal cerita dan menyampaikan secara sederhana, melainkan harus mengetahui cerita tersebut secara baik
(27)
sehingga saat diceritakan akan terlihat seperti nyata dan pendengarnya dapat membayangkan cerita tersebut.
Bercerita pada hakekatnya merupakan suatu proses berkomunikasi sebab didalamnya terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber ketempat lain. Menceritakan merupakan bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik yaitu alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Bahkan organ tubuh seperti kepala, tangan dan mimik wajah dimanfaatkan dalam bercerita. Bercerita sebagai salah satu unsur kemampuan berbahasa sering dianggap sebagai suatu kegiatan yang berdiri sendiri, hal ini dibuktikan dari kegiatan pengajaran bercerita yang selama ini dilakukan. Dengan bercerita juga dapat menjalin hubungan akrab, ada 3 manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan menceritakan yaitu memberikan hiburan, mengajarkan kebenaran dan memberikan keteladanan atau model.
Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan menceritakan yaitu suatu kecakapan yang dimiliki seseorang untuk menyampaikan suatu cerita kepada orang lain dan mengharapkan orang yang mendengarkan cerita tersebut dapat ikut merasakan apa yang terjadi oleh pembicara tersebut.
2. Tujuan Keterampilan Bercerita
Pada dasarnya, tujuan utama dari bercerita adalah untuk berkomunikasi atau bertukar informasi dengan orang lain. Agar dapat
(28)
menyampaikan pikiran secara efektif, seorang yang bercerita harus memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Berikut tujuan-tujuan bercerita:
1) Untuk meningkatkan pemahaman anak serta dapat menstabilkan emosi anak.
Cerita-cerita rakyat misalnya dapat dijadikan bahan bercerita. Sebagai alat untuk pembelajaran, bercerita dapat dijadikan alat untuk memotivasi siswa untuk mengerti keunikan diri mereka. Selain itu ia juga dapat meningkatkan tahap keterampilan mereka dalam berkomunikasi melalui pemikiran dan perasaan serta mengapresiasikannya dalam bentuk kalimat yang teratur.
2) Dapat menyarakan perasaan dan pendapat.
Hal ini dapat dilakukan apabila anak-anak diberi peluang untuk bercerita setelah guru menyampaikan cerita. Guru dapat bertanya kepada anak-anak apakah yang mereka pikirkan akan akan berlaku selepas sesuatu kejadian dalam cerita. Dengan cara ini, anak-anak dengan daya imajinasinya mereka akan dilatih memberikan pendapat dan pandangannya.
3) Alat untuk melatih kemahiran mendengar dan bertutur kata secara baik dan benar.
(29)
Sewaktu bercerita, anak-anak atau guru tidak terikat oleh nada dan intonasi bahasa. Setiap kata atau tutur kata yang diucapkan disesuaikan dengan isi cerita.
4) Memperkaya kosa kata baru bagi anak
Dalam bercerita guru seharusnya memperkenalkan beberapa perkataan baru setiap kali bercerita kepada anak-anak. Dengan demikian anak-anak akan mudah belajar makna kata apabila digunakan dalam konteks yang sesuai.
5) Meningkatkan minat anak dalam menghadapi pelajaran.
Dengan bercerita anak tidak akan merasa bosan dalam mengikut proses pembelajaran. Dalam bercerita mereka dapat mengekspresikan perasaan mereka dan imajinasi mereka dengan cepat dan mudah tentunya dengan menyesuaikan pada pelajaran yang mereka hadapi.
6) Cara yang cocok untuk mengenali keunikan atas karakter yang dimiliki tiap-tiap anak.
Sewaktu aktivitas bercerita dijalankan, guru dapat mengenal karakter siswa dalam setiap pelajarannya. Ada anak yang dapat duduk dan mendengar dengan baik, ada anak yang hanya duduk diam
(30)
selama beberapa menit dan ada anak yang menganggu temannya sewaktu sesi cerita berlangsung.8
3. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Bercerita
1) Bercerita yang disampaikan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti anak.
2) Buatlah alur cerita.
Manusia memang mempunyai sifat lupa, tidak terkecuali guru. Oleh karena itu guru hendaknya mempersiapkan terlebih dahulu sebuah alur cerita untuk memudahkannya dalam menyampaikan cerita.
3) Sediakan alat bantu.
Guru perlu menyediakan alat bantu atau media penunjang dalam menyampaikan cerita, tujuannya agar anak-anak termotivasi dalam mengikuti cerita yang disampaikan guru.
4) Bercerita dengan suara, gaya dan intonasi yang sesuai.
Dalam bercerita guru hendaknya menyampaikannya dengan suara, gaya bahasa dan intonasi yang bagus serta diikuti dengan ekspresi wajah sehingga membuat cerita yang disampaikan akan menjadi menarik dan tidak membosankan anak.
5) Sediakan pakaian khas.
8
(31)
6) Sesuai sesi bercerita akan menjadi lebih menarik sekiranya guru menyediakan pakaian khas sewaktu bercerita. Selain membangkitkan
“mood”anak-anak, ia juga dapat menjadikan sesi lebih“ real”.9
B. Hakikat Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) 1. Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)
Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Ibtidaiyah merupakan salah satu mata pelajaran PAI yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan kebudayaan/peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam sejarah Islam pada masa lampau, mulai dari sejarah masyarakat Arab pra-Islam, sejarah kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad SAW., sampai dengan masaKhulafaurrasyidin.
Secara substansial, mata pelajaran Sejarah Kebudayan Islam memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati sejarah kebudayaan Islam, yang mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak, dan kepribadian peserta didik.
Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut :
a. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya mempelajari landasan ajaran, nilai-nilai dan norma-norma Islam yang telah
9
(32)
dibangun oleh Rasulullah saw. dalam rangka mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
b. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan.
c. Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah.
d. Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah Islam sebagai bukti peradaban umat Islam di masa lampau.
e. Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek dan seni, dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
2. Ruang lingkup Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di MI
Ruang lingkup Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di Madrasah Ibtidaiyah meliputi :
a. Sejarah masyarakat Arab pra-Islam, sejarah kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad SAW.
(33)
b. Dakwah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, yang meliputi kegigihan dan ketabahannya dalam berdakwah, kepribadian Nabi Muhammad SAW., hijrah Nabi Muhammad SAW ke Thaif, peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
c. Peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW ke Yatsrib, keperwiraan Nabi Muhammad SAW pada peristiwa Fathul Makkah, dan peristiwa akhir hayat Rasulullah SAW.
d. Peristiwa-peristiwa pada masa khulafaurrasyidin. e. Sejarah perjuangan Wali Sanga.10
3. Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) Peristiwa penting dalam Isra Mi raj
a. Kapan peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi?
Isra’ Mi’raj terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun 621 M, yaitu 3 tahun sebelum hijrah.
b. Bagaimana Nabi SAW. menempuh perjalanan yang menakjubkan itu? 1) Perjalanan Isra’ dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa
Nabi Muhammad SAW. mengendarai Buraq yang dibawa Malaikat Jibril dari Surga. Dalam perjalanan, berhenti sejenak dan melaksanakan salat sunnah 2 rakaat di Madinah, Jibril menjelaskan kepada Nabi Muhammad SAW. bahwa ditempat inilah kelak Nabi Muhammad SAW. berhijrah. Setelah melanjutkan perjalanan,
10
(34)
Jibril menyuruh Nabi Muhammad SAW. turun untuk shalat sunnah 2 rakaat. Di bukit Thuur Sina, yaitu tempat Nabi Musa AS. berbicara langsung dengan Allah SWT. Kemudian untuk yang ketiga kalinya Jibril menyuruh Nabi Muhammad SAW. berhenti untuk melakukan shalat sunnah 2 rakaat lagi. di Baitul Lahm, tempat Nabi Isa AS. Lahir. Dalam perjalanan, Nabi Muhammad SAW. mengalami peristiwa-peristiwa yang sangat bermakna. 2) Perjalanan Mi’raj dari Masjidil Aqsa ke langit ketujuh (Sidratul
Muntaha).
Setelah melalui perjalanan dari langit pertama hingga langit
ketujuh, Nabi Muhammad SAW. kemudian melanjutkan
perjalanan tanpa ditemani oleh Malaikat Jibril. Pada saat itulah Nabi Muhammad SAW menerima perintah salat langsung dari
Allah Swt. Sebagaimana telah kalian ketahui bahwa maksud isra’ dan mi’raj Nabi Muhammad SAW. adalah agar Allah SWT. memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya.
c. Peristiwa apa yang dialami Rasulullah ketika menjalankan isra’ dan mi’raj?
Ketika menjalankan Isra’ danMi’raj Bertemu dengan Jin Ifrid.
Rasulullah menyaksikan orang yang tak henti-hentinya menuai (memanen) hasil tanamannya. Sebagai gambaran bagi orang yang
(35)
berjuang dalam membela agama Allah. Amal mereka dilipatkan gandakan sampai 700 kali. Nabi Muhammad SAW. mencium bau harum. Jibril menjelaskan bahwa bau tersebut adalah bau dari kuburan Mashithah beserta keluarganya yang dibunuh oleh Raja Fir’aun karena
tetap teguh mempertahankan keimanannya kepada Allah SWT. Gambaran dosa dan hukuman bagi orang yang berzina. Nabi diperlihatkan ada beberapa orang yang sedang membawa daging, dan disebelah orang-orang itu terdapat daging yang sudah membusuk, kemudian orang-orang itu membuang daging yang dibawanya dan mengambil daging yang sudah membusuk. Gambaran dosa dan hukuman bagi orang yang suka makan riba. Nabi diperlihatkan ada orang yang perutnya sangat besar sehingga sukar untuk berjalan. Gambaran dosa dan hukuman bagi orang yang suka berdusta dan membicarakan keburukan orang lain. Nabi diperlihatkan ada orang yang memotong lidahnya sendiri, setelah lidahnya terpotong kemudian tersambung kembali, begitu seterusnya berulang-ulang. Kemudian Nabi juga diperlihatkan gambaran wajah-wajah para malaikat penjaga neraka. Wajahnya menakutkan, tidak tersenyum dan tidak memperlihatkan keramahan dan kelembutan sedikitpun.
Banyak peristiwa yang disaksikan oleh Nabi Muhammad SAW. dalam perjalan Isra’ Mi’raj tersebut. Hal ini merupakan
(36)
peringatan agar manusia jangan sampai berbuat dosa, sekecil apapun dosa pasti akan ada balasannya. Manusia hendaknya selalu berbuat baik. Karena sekecil apapun kebaikan akan ada pahalanya. Ayo kita perbanyak amal shaleh! Di samping mengalami peristiwa yang menakjubkan diatas, ada sesuatu yang lebih utama yang diperoleh Rasulullah ketika Mi’raj.
d. Apa hasil Rasulullah dimi’rajkan ke langit?
Selama perjalanan Isra’ dan Mi’raj NabiSAW. selalu ditemani dan dipandu oleh Jibril AS. Namun ketika hendak naik ke Sidratul Muntaha, Jibril tidak lagi menemani beliau. Beliau harus naik sendiri untuk menjemput perintah langsung Sang Khaliq, yakni perintah shalat lima waktu yang wajib dilaksanakan oleh beliau dan seluruh Umat Islam. Setelah menerima perintah itu, Nabi kembali ke Mekah bersama Jibril AS. Nabi tiba kembali di tempat, pada malam itu juga. Sebuah perjalanan yang hanya dapat terjadi atas qudrat dan iradat-Nya. Subhanallah.
e. Bagaimana sikap Rasulullah setelahkembali dari Isra’ Mi’raj?
Rasulullah harus segera menyampaikan perintah salat yang baru saja diterima kepada umatnya. Beliau merasa cemas akan sikap kaumnya. Apakah mereka akan bisa menerima kebenaran peristiwa yang dialaminya. Sementara kejadian yang dialaminya memang sangat
(37)
luar biasa. Beliau berpikir bagaimana menyampaikan berita itu kepada umatnya.
f. Bagaimana reaksikaum Quraisy mendengar berita Isra’ Mi’raj?
Rasulullah yang bersifat tabligh akan selalu menyampaikan setiap wahyu Allah kepada umatnya. Beliau tak akan menyimpan wahyu itu meskipun berat tantangan yang akan dihadapinya. Beliau
menceritakan peristiwa isra’ mi’raj dihadapan orang-orang Quraisy. Ternyata benar, kebanyakan penduduk Quraisy tidak percaya akan
kebenaran peristiwa Isra’ Mi’raj. Bahkan mereka banyak yang
menganggap Nabi telah gila. Dalam kondisi seperti itu, Abu Bakar datang membesarkan hati Nabi. Ia membenarkan dan mempercayai semua cerita Nabi. Sebagai seorang yang beriman Anak-anak harus percaya dan yakin akan kebenaran peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi
Muhammad SAW.11
C. Model Pembelajaran Kooperative tipeThe Learning Cell
Pembelajaran yang tergolong dalam teori konstruktivistik adalah kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.
11
Kementerian Agama Republik Indonesia. Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Ibtidaiyah kelas IV, (Jakarta: 2014) hal 61
(38)
Wina mengemukakan definisi dari model pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan tentang ciri-ciri pembelajaran kooperatif, yakni:
a) Setiap anggota memiliki peran.
b) Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa.
c) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya.
d) Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok.
e) Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.
(39)
Model Pembelajaran Sel pertama kali dikembangkan oleh Goldschmid dari Swiss Federal Institute of Technologi di Lausanne (Goldschmid, 1971). The Learning Cell membentuk pada suatu bentuk belajar kooperatif dalam bentuk berpasangan, di mana siswa bertanya dan menjawab pertanyaan secara bergantian berdasarkan materi bacaan yang sama. (Istarani, 2012:228).
Siswa yang termotivasi belajar seorang diri akan semakin termotivasi bila dilibatkan dalam kerja kelompok dan berpasangan. Tugas yang berat dikerjakan seorang diri akan menjadi mudah bila dikerjakan bersama. Keuntungan lainnya dari belajar bersama yaitu siswa yang belum mengerti penjelasan guru akan menjadi mengerti dari hasil penjelasan dan diskusi mereka dalam kelompok berpasangan.
Dalam hal ini peneliti menyoroti strategi yang digunakan dalam mata pelajaran SKI pada materi pokokIsra’ Miraj Nabi Muhammad SAW. dengan menggunakan model pembelajaranThe Learning Cell.
1. PengertianThe Learning Cell
Model Pembelajaran The Learning Cell merupakan strategi alternatif untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi baik secara individu maupun kelompok. Salah satu kemampuan yang harus dikuasai siswa adalah dalam hal menemukan gagasan utama.
Model Pembelajaran The Learning Cell merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan konstruktivistik, dan juga
(40)
pembelajaran kooperatif merupakan model alternatif untuk mencapai tujuan pembelajaran antara lain berupaya meningkatkan kemampuan siswa dalam bekerjasama, berpikir kritis, dan pada saat yang sama meningkatkan prestasi akademiknya. Di samping itu, Model Pembelajaran The Learning Cell dapat membantu siswa memahami materi pelajaran yang sulit dan pada saat bersamaan sangat berguna untuk menumbuhkan kemauan membantu teman dan membagi ilmu pengetahuan.
Siswa yang termotivasi belajar seorang diri akan semakin termotivasi bila dilibatkan dalam kerja kelompok dan berpasangan. Tugas yang berat dikerjakan seorang diri akan menjadi mudah bila dikerjakan bersama. Keuntungan lainnya dari belajar bersama yaitu siswa yang belum mengerti penjelasan guru akan menjadi mengerti dari hasil penjelasan dan diskusi mereka dalam kelompok berpasangan.
Model Pembelajaran The Learning Cell merupakan salah satu teknik pembelajaran yang membantu siswa belajar dengan lebih efektif. Model Pembelajaran The Learning Cell ini dikembangkan oleh Goldschmid dari Swiss federal Institute of Technology di Lausanne. The Learning Cell atau peserta didik berpasangan adalah suatu bentuk belajar kooperatif dalam
(41)
bentuk berpasangan dimana peserta didik bertanya dan menjawab pertanyaan secara bergantian berdasar pada materi bacaan yang sama.12
Model Pembelajaran The Learning Cell adalah salah satu cara dari pembelajaran kelompok, khususnyakelompok kecil. Dalam pembelajaran ini siswa diatur berpasangan-pasangan. Salah satu di antaranya berperan sebagai tutor,fasilitator/pelatih ataupun konsultan bagi seorang lagi. Orang yang kedua ini berperan sebagai siswa, peserta latihan ataupun seorang yang memerlukan bantuan. Setelah selesai, maka giliran peserta kedua untuk berperan sebagai tutor, fasilitator ataupun pelatih dan peserta pertama menjadi siswa ataupun peserta latihan.
Metode PembelajaranThe Learning Cellmerupakan cara praktis untuk mengadakan pengajaran sesama siswa di kelas. Pembelajaran ini juga memungkinkan guru untuk memberi tambahan bila dirasa perlu pada pengajaran yang dilakukan oleh siswa. Sebagian pakar percaya bahwa sebuah mata pelajaran, baru benar-benar dikuasai ketika siswa mampu mengajarkannya kepada orang lain. Pengajaran sesame siswa memberi kesempatan pada siswa untuk mempelajari sesuatu dengan baik dan sekaligus menjadi narasumber bagi satu sama lain. Proses mempelajari hal baru tentunya akan lebih efektif jika siswa dalam kondisi aktif, bukannya reseptif.
7
Rusman. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Bandung Rajawali Pers. 2012 hal. 86
(42)
Salah satu cara untuk menciptakan kondisi pembelajaran seperti ini adalah dengan menstimulir siswa untuk menyelidiki atau mempelajari sendiri materi pelajarannya. Metode sederhana ini menstimulasi timbulnya pertanyaan yang merupakan kunci belajar. 13Membentuk pasangan belajar diantara siswa merupakan cara efektif untuk mendapatkan pasangan yang bisa dipercaya dalam kegiatan berpasangan dan menempa kemampuan menyimak suatu pendapat.
2. TujuanThe Learning Cell
Tujuan dari model pembelajaran The Learning Cell itu sendiri adalah untuk menciptakan suasana belajar yang mendorong siswanya aktif dalam proses belajar mengajar. Keaktifan ini dapat dicapai melalui ketergantungan metode yang digunakan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang yang terjadi pada saat ini sudah semakin pesat. Dengan perkembangan tersebut maka akan menuntut perubahan cara mengajar atau metode yang digunakan oleh seorang guru dalam mengajar. Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kualitas manusia seutuhnya, adalah misi pendidikan yang menjadi tanggung jawab profesional setiap guru. Guru tidak mungkin lagi hanya mengajarkan fakta dan konsep kepada siswa. Jika hal ini tetap dipaksakan maka tujuan pendidikan tidak akan dapat tercapai
13
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,2012, cet VII, hal 122
(43)
secara sempurna, karena sasaran dan tujuan pendidikan tidak hanya pada segi kognitif saja, akan tetapi juga pada segi afektif juga psikomotor siswa. Karena terdesak waktu untuk mengajar dan pencapaian kurikulum, maka guru akan mencari jalan pintas yang mudah yakni dengan menginformasikan fakta dengan menggunakan metode ceramah semata. Akibatnya siswa akan memiliki banyak pengetahuan, akan tetapi tidak terlatih untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Agar seorang guru tidak menjadi satu-satunya sumber belajar bagi siswa, maka seorang guru dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang berbagai metode pengajaran.
Hal ini dimaksudkan agar guru dapat menyesuaikan model yang dipakai dalam proses pembelajaran dengan bahan pengajaran atau pokok bahasan. Salah satu dari beberapa system terbaik untuk membantu pasangan peserta didik belajar dengan lebih efektif adalah dengan menggunakan Model Pembelajaran The Learning Cell yang dikembangkan oleh Goldschmid dari swiss federal institute of teknology di lausanne (goldschmid, 1971) learning cell atau peserta didik berpasangan, menunjuk pada suatu bentukbelajar kooperatif dalam bentuk berpasangan , dimana peserta didik bertanya dan menjawab pertanyaan secara bergantian berdasar pada materi bacaan yang sama.
(44)
3. Prinsip-PrinsipThe Learning Cell
Secara umum prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam The Learning Cellyang diturunkan dari prinsip belajar adalah:
a. Perhatian dan motivasi
Siswa dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua rangsangan yang mengarah ke arah pencapainan tujuan belajar.
b. Keaktifan
Pembelajar dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual, dan emosional. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa berwujud perilaku
c. Keterlibatan langsung/ berpengalaman
Hal apapun yang dipelajari siswa, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak ada seorangpun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya. Pernyataan ini secara mutlak menuntut adanya keterlibatan langsung dari setiap siswa dalam kegiatan belajar pembelajaran.14
d. Pengulangan
Penguasaan secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti . Dari pernyataan inilah pengulangan masih diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.
e. Tantangan
14
(45)
Prinsip belajar ini bersesuaian dengan pernyataan bahwa apabila siswa diberi tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, ia akan belajar dan mengingat secara lebih baik. Hal ini berarti siswa selalu menghadapi tantangan untuk memperoleh, memproses, dan mengolah setiap pesan yang ada dalam kegiatan pembelajaran.
f. Balikan dan penguatan
Siswa selalu membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang dilakukan, apakah benar atau salah? Dengan demikian siswa akan selalu memiliki pengetahuan tentang hasil (knowledge of result), yang sekaligus merupakan penguat bagi dirinya sendiri. Seorang belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan.
g. Perbedaan individual
Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri sendiri yang berbeda satu dengan yang lain. Karena hal inilah, setiap siswa belajar menurut tempo (kecepatan)nya sendiri dan untuk setiap kelompok umur terdapat variasi kecepatan belajar .
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip di atas amatlah penting, karena di dalamnya terdapat interaksi antara siswa dengan pendidik. Pada prinsip mengaktifkan siswa guru bersikap demokratis, guru memahami dan menghargai karakter siswanya, guru memahami perbedaan
(46)
antara mereka, baik dalam hal minat, bakat, kecerdasan, sikap, maupun kebiasaan. Sehingga dapat menyesuaikan dalam memberikan pelajaran sesuai dengan kemampuan siswanya.
4. Langkah langkah Model PembelajaranThe Learning Cell:
a. Sebagai persiapan, siswa di beri tugas membaca suatu bacaan kemudian menulis pertanyaan yang berhubungan dengan masalah pokok yang muncul dari bacaan atau materi terkait lainnya
b. Pada awal pertemuan, siswa ditunjuk untuk berpasangan dengan mencari kawan yang disenangi. Siswa A memulai dengan membacakan pertanyaan pertama dan dijawab oleh siswa B
c. Setelah mendapatkan jawaban dan mungkin telah dilakukan koreksi atau diberi tambahan informasi, giliran siswa B mengajukan pertanyaan yang harus di jawab oleh siswa A
d. Jika siswa A selesai mengajukan satu pertanyaan, kemudian dijawab oleh siswa B ganti B yang bertanya dan begitu seterusnya.
e. Selama berlangsung tanya jawab, guru bergerak dari satu pasangan ke pasangan yang lain, sambil memberi masukan atau penjelasan dengan bertanya atau menjawab pertanyaan.15
15
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,2012, cet VII, hal 122
(47)
5. Kelebihan dan KelemahanThe Learning Cell
Beberapa hal yang menjadi kelebihan pembelajaran kelompok dengan menggunakan Model Pembelajaran The Learning Cell diantaranya sebagai berikut:
a. Siswa lebih siap dalam menghadapi materi yang akan dipelajari karena siswa telah memiliki informasi materi yang akan dipelajari melalui berbagai sumber diantaranya buku, internet, guru dan orang yang ahli dibidang materi tersebut.
b. Siswa akan memiliki kepercayaan diri dalam pembelajaran karena pembelajaran ini menggunakan teman sebaya dalam proses pembelajaranya.
c. Siswa aktif dalam pembelajaran baik sebelum dan sesudah pembelajaran itu sendiri maupun pada saat pembelajaran. Hal itu terjadi karena siswa diberi panduan untuk mencari materi sendiri pada saat setelah atau sebelum pembelajaran dari berbagai sumber.
d. Kemandirian siswa dalam proses pembelajaran sangat besar karena siswa dituntut memperoleh informasi sebelum dan setelah pembelajaran kemudian mengkomunikasikan kembali materi yang diperoleh pada siswa lainya pada saat pembelajaran berlangsung.
Selain memiliki kelebihan, Model Pembelajaran The Learning Cell juga memiliki kelemahan diantaranya sebagai berikut:
(48)
a. Literatur yang terbatas, namun hal ini dapat diantisipasi dengan menganjurkan siswa untuk membaca buku-buku yang relevan atau melalui internet.
b. Jika siswa tidak rajin dalam mencari informasi maka Model Pembelajaran The Learning Cell ini menjadi kurang efektif, namun hal ini dapat diantisipasi oleh guru dengan memberikan motivasi dan penghargaan pada siswa yang mendapatkan informasi materi pelajaran dari sumber mana saja.
Dari uraian di atas, proses pembelajaran kelompok dengan menggunakan Model Pembelajaran The Learning Cell memiliki kelebihan yang lebih menonjolkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa itu sendiri, baik sesudah pembelajaran atau pada proses pembelajaran itu sendiri. Memacu siswa belajar sepanjang waktu dan pembelajaran tidak dilaksanakan hanya pada saat jadwal pembelajaran, tetapi sesudah dan sebelum pembelajaranpun siswa dituntut untuk mendapatkan informasi tentang materi pelajaran.
(49)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian diperlukan suatu cara atau metode ilmiah tertentu untuk memperoleh data dan informasi, metode ilmiah tersebut diperlukan dengan tujuan agar data atau informasi yang dikumpulkan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah yaitu metode penelitian.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan Model Pembelajaran Kooperatife tipeThe Learning Cell di MI Roudlotul Banat Pereng-Sidoarjo, yang merupakan suatu variasi dalam pembelajaran SKI. Penelitian tindakan kelas ini menggunakan bentuk kolaborasi, yang mana guru merupakan mitra kerja peneliti. Masing–masing memusatkan perhatiannya pada aspek – aspek penelitian tindakan kelas yang sesuai dengan keahliannya, guru sebagai praktisi pembelajaran, peneliti sebagai perancang dan pengamat yang kritis.1
Dalam pelaksanaannya, penelitian tindakan kelas ini menggunakan model Kurt Lewin, yang menyatakan bahwa dalam satu siklus terdiri dari empat langkah pokok yaitu : (1) perencanaan (planning), (2) aksi atau tindakan
1
(50)
(acting), (3) observasi (observing), dan (4) refleksi (reflecting).2 Adapun pelaksanaan PTK digambarkan dalam bentuk spiral sebagai berikut:
Gambar 3.1. Prosedur Model PTK Kurt Lewin B. Setting dan Subjek Penelitian
1. Setting Penelitian
a. Tempat Penelitian: Adapun untuk lokasi penelitian dilakukan di Kelas IV B MI Roudlotul Banat, Desa Pereng, Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo
2
Zainal Aqib dkk,Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru SD, SLB, TK(Bandung: CV. Yrama Widya, 2009), 21.
Identifikasi Masalah
SIKLUS I
SIKLUS II
Perencanaan ulang Observasi (observing) Refleksi
(reflecting
)
Perencanaan (planning)
Tindakan (acting)
(51)
b. Waktu Penelitian: Waktu pelaksanaan penelitian ini direncanakan selama kurang lebih 1–2 minggu. Perencanaan awal pelaksanaan penelitian dimulai pada akhir bulan Februari sampai dengan awal bulan Maret pada tahun ajaran 2015-2016.
2. Subjek Penelitian
a. Populasi: Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa Kelas IV B MI Roudlotul Banat yang berjumlah 20 siswa, yang terdiri atas 11 orang perempuan, dan 9 orang laki-laki.
C. Variabel yang Diteliti
Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.3 Menurut Hadi, variabel sebagai gejala yang bervariasi atau penelitian yang bervariasi.4 Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel merupakan segala sesuatu yang digunakan sebagai objek dalam suatu penelitian. Sehingga variabel memiliki peranan yang sangat penting dalam menunjang kelancaran suatu penelitian. Variabel – variabel penelitian yang dijadikan titik incar untuk menjawab permasalahan yang dihadapi yaitu :
1. Variabel Input :
Siswa Kelas IV MI Roudlotul Banat Pereng-Sidoarjo
3
✆ ✝✞✟ ✠ ✡☛✡, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (B☞ ☛✌ ✝☛✞✍ A✎ ✏☞✑✒✓☞, 2009), ✔ ✎✕. 61
4
(52)
2. Variabel Proses :
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatife tipeThe Learning Cell 3. Variabel Output :
Peningkatan Keterampilan Bercerita siswa kelas IV MI. Roudlotul Banat Pereng-Sidoarjo dengan MateriIsra’ Miraj Nabi Muhammad SAW. D. Rencana Tindakan
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas, salah satu cirinya adalah dengan adanya langkah-langkah yang terukur dan terencana dalam setiap siklus.5Sehingga rancangan dalam penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Berikut ini adalah tahap-tahap penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh peneliti :
1. Observasi Awal
Sebelum dilakukan penelitian tindakan kelas, peneliti terlebih dahulu melakukan penelitian pendahuluan dengan cara observasi terhadap proses dan hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan selama ini. Perlunya penelitian pendahuluan ini adalah untuk menemukan permasalahan pembelajaran yang terjadi pada proses pembelajaran di kelas IV terutama pada mata pelajaran SKI. Berdasarkan hasil penelitian pandahuluan ini, kemudian akan dilakukan perencanaan penelitian tindakan kelas untuk perbaikan pembelajaran selanjutnya.
5
✣✤✥ ✦✧★✩ ★ ✪ ✧✫ ✦✤✬✫✩ ✭ ✧✮✤✬ ✯ ✧✰ ✧★ ✧✱, Penelitian Tindakan Kelas, (✯ ✤✥ ✧✲✧✭✧: ✳ ✴vka Petra Media, 2009), hlm. 14
(53)
2. prosedur pelaksanan tindakan
Sesuai dengan dengan penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan kelas, penelitian ini menggunakan model Kurt Lewin dan direncanakan menggunakan dua siklus. Pada masing-masing siklus terdiri dari kegiatan sebagai berikut:
a. Perencanaan
b. Pelaksanaan tindakan c. Pengamatan observasi d. Refleksi
1. Siklus 1
a. Perencanaan
Kagiatan utama yang dilakukan peneliti dalam tahap perencanaan adalah:
1) Merencanakan proses pelaksanaan Model Pembelajaran Kooperatife tipe The Learning Cell pada mata pelajaran SKI materi Isra’ Miraj Nabi Muhammad SAW. pada kelas IV MI Raoudlotul Banat Pereng-Sidoarjo dengan membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
2) Menyusun Instrumen penelitian b. Pelaksanaan Tindakan
(54)
Kegiatan yang dilaksanakan tahap ini yaitu melaksanakan proses pembelajaran dengan Model Pembelajaran Kooperatife tipeThe Learning Cell pada mata pelajaran SKI materi Isra’ Miraj Nabi Muhammad SAW. kelas IV MI Raoudlotul Banat Pereng-Sidoarjo, yang meliputi kegiatan sebagai berikut:
1) Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi pada siswa terkait dengan materi membaca cepat
2) Memberikan penjelasan kepada siswa tentang langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatife tipe The Learning Cell yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran
3) Memulai kegiatan belajar dan penerapan Model Pembelajaran Kooperatife tipe The Learning Cell selama pembelajaran berlangsung sebagaimana yang telah dirancang dalam RPP c. Observasi
Peneliti mengamati situasi di dalam kelas dan aktivitas siswa pada saat guru menerapkan Model Pembelajaran Kooperatife tipe The Learning Cellpada saat pembelajaran berlangsung.
d. Refleksi
1) Mencatat kendala selama proses pembelajaran berlangsung
2) Menganalisis hasil pengumpulan data untuk membuat kesimpulan sementara terhadap pelaksanaan pengajaran pada siklus I.
(55)
3) Mendiskusikan hasil analisis untuk tindakan perbaikan pada pelaksanaan kegiatan penelitian dalam siklus II.
2. Siklus II
a. Perencanaan
Kegiatan utama yang dilakukan peneliti dalam tahap perencanaan adalah membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) berdasar hasil refleksi pada siklus I
b. Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan tahap ini yaitu melaksanakan proses pembelajaran yang telah dirancang dalam RPP hasil Refleksi. c. Observasi
Peneliti mengamati situasi di dalam kelas dan aktivitas siswa pada saat guru menerapkan Model Pembelajaran Kooperatife tipe The Learning Cellpada saat pembelajaran berlangsung.
d. Refleksi
Peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus I dan siklus II serta menganalisis untuk membuat kesimpulan penerapan Model Pembelajaran Kooperatife tipeThe Learning Cell.
(56)
E. Data dan Cara Pengumpulannya 1. Data
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Data adalah semua keterangan seseorang yang dijadikan responden maupun yang berasal dari dokumen – dokumen, baik dalam bentuk statistik atau dalam bentuk lainnya guna keperluan penelitian yang dimaksud.6 Dengan demikian, maka penelitian ini menggunakan dua data untuk keperluannya antara lain:
a. Data Kualitatif
Yaitu data yang berupa penerangan dalam bentuk uraian atau penjelasan (tidak berbentuk angka – angka).7 Adapun yang termasuk dalam data kualitatif pada penelitian ini adalah data – data untuk mengetahui aktifitas guru dan siswa selama proses pembelajaran, selain itu data kualitatif juga digunakan untuk mengetahui situasi dan kondisi selama proses pembelajaran berlangsung.
b. Data Kuantitatif
Yaitu data yang penyajiannya dalam bentuk angka – angka. Adapun yang termasuk dalam data kuantitatif pada penelitian ini adalah data–data tentang keterampilan bercerita (Non tes) siswa.
6
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hal. 321
7
(57)
2. Cara Pengumpulann Data
Penulis sangat berperan dalam seluruh proses penelitian, mulai dari memilih topik, mendeteksi topik tersebut, mengumpulkan data, hingga analisis, menginterprestasikan dan menyimpulkan hasil penelitian. Dalam mengumpulkan data-data penulis membutuhkan instrumen penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 4 alat bantu, yaitu : data nilai performance keterampilan bercerita, lembar aktifitas siswa, lembar aktivitas guru, dan lembar hasil wawancara
F. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan cara yang digunakan dalam pengolahan data yang berhubungan erat dengan perumusan masalah yang telah diajukan sehingga dapat digunakan untuk menarik kesimpulan. Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif yaitu :
1. Data hasil pengamatan tentang aktifitas guru dalam mengajar dan aktifitas siswa dalam belajar.
2. Data dari hasil tes keterampilan bercerita siswa untuk mengetahui nilai rata– rata siswa persiklus dan sejauh mana peningkatan nilai keterampilan bercerita siswa dalam materi Isra’ Miraj Nabi Muhammad SAW mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dari siklus I sampai siklus II.
(58)
a. Untuk me mengguna menghitun
Ketera X = R ∑ x = J N = j
Sel diklasifika skala seba
90–100 70–89 50–69 0–49 b. Untuk me
pada siklus Sudjana, ba berikut :10
8
Anas Sudijono, PengantarE
9
Anas Sudijono, PengantarE
10
Anas Sudijono, PengantarE
engetahui nilai rata – rata siswa persiklus, diana unakan rumus rata - rata. Menurut Sudjana,
tung rata–rata kelas digunakan rumus sebagai ber
rangan :
Rata–rata (mean)
Jumlah semua nilai siswa N = jumlah siswa
Selanjutnya skor rata – rata yang telah diper ikasikan kedalam bentuk sebuah predikat yang
bagai berikut :9 100 : Sangat baik 89 : Baik
69 : Cukup baik 49 : Tidak baik
mengetahui sejauh mana prosentase ketuntasan klus I dan siklus II digunakan rumus prosentase. , bahwa untuk menghitung prosentase digunakan r :10
8
rEvaluasi Pendidikan(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 318..
9
rEvaluasi Pendidikan(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 318.
10
rEvaluasi Pendidikan(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 318
dianalisis dengan , bahwa untuk berikut :8
peroleh tersebut ang mempunyai
n belajar siswa e. Juga menurut n rumus sebagai
8 .. 9 . 10 8
(59)
Ketera P = Pros f = Jum N = Jum G. Tim Peneliti dan T
Penelitian ini penelitian dilakuka mengajar di MI Roudl
rangan :
Prosentase yang akan dicari
Jumlah seluruh skor jawaban yang diperoleh Jumlah item pengamatan dikalikan skor yang sem an Tugasnya
ini merupakan penelitian yang bersifat kolabor kukan oleh peneliti bekarjasama dengan guru ke
Roudlotul Banat Pereng-Sidoarjo
mestinya
kolaboratif, yakni u kelas IV yang
(60)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dipaparkan tentang pembahasan hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dan guru mata pelajaran SKI kelas IV MI Roudlotul Banat Pereng-Sidoarjo dengan judul “Upaya Meningkatkan Keterampilan Bercerita Materi Isra’ Miraj Nabi Muhammad SAW. Dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Learning Cell Pada Siswa Kelas IV MI Roudlotul Banat Pereng-Sidoarjo”.
A. Hasil Penelitian
1. Hasil penelitian sebelum menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Learning Cell
Data hasil penelitian ini dikumpulkan sejak pra siklus, yaitu sejak peneliti melakukan observasi awal terhadap pembelajaran SKI berlangsung di MI Roudlotul Banat Pereng-Sidoarjo, pada saat pra siklus ini peneliti melakukan wawancara dengan guru mata pelajaran SKI pada semester genap, di ruang kelas IV waktu istirahat dan pada tanggal 25 Februari 2016. Berikut wawancara hasil belajar yang dilakukan peneliti dengan guru mata pelajaran SKI:
Peneliti : Bu, kendala apa saja yang sering terjadi dalam proses pembelajaran berlansung?
(61)
Guru : Ya begitulah mbak, kurang kondusifnya kelas.. anak-anak banyak yang kurang memperhatikan materi karena mereka sulit untuk memahami.
Peneliti : Strategi apa yang sering digunakan dalam pembelajaran? Guru : Ya… saya mengajar dengan ceramah, sesekali juga saya
mencoba strategi pembelajaran kooperatif tapi terkadang saya suruh membaca, mengerjakan soal.
Peneliti : Bagaimana hasil belajar siswa kelas IV MI Roudlotul Banat pada mata pelajaran SKI materi Isra’ Miraj Khususnya?
Guru : Ya… ada yang dapat nilai bagus, ada juga yang dapat nilai jelek. Tapi banyak yang dapat nilai jelek, rata-rata di bawah nilai KKM.
Peneliti : Bagaimana cara untuk mengatasi hasil belajar siswa yang kurang dari KKM, Bu?
Guru : Untuk mengatasi nilai anak-anak yang di bawah KKM, biasanya saya adakan ulangan remidi. Terkadang juga saya beri tugas rumah.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru kelas IV, dapat diketahui bahwa dalam proses pembelajaran guru cenderung mengajarkan materi pada siswa dengan metode ceramah, membaca, dan mengerjakan soal.
(62)
Hal ini membuat siswa kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran, sehingga hasil belajar siswa kelas tersebut masih banyak yang kurang dari KKM yang telah ditentukan yaitu 75. Dari siswa yang berjumlah 20 anak, hanya 9 siswa ( 45%) yang berhasil mencapai KKM dan 11 siswa masih belum berhasil mencapai KKM. Siswa yang belum tuntas lebih banyak daripada siswa yang tuntas. Sebagaimana hasil nilai ulangan harian dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.1
Keterampilan Bercerita Sebelum Siklus I
No. Nama Siswa Nilai Tuntas/Tidak
1. A. Afifuddin M. 74 Tidak Tuntas 2. A. Alaudin F 76 Tuntas 3. Adam Fahri 75 Tuntas 4. Abdullah Fathin 76 Tuntas 5. Aini Syifaur R. 46 Tidak Tuntas 6. Anatasyah Dwi 85 Tuntas 7. Enita Sintya W. 82 Tuntas 8. Hanif Arif S. 22 Tidak Tuntas 9. Imam Syafi’i 28 Tidak Tuntas 10. Khorrina A. 46 Tidak Tuntas 11. M. Abil Hasan 58 Tidak Tuntas
(63)
12. M. Farid Asrori 63 Tidak Tuntas 13. M. Wildan Arya 20 Tidak Tuntas 14. M. Zidan Fahrezi 78 Tuntas 15. Moh. Ilham 24 Tidak Tuntas 16. Nabila Aulia 80 Tuntas 17. Nafla Mecca Z 24 Tidak Tuntas 18. Rena Amelia 60 Tidak Tuntas 19. Sabrina Putri 88 Tuntas 20. Siti Agniyah 88 Tuntas
Jumlah 1193
Rata-rata 59.65
Porsentase 45%
Tidak Tuntas 11 Tuntas 9 Sumber : Dokumentasi MI Roudlotul Banat Pereng-Sidoarjo
Dari data di atas dapat diketahui perhitungan hasil nilai siswa pra siklus adalah sebagai berikut :
X = ∑
∑
= 1193
(64)
Sedangkan untuk menentukan prosentase ketuntasan dengan jumlah siswa 20 dan 9 anak yang tuntas adalah sebagai berikut :
Prosentase Ketuntasan = ∑
∑
x
100
%
=
x
100
%
= 45%
Pada tahap awal ini diperoleh Keterampilan bercerita siswa dalam proses pembelajaran yang dilakukan pada pra siklus diketahui hanya ada 9 siswa yang dapat mencapai ketuntasan atau 45 % dengan rata-rata 59.65. Sedangkan 11 siswa yang lainnya masih di bawah KKM. Hal ini masih sangat jauh dari apa yang seharusnya didapat oleh peserta didik. Oleh karena itu perlu adanya pengolahan pembelajaran baru agar nilai hasil belajar siswa dapat memenuhi nilai standar KKM. Dengan begitu peneliti menggunakan Model Pembelajaran Kooperatife tipe The Learning Cell, sebagai cara untuk mempermudah pelaksanaan pembelajaran, sehingga nilai Keterampilan bercerita siswa meningkat dan sesuai nilai standar KKM.
2. Hasil Penelitian sesudah menggunakan Model Pembelajaran Kooperatife tipe The Learning Cell
a. Hasil Penelitian Siklus I 1) Tahap perencanaan
(65)
Perencanaan Model Pembelajaran Kooperatife tipe The Learning Cell pada siklus I direncanakan 1x pertemuan yang dilaksanakan pada tanggal 25 Februari 2016 dengan alokasi waktu 2x35 menit. Perencanaan pembelajaran siklus I terdiri dari satu rencana pembelajaran. Adapun komponen-komponen dalam rencana pembelajaran mencakup waktu, kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, materi, metode, sumber, dan evaluasi.
Selain merencanakan pembelajaran peneliti juga menyiapkan alat pengumpul data yang dipakai dalam penelitian ini antara lain yaitu lembar observasi guru dan siswa, kamera, lembar wawancara, dan berbagai dokumen yang terkait dengan siswa.
2) Tahap pelaksanaan
Siklus I dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 26 Februari 2016 di kelas IV MI Roudlotul Banat Pereng Sidoarjo dengan alokasi waktu 2x35 menit. Pada tahap ini, Peneliti bertindak sebagai pengajar dan guru kelas bertindak sebagai observer. Dalam tahap pelaksanaan proses pembelajaran siklus I dilakukan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat peneliti dan disetujui oleh guru kelas.
(66)
Tahap pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Berikut ini proses pembelajaran Kooperatife tipe The Learning Cell :
Kegiatan pada awal pembelajaran adalah guru memberikan salam, melakukan apersepsi, tanya jawab kepada siswa untuk memberikan stimulus. Pada awal pembelajaran siswa kurang siap dalam menerima pelajaran yang akan disampaikan oleh guru. Selanjutnya yaitu kegiatan inti yang masuk pada penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe The Learning Cell sebelum masuk ke dalam pembelajaran The Learning Cell guru menjelaskan prosedur pembelajaran yang akan digunakan. Kemudian dimulai dengan Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok secara berpasangan, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat Lembar kegiatan berupa kolom kosong. Selanjutnya guru memberikan tugas kepada masing-masing kelompok. Setiap kelompok mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Setiap kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya. Guru memanggil salah satu kelompok yang sudah selesai untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Teman yang lainnya boleh memberikan tanggapan. Guru memerintahkan salah satu diantaranya secara bergantian menceritakan perjalanan Isra’ Miraj Nabi Muhammad SAW secara individu dari tugas yang telah mereka kerjakan. Guru memanggil kembali kelompok selanjutnya. Pada kegiatan inti ini siswa kurang memperhatikan penjelasan materi yang telah disampaikan oleh guru dan kurang memperhatikan temannya ketika bercerita, banyak siswa yang masih gaduh di dalam kelas,dan siswa kurang aktif dalam kegiatan berdiskusi. Kemudian guru memberikan kesimpulan pada akhir kegiatan inti. Yang terakhir yaitu kegiatan penutup, pada kegiatan pembelajaran ini, guru memberikan soal evaluasi guna untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menangkap pelajaran. Kemudian guru bersama siswa menyimpulkan dan member penguatan terhadap materi pelajaran yang telah dipelajari. Siswa masih kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran yang berlangsung serta guru kurang memberikan dorongan motivasi pada siswa.
(67)
Demikian ulasan tentang proses pembelajaran Model Pembelajaran Kooperatif tipe The Learning Cell pada siklus I di kelas IV MI Roudlotul Banat Pereng Sidoarjo yang masih terdapat kekurangan pada penerapan pembelajaran Model Pembelajaran Kooperatif tipe The Learning Cell ini.
3) Tahap pengamatan
Pengamatan dilakukan oleh peneliti ketika kegiatan pembelajaran berlangsung. Peneliti bertindak sebagai guru dan Guru kelas bertindak sebagai observer yang mengobservasi aktivitas guru dan siswa selama kegiatan pembelajaran.
Dari hasil pelaksanaan kegiatan siklus I yang menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif tipe The Learning Cell berjalan dengan cukup lancar. Berikut ini data hasil pengamatan siklus I, yaitu :
a) Data lembar observasi kegiatan guru dalam pembelajaran Model Pembelajaran Kooperatif tipe The Learning Cell pada siklus I
Dari lembar observasi kegiatan guru yang telah diterapkan di kelas IV Pada saat proses pembelajaran Model Pembelajaran Kooperatif tipe The Learning Cell berlangsung, peneliti melakukan pengamatan terhadap
(1)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
88
Berikut ini prosentase keaktifan guru dalam diagram lingkaran:
Peran aktif Siswa juga mengalami peningkatan dari siklus I
sebesar 70% menjadi 85% pada siklus II setelah diberikan Model
pembelajaran Kooperatife The Learning Cell yang disempurnakan dengan
memperhatikan kekurangan dan kelemahan pada siklus II.
Berikut ini prosentase keaktifan siswa dalam bentuk diagram lingkaran:
74.30%84.72%
Keaktifan Guru
Siklus I Siklus II
70% 85%
Keaktifan Siswa
Siklus I Siklus II
Gambar 4.2 Diagram lingkaran keaktifan guru
(2)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
89
Demikian pula Keterampilan Bercerita siswa mengalami kenaikan dari
sebelum siklus dengan rata-rata 59.65 dengan prosentase ketuntasan 45%,
sedangkan siklus I diperoleh rata-rata 72,8 dengan prosentase ketuntasan 60%
dan siklus II diperoleh rata-rata
79,7
dengan prosentase ketuntasan 85%. Hal
ini dikarenakan siswa merasa senang dengan penerapan Model pembelajaran
Kooperatife tipe The Learning Cell.
Dari rangkaian siklus yang dilaksanakan, maka disimpulkan melalui
grafik berikut ini :
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Pra Siklus Siklus I Siklus II
Keterampilan Bercerita Siswa
Rata-rata Keterampilan Bercerita
Prosentase Ketuntasan
Gambar 4.3 Diagram lingkaran keaktifan siswa
Gambar 4.4 Diagram batang perkembangan Keterampilan Bercerita
siswa
(3)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
✵ ✶
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama dua siklus
dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Bahwa penerapan Model Pembelajaran Kooperatife tipe
The Learning Cell
dalam
Materi Isra’ Miraj
Nabi Muhammad SAW.
Pada kelas IV MI
Roudlotul Banat Pereng Sidoarjo sudah baik. Hal ini terbukti dari data hasil
observasi guru yang mencapai nilai 74.30% dan data hasil observasi aktifitas
siswa sebesar 70% dari siklus I kemudian mengalami peningkatan pada siklus
II yakni data hasil observasi aktifitas guru yang mencapai nilai 84.72% dan
data hasil observasi siswa sebesar 85% pada siklus II.
2. Bahwa ada peningkatan Keterampilan Bercerita dalam pembelajaran yang
menggunakan
Model pembelajaran Kooperatife tipe
The Learning Cell
dalam
Materi Isra’ Miraj
Nabi Muhammad SAW.
,
hal ini dibuktikan dengan
nilai Keterampilan Bercerita siswa sebelum penerapan Model pembelajaran
Kooperatife
The Learning Cell
diketahui hasil prosentasenya yaitu 45%
kemudian mengalami peningkatan pada siklus I menjadi 60%, karena masih
dianggap kurang untuk memenuhi pencapaian hasil belajar yakni 75% maka
(4)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
✷ ✸
dilakukan siklus II. Dan hasil yang didapat pada siklus II ini juga mengalami
peningkatan Keterampilan Bercerita pada Model pembelajaran Kooperatife
tipe
The Learning Cell
, yaitu: 85%.
B. Saran
Dengan pembuktian bahwa Model pembelajaran Kooperatife
The
Learning Cell
dapat meningkatkan Keterampilan Bercerita, maka beberapa saran
yang dapat disampaikan antara lain:
1. Dalam pembelajaran, diharapkan guru tidak hanya terpaku pada model atau
metode pembelajaran yang umum dilakukan tetapi juga dapat mempelajari
dan mencoba mempraktekkan berbagai model, metode, maupun teknik
pembelajaran yang beragam agar dapat memberikan kesan khusus bagi siswa
terutama untuk memprbaiki hasil belajar siswa.
2. Guru dapat melaksanakan penelitian baru untuk meningkatkan Keterampilan
Bercerita khususnya siswa pada materi tertentu yang kurang mendapatkan
perhatian siswa.
(5)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Agus Efendi. 2005 Cet. I
Revolusi Kecerdasan Abad 21
. Bandung: Alfabeta
Anas, Sudijono. 2009.
Pengantar Evaluasi Pendidikan
. Jakarta: Rajawali Pers
Aqib, Zainal dkk. 2009.
Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru SD, SLB, TK
.
Bandung: CV. Yrama Widya.
Arikunto, Suharsimi. 2006.
Prosedur Penelitian
. Jakarta: PT Rineka Cipta
Asrori, Mohammad. 2007.
Penelitian Tindakan Kelas
. Bandung: CV Wacana
Prima
Daryanto S.S. 1997.
Kamus Bahasa Indonesi Lengkap.
Surabaya: APOLLO.
Djohar. 2006.
Pengembangan Pendidikan Nasional Menyongsong Masa
Depan.
Yogyakarta: Grafika Indah.
Hamalik, Oemar. 1990.
Kurikulum dan Pembelajaran.
Jakarta: Bumi Aksara.
Hamalik, Oemar. 2001.
Proses Pembelajaran
. Bandung: Bumi Aksara,
Jatiningtyas, Anting. 2008.
Aspek Pendidikan Moral dalam Buku Cerita Anak.
Yogyakarta: IKIP.
Jauhar, Mohammad S.Pd. 2011.
Implementasi PAIKEM dari behavioristik
sampai konstruktivistik sebuah pengembangan pembelajaran berbasis
CTL
(
constektual teacing & learning
). Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher, 2011.
Kementerian Agama Republik Indonesia. Sejarah Kebudayaan Islam untuk
Madrasah Ibtidaiyah kelas IV, Jakarta: 2014
Margono. 1997.
Metodologi Penelitian Pendidikan
. Jakarta: Rineka Cipta.
(6)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id