KH. RP. MOHAMMAD SYA’RANI TJOKRO SOEDARSO: BIOGRAFI DAN PERJUANGAN DI PAMEKASAN-MADURA (1926-1989 M).

(1)

KH. RP. MOHAMMAD SYA’RANI TJOKRO SOEDARSO: BIOGRAFI DAN PERJUANGAN DI PAMEKASAN-MADURA

(1926-1989 M)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Disusun Oleh:

Desy Rahmawati

A92212165

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso: Biografi dan Perjuangan di Pamekasan-Madura (1926-1989 M). Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah (1) Bagaimana Biografi KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso , (2) Apa perjuangan KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso bagi Pamekasan Madura, (3) Bagaimana pandangan masyarakat terhadap KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis menggunakan metode sejarah dengan tahapan (1) heuristic yakni pengumpulan sumber yang diperoleh dari buku-buku, dokumen, dan wawancara, (2) kritik sumber, (3) interprestasi, dan (4) historiografi. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan historis. Selain itu penulis juga menggunakan teori peran dan teori kepemimpinan kharismatik Max Weber.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso adalah salah satu tokoh Kiai yang lahir di Pamekasan pada tahun 1926 dan meninggal pada tanggal 15 Agustus 1989. (2) Beliau menjadi salah satu tokoh NU di Pamekasan, juga menjabat sebagai ketua Gerakan Pemuda Ansor untuk melawan komunisme yang ada di Madura saat itu. (3) Berbagai macam pandangan masyarakat muncul sebagai penilaian terhadap sosok KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso.


(7)

ABSTRACT

This thesis titled KH. RP. Mohammad Sha'rani Tjokro Soedarso: Biography and Struggle in Pamekasan-Madura (1926-1989 AD). Issues examined in this paper are (1) How Biography KH. RP. Mohammad Sha'rani Tjokro Soedarso, (2) What struggle KH. RP. Mohammad Sha'rani Tjokro Soedarso for Pamekasan Madura, (3) How is society's view of KH. RP. Mohammad Sha'rani Tjokro Soedarso.

To answer these questions, the author uses historical method to the stages (1) heuristic that is gathering resources obtained from books, documents and interviews, (2) source criticism, (3) interpretation, and (4) historiography. In this research, the author takes a historical approach. Moreover, I also use the theory of charismatic leadership roles and theories of Max Weber.

From the research that has been done, this research can be concluded that (1) KH. RP. Mohammad Sha'rani Tjokro Soedarso is one of the leaders in Pamekasan Kiai who was born in 1926 and died on August 15, 1989. (2) He became one of the leaders of NU in Pamekasan, also served as chairman of the Youth Movement Ansor against existing communism Madura then. (3) Various view of society appears as an assessment of the figure of KH. RP. Mohammad Sha'rani Tjokro Soedarso.


(8)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii

HALAMAN PENGESAHAN ...iv

HALAMAN TRANSLITERASI...v

HALAMAN MOTTO...vi

HALAMAN PERSEMBAHAN...vii

HALAMAN ABSTRAK...viii

KATA PENGANTAR...x

DAFTAR ISI...xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………..…..……...1

B. Rumusan Masalah ………..…..……..5

C. Tujuan Penelitian ………..…..…...5

D. Kegunaan Penelitian ………...………6

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ………..………..………6

F. Penelitian Terdahulu ……….………..……..11

G. Metode Penelitian ………..………...12


(9)

BAB II BIOGRAFI KH. RP. MOHAMMAD SYA’RANI TJOKRO SOEDARSO

A. Geneologi ……….16

B. Pendidikan KH. RP. Mohammad

Sya’rani Tjokro Soedarso ……….……20

C. Riwayat Hidup KH. RP. Mohammad Sya’rani

Tjokro Soedarso………..…...24

1. Masa Remaja dan Dewasa

KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso……….……24

2. Keluarga KH. RP. Mohammad

Sya’rani Tjokro Soedarso………..……….…...27

BAB III PERJUANGAN KH. RP. MOHAMMAD SYA’RANI TJOKRO SOEDARSO DI PAMEKASAN MADURA

A. Perjuangan dan Karir Organisasi……….……..31

1. Aktif Dalam TNI AD (Angkatan Darat) ……….…...37

2. Terpilih Sebagai Ketua Ansor Pamekasan ……….…38

3. Sebagai Ulama Pejuang di Pamekasan ………..…………...40 B. Perjuangan KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso dalam

Bidang Keagamaan………..…..44

C. Perjuangan KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso dalam

Bidang Pendidikan ………...….46

D. Perjuangan KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso dalam

Bidang Sosial Politik………...…..51

BAB IV PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP KH. RP.

MOHAMMAD SYA’RANI TJOKRO SOEDARSO


(10)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

xiv

B. Pandangan Para Tokoh……….58

C. Pandangan Masyarakat ………...60

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………..69

B. Saran. ……….………..70

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah pergerakan dan perjuangan bangsa Indonesia tidak lepas dari peranan para kiai dan pemimpin Islam. Dengan penuh keikhlasan dan kesabaran membimbing dan mengajak umat Islam untuk menjadi masyarakat yang merdeka, memperoleh kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat. Para Kiai turut mengatasi keadaan sebelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia. Partisipasi usaha aktifitas mereka mampu membangkitkan semangat cinta tanah air dan melawan para penjajah agar terlepas dari penjajahan bangsa lain pada saat itu.

Kiai mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Sosok kiai dan institusi budayanya seperti pesantren sangat berpengaruh penting dalam perkembangan kondisi sosial. Pesantren dan kiai merupakan lembaga sosial keagamaan yang menempati posisi dan peran strategis dalam perkembangan Islam di Indonesia. Secara sosiologis pesantren dan kiai meskipun ada beberapa pakar membedakan konsep tersebut di Indonesia bisa dikatakan sebagai subkultur Islam yang banyak atau khas di Indonesia.1

Predikat kiai senantiasa berhubungan dengan suatu gelar yang menekankan pada suatu nilai agama khususnya agama Islam yang kuat dan menekankan kemuliaan yang diberikan secara sukarela kepada pemimpin

1


(12)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

masyarakat setempat sebagai tanda penghormatan bagi kehidupan sosial dan bukan sebagai gelar akademik yang didapatkan melalui pendidikan formal. Sedangkan predikat Ulama diberikan kepada seseorang pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah agama maupun masalah sehari-hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial masyarakat. Peran strategis seorang kiai terutama dalam bidang dakwah Islamiyah sangat berperan dalam masyarakat. Dalam hal ini, para kiai mempunyai pengaruh yang sangat besar. Terlebih karena sifat pendidikan agama di pesantren, atau madrasah yang mengarah pada orientasi vertikal kalangan santri kepada para guru-gurunya dalam filosofis diartikan harus di

“gugu” dan di “tiru” menyebabkan pengaruh kewibawaan kiai sangat besar. Karena itulah, dalam menjangkau perspektif pembangunan politik di Indonesia dalam arti yang seluas-luasnya para Kiai sangat berperan.

Peranan itu tentu saja mulai dimainkan sejak Islam diajarkan di seluruh tanah air, hingga sampai melewati masa penjajahan oleh bangsa asing. Pada masa penjajahan itulah, para Kiai mulai memainkan peranan multifungsi, tidak hanya dalam bidang pengajaran ilmu agama, melainkan juga dalam bidang politik dan militer. Walaupun pada dasarnya peranan dalam bidang politik dan pendidikan ini telah dijalankan pada masa kerajaan-kerajaan Islam dahulu. Namun, perjuangan itu selalu berkembang dalam segala bidang seiring dengan tuntutan kondisi dan situasi. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk mengulas sedikit tentang peranan kiai dalam melawan penjajahan di Indonesia yang


(13)

3

tentu saja tidak sedikit mendapat ancaman dari pihak penjajah dengan berbagai usahanya.

Pandangan dan cara hidup Islam yang memunculkan Kiai dengan pesantrennya, dinyatakan tidak hanya dengan mengadakan perubahan sosial saja, tetapi lebih cenderung menumbuhkan revolusi sosial sebagai perubahan yang radikal dan meluas yang berdasar pada perubahan sikap mental, dimana revolusi sosial adalah sebuah perubahan dari sosial maupun budaya secara cepat dan memiliki nilai utama dari dasar hidup masyarakat. Yang di rencanakan dan dijalankan tanpa kekarasan ataupun melalui kekerasan. Kiai

Sya’rani pun dapat membawa revolusi sosial pada masyarakat dan pemuda

Pamekasan seperti membangun rasa Nasionalisme masyarakat untuk melakukan jihad atau perlawanan terhadap para penjajah.

Arus perubahan seperti ini pada gilirannya mendapatkan tantangan baru, yakni adanya agresi perdagangan dan agama yang dilancarkan oleh imperialis Barat.2 Menjawab tantangan ini, para Kiai bekerja keras untuk membina para santri-santrinya agar memiliki sikap combative spirit (semangat siap tempur). Pesantren yang tadinya merupakan lembaga pendidikan, bertambah fungsinya sebagai tempat kegiatan membina pasukan sukarela yang akan disumbangkan untuk mempertahankan negara, bangsa, dan agama.

Sosok Kiai sangat jelas dibutuhkan oleh umat, oleh karena itu untuk mengenang jasa para Kiai yang membawa manfaat pada masyarakat, kiranya diperlukan upaya-upaya untuk mendokumentasikan riwayat hidup para tokoh

2

Ahmad Mansyur Suryanegara, Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1996), 235.


(14)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

keagamaan yang biasa disebut Kiai, baik yang berlatar pesantren maupu tidak. Selain itu juga memberikan informasi tentang perjuangan mereka dan peran mereka dalam sejarah sosial keagamaan pada masyarakat luas.

Dalam penulisan ini, penulis akan membahas tentang sedikit riwayat hidup, perjuangan, persembahan bagi negara Indonesia dan sedikit silsilah keluarga dari seorang tokoh agama yang berasal dari pamekasan Madura KH.

RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso. Memulai karirnya di Laskar Ken Jundullah, pada masa pemerintahan Jepang beliau sebagai wakil ketua di Pamekasan bergabung dengan BKR (Badan Kemanan Rakyat), menjadi komandan Hizbullah di kota Pamekasan, bergabung dengan kelasykaran TNI AD dan menjadi ketua illegal aktivis bawah tanah dibawah pimpinan Letkol Soerono, anggota Front Nasional di Pamekasan. Pada dekade 60an ditunjuk sebagai Gerakan Pemuda (GP) Ansor Pamekasan, pemimpin rakyat untuk menumpas G30S/PKI. Dikenal sebagai Singa Podium yang piawai membangkitkan semangat masyarakat untuk ber-Islam berjuang melakukan perlawanan terhadap segala bentuk kedzaliman. Pada tahun 1958, beliau mendirikan pondok pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren Darussalam. Selain beliau fokus mengelola pesantrennya kiai Sya’rani juga aktif diberbagai kegiatan organisasi seperti: NU Pamekasan, anggota dewan pimpinan MUI Jawa Timur, anggota DPD Veteran Jawa Timur, anggota


(15)

5

Qur’an. Beliau juga merupakan salah satu anggota legislatif di Pamekasan

dari partai NU.3

Realitas inilah yang menempatkan ketokohan Kiai Sya’rani dalam peta keulamaan di Madura berbeda denga tokoh-tokoh kiai atau ulama lainnya pada dekade tahun 60-an sampai 80-an. Beliau adalah seorang Kiai yang pejuang dan pejuang yang Kiai, konsisten, cerdas dan visioner. Kecuali itu, beliau adalah tokoh yang dapat mengawinkan dua gelar sekaligus yakni gelar keulamaan dan kebangsawanan

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, penulis memaparkan rumusan-rumusan masalah yang akan diungkap sebagai berikut:

1. Bagaimana Biografi KH. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso?

2. Apa perjuangan KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso bagi Pamekasan Madura?

3. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian terhadap masalah tersebut merupakan rangkaian kegiatan yang bertujuan:

1. Menarasikan sejarah dan latar belakang, seluk beluk serta silsilah keluarga

KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso sebagai tokoh masyarakat.

3


(16)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

2. Mengetahui upaya-upaya KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso semasa hidupnya bagi masyarakat Pamekasan Madura.

3. Mengetahui pandangan keluarga dan masyarakat tentang perjuangan

seorang KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso semasa hidupnya.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan mempunyai kegunaan sebagai berikut: 1. Dengan mengetahui seluk beluk kehidupan KH. RP. Mohammad Sya’rani

Tjokro Soedarso mulai dari silsilah keluarga, kehidupan sehari-hari dimulai dari beliau yang dimana beliau sangat bersemangat menuntut ilmu, beragama, berakhlak terpuji beserta perjuangannya untuk membela dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang patut dijadikan panutan.

2. Menambah wawasan pengetahuan dan informasi dalam bidang sejarah terutama dalam biografi seorang tokoh keagamaan, serta masuknya informasi bagi pihak-pihak yang mengadakan penelitian serupa.

3. Memperkaya kazanah dan kajian Islam dalam bidang sosial, politik, pendidikan, dan keagamaan dari seorang tokoh KH. RP. Mohammad

Sya’rani Tjokro Soedarso.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan proposal ini mengunakan pendekatan historis. Dalam hal ini penulis berusaha mengungkapkan


(17)

7

bagimana sejarah hidup KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso, silsilah keluarga, riwayat pendidikannya serta posisi perannya baik dalam bidang keagamaan, sosial, politik maupun pendidikan. Untuk melengkapi analisis, penulis juga melakukan pendekatan secara sosiologis sebagai alat bantu, dimana pendekatan sosilogis sudah barang tentu meneropong segi-segi peristiwa yang dikaji, seperti golongan sosial mana yang berperan serta nilai-nilainya, hubungan golongan politik berdasarkan kepentingan ideologi dan lain sebagainya.4

Secara umum penelitian ini adalah penelitian historis yang mencoba menarasikan sejarah KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso, yang mana menurut Sartono Kartodirjo sejarah naratif adalah sejarah yang mendeskripsikan tentang masa lampau dengan merekontruksi apa yang telah terjadi, serta diuraikan sebagai cerita, dengan perkataan lain kejadian-kejadian penting diseleksi dan diatur menurut poros waktu sedemikian sehingga tersusun sebagai sebuah cerita.5 Biografi adalah unit sejarah tang sejak zaman klasik telah ditulis.6 Biografi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang berarti hidup, dan graphien yang berarti tulis yag artinya biografi adalah kisah atau keterangan hidup tentang seorang tokoh, buku riwayat yang ditulis oleh orang lain.7 Biografi bukan hanya sekedar tulisan

4

Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), 4.

5

Ibid., 9.

6

Ibid., 76.

7

Zulfikar Fuad, Menulis Biografi, Jadikan Hidupn Anda Lebih Bermakna: KH Rhamadan K.H Menulis Biografi yang Memikat dan Menyejarah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 2.


(18)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

tanggal lahir hingga tanggal kematian seorang tokoh tersebut, biografi juga tentang perasaan yang terlibat dalam mengalami kejadian-kejadian tersebut.

Dalam biografi tersebut dijelaskan secara lengkap kehidupan seorang tokoh sejak kecil sampai tua, bahkan sampai meninggal dunia. Semua jasanya dan karya-karyanya, dan segala hal yang dihasilkan oleh tokoh tersebut.8 Sejarah biografi merupakan salah satu interaksi antar kedalaman alam insan dan konteks universal dari kehidupan sejarah yang luas. Interaksilah yang merupakan hubungan fundamental antara hidup itu sendiri dan sejarah, dan ini juga yang memberikan pengaruh pada setiap peritiwa sejarah.9

Seorang penulis biografi diharapkan untuk mengetahui dan merekam kejadian dan situasi yang mengitari kehidupan tokoh, selain itu juga mendalami aspek-aspek struktural yang mengelilinginya. Dalam hal ini tugas utama penulis biografi telah mencoba menangkap dan menguraikan jalan hidup seseorang dan dalam hubungannya dengan lingkungan sosial historis yang mengitarinya.10 Biografi juga bertujuan member baju ‘baru’ terhadap tokoh, sejalan dengan simbol yang diperteguh masyarakat untuk menjadikannya contoh atau terkadang sebagai personifikasi dari simbol itu sendiri.11

Dalam penulisan ini mengunakan teori Max Weber, berdasarkan tiga jenis kepemimpinan menurut otoritas yang disandangnya, yaitu:

8

Ibid., 5.

9

Taufik Abdullah, etal, Manusia dalam Kemelut Sejarah (Jakarta: LP3ES, 1978), 4.

10

Ibid., 6.

11


(19)

9

1. Otoritas Tradisonal yang timbul sebagai warisan temurun seperti raja.12 2. Otoritas Karismatik yang berdasarkan kewibawaannya.

3. Otoritas Legal Rasional yaitu berdasarkan jabatan dan kemampuan.13 Menurut Nawawi, kepemimpinan secara etimologi berasal dari kata

pimpin dengan mendapat kata imbuhan “me” menjadi memimpin yang berarti

menuntun, menunjukan, dan membimbing yang artinya mengetahui, mengepalai, memandu dan melatih dalam arti mendidik dan mengajari supaya dapat mengerjakan sendiri.14

Kajian mengenai kiai, sudah mengikutsertakan tentang kepemimpinan, dan mengkaji kepemimpinan tidak dapat dilepaskan dari kajian kharisma. Ketiga hal tersebut menjadi satu bagian integral yang tidak dapat dipisahkan sebab didalamnya terkandung status dan perang yang dimainkan seseorang. Dalam buku berjudul “pemimpin dan kepemimpinan”, Kartono berpendapat bahwa tipe pemimpin kharismatik ini memiliki daya tarik dan wibawa luar biasa, sehingga dia mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, dia dianggap mempunyai kekuatan ghaib (supranatural power) dan kemampuan

superhuman yang didapat dari Yang Maha Kuasa.15

Dari penjabaran diatas penulis menyimpulkan bahwa otoritas kharismatiklah yang akan penulis gunakan sebagai teori utama dalam penulisan ini. Penyimpulan ini berdasarkan asumsi karena KH. RP

12

Rustam E. Tamburaka, Pengantar Ilmu Sejarah Teori Filsafat Sejarah Sejarah Filsafat & IPTEK (Jakarta: RinekaCipta, 1999), 4.

13

Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, 150.

14

Hadiri Nawari, Kepemimpinan Menurut Islam (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993), 28.

15


(20)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

Mohammad Sya’rani adalah salah satu tokoh pemimpin yang berkharisma. Beliau memiliki kemantapan moral dan kualitas ilmu yang membuat patut untuk diteladani oleh masyarakat luas. Kiai dan Kharisma yang dimilikinya dikategorikan sebagai elit Agama dimana beliau juga merupakan keturunan bangsawan atau raja yang sebagai tokoh masyarakat memiliki otoritas tinggi dalam menyebarkan maupun mengajari tentang keagamaan. Gelar Tjokro

Soedarso dibelakang nama Sya’rani adalah paduan gelar kebangsawanan

Madura dari garis ayahnya dan ibunya. Begitupun masyarakat Pamekasan menambahkan gelar Raden Panji pada Kiai Sya’rani sebagai bukti bahwa Kiai

Sya’rani adalah keturunan bangsawan, oleh karena itu Kiai Sya’rai disegani

oleh masyarakat Pamekasan. Selain itu beliau juga mampu menjadi pemimpin yang tangguh, yang dapat membangkitkan semangat masyarakat untuk berjuang melawan penjajahan yang menjajah Indonesia waktu itu, juga memberikan semangat kepada masyarakat melawan anggota PKI pada era itu.

Itulah yang membuat kepemimpinan Kiai Sya’rani terlihat kharismatik di mata

para masyarakat khususnya masyarakat Madura.

Dengan teori ini penulis berupaya melacak kejadian-kejadian dan situasi yang dialami langsung oleh KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso yang berkaitan dengan latar belakang keluarga, pendididkan, dan kepribadiannya. Penulis juga berusaha mengungkap kiprah KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso sebagai aktivis maupun sebagai pejuang nasional dan juga berkiprah dalam bidang keagamaan, sosial politik


(21)

11

dan pendidikan yang diamana beliau juga adalah pendiri pondok pesantren Darussalam Jung Cang Cang Pamekasan Madura.

F. Penelitian Terdahulu

Mengenai tinjauan penelitian terdahulu penulis telah melakukan

tinjauan dan menemukan karya tulis yang berupa buku dengan judul “Kiai Pejuang Pejuang Kiai Biogafi KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso Pendiri Pondok Pesantren Darussalam, Jung Cang Cang Pamekasan Madura”. Buku tersebut membahas pada biografi KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso dan silsilah keluarga beliau.

Selain karya tulis berupa buku, penulis menemukan karya tulis lain

yang berupa skripsi dengan judul “Dakwah KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso: Kajian Metode Dakwah”. Skripsi tersebut ditulis oleh Faqih Zamany, Fakultas Dakwah Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam 2010 di IAIN Sunan Ampel Surabaya. Karya tulis tersebut fokus membahas tentang metode dakwah yang diterapkan oleh KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso.

Berbeda dengan skripsi dan buku tersebut, penulis ingin membahas sedikit riwayat hidup KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso dari beliau kecil hingga wafat, menjelaskan tentang bagaimana perjuangan seorang tokoh agama KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan menumpas kekejaman PKI pada saat itu di daerah tempat beliau tinggal di Pamekasan Madura.


(22)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

G. Metode Penelitian

Suatu penelitian dilakukan karena ingin memecahkan suatu permasalahan yang melatarbelakanginya. Permasalahan itu sendiri adalah suatu kesengajaan antara apa yang seharusnya dan senyatanya.16

Penulisan sejarah adalah suatu rekontruksi masa lalu yang terkait pada prosedur ilmiah.17 Sebagaimana kejadian sejaran yang berusaha merekontruksi peristiwa masa lampau, maka penelitian ini menggunakan penelitian sejarah, metode sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip-prinsip yang sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritsi dan menyajikan sintesa dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tulisan.18 Langkah-langkah sebagai berikut :

1. Heuristik

Heuristik yaitu pengumpulan sumber. Suatu proses yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data, atau jejak sejarah. Sumber sejarah menurut bahannya dibagi menjadi dua, yaitu tertulis dan tidak tertulis atau dokumen atau artefak.19 Karya sejarah tanpa sumber otentik maka tidak bisa disebut sebuah karya sejarah. Karena sumber sejarah merupakan hal penting dan yang paling utama yang akan menentukan bagaimana aktualitas masa lalu manusia bisa dipahami orang lain. Penulisan ini ditekankan pada sumber lisan dan sumber tertulis, dimana sumber lisan akan dilakukan wawancara. Disini penulis

16

Dudung Abdurahman, Pengantar Metode Penelitian Sejarah (Yogyakarta: Kurnia Aalam Semesta, 2003), 18.

17

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2001), 12.

18

Lilik Zulaicha, Metodologi Sejarah 1 (Surabya: Fak.Adab IAIN Sunan Ampel, 2005), 16.

19


(23)

13

mengunakan wawancara untuk memperoleh sebuah sumber. Dimana penulis melakukan wawancara kepada kedua putra dari Kiai Sya’rani

yaitu, KH. RP. Nadjibul Choir selaku anak sulung dari Kiai syar’rani dan KH. RP. M Thoriq Sya’rani putra ke-8 Kiai Sya’rani, serta masyarakat

luas yang mengenal sosok Kiai Sya’rani semasa hidupnya. Selain

menggunakan sumber lisan, penulisan ini juga mengumpulkan sumber data dengan menggunakan sumber tertulis. Sumber tertulis adalah sumber sejarah yang diperoleh melalui peninggalan peninggalan tertulis, misalnya prasasti, dokumen, naskah, piagam, Dalam penulisan ini, penulis juga mengumpulkan data yang dapat diperoleh melalui buku-buku yang

membahas tentang KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso.

2. Kritik sumber

Kritik sumber adalah suatu kegiatan untuk meneliti sumber-sumber yang diperoleh agar memperoleh kejelasan apakah sumber kredibel atau tidak, dan apakah sumber tersebut autentik atau tidak. Pada proses ini dalam metode sejarah ada dua jenis kritik sumber, yaitu kritik sumber intern adalah bagian dari kerja peneliti sejarah yang berusaha membuktikan bahwa kesaksian yang diberikan oleh sumber dapat dipercaya, yang inti pernyataannya terdapat dalam sumber atau dokumen yang bersangkutan, yang kedua adalah kritik estern yaitu kegiatan sejarawan untuk melihat apakah sumber yang didapat autentik atau tidak.20

20


(24)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

3. Interpretasi atau penafsiran

Intrepretasi atau penafsiran adalah suatu upaya sejarawan untuk melihat kembali tentang sumber yang didapatkan apakah sumber-sumber yang didapat dan diuji autentisannya terdapat saling berhubungan yang satu dengan yang lain. Dengan begitu sejarawan memberikan penafsiran terhadap sumber yang telah didapatkan. Dalan interorestasi ini dilakukan dengan dua macam yaitu: analisis (merugikan) yang bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber dan juga sintesis yang arinya menyatukan.21

4. Historiografi

Historiografi adalah menyusun atau merekontruksi fakta-fakta yang telah tersusun yang didapatkan dari penafsiran sejarawan terhadap sumber-sumber sejarah dalam bentuk tertulis.22

H. Sistematika Pembahasan

Pembahasan penulisan ini disajikan dalam lima bab yang meupakan satu rangkaian yang sistematis. Hal ini dikarenakan antara bab yang satu dan yang lain saling berkaitan. Untuk mempermudah bahasan penulisan ini, penulis menyajikan dalam satu bab pendahuluan tiga bab pembahasan dan satu bab penutup.

Bab pertama, adalah pendahuluan yang merupakan usulan penelitian yang menjadi fokus pembahasan kajian. Bab ini berisi latar belakang yang

21

Abdurahman, Metode Penelitian Sejarah, 59.

22


(25)

15

mempaparkan mengapa judul ini dibahas dan mengapa memilih objek tersebut.

Bab kedua penulisan ini memfokuskan pada biografi dan latar belakang dari KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso dari mulai beliau kecil menempuh pendidikan hingga kehidupan beliau sampai beliau wafat.

Bab ketigapenulis membahas tentang perjuangan KH. RP Mohammad

Sya’rani Tjokro Soedarso dalam bidang sosial, politik, keagamaan serta pendidikan.

Bab keempat membahas tentang pandangan masyarakat terhadap KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso.


(26)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

BAB II

BIOGRAFI KH. RP. MOHAMMAD SYA’RANI TJOKRO SOEDARSO A. Genealogi

Silsilah para Kiai di Madura secara umum sangat erat hubungannya dengan para penguasa atau raja-raja yang memerintah Madura pada jamannya. Sejarah dapat dimulai dari R. Ario Damar (Palembang) dan R. Ario Lembu Peteng (Madegan, Pamekasan). Raja-raja dan Ulama Madura adalah anak keturunan dari R. Ario Damar dan R. Ario Lembung Peteng.1

R. Ario Damar adalah salah seorang raja di Palembang, namun anak keturunannya, seperti R. Ario Menak Semaya, R. Ario Timbul, R. Ario Ketut dan R. Ario Pojok hidup di Madura dan menjadi bupati di Jamburingin, Proppo, Pamekasan. Sedangkan generasi R. Ario Lembu Peteng, seperti R. Ario Manger, R. Ario Partikel dan Nyi Ageng Budho memimpin daerah Madegan, Sampang. Pada perkembangan selanjutnya generasi ke-3 dari R. Ario Lembu Peteng yaitu Nyi Ageng Budho menikah dengan generasi ke-4 R. Ario Damar yaitu Ario Pojok (Adipati Jambiringin), yang kemudian memiliki anak bernama R. Ario Demang Plakaran, Arosbaya.2 R. Ario Demang memiliki lima orang anak yang salah satunya adalah R. Adipati Pragalbo alias Pangeran Plakaran, Arosbaya, Bangkalan. Pangeran Pragalbo memiliki anak dari istri ketiganya Nyi Ageng Mamah yang bernama Raden Pratanu, Arosbaya (Panembahan Lemah Duwur) yang akan menjadi putra mahkota

1

Hartono HS, Bambang, Sejarah Pamekasan Panembahan Ronggo Sukowati Raja Islam Pertama di Pamekasan Madura (Sumenep: UD. Nur Cahaya Gusti, 2001), 9.

2

Ibid.,11.


(27)

17

untuk meneruskan kedudukannya. Raden Pratanu diangkat sebagai raja di Arosbaya pada tanggal 24 Oktober 1531.

Menurut cerita tutur Raden Pratanu telah memeluk Islam dan mengakui kekuasaan tertinggi kerajaan Islam Demak, akan tetapi R. Pragalbo sebagai raja tertua setelah beberapa tahun sesudah 1528 M, R. Pragalbo memerintah Madura Barat sebagai raja yang belum memeluk agama Islam Sebelum wafat, R. Pragalbo dibimbing untuk mengucapkan kalimat syahadat, ia tidak mampu menirukan ucapan tersebut dan hanya mengangukan kepala sebagai isyarat tanda setuju, sikapnya yang demikan itu dianggap sebagai bentuk nilai pengakuan atas agama Islam sebagai agama baru bagi R. Pragalbo.3

Pada generasi ke-11 dan seterusnya, anak keturunan R. Pragalbo tidak lagi memimpin Madura, baik sebagai raja maupun bupati. Mereka lebih memilih menjadi pemimpin non-formal, sebagai Ulama yang aktif berdakwah dan pengasuh pondok pesantren. Generasi R. Pragalbo dari garis keturunan Pangeran Suhra (Bupati Jamburingin) yang menjadi Ulama di Pamekasan dimulai dari RP. Tjokro Atmojo (KH. RP. Ahmad Marzuqi), RP. Atmojo

Adikoro (KH. RP. Mohammad Rofi’i) sampai dengan kepada KH. RP. Sya’rani Tjokro Seodarso pendiri dan pengasuh pondok pesantren Darusslam,

Jung Cang Cang, Pamekasan. RP. Tjokro Atmojo dan RP. Atmojo Adikoro

adalah kakek dan ayah dari KH. RP. Sya’rani Tjokro Soedarso yang sangat

3

Graff, etal, Kerajaan Islam di Jawa Peralihan dari Majapahit ke Mataram (Jakarta: Grafiti Press, 1989), 213.


(28)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

disegani dan menjadi guru dari sejumlah kiai di Pamekasan khususnya dan Madura pada umumnya.

Kiai Haji Raden Panji Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso

dilahirkan di Desa Parteker, Kota Pamekasan, 11 Mei 1926 dari pasangan Raden Panji Atmodjo Adikoro (KH. RP. Moh. Rofi’i) dan Raden Ayu Tamimah. Raden Panji Atmodjo Adikoro adalah putra dari RP. Tjokro Atmojo (KH. RP. Ahmad Marzuqi) lazim dikenal dengan sebutan Panji Atma generasi Ke 11 dari anak keturunan R. Pragalbo, yang menjadi ulama/kiai ternama pada jamannya di Pamekasan, ia adalah seorang ulama yang kharismatik. Sedang Hajjah Raden Ayu Tamimah adalah putri dari Raden Ario Tjondro Soedarso (R. A. Abdul Latif). Gelar Tjokro Soedarso di belakang nama Sya’rani adalah paduan gelar kebangsawanan Madura dari garis ayahnya dan ibunya, yakni

“Tjokro” dan “Soedarso”. Sebagai salah satu bentuk itba’ kiai Sya’rani kepada

leluhurnya, lalu dua gelar tersebut digabung menjadi satu menjadi “Tjokro

Soedarso”.

Secara geneologis, kiai Sya’rani mewarisi darah keulamaan dan

kebangsawanan Madura. Darah keulamaan, berasal dari garis keturunan ayahnya, terutama pada generasi Raden Panji Tjokro Atmojo (KH. RP. Ahmad Marzuqi), kakek dari kiai Sya’rani. Sedang darah kebangsawanan berasal dari


(29)

19

ke-11 dari raja Islam pertama sekaligus bupati Pamekasan yang ke-6 yakni Pangeran Ronggo Sukowati. Memerintah Pamekasan pada 1530-1616 M.4

Kiai Sya’rani merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara yang memilih terjun ke dunia pendidikan melalui jalur pondok pesantren dan dakwah. Disamping itu, ia sangat concern dengan perjuangan yang berbasis keislaman, keumatan dan kebangsaan. Sementara saudara yang lain berprofesi sebagai birokrat dan aktif dalam kegiatan sosial melalui organisasi kemasyarakatan dan pengajian. Saudara tertuanya (sulung) bernama KH. RP. Hamdani, bekerja di Kantor Urusan Agama (KUA) Pamekasan. Kemudian kakaknya yang lain bernama Hajjah Raden Ayu Zaen Anwar, pernah menjadi ketua PC Muslimat NU Pamekasan. Sementara adik-adiknya, Raden Ayu Nuriyah tinggal bersama suaminya di Sumenep, RP. Abdul Karim Adikara mantan ketua GP Ansor Pamekasan tahun 1969-1989, RP. Moh Sjatibi mantan kepala Dinas Sosial di Sumenep, pernah menjadi anggota DPRD dan salah satu Pembantu Rektor di Universitas Wiraraja, Sumenep. Adik bungsu Kiai

Sya’rani bernama Raden Ayu Rizkiyah, tinggal di Parteker, Pamekasan

mengelola sebuah kelompok pengajian yang beranggotakan ibu-ibu.

Meskipun diakui bahwa Kiai Sya’rani memiliki hubungan pertalian

yang sangat dekat dengan raja-raja dan Ulama Madura, termasuk Pangeran Ronggo Sukowati, Raja Islam pertama di Pamekasan, namun di masa hidupnya ia tidak pernah menggunakan gelar kebangsawanannya, para masyarakatlah yang memaksanya untuk memakai simbol itu, meski sudah dicegahnya. Kiai

4

Hartono HS, Sejarah Pamekasan Panembahan Ronggo Sukowati Raja Islam Pertama di Pamekasan Madura, 29.


(30)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

Sya’rani lebih suka menggunakan gelar keulamaan sebagai bagian yang tak

terpisahkan dengan namanya, terlebih setelah Kiai Sya’rani mendirikan pondok

pesantren Darussalam di Jung Cang Cang Pamekasan pada tahun 1958. Untuk tidak mengecewakan keinginan masyarakat, akhirnya gelar RP (Raden Panji) tetap dipasang di depan namanya.

Dalam struktur stratifikasi sosial masyarakat Madura, gelar keulamaan jauh lebih membumi daripada gelar kebangsawanan (pejabat). Hal ini tergambar dalam filosofi masyarakat Madura yakni: Bapa’, Babu’, Guruh,

Ratoh (Bapak, Ibu, Guru/Ulama dan Raja). Filosofi tersebut terkandung maksud bahwa setelah orang tua, posisi Ulama berada setingkat diatas raja. Namun, secara umum posisi Bapak-Ibu, Guru/Ulama dan Pemimpin/Raja merupakan sebuah komunitas yang harus dihormati dan dibela kepentingan dan kehormatannya.5

B. Pendidikan KH. RP. Sya’rani Tjokro Soedarso

Masa kanak-kanak adalah bagian dari serangkain peristiwa sejarah yang tidak bisa dilepaskan dengan keadaan seseorang ketika sampai kepada usia dewasa. Seperti sebuah cerita, masa kanak-kanak merupakan babak awal dari episode kehidupan umat manusia, yang terus bersambung (tidak putus-putus) kepada masa-masa berikutnya, hingga ajal menjemputnya. Kegagalan di masa kanak-kanak hampir tidak bisa dipastikan sangat berpengaruh kepada jalan cerita seseorang pada episode sejarah berikutnya, terutama ketika ia berada di tengah-tengah masyarakat. Masa kanak-kanak adalah potret masa lalu

5


(31)

21

yang dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk melihat potret seseorang setelah dewasa kelak.6

Di Madura para orang tua melakukan pendekatan yang sangat protektif terhadap pendidikan anak-anaknya, terutama pendidikan agama islam. Hal tersebut dimaksudkan agar anak-anaknya kelak menjadi insan penerus tugas suci risalah kenabian dalam bingkai al dinu al Islam. Itulah sebabnya masyarakat Madura lebih memilih pendidikan berbasis agama (Islam) daripada pendidikan umum. Kalaupun terpaksa menyekolahkan mereka di pendidikan umum, biasanya mereka menitipkan anak-anak mereka di pondok pesantren sebagai tempat indekosnya.7 Kultur masyarakat Madura yang demikian, tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kiai yang sejak awal menanamkan pentingnya ilmu agama bagi umat islam. Pondok pesantren dengan cara hidupnya yang bersifat kolektif merupakan salah satu perwujudan atau wajah dari semangat dan tradisi dari lembaga gotong royong yang umum terdapat pada masyarakat pedesaan.8

Pendidikan pesantren tidak menekankan kepada lama tidaknya seorang santri mengaji kepada kiainya, karena tidak ada keharusan menempuh ujian atau memperoleh diploma dari kiainya itu. Satu-satunya ukuran yang digunakan ialah ketundukan kepada sang kiai dan kemampuannya untuk

“ngelmu” dari sang kiai. Dengan demikian, kebesaran seorang kiai tidak

ditentukan oleh jumlah bekas santrinya yang luls dan memperoleh diploma dari

6

Ibid., 38.

7

Ibid., 40.

8


(32)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

perguruan, melainkan dari jumlah bekas santrinya yang kemudian hari menjadi kiai atau orang-orang yang berpengaruh terhadap masyarakat.

Sebagai anak yang dilahirkan di kalangan keluarga kiai dan di dukung oleh kultur masyarakat yang agamis. Masa kanak-kanak kiai Sya’rani hingga mengakhiri masa lajangnya dilalui dalam lingkup pendidikan pesantren, pesantren Parteker yang diasuh ayahnya sendiri dan pesantren Tengginah, Tattangoh, Pamekasan. Sementara pendidikan formalnya dijalani di lembaga

pendidikan formal yang juga berbasis agama yakni: Madrasah Ibtida’iyah (MI),

Madrasah Muallimin dan Madrasah Aliyah (MA). Sedang pendidikan umum, hanya dicapai pada tingkat Sekolah Dasar di jaman Belanda, yaitu HIS

(Hollandsch Inlandseche School), Sekolah Rakyat (SR) dan CPU. Ia juga pernah mengenyam pendidikan bahasa Inggris di Pamekasan sebagai bagian dari upanya untuk memperkuat basis pengetahuan umumnya. Kendati kiai

Sya’rani pernah belajar di pendidikan umum, namum ia tidak pernah keluar pesantren. Semua kegiatan belajarnya dengan ketat diawasi oleh ayahnya RP.

Atmojo Adikoro (KH. RP. Moh Rofi’i). Pada pagi hari Kiai Sya’rani belajar di pendidikan umum, maka pada sorenya Kiai Sya’rani belajar ilmu agama Islam sampai malam di pondok pesantren. RP. Atmojo Adikoro selain figur ayah yang bijaksana ia juga sosok guru yang telah memberikan dasar-dasar pendidikan agama Islam yang kuat untuk mempengaruhi karakter dan

kepribadian Kiai Sya’rani setelah dewasa.

Selain mengikuti sistem belajar mengaji yang diberikan ayahnya di pesantren miliknya, dengan cara membaur dengan santri-santri yang lain, ia


(33)

23

sering juga diajak untuk mengkuti kegiatan-kegiatan ayahnya di luar pesantren, seperti berceramah atau sekadar mengikuti kegiatan untuk acara mantenan dan

tahlilan.

Setelah menyelesaikan pendidikan pesanten di Parteker milik sang ayah dan di bangku sekolah dasar hingga tingkat lanjutan. Pada tahun 1950,

ayahnya menitipkan Kiai Sya’rani kepada KH. Shinhadji, pengasuh pondok pesantren Tengginah, Tattangoh, Pamekasan agar pengetahuan akan ilmu agamanya semakin meningkat dan mendalam. Dipilihnya pesantren Tattangoh

sebagai tempat belajar Kiai Sya’rani disebabkan karena pesantren ini tidak jauh

dari kampung Parteker, jaraknya hanya sekitar 10 kilometer kearah barat Parteker.

Selama menjadi santri, Kiai Sya’rani akrab dengan saudara kandung

KH. Shinhadji, yakni KH. Mahalli yang juga menjadi pengasuh di pesantren Tattangoh ini. Ketika mereka memberikan pengajaran kepada santrinya termasuk Kiai Sya’rani didalamnya, maka mereka selalu meminta ijin terlebih dahulu kepada Kiai Sya’rani. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan pengasuh pesantren Tengginah kepada cucu gurunya yang kini menjadi santrinya.

Pengasuh pesantren tidak pernah memposisikan Kiai Sya’rani sebagai santri, tapi lebih kepada mitra yang biasa diajak berdikusi tentang berbagai hal. Dengan posisi seperti itu, giliran Kiai Sya’rani yang menjadi sungkan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, ia dapat beradaptasi secara baik sehingga


(34)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

akhirnya pegasuh pondok pesantren Tattangoh menunjuk Kiai Sya’rani sebagai salah satu ustadz yang membantu mengajar santri-santrinya.

C. Riwayat Hidup KH. RP. Sya’rani Tjokro Soedarso

Dalam sub bab ini akan dibagi menjadi dua sub bab bahasan, yaitu

Kiai Sya’rani sewaktu remaja hingga dewasa, kemudian keluarga KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso hingga beliau wafat.

Dalam sub bab bahasan Kiai Sya’rani remaja hingga dewasa akan

membahas tentang perjalanan kehidupan Kiai Sya’rani dari remaja hingga dewasa. Sedangkan sub bab bahasan kehidupan keluarga dan rumah tangga membahas tentang kehidupan pribadi KH. RP. Sya’rani Tjokro Soedarso dan keluarga hingga wafat.

1. Masa Remaja dan Dewasa KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso

Bakat kepemimpinan Kiai Sya’rani sebenarnya sudah tampak sejak

kecil. Pada saat belajar di pesantren ayahnya, KH. RP. Moh Rofi’i (RP. Atmodjo Adikoro). Kiai Sya’rani jarang sekali tidur dirumah melainkan ia memilih membaur bersama para santri ayahnya. Tidak jarang Kiai Sya’rani terlelap dibalik bilik salah seorang santri, karena terlalu capek belajar hingga

larut malam. Pagi hari menjelang subuh Kiai Sya’rani sudah bangun dan

bersiap-siap menunaikan sholat subuh di musholla pesantren.

Karena bakat-bakatnya yang menonjol, kadang-kadang sang ayah

mempercayakan para santri kepada Kiai Sya’rani mewakili ayahnya yang


(35)

25

dan wirid-wirid yang biasa dibaca santri. Santri-santri pun merasa senang

dipimpin Kiai Sya’rani walau usianya jauh lebih muda dibandingkan mereka.9

Suatu ketika saat ayahnya menghadiri undangan keluar kota, Kiai

Sya’rani mengumpulkan beberapa santri ayahnya di musholla pesantren.

Dalam pertemuan tersebut Kiai Sya’rani menyampaikan keinginannya untuk

menghadirkan pelatih pencak silat. Santri di pesantren diwajibkan mengikuti latihan pencak silat yang dilakukan selama dua kali dalam seminggu, tanpa

menunggu lama para santri mengiyakan ajakan Kiai Sya’rani saat itu. Ketika latihan pencak silat dilaksanakan di halaman pesantren, KH. RP. Moh Rofi’i (RP. Atmodjo Adikoro) kaget dengan kegiatan yang dilakukan para santrinya, karena Kiai Sya’rani belum memberitahukan kepadanya. Kiai Sya’rani menjelaskan pada ayahnya maksud dari keingginannya mengadakan latihan

pencak silat pada santri ayahnya, maksud Kiai Sya’rani memberikan pelajaran

tambahan pencak silat, sebagai bekal setelah santri menyelesaikan pendidikan

di pesantren. Mendengar penjelasan Kiai Sya’rani yang tulus akhirnya sang

ayah memperbolehkan para santri belajar pencak silat sebagai bekal dikemudian hari bukan untuk menyombongkan diri atau sekedar gaya-gayaan, karena menurut Kiai Sya’rani keadaan pada saat itu di Pamekasan belum stabil secara sosial maupun politik yang pada saat itu Pamekasan di kuasai oleh bangsa Belanda. Pemerintah Belanda melakukan pembiaran terhadap distabilitas itu, asal tidak bekaitan atau mengusik eksistensinya di daerah Pamekasan. Hukum hanya diberlakukan kepada mereka yang mengusik

9


(36)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

Belanda, sementara dikalangan masyarakat dibiarkan begitu saja kehajatan terjadi seperti perampokan, pembunuhan (carok) dan lain-lain yang mengakibatkan sentimen sesama masyarakat pribumi.

Pada Maret 1942 pemerintah Belanda di Indonesia bertekuk lutut kepada bangsa Jepang. Janji Jepang akan memperbaiki nasib rakyat Indonesia hanya bohong belaka. Mereka hadir sebagai penjajah baru yang tak kalah kejamnya dengan jajahan bangsa Belanda. Fenomena ini menjadi inspirasi bagi

Kiai Sya’rani untuk bergabung dengan kelasykaran Ken Jundullah yang anggotanya terdiri dari pemuda-pemuda Islam, umumnya berasal dari kalangan

pondok pesantren. Di organisasi ini Kiai Sya’rani ditunjuk sebagi

pemimpinnya, namun karena merasa masih muda, Kiai Sya’rani lebih memilih

menjadi wakil ketuanya. Sementara ketuanya diserahkan kepda orang yang lebih senior darinya.10

Pengalamannya bergabung dengan Ken Jundullah di Pamekasan menjadikannya terus terlibat dalam organisasi perjuangan, baik ketika jaman agresi Belanda maupun di masa G 30 S/PK. Ia tidak hanya memobilisir para santri, namun juga masyarakat sekitar. Mereka menyambutnya dengan

perasaan antusias dibawah komando Kiai Sya’rani.

Hal tersebut menunjukan bahwa Kiai Sya’rani merupakan sosok aktifis

yang memiliki integritas dan kredibilitas yang kuat dalam perjuangan. Bakat-bakat kepemimpinannya yang nampak sejak kecil dapat tersalurkan dengan baik hingga usia dewasa.

10

Choirul Anam, Gerak Langkah Pemuda Ansor Sebuah Percikan Sejarah Kelahiran (Surabaya: Majalah Aula, 1990), 32.


(37)

27

2. Keluarga KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso

Dalam tradisi masyarakat Madura, perkawinan antar kerabat dekat adalah sebuah kelaziman, asalkan tidak terlalu dekat. Hal tersebut dilakukan agar garis keturunan mereka tetap terpelihara, dan terus bersambung hingga pada titik keturunan tertentu. Tradisi ini, sampai sekarang masih terpelihara dengan kuat, khususnya kalangan keluarga Kiai itulah sebabnya, kiai-kiai di Madura satu sama lain masih memiliki hubungan kekerabatan. Perkawinan dengan kerabat terdekat ini, tetap berpegang pada rambu-rambu agama yang memperbolehkan berlangsungnya perkawinan itu, asal tidak terlalu dekat. Tradisi semacam ini agaknya sampai sekarang masih dipegang kuat oleh sebagian besar masyarakat Madura.

Setelah dua tahun Kiai Sya’rani mengenyam pendidikan di pesantren

Tattangoh (1950-1952) , tepatnya saat Kiai Sya’rani berusia 25 tahun, ia di panggil pulang sang ayah untuk dinikahkan. Pada waktu itu sang ayah tidak menyebut siapa gerangan gadis yang akan di persunting olehnya kelak. Namun,

meski dirahasiakan Kiai Sya’rani sudah tau siapa gadis yang dijodohkan

dengannya. Sebab ia pernah mendengar perbincangan rahasia kedua orang tuanya yang membicarakan keinginan mereka untuk menjodohkan Kiai

Sya’rani dengan salah satu putri kerabatnya yang tinggal di Sampang, yakni RP. H. Dja’far Shodiq.11

Kiai Sya’rani sudah tahu nama gadis itu, bahkan acapkali bertemu dalam sebuah pertemuan silahturahmi antar keluarga. Kiai Sya’rani dan gadis

11


(38)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

pujaannya itu sudah saling kenal dan bertegur sapa. Secara lahir dan batin ia telah cocok dengan pilihan orang tuanya, meskipun tidak dilalui dengan proses yang lebih lama. Tak disangka, ternyata kedua orang tua calon mempelai telah melangsungkan pertunangan secara rahasia antara Kiai Sya’rani dan Raden Ayu Sholehah. Pertunangannya dengan gadis Sampang yang masih kerabatnya

itu sengaja dirahasiakan, agar tidak menganggu kosentrasi belajar Kiai Sya’rani

yang sedang memperdalam pengetahuannya tentang ilmu agama di pesantren Tattangoh, juga untuk tidak menganggu aktifitasnya sebagai pejuang dalam payung Tentara Hizbullah maupun TKR di Pamekasan. Pada tahun 1952 Kiai

Sya’rani dan Raden Ayu Sholehah melangsungkan akad nikah dirumah

ayahnya di kampung Parteker, Pamekasan.

Rumah tangga Kiai Sya’rani dan R. Ayu Sholehah dibangun dalam

suasana yang memprihatinkan, dimana situasi politik masih belum stabil karena situasi traumatik jaman penjajah. Kiai Sya’rani dan R. Ayu Sholehah memiliki sepuluh orang anak, yaitu: KH. RP. A. Nadjibul Khoir, R. Ayu Qurrotul Aini, KH. RP. Darussalam, R. Ayu Zaimatul Fadhilah, R. Ayu Chofifah, R. Ayu Nurul Laylah, KH. RP. A. Mujahid Ansori, RP. Mohammad Thoriq, R. Ayu Thobibah, dan RP. Wazirul Jihad.12

Kebiasaan Kiai Sya’rani mengajari kepada seluruh anggota

keluarganya untuk bersikap sederhana, terbuka, tegas dan sungguh-sungguh. Keterbukaan dan kedisiplinan yang ia bangun itu melahirkan sebuah kepercayaan.

12


(39)

29

Sesibuk apapun, Kiai Sya’rani tetap tidak pernah teledor dengan istri dan anak-anaknya. Perhatiannya sangat ekstra, agar anak-anaknya kelak mengamban tugas lebih sebagaimana dilakukannya saat itu. Dalam waktu-waktu luang, ia tampil sendiri mendidik anak-anaknya. Mengajari mengaji, membaca, shalat dan berpidato. Sesekali, ia mengajak salah satu putranya untuk mengikuti aktifitasnya di masyarakat.13

Ketika Kiai Sya’rani, beliau selalu memantau perkembangan anak -anaknya, terutama dibidang pendidikannya dan ibadahnya, yang dinilainya sebagai prinsip. Untuk hal ini, Kiai Sya’rani sangat tegas kepada anak -anaknya, ia akan marah sekali bila waktunya belajar maupun shalat digunakan untuk bermain. Hukuman akan diberikan bagi yang melanggar, bentuk hukumannya tetap dalam koridor pendidikan. Anaknya yang melanggar itu, biasanya diberi sanksi agar membaca Al-Qur’an sebanyak 1 juz atau menghafal surat-surat pendek yang ada di dalam Al-Qur’an sampai hafal.

Dimata istri dan anak-anaknya, Kiai Sya’rani adalah sosok suami dan ayah yang ideal. Harmonisasi keluarga merupakan kunci bagi membangun mahligai rumah tangga. Harmonis antara suami dengan istri, anak dengan

orang tua, adik dengan kakak. Kiai Sya’rani mengajari seluruh anggota

keluarganya bersikap sederhana, terbuka, tegas dan bersungguh-sungguh. Keterbukaan dan kedisiplinan yang ia bangun itu melahirkan sebuah kepercayaan.

13


(40)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

Kebiasaan lain yang secara istiqamah dikerjakan oleh Kiai Sya’rani

adalah membaca Al-Qur’an. Kegiatan membaca Al-Qur’an dilaksanakan pada jam-jam tertentu. Kebiasaan Kiai Sya’rani membacaAl-Qur’an ini secara istiqamah dikerjakan sampai ajal menjemput, pada 15 Agustus 1989 (13 Muharram 1410 H).14

Kembalinya Kiai Kharismatik ke hariban Allah Swt itu membuat keluarga, santri dan masyarakat berkabung. Jasa-jasanya yang besar bagi bangsa, negara, masyarakat dan agama menjadi cacatan yang tak pernah terlupakan bagi siapa saja yang mengenangnya.

Karena status sebagai ulama sekaligus tentara juang kemerdekaan RI, dan jasa besar dalam penumpasan PKI Pamekasan, Korp TNI Angkatan Darat

Pamekasan meminta keluarganya untuk memakamkan Kiai Sya’rani di Taman Makam Pahlawan, namun sebelum Kiai Sya’rani meninggal, beliau berwasiat

agar dimakamkan di belakang kompleks masjid pesantren, maka akhirnya ulama pejuang itu dimakamkan di belakang Masjid yang menjadi cikal bakal berdirinya pondok pesantren Darussalam. Pemakaman pun akhirya dilangsungkan secara militer, istri, anak sanak saudara, santri serta para koleganya dan umat Islam khusunya masyarakat NU Pamekasan merasa kehilangan atas kepergian KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso. Mereka semua mendoakan agar jasa-jasanya itu diterima disisi-Nya.

14


(41)

BAB III

PERJUANGAN KH. RP. MOHAMMAD SYA’RANI TJOKRO SOEDARSO DI PAMEKASAN MADURA

Perjuangan yang dimaksud dalam pembahasan bab ini adalah kiprah

maupun kontribusi KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso untuk

masyarakat Pamekasan. Semenjak diusianya yang masih muda, KH. RP.

Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso bisa dikatakan telah memberikan

kontribusi untuk rakyat Madura.

Dimana para Kiai di masa tahun 1945 dibawah ancaman agresi Belanda

telah menyerukan “Revolusi Jihad” yang menjadi penggerak perlawanan rakyat.

Begitupun saat negara Belanda dalam keadaan kritis ketika Presiden Soekarno memutuskan Dekrit Presiden 5 Juli 1059, pondok pesantren tampil memenangkan masyarakat. 1

A. Perjuangan dan Karir Organisasi

Berawal dari bertekuk lututnya imperialis Belanda kepada bangsa Jepang

pada Maret 1942 inilah, Kiai Sya’rani yang kala berumur 16 tahun, bersuka ria, ikut merasa gembira atas hengkangnya Belanda dari Indonesia. Kegembiraan itu

wajar, sebab fasis Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda “Jepang Pemimpin Asia, Jepang saudara tua bangsa Asia”. Oleh karena itu, untuk memperoleh dukungan yang besar dari rakyat Indonesia, maka pemerintah Jepang bersikap bermurah hati terhadap bangsa Indonesia yaitu menjanjikan

1

Masdar dan Umarudin, Gusdur Pecinta Ulama Sepanjang Zaman Pembela Minoritas Etnis-Keagamaan (Yogyakarta:KLIKR, 2005), 25.


(42)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

kemerdekaan kelak dikemudian hari,2 Jepang menjanjikan kemerdekaan untuk rakyat Indonesia. Janji Jepang itu tergambar dalam sebuah maklumat nomor satu ketika Jepang membentuk Gunseikanbu (staff pemerintahan militer pusat)3.

Kegembiraan Kiai Sya’rani atas kehadiran bangsa Jepang ternyata tidak

berlangsung lama, bahkan berubah menjadi kekecewaan, pasalnya setelah Jepang menguasai seluruh daerah ditanah air, khususnya pulau Jawa dan Madura, mereka justru menerapkan politik militer yang jauh lebih kejam dari Belanda. Pemerintah Bala Tentara Dai Nippon mengeruk kekayaan semua isi hasil bumi Indonesia yang telah dirusak oleh pemerintahan Hindia Belanda dengan politik bumi hangus. Semboyan yang paling terkenal tentara Dai Nippon di Indonesia adalah

gerakan “AAA” (Nippon Pemimpin Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon

Cahaya Asia), yang diresmikan pada 29 Maret 1942. Pendekatan Nippon melalui

gerakan “AAA” mengalami kegagalan, dan sebagai gantinya mereka mendirikan

gerakan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), pada tanggal 9 Maret 1943. Gerakan ini juga mengalami kegagalan dan yang dituduh sebagai biangnya adalah ulama NU, itulah sebabnya beberapa Kiai NU ditangkap dan disiksa dengan alasan yang dicari-cari, seperti KH. Hasyim Asy’ari dan ketua PBNU KH. Machfud Siddiq4, penangkapan atas ulama-ulama NU itulah yang telah melahirkan kebencian begitu mendalam dikalangan umat Islam khususnya warga NU terhadap Jepang.

Keadaan kemudian berbalik 180 derajat, pemuda-pemuda yang sebelumnya dididik ilmu kemiliteran dalam organisasi Pembela Tanah Air

2

Kaelan M.S, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma, 2000), 35.

3

Choirul Anam, Gerak Langkah Pemuda Ansor Sebuah Percikan Sejarah Kelahiran (Surabaya: Majalah Aula, 1990), 42.

4


(43)

33

(PETA) oleh bangsa Jepang akhirnya melakukan perlawanan. Kelompok paramiliter lainnya yang melakukan perlawanan kepada Jepang adalah Ken Jundullah, Hizbullah dan tentara Sabillah, yang sebagaian besar anggotanya adalah santri dari pondok pesantren. 5

Keterampilan militer yang diperoleh dari Jepang dimanfaatkan sebaik mungkin oleh para pemuda, seperti latihan militer dalam Gakukotai (barisan pelajar), Seinendan (barisan pemuda), Keibodan (barisan pertahanan bahaya udara)6. Kiai Sya’rani bersama pemuda-pemuda pribumi lainnya waktu itu bergabung dengan Seinendan (barisan pemuda) dan ditempatkan pada batalyon I (daidan) di Pamekasan, sedang batalyon II dipusatkan di Bangkalan.

Selama dalam didikan Jepang, Kiai Sya’rani tidak tahan dengan perlakuan

tentara Jepang yang kelewat kejam kepada rakyat Madura. Itulah sebabnya ia memilih bergabung dengan lasykar Ken Jundullah, barisan Allah di Pamekasan sebagai wakil ketua. Kiai Sya’rani bersama kekuatan pemuda dan rakyat lainnya memanggul senjata melawan tentara Dai Nippon di berbagai medan pertempuran sampai akhirnya Jepang menyerah pada sekutu dengan dibomnya Nagasaki dan Hiroshima pada tanggal 14 Agustus 1945.

Bergabungnya Kiai Sya’rani dalam kelasykaran Ken Jundullah,

disebabkan karena organisasi Hizbullah (tentara Allah) yang dipelopori tokoh-tokoh NU di Jawa pada waktu itu belum populer di masyarakat. Setelah

proklamaksi kemerdekaan berkumandang, Kiai Sya’rani bergabung sebagai

anggota Troop Badan Keamanan Rakyat (BKR), BKR merupakan cikal bakal

5

NICO Ainul Yakin, Ulama Pejuang Pejuang Ulama (Jawa Timur: PUKAD HALI, 2006), 64.

6

H.Ruslan Abdulgani, Indonesia dan Percaturan Politik Internasional (Surabaya: Yayasan Keluarga Bhakti Surabaya dan Surabaya Post, 1993), 59.


(44)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

34

berdirinya TNI (Tentara Nasional Indonesia). Kiai Sya’rani juga pernah

mengemban tugas sebagai Komandan Tentara Hizbullah, dibawah pimpinan panglima tertinggi Hizbullah Zainal Arifin.

Ditunjuknya sebagai Komandan dalam Kelasykaran yang dibentuk para Kiai NU itu karena pengalamannya di Ken Jundullah di masa Jepang dan keanggotannya dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada zaman revolusi fisik Kemerdekaan RI 1945.

Pengalaman bertempur yang paling berkesan saat Kiai Sya’rani bergabung dengan tentara Hizbullah adalah pertempuran 10 November 1945 di Surabya, yang kemudian dikenal dengan hari pahlawan.7

Pada 21 Oktober 1945, PBNU yang bermarkas di Surabaya mengundang para konsul NU di seluruh Jawa dan Madura. Acara dipusatkan di PB ANO (Ansor Nadlatul Oelama) jalan Bubutan VI/2 Surabaya. Dalam kesempatan

tersebut, KH. Hasyim Asy’ari menyampaikan amanatnya berupa pokok-pokok kaidah tentang kewajiban umat Islam, pria maupun wanita, dalam jihad mempertahankan kemerdekaan tanah air dan bangsanya. Rapat yang dipimpin oleh Ketua Besar KH. Wahab Hasbullah itu kemudian menyimpulkan satu keputusan dalam bentuk resolusi yang diberi nama “Resolusi Jihad fii Sabillah”,

yang intinya mewajibkan setiap umat Islam (fardhu’ain) mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serangan musuh.8

Dalam undangan tersebut Kiai Sya’rani hadir mewakili konsul NU

Pamekasan dalam kapasitasnya sebagai pemuda ANO sekaligus komandan tentara

7KH. RP Thoriq Sya’rani,

Wawancara , Pamekasan Madura ,17 Desember 2016.

8


(45)

35

Hizbullah Pamekasan. Sekembalinya ke Madura, Kiai Sya’rani melakukan

konsolidasi dengan para Kiai dan pemuda-pemuda NU dan para mantan tentara

Jundullah Pamekasan. Kiai Sya’rani dan para sesepuh Pamekasan melakukan

pendataan dan pengamblengan para pemuda untuk dikirim ke medan pertempuran di Surabya.9

Selama dua minggu, Kiai Sya’rani bekerja keras mengkoordinir pemuda -pemuda itu untuk mempersiapkan mental para -pemuda--pemuda Pamekasan serta alat peperangan yang akan digunakan pada operasi defensive menghadapi serangan Belanda dan sekutunya yang ingin kembali merebut Indonesia setelah Jepang dapat ditaklukkan. Sebelum berangkat ke Surabaya, pemuda-pemuda

Hizbullah Pamekasan, melakukan perampasan senjata milik Jepang yang sudah tak berdaya. Mereka menyerbu markas-markas Tentara Jepang yang ada di Madura dan merebut senjata mereka untuk digunakan sebagai alat perjuangan di medan pertempuran di Surabaya.10

RP. Mohammad Noer yang kala itu menjadi asisten Wedana Bangkalan juga meminta para pemuda-pemuda Madura datang ke Surabaya untuk membantu pertahanan yang bermarkas di Balai Pemuda Surabaya.11 Permintaan RP.

Mohammad Noer melengkapi seruan KH. Hasyim Asy’ari dalam resolusi

jihadnya. Setelah semuanya siap Kiai Sya’rani berengkat bertempur ke Surabaya bersama pemuda-pemuda yang dikoordinirnya menggunakan baju Tentara

Hizbullah. Tentara dibawah pimpinan Kiai Sya’rani tidak seluruhnya dilengkai

9

Yakin, Ulama Pejuang Pejuang Ulama, 68.

10

Ibid., 69.

11

Hotman Siahaan, Pamong Mengabdi Desa, Biografi Mohammad Noer (Surabaya: Yayasan Keluarga Bhakti Surabaya dan Surabaya Post, 1997), 39.


(46)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

36

senjata modern, dikarena senjata yang diperoleh dari rampasan Tentara Jepang hanya terbatas, oleh karena itu yang tidak mendapatkan senjata menggunakan senjata celurit, golok, parang, keris, bahkan bambu runcing untuk pertahanan dirinya.12

Pada September 1945 pelopor tentara Sekutu memasuki kota Surabaya, mereka memasang bendera tiga warna yaitu bendera negara Belanda (merah, putih, biru) di depan Hotel Yamato, Jalan Tunjungan kota Surabaya, pada zaman Belanda bernama Hotel Oranje dan sekarang hotel Mojopahit, itulah yang menjadi markas besar tentara sekutu pada waktu itu.13 Karena di mabuk kemenangan Perang Dunia II, mereka lupa akan semangat bangsa Indonesia yang pada saat itu sedang berevolusi setelah mengumumkan Kemerdekaan Tanah Air mereka. Karena bangsa yang berevolusi tidak pernah takut mati, bahkan mati dalam medan pertempurang melawan penjajah adalah menjadi suatu kebanggan.14

Sejak pasukan sekutu pimpinan Brigadir Jendral Mallaby mendarat di Surabaya, sudah dihadang perlawanan arek-arek Suroboyo. Sebab gelgat tentara Sekutu sudah terlihat tidak baik dan tidak bersahabat, semula mereka mengatakan ingin berunding tentang evakuasi para interniran dan tawanan militer Jepang, namun mereka dengan paksa menduduki gedung-gedung vital dan strategis seperti, kantor telepon, stasiun kereta api, pusat listrik, perairan dan sebagainya. Pada tanggal 28 Oktober 1945, sekutu merampas senjata para pemuda pejuang,

12

Yakin, Ulama Pejuang Pejuang Ulama, 70.

13

Ibid., 71.

14


(47)

37

maka pemuda dan rakyat melawan, berkobarlah pertempuran sampai 30 Oktober dan Brigadir Jendral Mallaby terbunuh.15

Setelah pertempuran Surabaya usai, Kiai Sya’rani kembali ke Madura dan

tetap menjadi komandan Hizbullah di Pamekasan sekaligus menjadi anggota

TKR. Sebagai seorang komandan, Kiai Sya’rani tetap melakukan konsolidasi

dengan pasukannya sebagai antisipasi kemungkinan terjadinya kembali serangan dari imperialis Barat khususnya di wilayah Madura.16

Pada tanggal 16 Agutus 1947, Kiai Sya’rani bersama KH. Amin Ja’far

yang tak lain adalah sepupu dari Kiai Sya’rani melakukan serangan, yang dikenal

dengan Serangan Fajar di Pamekasan, saat itu usia Kiai Sya’rani 47 tahun. Akan tetapi KH. Amin Ja’far tewas ditembak di atas tank militer peperangan yang

beliau lakukan di Jombang.17

1. Aktif dalam TNI AD (Angkatan Darat)

Ketika Presiden Soekarno mendekritkan nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 25 Januari 1946 dirubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI), maka batalyon Hizbullah yang tersebar dimana-mana juga ikut berubah menjadi

TRI Hizbullah.18 Kiai Sya’rani yang tidak hanya terlibat dalam kelasykaran Hizbullah, namun juga BKR secara otomatis diangkat menjadi anggota TNI dan bergabung dalam keanggotaan kelasykaran TNI AD Kie III Bn. III Reg.25 Djoko

Tole dibawah pimpinan Kapten Mudhar Amin. Keberadaan Kiai Sya’rani dalam

15

H.Ruslan Abdulgani, Indonesia dan Percaturan Politik Internasional, 35.

16

Yakin, Ulama Pejuang Pejuang Ulama, 72.

17KH. RP Thoriq Sya’ran

i, Wawancara , Pamekasan Madura ,17 Desember 2016.

18


(48)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

38

kelasykaran TNI AD tidak lama, karena ia lebih memilih menjadi ketua Ansor Pamekasan, oleh karena itu Kiai Sya’rani mengajukan pensiun dini dari dinas kemiliteran, karena ingin konsentrasi di Ansor dan membangun pesantren. Karir

militer Kiai Sya’rani berakhir pada jenjang kepangkatan Letnan Satu (Lettu).19

2. Terpilih Menjadi Ketua Ansor Pamekasan

Gerakan Pemuda Ansor atau GP Ansor didirikan di Surabaya pada 14 Desember 1949, setelah penyerahan kedaulatan RI oleh Belanda. Organisasi ini merupakan kelanjutan dari Ansor Nahdlatul Oelama (ANO) yang didirikan pada 10 Muharram 1353 H, atau 24 April 1934. Gagasan pertama kali untuk membentuk Ansor dari mula-mula reuni anggota ANO yang juga dihadiri oleh

KH. Hasyim Asy’ari, dalam reuni tersebut KH. Hasyim Asy’ari menyampaikan

pentingnya membangun kembali organisasi pemuda Ansor karena dua hal, yaitu untuk membentengi perjuangan umat Islam Indonesia dan untuk mempersiapkan diri sebagai kader NU untuk generasi selanjutnya. Dari pengarahan KH. Hasyim

Asy’ari tersebut munculah kesepakatan untuk membangun kembali organisasi ANO dengan nama baru GP Ansor (Gerakan Pemuda Ansor).

Sejarah GP Ansor di Pamekasan, tidak bisa lepas dari sejarah Ansor secara keseluruhan, ketika Chamid Wijaya diangkat oleh PBNU sebagai Ketua Umum PP Ansor.20 Dalam tempo waktu yang bisa dibilang singkat, kepengurusan Ansor khususnya di Jawa Timur terbentuk diseluruh tingkatan, mulai dari kepengurusan wilayah, cabang, anak cabang hingga ke ranting. Bahkan di tingkat basis pun

19

Yakin, Ulama Pejuang Pejuang Ulama, 74.

20


(49)

39

sudah mampu terorganisir. Langkah ini dilakukan karena kekuatan PKI suadah semakin merajalela.

Kepengurusan baru Ansor Pamekasan dengan komposisi Kiai Sya’rani sebagai ketua sedang wakilnya Abdul Karim Adikara.21Kiai Sya’rani menggawali gerakannya dengan mengumpulkan kawan-kawan Ansor kecamatan untuk

melakukan konsolidasi awal. Ditunjuknya Kiai Sya’rani sebagai ketua Ansor

karena dipandang memiliki banyak pengalaman di jaman Jepang dan Agresi Belanda.

Pengalaman Kiai Sya’rani di dunia kemiliteran, sejak masa Jepang dan

Agresi Belanda cukup membantu kepimpinannya di Ansor Pamekasan ditengah mencekamnya situasi dan kondisi masyarakat akibat provokasi PKI saat itu. Kiai

Sya’rani yang pernah tergabung dalam lasykar Jundullah di jaman Jepang,

Hizbullah, BKR (Badan Keamanan Rakyat) di jaman Agresi Belanda serta TNI AD (Angkatan Darat) dan sebagainya itu telah menjadi inspirai tersendiri dalam prosesnya menjadi seorang pemimpin dan dalam kepemimpinannya untuk menjalankan roda organisasi pemuda NU yaitu GP Ansor.

Selama Kiai Sya’rani menjadi Ketua Ansor Pamekasan, ia memiliki

program besar, yaitu mengawal dan melindungi para ulama dan kiai NU dari semua paham komunis. Membela kepentingan-kepentingan umat Islam dari rongrongan yang dilakukan PKI dan melawan semua propaganda mereka semua.

21KH. RP Thoriq Sya’rani,


(50)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

40

3. Sebagai Ulama Pejuang di Pamekasan

Saat Pemilu pertama pada tahun 1955, ada empat kekuatan partai politik yang cukup dominan dinegeri ini, yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Karena pada saat itu masih sangat kental corak politik aliran, maka keempat parpol tersebut sama-sama memiliki basis cultural yang sangat fanatic dan militan. Situasi nasional semakin memanas diketahui karena ulah PKI dan antek-anteknya, terutama setelah terbongkarnya peristiwa G 30 S/PKI yang telah melakukan makar sepihak terhadap pemerintah Indonesia yang sah dibawah kepemimpinan Soekarno-Hatta pada saat itu. Dalam konteks kejadian ini, para Kiai dan santrinya yang tergabung dalam Nadlatul Ulama (NU) adalah komponen yang paling berjasa.

Para Kiai dan warga NU berada di garda terdepan dalam operasi penumpasan gerakan kaum komunis itu di berbagai tempat, khususnya di Jawa dan Madura yang secara nyata politik merupakan basis terbesar pendukung NU

melalui Ansor dan Bansernya. Kiai Sya’rani adalah Kiai yang mengambil bagian

dalam peran jihad melawan PKI. Posisinya sebagai Ketua Ansor Pamekasan yang memiliki pengalaman bertempur di berbagai medan perjuangan di jaman Jepang dan Belanda tampail sebagai tokoh yang disegani di Pamekasan.22 Provokasi dan strategi yang dilakukan PKI pada saat itu juga terjadi didaerah Pamekasan tempat

kelahiran Kiai Sya’rani, mereka melakukan provokasi kepada masyarakat yang

mencoba memisahkan masyarakat dengan Kiai. Namun usaha PKI tidak cukup mampu mempengaruhi masyarakat Madura yang secara kultural sangat religius,

22


(51)

41

menghormati, bahkan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Kiai.23 Keberadaan Kiai yang sangat dihormati oleh masyarakat, oleh PKI digolongkan sebagai kelas borjuis-feodal yang tak lain adalah musuh mereka. Apalagi figure Kiai umumnya memberikan identitas kafir kepada orang-orang PKI yang dampak dari sebutan itu sangat merugikan mereka, itu sebabnya keberadaan Kiai selalu dianggap sebagai “duri dalam daging” yang harus disingkirkan.24

Kiai Sya’rani yang pada saat itu memimpin Ansor Pamekasan bersama Kiai Djufri Marzuqi dan Kiai lainnya berusaha sekuat tenaga melindungi masyarakat dari pengaruh paham komunis. Melalui mimbar-mimbar di masjid, pengajian-pengajian masyarakat luas serta gerakan-gerakan terorganisir tak henti-hentinya menyerukan agama Islam melawan PKI. Gerakan yang dilakukan Kiai

Sya’rani dan Kiai-Kiai lainnya tidak lepas dari keputusan yang ditetapkan oleh induk organisasinya, yakni GP Ansor dan NU.25

Usaha Kiai Sya’rani menangkal provokasi PKI di Pamekasan cukup berhasil, walau ia harus menerima kenyataan pahit dimana Kiai Djufri Marzuqi meninggal di tangan para orang-orang PKI. Kiai Djufri Marzuqi tewas ditangan pembunuh bayaran perintahan pimpinan PKI. Namun Kiai Sya’rani mengetahui bahwa pelaku pembunuh Kiai Djufri Marzuqi telah ditahan, beliau meminta untuk dijadikan seorang tahanan politik yang satu kamar dengan pelaku pembunuhan Kiai Djufri Marzuqi.26 Ketulusan dan keikhlasan Kiai Sya’rani telah berhasil

23

Ibid., 83.

24

Agus Sunyoto, BANSER Berjihad Menumpas PKI (Surabaya: Lembaga Kajian dan Pengembangan PW.GP. Ansor Jawa Timur dan Pesulukan Thoriqoh Agung (PETA) Tulungagung), 58.

25

Yakin, Ulama Pejuang Pejuang Ulama, 84.

26KH. RP Thoriq Sya’rani,


(52)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

42

mengungkap dalang pelaku pembunu Kiai Djufri Marzuqi, meski harus rela meringkuk ditahanan sebagai seorang tahanan politik semata-mata Kiai Sya’rani lakukan untuk kecintaannya kepada sahabat, ulama, masyarakat serta keagungan Islam agar tidak menjadi korban dari PKI yang anti Tuhan.

Kejadian tersebut membuat Kiai Sya’rani lebih meningkatkan

kewaspadaan dan membangun solidaritas umat Islam Pamekasan, memperkuat barisan Pemuda Ansor-Banser dalam menghalau propaganda dan langkah-langkah

dari para PKI di Pamekasan. KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso

sebagai seorang ulama maupun pejuang, juga tak henti-hentinya memberikan semangat ataupun nasihat kepada masyarakat Pamekasan maupun para pemuda-pemuda Ansor-Banser dalam semua kesempatan, baik saat beliau menghadiri rapat di internal Ansor dan NU maupun saat beliau mendapat undangan untuk berceramah.

Selain peristiwa kematian sahabat Kiai Sya’rani, di Pamekasan juga terjadi

peristiwa “Ancok Amok” dalam bahasa Madura, istilah tersebut sering diucapkan

oleh orang-orang Tionghoa yanga artinya Ansor marah. Peristiwa “Ancok Amok” terjadi sekitar Desember 1965, yakni sebuah peristiwa dimana pemuda-pemuda Ansor dibawah pimpinan Kiai Sya’rani melakukan penyisiran kepada orang-orang PKI di Pamekasan. Peristiwa ini merupakan puncak kemarahan para GP. Ansor kepada PKI yang dianggap sebagai musuh Islam, musuh Kiai-Kiai dan musuh negara-negara lainnya. Peristiwa “Ancok Amok” terjadi pada Desember 1965 dimulai ketika Ansor Pamekasan mengadakan acara akbar di Karesidenan, yang dihadiri oleh seluruh elemen pemuda di Pamekasan. Acara tersebut dijadikan


(53)

43

ajang unjuk kekuatan kepada musuh-musuh NU terutama PKI. Ribuan warga

berkumpul di karesidenan Pamekasan. Setelah rapat Akbar selesai, Kiai Sya’rani

mendapati bendera dan lambing-lambang PKI dalam kantor karesidenan. Pemuda Ansor masuk kedalam kantor dan mengambil bendera-bendera PKI lalu membakarnya. Masyarakat Pamekasan yang mengetahui hal itu kemudian dibakar

emosi lalu pergi ke salah satu toko yang ada di dekat Masjid Agung Syuhada’ yang diduga sebagai pusat kegiatan PKI, Kiai Sya’rani berada dibarisan depan

diatas Jip Terbuka, beliau ada di kendaraan itu sambil mengobarkan semangat bagi anggota Ansor dan masyarakat dengan pekik takbir yang menggelora dan ternyata dugaan para Pemuda Ansor benar di dalam took tersebut banyak ditemukan bendera dan lambing-lambang PKI lainnya.27

Dengan ditemukannya simbol-simbol PKI di karesidenan dan senjata di toko-toko yang menjadi sarang berkumpulnya para anggota PKI, Kiai Sya’rani memimpin Ansor dan Banser untuk melakukan sweeping terhadap PKI di kota Pemekasan dan sekitarnya. Sementara pengurus Ansor di tingkat kecamatan (Ancab) dan desa (ranting) juga diinstruksikan untuk melakukan hal yang sama terhadap antek-antek PKI di daerahnya.

Sejak peristiwa tersebut, Kiai Sya’rani bukan hanya terkenal sebagai

ulama akan tetapi juga seorang pejuang. Kegigihannya menumpas PKI telah membuat harum namanya bukan hanya di Pamekasan dan Madura namun juga di Jawa Timur.

27KH. RP Thoriq Sya’rani,


(54)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

44

B. Perjuangan KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso dalam Bidang

Keagamaan

Jihad fi Sabillah dalam pandangan Kiai Sya’rani merupakan perintah

yang pertama kali diserukan Rasullah Saw. Fenomena kehidupan yang melawan ketentuan Allah, harus dilawan dengan fi Sabillah. Oleh karena itu, ketika bangsa penjajah seperti Belanda dan Jepang menginjak bumi Indonesia dengan kedzaliman dan sebagainya, umat Islam dengan gagah berani menghadapinya.

Sebagai seorang pejuang, Kiai Sya’rani tidak lupa juga tugasnya sebagai seorang

ulama, apalagi namanya pun terkenal di antara para petinggi NU, yang sering Kiai

Sya’rani adalah berdakwah. Dakwah bagi seorang KH. RP Mohammad Sya’rani

Tjokro Soedarso adalah tugas suci yang tidak mungkin beliau tinggalkan, karena berdakwah menurutnya bukan hanya sebuah kewajiban, tapi juga kebutuhan, agar umat Islam tetap berjalan diatas jalan kebenaran.

Namanya sebagai seorang Kiai maupun seorang pendakwah telah dikenal dikalangan parah tokoh agama islam, bukan hanya di Madura, Jawa timur dan sebagian Kalimantan juga mengenal namanya. Dalam aktivitas keagamaan

terutama saat Kiai Sya’rani berdakwah adalah beliau tak mengenal kata lelah.

Diibaratkan seperti “Sakit dijalan, sembuhpun dijalan”.28 Kiai Sya’rani juga

dikenal sebagai “Singa Podium” yang piawai membangkitkan semangat untuk berjuang melakukan perlawanan terhadap para penjajah. Pidato-pidatonya sangat mudah dicerna oleh masyarakat awam maupun kalangan elit. Selain sebagai

seorang pendakwah, KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso adalah

28


(1)

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah penulis memaparkan dari setiap bab mengenai KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso: Biografi dan Perjuangan di Pamekasan-Madura (1926-1989 M), maka secara garis besar dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso lahir di desa Parteker Pamekasan pada tanggal 11 Mei 1926 dan meninggal pada tanggal 15 Agustus 1989. Kiai Sya’rani pernah mengemban tugas sebagai Komandan Tentara Hizbullah, dibawah pimpinan panglima tertinggi Hizbullah Zainal Arifin, Kiai Sya’rani yang tidak hanya terlibat dalam kelasykaran Hizbullah, namun juga BKR secara otomatis diangkat menjadi anggota TNI dan bergabung dalam keanggotaan kelasykaran TNI AD Kie III Bn. III Reg.25 Djoko Tole dibawah pimpinan Kapten Mudhar Amin.

2. KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso berkiprah di NU dimulai tahun 1960. Meskipun tak terjun langsung sebagai ketua atau anggota inti dari NU, namun nama Kiai Sy’rani cukup terkenal diantara para petinggi NU. Sebab Kiai Sya’rani merupakan ketua sebuah gerakan dibawah naungan NU, yaitu Gerakan Pemuda Ansor dan Banser. Memimpin para Pemuda Ansor melawan para PKI yang saat itu merajalela di Pamekasan Madura. Memasuki era baru dengan sebutan Orde Baru, Kiai Sya’rani fokus pada kegiatan sosial


(2)

70

kemasyarakatan seperti, menjadi penggurus NU Pamekasan, Anggota DPD Veteran Jawa Timur, Anggota DPD’45 Jawa Timur, dan anggota Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur. Aktifitas lainnya disalurkan melalui lembaga pendidikan pesantren dan pendidikan formal hingga jenjang Madrasah Aliyah.

3. Pandangan dan berbagai macam pendapat masyarakat diberikan untuk sosok KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso. Baik dari tokoh-tokoh Pamekasan, keluarga maupun masyarakat umum.

B. Saran

Dari kesimpulan di atas maka penulis ingin memberikan saran-saran sebagai sumbangan pikiran yang diharapkan dapat menjadi masukan untuk lebih mengembangkan keilmuan tentang Sejarah Islam Indonesia, antara lain:

1. Hasil dari penulisan yang sudah dilakukan oleh penulis tentang KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso dalam Biografi dan Perjuangan di Pamekasan-Madura (1926-1989 M) belum tentu memberikan hasil yang sempurna. Namun demi menunjang kemajuan intelektual di UIN Sunan Ampel khususnya, serta masyarakat luas pada umumnya, karya ini diharapkan mampu memberikan konstribusi dalam menunjang pengetahuan kaitannya dengan peran Kiai dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

2. Penulisan ini diharapkan dapat menggugah semangat kesadaran sejarah bagi masyarakat. Penulisan ini hendaknya dapat digunakan dalam usaha pewarisan nilai-nilai perjuangan para pahlawan. Terutama generasi muda umat Islam


(3)

71

dapat melestarikan keutuhan bangsa dan mengisi kemerdekaan dengan pembangunan.

3. Jika hasil penulisan ini masih banyak kekurangan baik dalam segi penulisan ataupun tentang informasi yang berkaitan dengan KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso: Biografi dan Perjuangan di Pamekasan-Madura (1926-1989 M), maka bisa dilakukan pengkajian ulang dengan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan hasil penelitian yang sudah ditulis dalam karya ini.


(4)

Daftar Pustaka A.Buku

Abdullah, Taufik dkk. Manusia dalam Kemelut Sejarah. Jakarta: LP3ES, 1978. Abdurahman, Dudung dkk. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos, 1999.

Anam, Choirul. Gerak Langkah Pemuda Ansor sebuah Percikan Sejarah Kelahiran. Surabaya:Majalah Nahdlatul Kiai Aula, 1990.

Ainul Yakin, NICO. Ulama Pejuang Pejuang Ulama. Jawa Timur: PUKAD-HALI, 2006.

Fuad, Zulfikar. Menulis Biografi, Jadikan Hidup Anda Lebih Bermakna!: Kiat Rhamadan K.H Menulis Biografi yang Memikat dan Menyejarah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Hartono Hs, Bambang. Sejarah Pamekasan, Panembahan Ronggo Sukowati, Raja Islam Pertama di Kota Pamekasan, Madura, Sumenep. UD. Nur Cahaya Gusti, 2001.

Kartodirjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Utama, 1992.

Kartono, Kartini. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: CV. Rajawali, 1998.

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2001. M.S. Kaelan, Pendidikan Pancasila. Yogyakarta:Paradigma, 2000.

Nawawi, Hadari. Kepemimpinan Menurut Islam. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993.

Piagam-piagam yang diperoleh oleh KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Sodarso. Salim, Agus. Teori & Pradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006. Siahaan, Hotman. Pamong Mengabdi Desa, Biografi Mohammad Noer.


(5)

Sunyoto, Agus. BANSER berjihad Menumpas PKI. Surabaya: Lembaga Kajian dan Pengembangan PW. GP. Ansor Jawa Timur dan Pesulukan Thoriqoh Agung (PETA), Tulungagung, 1996.

Tamburak, Rustam E. Pengantar Ilmu Sejarah Teori Filsafat Sejarah Filsafat & IPTEK. Jakarta: Rineka Cipta, 1999.

Wahid, Abdurahrahman. Menggerakan Tradisi Esai-Esai Pesantren. Yogyakarta: LkiS, 2001.

Zulaicha, Lilik. Metodologi Sejarah 1. Surabaya:Fak.Adab IAIN Sunan Ampel, 2005.

B.Artikel

Susanto, Edi. “Krisis Kepemimpinan Kiai: Studi atas Kharisma Kiai dalam Masyarakat”, ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman, Vol.1, (Maret 2017).

C.Wawancara

KH. RP. Nadjibul Choir putra sulung KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso.

KH. RP. M Thoriq Sya’rani putra ke-8 KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso dan anggota DPRD Pamekasan.

Muhammad Arifin Sekretaris KH.RP. Mohammad Sya’rani di Ansor Pamekasan Madura.

H.Mahmud Shobirin Teman seperjuangan KH. RP. Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso.

Mohammad Nasron Santri KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso di Pondok

Pesantren Jung Cang Cang Pamekasan Madura.

Elvas Nerik Saputra Santri KH. RP Mohammad Sya’rani Tjokro Soedarso di Pondok Pesantren Jung Cang Cang Pamekasan Madura.

Muhammad Amin Sulaiman Mantan Anggota Muhammadiyah Pamekasan Tahun 1985.


(6)

Hardiyono. S.Sos Kepala Desa Kelurahan Jung Cang Cang Pamekasan Madura. Sugianto Rukun Tetangga Jalan Shindhaji Jung Cang Cang Pamekasan Madura